Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesehatan reproduksi remaja merupakan suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,

fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Dibandingkan dengan dewasa,

kesehatan reproduksi remaja lebih rentan terhadap berbagai penyakit, terutama infeksi

menular seksual (IMS). Hal ini disebabkan pada remaja terkumpul berbagai faktor risiko

seperti faktor perilaku, faktor biologis, faktor lingkungan serta faktor budaya. WHO

memperkirakan ada 333 juta kasus baru mengenai IMS setiap tahunnya, dengan prevalensi

tertinggi berada pada kelompok usia 20-24 tahun, diikuti kelompok usia 15-19 tahun. Usia

remaja juga rentan terhadap kasus HIV/AIDS, dimana 30% total kasus baru HIV didapatkan

pada kelompok remaja usia 15-24 tahun.(WHO,2018)

Di Indonesia jumlah penduduk remaja berusia 10-19 tahun berdasarkan proyeksi Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) adalah 45.121.600 jiwa (Databoks.2018).

dengan jumlah remaja yang cukup besar tersebut tidak tertutup kemungkinan perilaku

seksual remaja pranikah serta dampak yang akan ditimbulkan (dalam kesehatan reproduksi)

dan akan menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia (Notoatmodjo,2017). Perilaku

remaja dan norma yang ada di Indonesia kini semakin bertolak belakang. Prilaku yang

cenderung negatif ini disebabkan oleh adanya globalisasi dan perkembangan teknologi

dimana dua hal ini sangat mempengaruhi paparan informasi dan gaya hidup yang ingin

dianut remaja. Dengan tercampurnya gaya hidup remaja dari luar kebudayaan Indonesia kini

tidak menjadi tradisi bagi kaum remaja (wati,2017)

1
Masa remaja merupakan masa peralihan, remaja bukan lagi seorang anak-anak dan bukan

juga orang dewasa (Putro,2017). Masa remaja merupakan masa yang berbahaya, karena pada

periode tesebut, seseorang meninggalkan tahap kehidupan anak-anak untuk menuju ke tahap

selanjutnya dan juga pada masa ini dirasakan sebagai suatu krisis karena belum adanya

pegangan, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukan (Soekanto,2019).

Oleh karena itu pada umumnya remaja sering kali bertindak bebas untuk mengkespresikan

dirinya dengan melakukan suatu tindakan yang memiliki resiko tinggi, hal tersebut tentu

akan menjadi suatu permasalahan bagi remaja itu sendiri, salah satunya adalah mengenai

perilaku seksual pada remaja. banyak remaja yang telah melakukan aktivitas seksual yang

seharusnya mereka lakukan disaat telah memiliki ikatan pernikahan atau setelah menikah,

tentunya hal ini menjadi salah satu penyimpangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,

tetapi masih terdapat perilaku seksual yang masih dianggap wajar oleh sebagain kelompok

masyarakat seperti berpegangan tangan ataupun berpelukan. Pada kenyataannya banyak di

kalangan remaja yang melewati batas aturan yang telah ditetapkan oleh masyarakat mereka

melakukan hubungan seks layaknya suami-istri. Berdasarkan data Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI ) 2017 dengan persentase 74% pria dan 59% wanita pada umur

15-19 tahun melakukan hubungan seksual untuk pertama kali.

Remaja yang melakukan seks pranikah didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk

mencoba segala hal yang belum mereka ketahui. Berdasarkan data SDKI, 2018 dimana

berdasarkan data yang didapat alasan remaja umur 15-24 tahun melakukan hubungan seksual

pertama kali dimana sebanyak (54% Wanita) dan (46% pria) melakukan hubungan seksual

dengan alasan saling mencintai, selanjutnya alasan lain yang dikemukakan oleh pria adalah

karena rasa ingin tahu yaitu (34%), dan wanita karena dipaksa oleh pasangannya yaitu

(16%), lalu alasan lainnya adalah karena terjadi begitu saja (16% wanita) dan (15% pria).

2
Gambar 1.1 Diagram Alasan Remaja Melakukan Hubungan Seksual

Sumber : SDKI 2018

Seks pranikah yang dilakukan pada remaja dapat menyebabkan hal-hal yang negatif salah

satunya adalah mengenai kehamilan yang tidak diinginkan dan juga mengenai penyakit

menular seksual HIV/AIDS. kehamilan yang tidak diinginkan berujung pada terjadinya

aborsi dan pernikahan remaja, dimana kedua hal tersebut akan berdampak terhadap masa

depan mereka, janin yang dikandung dan juga keluarganya (Masjhur, 2018). Berdasarkan

SDKI 2017, dimana persentase wanita dan pria umur 15-19 tahun yang pernah melakukan

hubungan seksual pranikah dan memiliki pengalaman kehamilan yang tidak diinginkan

adalah sebesar 16% angka tersebut sangat tinggi dibandingkan pada kelompok umur 20-24

tahun dengan angka 8%. kemudian berdasarkan SDKI 2012 dan 2017 memiliki persentase

yang sama sebesar 43% mengetahui pengalaman aborsi di antara teman.

Gambar 1.2 Diagram Mengetahui Pengalaman Aborsi

3
Berdasarkan dari uraian mengenai pengalaman seksual yang dilakukan remaja oleh

remaja pada umur 15-19 tahun dan mengetahui pengalaman aborsi teman dapat dikatakan

bahwa Pengetahuan remaja mengenai seksual masih dikatakan sangat kurang, Faktor yang

melatarbelakangi kurangnya pengetahuan remaja mengenai seksual karena kultur dari

masyarakat sendiri. Dalam kultur masyarakat Indonesia membicarakan seks merupakan

suatu pembahasan yang selalu dipandang negatif, kata seksual yang difikirkan oleh

masyarakat adalah mengenai aktvitas hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan.

Pengetahuan mengenai seksual sangat penting diketahui oleh remaja, namun demikian

pengetahuan mengenai seksual yang hanya berisikan larangan dan mentabukan seks bukan

merupakan cara untuk memberikan informasi yang tepat mengenai seksual. Memberikan

informasi mengenai seksual pada remaja adalah dengan penjelasan mnegenai perubahan

fungsi organ seksual sebagai tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan manusia,

bukan hanya mengenai hubungan badaniah antara laki-laki dan perempuan namun terdapat

tanggung jawab yang besar terhadap tindakan yang mereka lakukan. Salah satu

pengetahuan yang tepat mengenai seksual yang dapat diketahui oleh remaja adalah

pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi remaja.

Salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan reproduksi remaja adalah perilaku

seksual remaja. Hasil Survei Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)

tahun 2018 menyebutkan perilaku seks pranikah pada remaja dilaporkan sebanyak 4,5%

pada laki-laki dan 0,7% pada perempuan usia 15-19 tahun. Sedangkan perilaku seks

pranikah usia 20-24 tahun sebanyak 14,6% pada laki-laki dan 1,8% pada perempuan. Survei

lain menunjukkan bahwa 5,26% pelajar SMP dan SMA di Indonesia pernah melakukan

hubungan seksual pra nikah. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019

menunjukkan 1,97% remaja usia 15-19 tahun dan 0,02% remaja usia kurang dari 15 tahun

4
sudah pernah hamil.

Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (Kemen PPPA) telah

melakukan upaya advokasi dan sosialisasi pencegahan prilaku seksual pranikah dan

pernikahan yang dikarnakan hamil diluar nikah. Dinas kesehatan juga melakukan upaya

sosialisasi dengan penyuluhan kepada remaja yang melibatkan puskesmas dan bidan

jejaring guna untuk meningkatkan pengetahahuan remaja tentang perilaku seksual pranikah.

Menurut lenny N Rosalin(2021) pemahaman agama harus tanamkan pada remaja sejak dini

karena akan menjadi perlindugan agar remaja memahami bahwa agama melarang untuk

melakuakan prilaku seksual pranikah dan remaja harus pandai memilih teman bermain

karena remaja dominan akan mengikuti perilaku teman sebayanya.

Kos-kosan adalah tempat dimana seseorang menjadikan tempat kedua untuk ditinggali

setelah rumah. Banyak hal yang dapat diambil dari kos-kosan yaitu ada dampak positif dan

dampak negatif. Dampak postif yaitu seorang remaja dapat hidup secara mandiri karna tidak

tergantung lagi dengan orang tua. Sedangkan untuk dampak negatif yaitu kurangnya

pengawasan dari orang tua dan keluarga serta aturan kos-kosan yang tidak ketat dalam arti

kata remaja dapat membawa pasangan ke dalam kos-kosan yang mengakibatkan remaja

dapat melakukan pergaulan yang salah.( Dwima Ayu, 2019)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sitti Rahmi Dkk,2018) tentang hubungan antara

pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan prilaku sesksual pranikah pada

remaja di kos-kosan kelurahan kleak kota manado di dapatkan hasil bahwa ada hubungan

antara prilaku dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan prilaku seksual pranikah pada

remaja. Remaja kos-kosan Kelurahan Kleak Kota manado mempunyai pengetahuan yang

kurang baik tentang kesehatan reproduksi. Pengetahuan yang kurang akan kesehatan

reproduksi akan mempengaruhi prilaku seksual pranikah dimana remaja mempunyai rasa
5
ingin tau yang tinggi sehingga menyebabkan mereka kesulitan untuk mengendalikan

rangsangan-rangsangan yang membuat mereka melakukan prilaku seksual bebas.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwima Ayu, 2019 tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku seksual pranikah beresiko kehamilan yang tidak diiginkan

pada mahasiswa yang bertempat tinggal di kos Las Vegas didapatkan hasil adanya hubungan

antara pengetahuan,sikap, aturan kos-kosan, pengawasan tempat tingggal, sikap teman

sebaya, prilaku seksual teman kos dengan perilaku seksual pranikah beresiko kehamilan

tidak diinginkan pada mahasiswa yang bertempat tinggal dikos. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian rahmawati(2020), yang berjudul analisi faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku seksual pranikah mahasiswa kos-kosan di kelurahan Lolalara didapatkan hasil

adanya hubungan yang bermakna antara control diri, komunikasi efektif orang tua dan anak,

pengetahuan, serta peran teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah.

Di kota Batam dengan jumlah remaja yang berusia 10-19 tahun 155.664 jiwa (Profil

Kesehatan Kota Batam, 2021) juga tak menutup kemungkinan perilaku seksual remaja

terjadi. Menurut data dari BKKBN Provinsi Kepri jumlah usia kawin pertama wanita di

bawah 21 tahun di kota Batam merupakan jumlah tertinggi di Kepri dengan angka 32.607

wanita. Dalam artikel Batampos.co.id menyebutkan bahwa data yang didapatkan dari

BKKBN Kepri tahun 2016 angka anak perempuan yang menikah dini adalah sebanyak

69.075 anak perempuan dengan rentang usia 10-18 tahun. Tercatat bahwa kejadian menikah

dini kota batam terbanyak ke empat dengan angka 2.814 anak dan rata-rata memiliki alasan

yang sama yaitu hamil duluan (Anonim, 2017). Menurut data dari Kementrian Agama tahun

2020, menyebutkan bahwa sebanyak 255 remaja perempuan yang hamil di usia dini,

sedangkan data tahun 2021 sebanyak 278 remaja dari data tersebut terdapat kenaikan jumlah

remaja yang melakukan pernikahan dini dikarnakan hamil diluar nikah.


6
Dari 12 kecamatan di kota batam (kementrian agama 2021), di Kecamatan nongsa

didapatkan sebanyak 3.507 remaja laki-laki dan perempuan, dari data tersebut terdapat

remaja laki-laki dan perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah.

Sementara data yang didapatkan di Kelurahan Batu Besar Tahun 2022 didapatkan 1.768

remaja laki-laki dan perempuan. Nongsa memiliki beberapa bagian kampung dari semua

kampung didapatkan kampung panglong yang memiliki jumlah kos-kosan terbanyak.

Berdasarkan hasil survey lapangan di Kampung Panglong terdapat 10 kos-kosan dengan

jumlah keseluruhan penghuni kos-kosan di Kampung Panglong terdapat sebanyak 160 anak.

Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul” Faktor-

Faktor Yang Berhubungan Dengan Prilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Penghuni Kos-

Kosan Di Kampung Panglong Tahun 2022”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalahan di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apa Saja Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual

Pranikah Pada Remaja Penghuni Kos-Kosan Di Kampung Panglong Tahun 2022?”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah pada

remaja penghuni kos-kosan.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan.
7
2. Mengetahui hubungan teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan.

3. Mengetahui hubungan peran orang tua dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan.

4. Mengetahui hubungan ketaatan agama dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan.

5. Mengetahui hubungan aturan kos-kosan dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat memberikan bukti ilmiah terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku seksual pranikah remaja penghuni kos-kosan, Terutama untuk pengembangkan

ilmu kesehatan reproduksi pada remaja terutama untuk seks education sedini mungkin.

1.4.2 Bagi Praktis

1.4.2.1 Bagi Responden/ Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan

Responden/masyarakat tentang faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku seksual

pranikah remaja penghuni kos-kosan di Kampung Panglong.

8
1.4.2.2 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan istitusi pelayanan kesehatan untuk sebagai

referensi dab bahan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

seksual pranikah pada remaja penghuni kos-kosan.

1.4.2.3 Bagi Universitas Awal Bros

Data dari hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadikan sebagai referensi dan

informasi bagi institusi pendidikan.

1.4.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Serta Peneliti selanjutnya yang hasilnya dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan seputar Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Sesksual

Pranikah Remaja.

1.5 Keaslian Peneliti

Sepanjang pencarian penulisan ditemukan beberapa penelitian terdahulu yang serupa

dengan penelitian ini, berikut ini adalah perbandingan penelitian ini dengan penelitian ini

dengan penelitian yang telah ada yaitu:

a. Sitti Rahmi Husaini Azis, Dkk (2018) dengan judul “Hubungan Antara

Pengetahuan dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual

Pranikah Pada Remaja Di Kos-Kosan Kelurahan Kleak Kota Manado” Penelitian

ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan Cross sectional.

Adapun teknik pengambilan sampel secara Simple random sampling yang didasari

pada suatu pertimbangan yang sudah ditentukan oleh peneliti berdasarkan ciri atau

9
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Untuk sasaran penelitian

populasi diambil dari seluruh remaja kos-kosan kelurahan Kleak. Untuk sample

remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah yang berjumlah 62 anak. Hasil

penelitian ini adanya hubungan antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan

perilaku seksual pranikah pada remaja di kos-kosan Kelurahan Kleak Lingkungan

6 Kota Manado.

b. Dwima Ayu (2019) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Kehamilan Tidak Diinginkan Pada

Mahasiswa Yang Bertempatan Yang Bertempat Tinggal Di Kos “Las Vegas””

Penelitian ini menggunakan penelitian Kuantitatif dengan pendekatan Cross

sectional. Adapun teknik pengambilan sample secara Simple random sampling

yang didasari pada suatu pertimbangan yang sudah ditentukan oleh peneliti

berdasarkan ciri dan sifat-sifat dan populasi diambil dari seluruh remaja kos-kosan

Las Vegas. Untuk sample remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah

yang berjumlah 87 anak. Hasil penelitian ini Adanya hubungan antara

pengetahuan dengan perilaku seksual beresiko kehamilan yang tidak diinginkan

pada mahasiswa yang bertempat tinggal di kos Las Vegas, adanya hubungan

antara sikap terhadap seksual pranikah beresiko kehamilan tidak diinginkan pada

mahasiswa yang bertempat tinggal di kos Las Vegas, adanya hubungan dengan

aturan kos-kosan dengan perilaku seksual pranikah beresiko kehamilan tidak

diinginkan pada mahasiswa yang bertempat tinggal di kos Las Vegas, adanya

hubungan antara pengawasan disekitar tempat tinggal mahasiswa dengan perilaku

seksual pranikah beresiko kehamilan tidak diinginkan pada mahasiswa yang

tinggal di kos Las Vegas, adanya hubungan antara sikap teman kos terhadap

10
seksualitas dengan perilaku seksual pranikah beresiko kehamilan yang tidak

diinginkan pada mahasiswa yang bertempat tinggal di kos Las Vegas dan adanya

hubungan antara perilaku seksual teman kos dengan perilaku seksual pranikah

beresiko kehamilan tidak diinginkan pada mahasiswa yang bertempat tinggal di

Kos Las Vegas.

c. Dewi Rahmawati, Dkk (2020) dengan judul “Analisa Faktor-Faktor Yang

Berhebungan Dengan Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa Kos-Kosan Di Kos-

kosan Lolalara Tahun 2020” Penelitian ini menggunakan penelitian Kuantitatif

dengan pedekatan Cross sectional. Adapun teknik pengambilan sample secara

sample random sampling yang berjumlah 277 mahasiswa responden yang

dikumpulkan dari cakupan kuesioner. Hasil penelitian ini terdapat hubungan yang

bermakna antara control diri, komunikasi efektif orang tua dan anak serta peran

teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah mahasiswa kos-kosan di

Kelurahan Lolalara.

1.6 Resiko Penelitian

Resiko penelitian adalah segala kemungkinan terjadinya keraguan yang tidak terduga atau

tidak diinginkan yang ditimbulkan dari proses penelitian. Sifat dari resiko penelitian adalah

tidak pasti terjadi, yang apabila terjadi dapat mengakibatkan kerusakan terhadap segala

sesuatu yang terlibat pada seluruh proses penelitian, baik yang sifatnya ringan hingga berat.

Resiko penelitian ini adalah keterbatasan data dikarenakan orang tua tidak ada dan

pengisian kuesioner bohong sehingga didapatkan data yang tidak valid.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Reproduksi Remaja

2.1.1 Definisi Kesehatan Reproduksi

Menurut WHO kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan

sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit kecacata, dalam segala aspek yang

berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Dengan demikian

kesehatan reproduksi dapat diartikan pula sebagai suatu keadaan dimana manusia dapat

menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalani fungsi dan proses

reproduksinya secara sehat dan aman, termasuk mendapatkan keturunan yang sehat.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial yang utuh

(tidak semata–mata bebas dari penyakit dan kecacatan) dalam semua hal yang berkaitan

dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2019).

Sedangkan kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang

menyangkut sistem fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian

sehat disini tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan namun juga sehat

secara fisik, mental dan sosial kultur (BKKBN, 2018)

2.1.2 Remaja

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut

peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2019, remaja adalah penduduk dalam

rentang usia 10-18 tahun dan menurut badan kependudukan dan Keluarga Berencana

(BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-21 tahun dan belum menikah. Jumlah

kelompok usia 10-19 tahun di indonesia menurut sensus penduduk 2018 sebanyak 43,5
12
juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja

berjumlah 1,2 Milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO,2020).

Masa remaja merupakan periode terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang

pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai

keigintahuan yang besar,menyukai pertualangan dan tantangan cenderung berani

menanggung resiko atas perbuatannya tanpa di dahului oleh pertimbangan yang matang.

Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, maka akan jatuh

kedalam perilaku berisiko yang mungkin harus menanggung akibat jangka pendek atau

jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan

perilaku beresiko pada remaja tersebut memerlukan kesediaan pelayanan kesehatan

peduli remaja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan

untuk kesehatan reproduksi (WHO,2020).

a. Awal Mula Konsep Tentang Remaja

Remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal (usia 10-13 tahun),

masa remaja tengah yaitu (usia 14-16 tahun) dan remaja akhir (usia 17-19 tahun)

(Rohan & Sayito, 2018). Masa remaja menurut Santrock (2017), yaitu usia 10-13

tahun dan berakhir saat menginjak usia 18-22 tahun.

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada 3 tahap perkembangan

remaja (Sarlito Wirawan sarwono, 2017) yaitu:

1) Remaja Awal 10-13 tahun ( early adolescence )

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran–heran akan perubahan yang

terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongandorongan yang menyertai

perubahan- perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru,

cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.
13
Dengan di pegang bahunya saja oleh lawan jenis , ia sudah berfantasi

erotik. Kepekaan yang berlebi–lebihan ini ditambah dengan berkurangnya

kendali terhadap “ego“ menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti

dan dimengerti orang dewasa. Remaja awal bisa juga diartikan dengan

remaja dini atau remaja seawal mungkin. Sehingga setelah anak-anak

memasuki perkembangan menuju remaja.

2) Remaja madya ( middle adolescence )

Pada tahap ini emaja sangat membutuhkan kawan kawan. Ia senag kalau

banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic” yaitu

mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman temantang punya sifat–sifat

yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan

karena ia tidak tahu harus memilih mana: peka atau tidak peduli, ramai–

ramai atau sendiri, optimis atau pedimid, idealis atau matrealistis dan

sebagainya.

3) Remaja Akhir

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan di tandai

dengan pencapaian 5 hal, yaitu :

a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi fungsi intelek

b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orangorang lain

dan dalam pengalaman- pengalaman baru.

c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d)

Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri

diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri

dengan orang lain.

14
d) Tumbuh “ dinding “ yang memisahkan diri pribadinya (private

self ) dan masyarakat umum ( the public )

b. Tumbuh Kembang Remaja

Perkembangan masa remaja antara lain meliputi 3 aspek, yang tidak besamaan

mencapai tingkat kematangannya, yakni perkembangan fisik, perkembangan sosial

dan perkembangan kepribadian.

1) Perkembangan Fisik

Pada akhir masa anak, jelas terlihat pertumbuhan fisik yang sangat hebat,

dengan bertambah tingginya anak secaratiba-tiba dan bertambah panjangnya

extremitas, sehingga terlihat perubahan perbandingan lengan, tungkai dan

tubuh. Pertumbahan fisik ini merupakan tanda bagi permulaan dari

dimulainya proses kematangan seksual. Tidak lama kemudian, akan timbul

ciri ciri sekunder, penumbuhan kumis, jakun, bulu bulu diketiak dan sekitar

genetalia, dan payudara remaja putri. Dengan mulai bekerjanya kelenjar

hormon dan tercapainya kematang alat genetalia bagian dalam, maka

berakhirlah masa pubertas.

Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh

berbagai perubhan fisik, emosi, dan phsikis. Masa remaja, yaitu usia 10-19

tahun, merupakan massa yang khusus dan penting, karena merupakan periode

pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas.

Masa remaja merupakan periode peralihan masa anak anak ke masa dewasa.

Pada masa remaja terjadi perubahan fisik (organobiologik) secara cepat, yang

tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Perubahan

yang cukup besar ini dapat membingkungkan remaja yang mengalaminya.

15
Karena itu mereka memerlukan pengertian, bimbingan dan dukungan

lingukngan di sekitarnya, agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia

dewasa yang sehat baik jasmani, maupun mental dan psikososial.

Pada wanita mulai berfungsinya sistem reproduksi, ditandai dengan adanya

menarche yang umumnya terjadi pada usia 10-14 tahun. Tanda pertama pria

terjadinya ereksi, orgasmus dan ejakulasi. Perineum adalah daerah antara

tulang kemaluan dengan anus pada perineum terletak organ genetalia eksterna

wanita terdiri dari monsveneris, klitoris, labia mayora, labia minora, vestibula.

Organ reproduksi wanita yang terletak di dalam panggul adalah rahim atau

uterus, vagina, saluran fallopi dan ovarium.

Organ genetalia eksterna pria terdiri dari penis, skrotum organ reproduksi

yang didalam panggul adalah vasdeferens, vesikula seminalis dan kelenjar

prostat. Semen atau cairan sperma dikeluarkan oleh kelenjar prostat, kelenjar

prostat ini berbentuk melingkari uretra tepat dibawah kandung kemih

(Dianawati,2019).

2) Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial pada masa ini memperlihatkan perubahan yang tidak

selalu mudah dijalani. Pada masa ini remaja sebelumnya bergaul dengan jenis

yang sama, mulai menaruh perhatian pada lawan jenisnya. Keinginan untuk

bergaul dengan teman pria dan teman wanita tetapi terhalang oleh penampilan

fisik yang kurang menguntungkan misalnya jerawat. Sering pula kecamasan

orang tua berpengaruh negatif dari pergaulan dan akibat-akibat dari pergaulan

bebas menyebabkan orang tua merintangi pergaulan heteroseksual. Tugas

perkembangan dalam hal perkembangan sosial yakni bergaul dengan teman

16
sebaya baik yang sejenis maupun lawan jenis, sedapat mungkin mendapat

perhatian dan bimbingan, supaya tidak terjadi hambatan maupun akibat-akibat

yang negatif bagi masa depan remaja. (Dianawati,2019).

Membentuk dan memperoleh peranan sosial sesuai dengan jenisnya

dikembangkan baik di lingkungan keluarga dengan ayah dan ibu. Dengan

menjalani perkembangan sosial yang lancar dan kesempatan pergaulan baik

disertai bimbingan dari tokoh-tokoh identifikasi, sehingga terbentuk tingkah

laku sosial yang bertanggung jawab. (Dianawati,2019).

3) Perkembangan Kepribadian

Perkembangan kepribadian sesungguhnya sudah perlu diperhatikan sejak

masa bayi. Pendidikan aspek-aspek kepribadian sudah perlu dimulai sebelum

aspek intelektual di perkembangkan. Pengandilan keinginan dengan cara

mengajar anak belajar bersabar dan tidak selalu memenuhi keinginan anak

dengan segar, harus dilanjutkan dengan latihan pengendalian emosi dan

pengendalian diri ataupun mengekang keinginan. (Dianawati,2019).

c. Tanda-tanda seks sekunder

1. Laki-laki

a) Rambut

Rambut yang mencolok tumbuh pada masa remaja adalah rambut

kemaluan, terjadi sekitar satu tahun setelah testes dan penis mulai

mebesar. Ketika rambut kemaluan hampir selesai tumbuh, maka

menyusul rambut ketiak dan rambut di wajah, seperti halnya kumis

dan jambang. (Dianawati,2019).

17
b) Kulit

Kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, pori-pori membesar.

c) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat

Kelenjar lemak dibawah kulit menjadi lebih aktif. Seringkali

menyebabkan jerawat karena produksi minyak yang meningkat.

Aktivitas kelenjar keringat juga bertambah, terutama bagian ketiak.

d) Otot

Otot-otot pada tubuh remaja makin bertambah besar dan kuat. Lebih-

lebih bila dilakukan latihan otot, maka akan tampak memberi bentuk

pada lengan, bahu dan tungkai kaki.

e) Suara

Seirama dengan tumbuhnya rambut pada kemaluan, maka terjadi

perubahan suara. Mula-mula agak serak, kemudian volumenya juga

meningkat.

f) Benjolan di dada

Pada usia remaja sekitar 12-14 tahun muncul benjolan kecil-kecil di

sekitar kelanjar susu. Setelah beberapa minggu besar dan jumlahnya

menurun.

2. Wanita

a) Rambut

Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja

laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan

payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah

mulai tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-

18
mula lurus dan terang warnanya, kemudan menjadi lebih subuh, lebih

kasar, lebih gelap dan agak keriting. (Dianawati,2019).

b) Pinggul

Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini

sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya

lemak di bawah kulit.

c) Payudara

Seiring pinggul membesar, maka payudarajuga membesar dan puting

susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan

berkembang dan makan besarnya kelenjar susu sehingga payudara

menjadi lebih besar dan lebih bulat.

d) Kulit

Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal,

pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada

wanita tetap lebih lembut.

e) Kelejar lemak dan kelenjar keringat

Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif sumbatan

kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan

baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.

f) Otot

Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat

akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.

19
g) Suara

Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarangan terjadi pada

wanita.

2.1.2 Pacaran

Seiring dengan perubahan hormon dan kondisi fisik pada remaja, maka pada masa

awal pubertas, remaja mulai mengalami ketertarikan pada lawan jenis. Pacaran

merupakan proses mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar membina

hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari

terjadinya ketidak cocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah. Masing-masing

berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi-reaksi terhadap berbagai

masalah maupun peristiwa. (Dianawati,2019).

Pacaran merupakan kenangan yang sangat mengesankan bagi remaja pada

kehidupannya yang mendatang. Dalam masyarakat kita, pacaran memberikan

kesempatan bagi remaja untuk meningkatkan kemampuan sosial dan interpersonal

mereka. Pacaran juga mempersiapkan remaja untuk memilih pasangan hidup. Pada

beberapa remaja pacaran juga dimanfaatkan untuk melakukan percobaan aktivitas

seksual. (Dianawati,2019).

Susan Sprecher dan Kathlen Mc.Kiney (2019) dalam buku Sexuality menjelaskan

tahap-tahap dalam pacaran:

1. First Seeing (Pandangan Pertama)

Sebelum terjadinya suatu hubungan di antara dua orang, pada awalnya

masing-masing saling menyadari keberadaannya. Kesadaran ini mungkin

terjadi beberapa detik, hari, minggu maupun bulan sebelum interaksi secara
20
tatap muka pada pertama kali. Dua orang mungkin saling menyadari dalam

waktu yang bersamaan, tetapi dapat juga hanya satu pihak yang menyadari.

Situasi dimana kesadaran pertama kali terjadi mungkin dapat memengaruhi

bagaimana keberlanjutan suatu hubungan ke tahap first meeting dengan cepat

dan mudah. Murstein (2018) membedakan antara tempat terbuka dan tertutup

sebagai kondisi dimana suatu hubungan dimulai. Tempat yang tertutup

ditandai dengan kehadiran sedikit orang dimana semuanya memiliki

kemungkinan untuk berinteraksi. Sebagai contoh adalah kelas yang kecil,

tempat tinggal, dan lingkungan kerja. Pada tempat yang tertutup, kesadaran

dan interaksi di antara anggota terjamin, dan terjadi secara spontan.

Sebaliknya, tempat terbuka berisi banyak orang. Sebagai contoh adalah

tempat umum seperti mall, bar. Kesadaran pertama bisa saja terjadi pada

tempat terbuka, tetapi pertemuan dengan bertatap muka mungkin tidak terjadi

sampai beberapa waktu kemudian. Hal tersebut dikarenakan tempat yang

terbuka tidak memiliki interaksi yang terstruktur di antara semua anggota,

dimana orang perlu untuk merencanakan bagaimana mereka akan bertemu

seseorang yang mereka perhatikan.

2. First Meeting (Pertemuan Pertama)

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian Berger tentang awal suatu

hubungan, orang menggunakan tiga cara untuk bertemu orang lain dalam

tempat yang terbuka. Cara pertama adalah memperkenalkan diri mereka, yang

diawali dengan observasi, saling berpandangan atau memperhatikan apa

adanya. Cara kedua adalah dengan memberikan isyarat nonverbal, dan

menunggu orang lain untuk memperkenalkan diri. Cara ketiga adalah

21
berkenalan melalui teman. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa remaja

lebih menyukai untuk bertemu dalam suasana pesta. Tempat lainnya untuk

bertemu adalah kelas, tempat kerja, klub.

3. First Dating (Kencan Pertama)

Banyak hal yang dapat menghalangi kencan pertama, seperti malu,

cemasakan penolakan, dan norma peran seks tradisional yang menyatakan

bahwa perempuan tidak layak untuk memulai suatu hubungan. Tetapi untuk

sebagian orang, keinginan yang kuat untuk memulai suatu hubungan dapat

mengatasi penghalang yang mereka hadapi. Baik laki-laki maupun perempuan

berperan dalam terjadinya kencan pertama, walaupun dalam cara yang

berbeda. Namun, laki-laki tetap mendominasi sampai pada kencan pertama.

2.2 Perilaku

2.2.1 Definisi Perilaku

Perilaku menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) adalah tindakan atau

aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara

lain:berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis membaca dan

sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang

tidak diamati oleh pihak luar. (Azwar, 2017).

Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan

dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap manusia lainnya atau

sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan terhadap diri individu itu sendiri

disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan

22
objek yang sedang dihadapi tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman

masa lalu, oleh situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan

datang. Sikap manusia, atau untuk singkatnya disebut sikap, telah didefinisikan dalam

berbagai versi oleh para ahli (Azwar, 2017).

2.2.2 Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku merupakan sebuah tindakan yang didasari oleh perencanaan.

Proses perubahan perilaku berencana memiliki beberapa tahapan, dan melibatkan peranan

masyarakat dan agen perubahan. Perubahan bisa terjadi di bagian Persiapan,

Aksi/Melakukan, Mempertahankan. (Desak Putu Yuli Kurniati,2019)

Contoh perubahan perilaku berencana dapat dilihat pada bagan berikut:

Tabel 2.

Proses Perubahan Perilaku

Tahapan Mengenali Mencari Mendapatkan Mencoba Memikirkan Terus Merayakan


perubahan masalah informasi pengetahuan prilaku dan melakukan keberhasilan
dan baru mengupaya prilaku
keterampilan prilaku baru
baru
Kelompok Saya tidak Mungkin Saya siap Saya Dengan Saya perlu Saya berhasil
sasaran melihat memang untuk mencoba dukungan terus saya bisa
masalah ada mencobanya prilaku dan melakukan
masalah , namun ada baru dorongan hinga
tapi saya beberapa tetapi dari menjadi
perlu hambatan. saya keluarga kebiasaan
informasi belum saya pasti
yang lebih yakin bisa
lanjut. 100% berhasil.
hasilnya.
Agen Saya akan Saya akan Saya akan Saya Melanjutka Memantau Mengapresiasi
perubahan membantu membantu membantu akan n dukungan perubahan dan merayakan
mengenali mencari mencari cara fasilitasi yang dan keberhasilan
masalah alternatif untuk diskusi diperlukan menyediak
untuk mengatasi tentang untuk an
23
menyelesa hambatan dan manfaat perubahan dukungan
ikan memperoleh prilaku permanen. dan
masalah akses dan informasi
dampakn
ya
Sumber Desak Putu Yuli Kurniati,2019

Determinan-determinan yang menentukan perubahan perilaku harus dikenali melalui

penelitian formatif (misal: analisis barier dan survey pelaku dan non pelaku). Umumnya

determinan perilaku merupakan persepsi/anggapan dimana bisa benar dan bisa juga

keliru. Tiga determinan yang paling kuat mempengaruhi perubahan perilaku adalah:

1. Persepsi tentang kemampuan melakukan yang merupakan Keyakinan seseorang

tentang apakah dia memiliki kemampuan atau keterampilan untuk melakukan

suatu perilaku.

2. Persepsi tentang norma sosial. Persepsi seseorang tentang apa yang diinginkan

oleh orang yang penting dalam hidupnya untuk dia lakukan. Siapa yang terpenting

dalam hidup saya, dan apa yang orang tersbut ingin saya lakukan.

3. Persepsi tentang konsekuensi positif dan negatif. Persepsi seseorang tentang apa

yang akan terjadi, baik positif maupun negatif, karena melakukan suatu perilaku.

Ini termasuk keuntungan/kerugian dari suatu perilaku, sikap terhadap suatu

perilaku, apakah perilaku dapat menyelesaikan masalah atau menghasilkan sesuatu

yang diharapkan (Desak Putu Yuli Kurniati,2019).

Selain dari ke 3 determinan tersebut, ada beberapa determinan kunci, yaitu:

1. Akses, yaitu Ketersediaan dari pelayanan atau produk. Misal:gedung evakuasi,

kelambu, kondom, dll yang memungkinkan mereka melakukan suatu perilaku.

24
2. Persepsi tentang Barier/Penghambat, Persepsi tentang hal-hal yang membuat suatu

perilaku sulit dilakukan.

3. Persepsi tentang Pemungkin/Pendukung Persepsi tentang hal-hal yang membuat

suatu perilaku mudah/dapat dilakukan.

4. Pengingat perilaku Ada tidaknya orang atau hal yang dapat mengingatkan

seseorang melakukan perilaku. Pengingat adalah sesuatu yang memba\ntu

seseorang melakukan perilaku. Misal: acara radio, stiker, alarm, kalender, dll

(Desak Putu Yuli Kurniati,2019)

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2019) perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi/pembawa

Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan

dengan kesehatan, system nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat social ekonomi, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin/pendukung

Faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasana atau fasilitas

kesehatan. Untuk dapat berperilaku sehat, diperlukan sarana dan prasarana yang

mendukung atau fasilitas yang memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan,

maka faktor ini disebut faktor pendukung atau pemudah.

25
3. Faktor-faktor penguat/pendorong

untuk dapat berperilaku sehat positif dan dukungan fasilitas saja tidak cukup,

melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) yang baik dari tokoh masyarakat,

petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2019) dan pihak-pihak yang bersangkutan.

2.3 Perilaku Seksual

2.3.1 Definisi Perilaku Seksual

Sarwono (2017) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku

individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan

sesama jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku yang dimunculkan bisa bermacam-macam

mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan

bersenggama.

Nugraha (2018) mengungkapkan bahwa seksualitas adalah bagaimana individu

merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksual yang khusus, seperti

berciuman, berpelukan, meraba payudara ataupun meraba alat kelamin, hingga

berhubungan badan.

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah suatu

bentuk tingkah laku individu dalam mengekspresikan perasaannya berupa sentuhan-

sentuhan seperti berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, meraba payudara, meraba

alat kelamin, dan berhubungan seks kepada lawan jenis mereka.

Hajrack & Garwood (dalam Hakim, 2019) menyebutkan beberapa motif yang

digunakan oleh remaja untuk melakukan perilaku seksual,yaitu:

26
1) Menegaskan peran maskulin dan feminim. Bagi sebagian remaja, melakukan

hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan, merupakan bukti bahwa identitas

seksualnya utuh.

2) Mendapatkan kasih sayang. Beberapa aspek dari perilaku seksual termasuk

didalamnya kontak fisik sebagai bentuk kasih sayang, seperti memeluk,membelai,

dan mencium. Bagi remaja yang hanya sedikit memperoleh bentuk afekasi ini, maka

hubungan seks yang dilakukan setimpal dengan afekasi yang mereka dapatkan.

3) Sebagai bentuk perlawanan terhadap orang tua atau figure otoritas lainnya. Konflik

yang dialami dengan orang tua atau figure otoritas lainnya, membuat remaja

menggunakan seks sebagai bentuk pemberontakan, bahkan sampai pada terjadinya

kehamilan.

4) Meraih harga diri yang lebih tinggi. Ada remaja yang menganggap jika ada orang

yang bersedia berhubungan seks dengannya, maka ia akan memperoleh rasa hormat

dan penghargaan dari orang lain.

5) Sebagai bentuk balas dendam atau untuk menghina seseorang. Seks dapat

digunakan untuk menyakiti perasaan orang lain, misalnya mantan pacar. Pada kasus

yang ekstrim, hubungan yang dilakukan bertujuan untuk memperkosa pasangan

sebagai bentuk penghinaan untuknya.

6) Melampiaskan kemarahan. Perilaku seksual merupakan sarana melampiaskan emosi

yang ada, termasuk rasa marah yang dirasakan. Remaja umumnya melakukan

mastrubasi dengan tujuan ini.

7) Menghilangkan rasa bosan. Mastrubasi umumnya dilakukan untuk menghilangkan

kebosanan yang dirasakan remaja.

27
8) Membuktikan kesetiaan pasangan. Beberapa remaja terlibat dalam perilaku seksual

bukan atas keinginan mereka sendiri tapi lebih dikarenakan ketakutan akan

ditinggalkan oleh pasangan bila mereka tidak bersedia melakukannya.

Perilaku seksual terdiri dari beberapa tahapan yaitu berciuman, bercumbu ringan,

bercumbu berat dan bersenggama. Contoh urutan aktifitas seksual yang diurutkan dari

yang kurang intim hingga yang paling intim menurut Rugerts WPF seperti memikirkan

seseorang, main mata, kencan, menulis surat, berduaan, berpegangan tangan, ciuman

ringan, memeluk, ciuman berat (french kiss), petting, saling me-mastrubasi, seks oral,

dan hubungan seks. (Hakim, 2019).

Jenis perilaku seksual yang sering dilakukan remaja dalam berpacaran biasanya

bertahap mulai dari timbulnya perasaan saling tertarik, lalu diikuti kencan, bercumbu

dan akhirnya melakukan hubungan seksual. Pada umumnya perilaku seksual,

sebagaimana didefinisikan para pakar, mencakup berciuman (baik cium pipi atau cium

bibir), berpegangan tangan dengan lawan jenis, onani atau mastrubasi, memegang dan

meraba payudara, meraba alat kelamin, oral seks dan anal seks (bercumbu dengan mulut

dan anus sebagai media), necking (bercumbu dengan cara menggigit leher pasangan atau

lazim dikenal dengan cupang), petting (menggesek alat kelamin) dan coitus (senggama

penuh) (Hakim, 2019).

2.3.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual

Menurut Sarwono (2017) bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai dari

perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse meliputi:

1) Kissing

28
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir

disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan

rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum

dilakukan.

2) Necking

Berciuman di sekitar leher ke bawah. Necking merupakan istilah yang digunakan

untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam.

3) Petting

Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan organ

kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking.Ini termasuk

merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada,

kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar pakaian.

4) Intercourse

Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita

yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk

mendapatkan kepuasan seksual.

menurut Zilmann dan Bryan yang Sunarsih,dkk 2019, menyatakan bahwa ketika

seseorang yang terpapar pornografi berulangkali, mereka akan menunjukkan

kecenderungan untuk memiliki persepsi menyimpang mengenai seksualitas dan juga

terjadi peningkatan kebutuhan akan tipe pornografi yang lebih keras dan

menyimpang. Pornografi dapat menghasilkan rangsangan fisiologis dan emosional

serta peningkatan tingkat rangsangan kemungkinan akan menghasilkan beberapa

bentuk perilaku seksual seperti kissing, petting, masturbasi maupun sexual

29
intercourse. Penelitian lain juga mengatakan bahwa ada hubungan antara frekuensi

paparan media pornografi dengan frekuensi perilaku masturbasi remaja putra.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prilaku Seksual

1) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagiannya). Waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut

sangat dipengaruhi oleh intesitas persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera

penglihatan (mata) (Notoadmojo, 2019).

Dalam penelitian Wen-Hsu Lin, dkk. 2020 didapatkan bahwa pengetahuan yang

kurang baik sebanyak 50,9%. Pengetahuan yang kurang baik akan kesehatan

reproduksi dimana remaja yang berkembang kematangan seksualnya secara lengkap

menyebabkan mereka sulit untuk mengendalikan rangsangan-rangsangan yang dapat

membuat mereka melakukan perilaku seksual secara bebas.

a. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam kondisi dalam kognitif mempunyai enam

tingkatan menurut (Notoadmojo, 2019).

30
1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari

atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan

protein pada anak balita.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintrepetasikan

materi tersebut secraa benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat

menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan perhitungan

hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip dalam pemecahan masalah

(problem solving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus

yang diberikan.

31
4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam sati struksur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari pengguna kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulas baru dari formmulasi formulasi yang ada.

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandikan

antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat

menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab sebab

mengapa ibu ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

32
b. Sumber Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012) adalah sebahai

berikut:

a) Cara non almiah

1. Cara coba salah (Trial and Error)

Cara coba–coba ini dilakukan dengan menggunakan beberapa

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan

tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila

kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kemungkinan ketiga, dan

apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan

seterusnya, sampai masalah tersebut dapat di pecahkan.

2. Cara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak

disengaja oleh orang yang bersangkutan.

3. Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin – pemimpin

masyarakat bak formol mauoun informal, para pemuka agama, pemegang

pemerintah dan sebagiannya .dengan kata lain, pengetahuan ini diperoleh

berdasarkan padaa pemegang otoritas, yakni orang yang mempunyai

wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas

pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan atau ilmuan. Prinsip

inilah, orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang

mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan

33
kebenaranya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan

pandapat sendiri.

4. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahn yang

dihadapi pada masa lalu.

5. Cara akal sehat (Common sense)

Akal sehat kadang–kadang dapat menemukan teori kebenaran.

Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang tua zaman dahulu agar

anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau agar anak disiplin

menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya tersebut salah. Ternyata

cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori

atau kebenaran, bahwa hukuman merupakan metode ( meskipun bukan

yang paling baik ) bagi pendidikan anak–anak.

6. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan

melalui para nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh

pengikutpengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah

kebenaran tersebut rasional atau tidak .sebab kebenaran ini diterima oleh

para Nabi adalahsebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran

atau penyelidikan manusia.

34
7. Secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat melalui di

luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

Kebenaran yang diperoleh melalui intutif sukar dipercaya karena

kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang

sistematis.Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi

atau suara hati.

8. Melalui jalan pikiran

Manusis telah mampu menggunakan penalarannya dalam

memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh

kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan dalam pikirannya,

baik melalui induksi maupun deduksi.

9. Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari

pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini

berati dalam berfikir induksi pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan

pengalaman-pengalaman empiris yang ditangkap oleh indra. Kemudian

disimpulkan dalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk

memahami suatu gejala. Karena proses berfikir induksi itu beranjak dari

hasil pengamatan indra atau hal-hal yang nyata, maka dapat dikatakan

bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang

abstrak.

35
10. Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyatan-pernyataan

umum ke khusus. Dalam berfikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang

dianggap benar secara umum , berlaku juga kebenarannya pada sutu

peristiwa yang terjadi.

b) Cara almiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasaini

lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah,

atau lebih popular disebut metode penelitian ( rescarch methodology ).

c. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu menurut (A. Wawan dan Dewi M,

2018).

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lalin menuju kearah cita cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

2) Pekerjaan

Menurut thomas yang dikutip oleh nurasalam (2017), pekerjaan

adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber

kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja

36
umumnya merupakan kehiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu ibu

akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

3) Umur

Menurut Elisabeth BH yangdi kutip nursalam (2017), usia adalah

umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang

tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir

dan bekerja.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Menurut Anna. Mariner yang dikutip dari nursalam (2017)

lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

d. Pengukuran Pengetahuan

Suatu cara mengukur dan menilai sikap seseorang dapat menggunakan

skala atau kuesioner. Skala penilaian mengandung serangkai pertanyaan tentang

permasalahan tertentu. Respon yang akan mengisi diharapkan dapat menentukan

sikap setuju, ragu atau tidak setuju terhadap pertanyaan tersebut (wawan dan

dewi,2018).

37
Menurut Nursalamah (2020) dalam wawan dan dewi pengetahuan seseorang

dapat diketahui dan diintrepetasikan dengan skala yag bersifat kualitatif, yaitu:

a) Baik jika 76%-100% jawaban benar

b) Cukup jika 56%-75% jawaban benar

c) Kurang jika <56% jawaban benar

2) Sikap atau perilaku

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2019). Dengan perkataan lain dapat dikatakan

bahwa sikap adalah tanggapan atau presepsi seseorang terhadap apa yang

diketahuainya. Jadi sikap tidak dapat langsung dilihat secara nyata, tetapi hanya dapat

ditafsirkan sebagai perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan

atau aktivitas, tapi merupakan predisposisi tindakan (Notoatmodjo, 2019).

Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga

dapat dipelajari. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk

berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada

manusia sebagai makhluk sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari pengaruh

interaksi manusia satu dengan yang lain. Faktor yang berasal dai luar individu seperti

pengalaman individu, situasi yang dihadapi, norma dalam masyarakat, hambatan dan

pendorong yang dihadapi individu.

3) Aturan-aturan Kos

Aturan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tindakan atau perbuatan

yang harus dijalankan. Sebagai makhluk sosial, manusia wajib mematuhi segala

aturan di tempat yang ditinggali. Mahasiswa yang selama menempuh pendidikan

berada jauh dari rumah dan sebagian tinggal di kos harus menjalani segala aturan

38
yang telah di tetapkan oleh pemilik kos ataupun masyarakat yang ada disekitar kos.

Ada dua jenis aturan yang paling sering ditemui, yakni aturan tertulis dan aturan tidak

tertulis. Memahami aturan adalah yang tertulis berhubungan dengan sanksi tegas dan

mengikat. Sementara aturan adalah yang tidak tertulis maka sanksi yang berlaku tidak

setegas aturan tertulis. (Desak Putu Yuli Kurniati,2019)

Bagi mahasiswa, kos dipahami sebagai tempat tinggal sementara selama masa

kuliah. Kondisi kos yang dihuni bersama pemilik rumah (induk semang) dan asrama

mahasiswa biasanya lebih teratur karena telah ditentukan peraturan yang jelas

mengenai kepengurusan kos, jadwal piket kerja dan waktu belajar. Berbeda halnya

dengan kos kontrakan karena keadaannya lebih bebas. Tapi keadaan saat ini, kos-

kosan dengan induk semang pun sudah tergolong bebas karena saat ini pemilik kos

bersifat lebih bersikap premisif. Masyarakat sekitar kos pun pada saat ini lebih

bersikap acuh tak acuh kepada keadaan sekitar dan apa yang dilakukan oleh

mahasiswa. (Desak Putu Yuli Kurniati,2019)

Adapun beberapa aturan kos-kosan yang biasanya diterapkan oleh pemilik kos-

kosan seperti (Desak Putu Yuli Kurniati,2019):

1. Menerima tamu diluar kamar

2. Mematuhi jaga malam

3. Meminta Izin untuk Membawa Alat Elektronik

4. Tidak Menerima Tamu Lawan Jenis

5. Tidak Membawa Hewan Peliharaan

6. Membayar Tagihan Kost Tepat Waktu

7. Memarkir Kendaraan dengan Rapi

39
Kehidupan mahasiswa kost sebagai bagian dari proses perkembangan remaja

menjadi manusia dewasa tidak pernah lepas dari permasalahan kesehatan reproduksi

dan seksual. Mahasiswa kost yang hidup terpisah dari orang tua, mengharuskan

mereka untuk bertanggung jawab penuh terhadap segala perilaku yang dilakukannya

termasuk perilaku dalam berpacaran. banyak sekali tempat kos yang dijadikan

mahasiswa/siswa sebagai tempat mereka melakukan perilaku seksual yang tidak

semestinya dilakukan pasangan yang belum terikat ikatan pernikahan. Kos-kosan

pada umumnya tidak ada pengawasan oleh sang pemilik maupun pemilik kos dengan

sengaja membolehkan lawan jenis masuk kedalam kos-kosan tersebut dan kos-kosan

ini bisa ditinggali atau lawan jenis diperbolehkan menginap dalam kos tersebut. (Ye

Yunli. 2022)

Menurut Kusuma (2020) ada dua macam jenis kos yang dapat memicu perilaku

seksual pada mahasiswa yaitu:

1. Kos Bebas

Kos bebas yang dimaksudkan di sini adalah kos yang tidak diawasi atau

ditunggui oleh pemiliknya. Mereka umumnya mempekerjakan orang untuk

mengurusi kos, termasuk menjaga keamanan pintu gerbang. Tetapi tidak

sedikit di antaranya yang menyerahkan urusannya tersebut kepada penghuni

kos. Kos bebas tersebut bukan termasuk kos campur, tetapi kos khusus

putera dan kos khusus puteri. Kos bebas tersbut paling banyak ditemukan

berupa kos putera, tetapi jumlah kos bebas untuk puteri pun bisa dikatakan

tidak sedikit dan semakin bertambah. Hampir di seluruh kawasan

pemukiman mahasiswa terdapat kos semacam ini.

40
2. Kos setengah bebas

Kos semacam ini masih ditunggui oleh pemiliknya, tetapi si pemilik

seringkali tidak ambil peduli dengan urusan ataupun aktivitas dari

penghuninya, sejauh tidak mengganggu ketertiban. Adapula si pemilik baru

terlihat ketika sudah sore atau malam hari menjelang jam tamu berakhir.

Interaksi antara si pemilik dan penghuni relatif minim, apalagi jika hunian

tersebut ditempati lebih dari 20 orang. Tamu boleh saja masuk kamar,

termasuk tamu lawan jenis, tanpa banyak dicurigai atau ditanyai oleh pihak

pemilik. Untuk kos puteri misalnya, jika menerima tamu pria seringkali

dibolehkan untuk menutup pintu kamar. Kos setengah bebas tersebar di

seluruh kawasan pemukiman mahasiswa/siswa.

4) Teman sebaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2019), pengertian teman sebaya adalah

kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja dan berbuat. Teman sebaya

merupakan interaksi pada sekelompok orang dengan tingkat usia, perkembangan atau

status sosial yang sama, serta mempunyai tingkat keakraban yang relatif tinggi di

antara kelompoknya. Pada teman sebaya biasanya individu mendapat dukungan

sosial yang mengacu pada kesenangan.

Pengertian lain dari teman sebaya adalah sekelompok orang yang memiliki umur

yang hampir sama dan memiliki berbagai kesamaan seperti hobi, minat, dan hal-hal

menarik lainnya. Latar belakang dari terbentuknya kelompok sebaya yaitu adanya

perkembangan proses sosialisasi, kebutuhan untuk menerima penghargaan, perlu

perhatian dari orang lain, Ingin menemukan dunianya.

41
Orang yang memiliki usia yang hampir sama dengan temanya biasanya

mempunyai tingkat kedewasaan atau perkembangan yang hampir sama. Selain itu

teman sebaya yang dipilih biasanya teman yang memiliki kesamaan status sosial

dengan individu. Teman sebaya juga merupakan orang yang sering terlibat dalam

melakukan tindakan secara bersama-sama dalam pergaulan. (Sinay,2017)

Adapun menurut Sinay (2017), terdapat tiga aspek utama yang ditemui di dalam

teman sebaya, yaitu sebagai berikut: 

1. Keinginan meniru. Seseorang meniru orang lain dan menjadikan peniruan tersebut

menjadikan sebuah tren. Seseorang merasa harus mengikuti peniruan tersebut,

karena hal ini mampu meningkatkan rasa percaya diri. 

2. Bergabung untuk menghindari konflik. Seseorang berusaha menghindari konflik,

sehingga ia memutuskan untuk mendekati kelompok teman. Jika telah berhasil

mendekati dan bergabung dengan kelompok tersebut. Maka, ia akan cenderung

menuruti kritik dan saran dari kelompok itu, dan kemungkinan kecil akan

timbulnya sebuah konflik. 

3. Menjadi pengikut. Seseorang memutuskan untuk mengikuti kelompok lain

dikarenakan bingung harus berbuat apa, sehingga ia mencari dan berusaha

mendekati, serta menjadikan kelompok tersebut sebagai pedoman. Kemudian apa

pun yang telah dilakukan oleh kelompok tersebut dianggap sudah benar, dan

seseorang tersebut menjadi dikendalikan oleh orang lain.

5) Peran Orang Tua

Peran adalah proses dinamis suatu penduduk, apabila seseorang melaksanakan hak

dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu

42
peranan. Orang tua atau keluarga adalah yang memiliki hubungan darah atau

menyediakan terselengaranya fungsi-fungsi intrumen mendasar dan fungsi-fungsi

ekspresif keluarga bagi anggotanya yang berada dalam suatu jaringan

(Seojono,2019).

Beberapa penelitian terdahulu mengungkapkan ada peran orang tua terhadap

kelangsungan prilaku seksual remaja. Peran orang tua terhadap kelangsungan prilaku

seksual pranikah tidak akan dari tingkat pengetahuan orang tua yang berhubungan

pula dengan tingkat pendidikan orang tua (BKKBN,2017). Menurut seotjiningsih

(2018). Semakin baik hubungan orang tua dengan anak remajanya maka semakin

baik prilaku seksual remaja. Orang tua sibuk, kualitas pengasuh yang buruk dan

perceraian orang tua membuat remaja dapat mengalami depresi, kebingungan dan

ketidakmantapan emosi sehingga remaja dengan mudah terjerumus pada prilaku yang

menyimpang (Assyakiri,2017).

Menurut Nugroho (2019), orang tua dapat mempengaruhi perilaku seks anaknya

melalui tiga cara, yaitu: komunikasi, bertindak sebagai contoh (role model), dan

pengawasan. Berdasarkan hasil penelitian Darmasih (2019), peran keluarga sangat

berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah pada remaja. Semakin tinggi peran

keluarga pada remaja, maka perilaku seks pranikah remaja semakin baik. Orang tua

dan struktur keluarga mempengaruhi perilaku seks remaja. keluarga berperan

membangun norma-norma budaya seksualitas pada remaja (Wamoyi, 2020).

Pendapatan dan pekerjaan orangtua berhubungan dengan efikasi diri lebih tinggi

terhadap berperilaku seksual aman. Pendapatan orang tua berhubungan dengan

efikasi diri lebih tinggi terhadap perilaku seksual tidak aman dan menjadi pelindung

untuk resiko melakukan seksual dini (Kao & Winifred, 2018). Pekerjaan orangtua

43
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, tidak jarang menyebabkan orang tua

harus bekerja dengan menghabiskan banyak waktu di luar keluarga. Pekerjaan

orangtua menyebabkan intensitas komunikasi dan kurang perhatian, kasih sayang,

pengawasan dan pola pengasuhan dari orang tua serta kurangnya komunikasi antara

anak dan orang tua. Komunikasi anak lebih banyak pada teman sebaya. Anak lebih

mencari kehangatan kasih sayang bukan dari keluarga sehingga sangat berisiko untuk

terjadi perilaku seksual menyimpang (Kao & Winifred, 2018).

6) Ketaatan Agama

Ketaatan beragama adalah kepatuhan dalam menganut agama dengan menjalankan

ajaran-ajaran agama sebagai bentuk dari pengabdian diri kepada Tuhan Yang Maha

Esa. Ini serupa dengan pengertian yang diberikan Ramayulis dalam Psikologi Agama,

bahwa ketaatan beragama adalah kecenderungan manusia untuk berbakti kepada

Tuhan diwujudkan dengan melaksanakan segala apa yang diperintahkan Tuhan, dan

menjauhi segala apa yang dilarangnya. Dengan demikian ketaatan beragama bukan

hanya menyangkut hubungan hamba kepada Tuhannya, melainkan hubungan

seseorang kepada orang lain dan juga lingkungan. Karena dimensi keagamaan itu

sendiri bukan hanya mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhannya,

sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Berbeda dengan Glock dan Stark,

menurutnya ketaatan dikalangan penganut Kristen diungkapkan melalui sembahyang

pribadi, membaca injil dan barangkali menyanyi himne bersama-sama. Ini terjadi

karena dalam merumuskan lima dimensi keberagamaan, Glock dan Stark

memasukkan ketaatan pada dimensi praktik agama.

Berdasarkan hasil penelitian Asvista Salviana, 2020 didapatkan hasil analisis jalur

menunjukkan bahwa untuk variabel ketaatan beragama menunjukkan nilai terbesar.

44
Setiap kenaikan ketaatan beragama satu satuan maka kejadian seks pranikah

mengalami penurunan, hasil tersebut menunjukkan arah hubungan negatif, dengan

demikian semakin tinggi ketaatan beragama maka semakin rendah kejadian seks

pranikah. Oleh karena itu, hipotesis tentang ketaatan beragama berpengaruh terhadap

kejadian seks pranikah‖ diterima, artinya tingkat agama yang rendah menjadikan

kejadian seks pranikah menjadi tinggi begitupun sebaliknya. Tingginya sikap remaja

terhadap religiusitas maka semakin rendah kemungkinan remaja untuk melakukan

perilaku seks pranikah dan berlaku juga sebaliknya. Tingkat religiusitas sesorang

sangat efektif sebagai cara untuk mencegah diri kita pada kecenderungan untuk

melakukan seks pranikah.

2.3.4 Dampak Perilaku Seksual

Nelson (2018), ada dua dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks pranikah di

kalangan remaja yaitu kehamilan dan penyakit menular seksual. Seperti kita ketahui

bahwa banyak dampak buruk dari seks pranikah dan cenderung bersifat negatif seperti

halnya: kumpul kebo, seks pranikah dapat berakibat fatal bagi kesehatan kita. Tidak

kurang dari belasan ribu remaja yang sudah terjerumus dalam seks pranikah. Para remaja

melakukan seks pranikah cenderung akibat kurang ekonomi. Seks pranikah dapat terjadi

karena pengaruh dari lingkungan luar dan salah pilihnya seseorang terhadap lingkungan

tempatnya bergaul. Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah :

1) Menciptakan kenangan buruk.

Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks pranikah maka secara moral pelaku

dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut. Keluarga besar pelaku pun turut

menanggung malu sehingga menjadi beban mental yang berat.

45
2) Mengakibatkan kehamilan.

Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan bila dilakukan pada

masa subur. Kehamilan yang terjadi akibat seks pranikah menjadi beban mental yang

luar biasa. Kehamilan yang dianggap “Kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan

malapetaka bagi pelaku bahkan keturunannya.

3) Menggugurkan kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi.

Aborsi merupakan tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi

mengakibatkan kemandulan bahkan kanker rahim. Menggugurkan kandungan dengan

cara aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.

4) Penyebaran penyakit.

Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan bahkan keturunannya.

Penyebarannya melalui seks pranikah dengan bergonta-ganti pasangan. Hubungan

seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang yang

tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa ditularkan melalui

hubungan seks adalah virus HIV.

5) Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan spermatozoa

pihak pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh hubungan seks. Kehamilan pada

remaja sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses

kehamilan.

Beberapa resiko terhadap kesehatan perempuan dan resiko apabila mengalami kehamilan

diantaranya:

1. Bayi Berat Lahir Rendah

Peningkatan resiko berat badan lahir rendah merupakan aspek medis yang paling

penting pada kasus kehamilan remaja. makin muda usia remaja yang hamil maka
46
semakin besar kemungkinan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah

banyak faktor yang diyakini menjadi penyebab peningkatan Kematian dan kesakitan

bayi dan para ibu remaja, seperti jarak kelahiran anak, status ekonomi, ras,

pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan (Reeder,2017).

2. Anemia

Anemia adalah masalah kesehatan dengan prevelensi tertinggi pada wanita hamil.

Prevelensi anemia pada ibu hamil di Indonesia 70% atau 7 dari 10 wanita yang

menderita anemia (Arief,2018). Anemia pada ibu hamil usia muda. Hal ini

disebabkan seorang ibu yang mengalami anemia memerlukan zat besi dalam tubuh

yang berfungsi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan plasenta (Rohan dan

Siyoto,2016). Resiko anemia pada ibu hamil apabila dianggap sepele dapat

meyebabkan antara lain, persalinan lama, perdarahan pasca melahirkan, bayi lahir

prematur, dan kemungkinan bayi lahir dengan cacat (Zerlina Lalage,2017). Gejala

yang dirasakan oleh ibu hamil apabila terkena anemia diantaranya cepat lelah, kulit

pucat, badan sering gemetar, mudah mengantuk, mata berkunang-kunang dan kepala

pusing.

3. Persalinan sulit

Persalinan sulit dan lama disebabkan karena adanya komplikasi ibu maupun janin.

Penyebab persalinan seperti ini dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelinan

panggul, kelainan his dan mengejan serta melahirkan (Rohan dan Siyoto,2016). Hal

ini dikarnakan reproduksi perempuan yang belum siap menerima kehamilan sehingga

dapat menimbulkan berbagai komplikasi.

47
4. Kanker Serviks

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang banyak menyerang

wanita diseluruh dunia. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kanker mulut

rahim adalah aktivitas seksual yang terlalu muda (<16 tahun). Sel kolumnar serviks

lebih peka terhadap metaplasma selama usia dewasa yang demikian, wanita yang

berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terekena kanker serviks

lima kali lipat (Rasjidi Imam,2016). Perilaku seksual merupakan faktor resiko kanker

serviks ini dikarnakan hubungan seks dengan laki-laki berisiko tinggi, atau laki-laki

yang megidap Kandiloma Akuminatum di penisnya (Widyastuti,2018).

5. Penyakit Menular Seksual

Penyakit Menural Seksual adalah penyakit-penyakit yang timbul atau ditularkan

melalui hubungan seksual degan manifestasi klinik berupa timbulnya kelainan-

kelainan terutama pada alat kelamin (Widoyono,2018). Keterlambatan deteksi dini

PMS dapat menimbulkan berbagai komplikasi misalnya kehamilan diluar kandungan,

kanker anogenital, infeksi bayi yag baru lahir atau infeksi pada kehamilan. Gejala-

gejala umum PMS pada wanita diantaranya keluarnya cairan pada vagina terjadi

peningkatan keputihan, rasa perih, dan nyeri atau panas saat kencing, adanya luka

basah di sekitar kemaluan, gatal-gatal disekitar kelamin, sakit saat berhubungan seks,

mengeluarkan darah setelah berhubungan seks (Marni, 2015). Mudanya usia saat

melakukan hubungan seksual pertama kali dan meningkatkan resiko tertular infeksi

menular seksual.

48
2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan teori diatas maka dapatlah disusun kerangka teori penelitian sebagai berikut:

Faktor pembawa

Pengetahuan

Sikap

Faktor pendukung

Aturan kos-kosan

Ketaatan agama Prilaku Seksual Pranikah


Remaja

Faktor pendorong

Teman sebaya

Peran orang tua

Keterangan:
Tidak diteliti
Diteliti Bagan 2.5 Kerangka Teori
Modifikasi Teori Lawrence Green Dalam Notoadmojo 2019

49
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran dasar dari pemikiran dan penelitian yang

dirumusakan dari observasi dan tinjauan pustaka. Kerangka konsep menjelaskan hubungan

yang terkaitan variabel sehingga dapat dijadikan dasar untuk menjawab permasalah

penelitian (Ariani 2018).

Variabel Indenpenden Variabel Dependen

Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku
seksual

 Pengetahuan
 Teman sebaya
Prilaku Seksual Pranikah
 Aturan kos-kosan z Remaja
 Peran orang tua
 Ketaatan agama

Gambar 3.1
Kerangka Konsep
3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep dan hubungan antar variabel dalam penelitian ini, maka

hipotesa penelitian sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara pengetahuan remaja dengan perilaku seksual pranikah penghuni

kos-kosan di Kampung Panglong.

50
2. Ada hubungan antara teman sebaya dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan di Kampung Panglong.

3. Ada hubungan antara aturan kos-kosan dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan di Kampung Panglong.

4. Ada hubungan antara peran orang tua dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan di Kampung Panglong.

5. Ada hubungan antara ketaatan agama dengan perilaku seksual pranikah pada remaja

penghuni kos-kosan di kampung Panglong.

51
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian survey analitik. Tujuan

digunakan penelitian survey analitik dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-

faktor yang berhubungan dengan prilaku seksual pranikah pada remaja penghuni kos-kosan di

kampung panglong tahun 2022.

Penelitian ini dirancang menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian cross

sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor

resiko dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada

suatu saat. (notoadmodjo,2019)

4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah variabel penelitian dimaksudkan untuk memahami arti setiap

variabel penelitian sebelum dilakukan analisis (Ardial 2018).

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
Variabel independen
1. Pengetahuan Suatu pemahaman atau Kuesioner Responden a. Baik jika Ordinal
Reproduksi segala apa yang akan diberikan 76%-100%
diketahui oleh remaja kuesioner jawaban benar
tentang kesehatan tertutup berisi b. Cukup jika
reproduksi yang meliputi: 30 pertanyaan, 56%-75%
1. Definisi Perilaku dengan jawaban benar
Seksual penilaian : c. Kurang jika
2. Bentuk-bentuk 1. Pernyataan <56%
perilaku seksual positif jawaban benar
3. Faktor-faktor yang Benar : 1
mempengaruhi Salah : 0
perilaku seksual 2. Pernyataan
4. Dampak perilaku negatif
52
seksual Benar : 0
Salah : 1

2. Teman sebaya Teman responden yang Kuesioner Pengisian a. Berpengaruh Ordina


memiliki umur yang kuesioner , Jika ≥ l
hampir sama dan sering Dengan cara Median
saling berinteraksi penilaian: b. Tidak
Ya =1 berpengaruh,
Tidak =0 jika <
Median

3. Aturan kos- Tempat tinggal sewa atau Kuesioner Pengisisan a. Mengikuti, Ordinal
kosan kos-kosan yang kuesioner yang jika ≥
memberikan peraturan- terdiri dari 10 Median dari
peraturan pada setiap pertanyaan tiap nilai rata-rata
penghuni pertanyaan b. Tidak
bernilai : mengikuti,
Ya = 1 jika ≤
Tidak = 0 Median dari
nilai rata-
rata.
4. Peran Orang Penilaian remaja Kuesioner Pengisian a. Berperan, jika Ordinal
Tua terhadap peranan orang kuesioner ≥ Median
tua atau pengasuhan Dengan cara b. Tidak
dalam memberikan penilaian: Berperan <
bimbingan tentang Ya =1 Median
perilaku seksual. Tidak =0
Berdasarkan indikator:
1. Komunikasi
2. Pemberian
contoh
3. Pengawasan

5. Ketaatan Ketaatan beragama adalah Kuesioner Pengisian a. Taat , jika ≥ Likert


agama salah satu konsep yang kuesioner median nilai
mengambarkan keadaan Dengan keseluruhan
seseorang yang kategori: b. Tidak taat,
mengamalkan seluruh 1. Sangat tidak jika < median
perintah tuhan dan setuju : 1 nilai
menjauhkan larangannya. 2. Tidak setuju keseluruhan
:2
3. Setuju : 3
4. Sangat
Setuju : 4

53
Variabel Dependen

6. Prilaku segala bentuk tingkah Kuesioner Pengisian a. Baik, jika Ordinal


Seksual laku remaja pranikah yang kuesioner > Median
Pranikah didorong oleh hasrat Dengan cara jawaban
Remaja seksual. penilaian: benar.
Ya =1 b. Tidak
Tidak =0 baik, jika
≤ Median
jawaban
benar.

4.3 Waktu Dan Tempat Penelitian

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Panglong Kelurahan Batu Besar Kecamatan

Nongsa Tahun 2022.

B. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September-Nopember 2022.

4.4 Populasi Dan Sampel

A. Populasi

Populasi adalah sekelompok orang, kejadian sesuatu yang mempunyai

karakteristik tertentu. Populasi mewakili karakteristik yang ingin didapatkan oleh peneliti

yang dimaksud. Populasi penelitian ini adalah keseluran subjek penelitian sebanyak 160

responden yang didapatkan dari hasil survey lapangan bulan Januari-Juni di Kos-kosan

Kampung Panglong.

B. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap dapat meneliti seluruh populasi (Notoatmojo, 2019).

54
Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel yaitu dengan rumus

slovin:

N
Rumus Slovin : n=
1+N e 2

Keterangan :

n : Besar Sampel

N : Besar Populasi

e : Batas Toleransi Kesalahan (Error Tolerance)

cara kerja :

N
n=
1+N e2

160
n=
1+(1.768x 0,12 )

160
n=
1+(160 x 0,01)

160
n=
2,6

n= 61

n= 61 responden

Berdasarkan jumlah populasi sebanyak 160 orang, maka dengan menggunakan rumus

diatas maka didapatkan sampel sebanyak 61 orang.

Adapun dalam pengambilan sampel diatas yaitu

1. Kriteria inklusi

a. Remaja yang tinggal di kos-kosan di Kampung Panglong


55
b. Bersedia menjadi responden

c. Remaja usia 14-20 tahun

d. Pernah atau sedang terlibat hubungan berpacaran dengan lawan jenis

2. Kriteria ekslusi

a. Remaja yang sakit dan tidak dapat diwawancara

b. Remaja yang sudah menikah

c. Remaja yang tinggal bersama anggota keluarga

C. Teknik pengambilan sampel

Teknik sampling merupakan teknik penngambilan sampel secara umum terbagi

menjadi dua yaitu probability sampling dan non probability sampling.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non probability

sampling. Sampel yang dipilih menggunakan teknik pengambilan sampel secara

purposive sampling, yaitu dengan cara mengumpulkan responden dengan cara door to

door menjelaskan responden bahwa akan di jadikan responden kuesioner dengan cara

memberikan infomconsent (Notoatmojo,2019).

4.5 Uji Keabsahan

1. Uji Validitasi

Uji validitas merupakan uji yang berfungsi untuk melihat apakah suatu alat ukur

tersebut valid (sahih) atau tidak valid. Alat ukur yang dimaksud disini merupakan

pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika

pertanyaan tersebut pada kuesioner dapat mengungkapkan suatu yang diukur oleh

kuesioner. Dalam uji pengukuran validitas terdapat dua macam yaitu pertama,

mengkolerasi antar skor butir pertanyaan (item) dengan total item. Kedua
56
mengkolerasi antar masing-masing skor indicator item dengan total skor konstruk

(Janna,2020).

Untuk menguji validitas empiris instrument, peneliti mencobakan instrument tersebut

pada sasaran dalam penelitian. Langkah ini bisa disebut dengan kegiatan uji coba (try-out)

instrument. Apabila data yang didapat dari uji coba ini sudah sesuai dengan yang seharusnya,

maka berarti bahwa instrumennya sudah baik, sudah valid. Pengujian validitas instrumen pada

penelitian ini akan menggunakan program SPSS versi 16.00, dengan menggunakan uji nilai r

product moment pearson, dengan taraf signifikansi 5%, nilai r hitung akan dibandingkan

dengan r table. Jika r hitung > r tabel, maka butir atau variabel pertanyaan tersebut dinyatakan

valid. (Janna,2020).

2. Uji Reabilitas

Alat ukur dikatakan reliable (andal) jika alat ukur tersebut memiliki sifat konstan, stabil

dan tepat. Jadi, alat ukur dinyatakan reliable apabila diuji cobakan terhadap sekelompok

subyek akan tetap sama hasilnya, walaupun dalam waktu yang berbeda, dan atau jika

dikenakan pada lain subyek yang sama karakteristiknya hasilnya akan sama juga. Adapun

tolak ukur untuk mempresentasikan derajat reliabilitas adalah dengan menggunakan metode

Alpha Cronbach. Apabila pengujian reliabilitas dengan metode Alpha, maka nilai r hitung

diwakili oleh Alpha. Jika Alpha hitung lebih besar daripada r tabel dan Alpha hitung bernilai

positif, maka instrumen penelitian tersebut reliabel. Karena jumlah responden dan taraf

signifikasinya sama, jadi r table dalam uji realibilitas sebesar 0,361. Setelah dilakukan

perhitungan terhadap ke-78 item pertanyaan pada kuesioner yang valid maka diperoleh alpha

diatas 0,361. Jadi item-item kuesioner pada semua variabel adalah reliable. (Janna,2020)

57
4.6 Intrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan kuisioner sehingga

mendapatkan data berupa data tanggapan atau responden sampel penelitian. Dalam

pengambilan data penelitian, peneliti menggunakan kuisioner (Syahdrajat,2015).

Instrument penelitian yang diberikan berbentuk kuesioner yang tertutup. Untuk mengukur

pengetahuan digunakan kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan yang meliputi tentang

Defini perilaku seksual, bentuk-bentuk perilaku seksual, faktor yang mempengaruhi perilaku

seksual dan dampak perilaku seksual. Nilai ukur yang digunakan untuk pernyataan positif

benar : 1 salah : 0, sedangkan Pernyataan negatif benar : 0 salah : 1.

Tabel 4.5

Kisi-kisi kuesioner

No Indikator Jumlah No pertanyaan


Pertanyaan
1. Pengetahuan 30 1-30
a. Definisi perilaku seksual 5 1-5

b. Bentuk-bentuk perilaku 5 6-10


seksual

c. Faktor-faktor yang 10 11-20


mempengaruhi perilaku
seksual
d. Dampak perilaku seksual 10 21-30

2. Peran orang tua 15 1-15


a. Komunikasi 5 1-5

b. Pemberian contoh 5 5-10

c. Pengawasan 5 11-15

58
4.5 Pengumpulan Data

A. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden melalui kuisioner. Dalam

pengumpulan data dengan tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi variabel-variabel yang diteliti

b. Menerapkan subkjek penelitian atau populasi dan sampel penelitian

c. Melakukan pengumpulan data dengan cara mencari responden dengan door to door

untuk mengisi kuesioner yang berisikan faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku seksual pranikah pada remaja penghuni kos-kosn

d. Mengolah dan menganalisa data tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku seksual pranikah pada remaja.

B. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di peroleh dari Kantor Lurah Kecamatan Batu

Besar serta survey lapangan remaja penghuni kos-kosan di Kampung Panglong dan data

sekunder dari sumber lainnya untuk mendukung penelitian ini.

4.6 Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan yang sehingga memperoleh

informasi yang benar, lalu dilakukan analisis (Aedi 2017). Proses pengolahan data dan analisis

dilakukan melalui 5 (lima) tahapan yaitu :

a. Editing (Pengeditan data)

Editing atau pengeditan data merupakan pemeriksaan data yang dikumpulkan karena

adanya data yang masuk namun tidak memenuhi syarat, data dapat dibuang karena tidak

memenuhi syarat untuk dianalisa.

59
b. Coding (Pemberian kode)

Coding merupakan pemberian kode pada data sesuai dengan kategori. Pemberian kode ini

sangat penting untuk memudahkan dalam menganalisis dan pengolahan data. Pemberian

kode pada data sesuai kategori seperti Pengetahuan 1= Baik 2 = Cukup 3 = Kurang,

Teman Sebaya Ya = 1 Tidak = 0, Aturan kos-kosan Ya = 1 Tidak = 0, Peran orang tua

Ya = 1 Tidak = 0, Ketaatan agama Ya =1 Tidak = 0, dan Perilaku seksual Baik = 1

Kurang baik = 0

c. Entry (Pemasukan data)

Data yang telah selesai dikoding lalu data tersebut dimasukkan ke dalam kartu tabulasi.

d. Cleaning (Pembersihan data)

Pembersihan data dilakukan setelah dan sesudah diketahui bahwa ada data yang tidak

memenuhi syarat.

e. Processing

Setelah melewati editing, coding, entry, dan cleaning dilanjutkan untuk mengolah data

dan menganalisis sesuai dengan tahapan.

4.7 Analisis Data

Data yang terkumpul dilakukan pemeriksaan / validasi data, pengkodean, rekapitulasi dan

tabulasi kemudian kemudian dilakukan analisis statistik yang tercapai. Adapun analisis

statistik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

A. Analisa Univariat

60
Bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable

penelitian. Setiap penelitian variable bebas dan variable terikat di analisis dengan statistik

deskripsi yaitu untuk menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Analisa

univariat dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan setiap

variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti

yaitu variabel pengetahuan, teman sebaya, aturan kos-kosan, peran orang tua dan ketaatan

sebagai variabel dependen dan variabel perilaku seksual pranikah sebagai variebel

independen (Syahdrajat, 2018).

B. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variable yang diduga hubungan satu sama lain

dalam kedudukan yang sejajar pada pendekatan satu sama lain dapat dalam kedudukan

yang serupa sebab akibat (eksperimen). Tujuan analisis ini untuks melihat hubungan

variabel independent dan dependen. Uji yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji

chi-square 95% pada α = 0,05.

a. Jika nilai P value ≤ α, Ha diterima, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara

variabel independen dengan variabel dependen.

b. Jika nilai P value > α, Ho gagal ditolak, yang berarti tidak terdapat hubungan

bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.

4.9 Etika Penelitian

Penelitian dilaksanakan setelah mendapat izin dan rekomendasi dari pembimbing serta

pihak yang bersangkutan, selanjutnya peneliti juga melakukan penelitian dengan beberapa

langkah seperti (Ade, 2020) :

61
tiga aspek etik penelitian yaitu: respect for pearson, beneficience and non-maleficience, justice

(Kemenkes Komite Etik, 2017).

a. Respect for person

Respect for person memberikan kebebasan kepada subjek penelitian untuk ikut

maupun menolak berpartisipasi dalam penelitian ini. Tiga hal yang diperhatikan

dalam Respect for person yaitu: ethical clearence, informed consent,

confidentiality, adapun pemaparannya adalah sebagai berikut:

b. Ethical clearance

Penelitian memperhatikan perijinan untuk melakukan penelitian. Penelitian ini

dilakukan setelah mendapatkan surat persetujuan etik dan mendapatkan surat ijin

penelitian dari Program Studi S1 Kebidanan Universitas Awal Bros.

c. Informed consent

Pada penelitian ini setiap partisipan dan responden diberi penjelasan secara

terperinci tentang tujuan penelitian.

d. Confidentiality

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang telah diberikan dan hasil yang telah

didapatkan selama penelitian, untuk menjamin kerahasiaan informasi selama

penelitian dilakukan.

e. Beneficence and non-maleficence

Dalam penelitian ini peneliti berusaha memaksimalkan manfaat penelitian dan

menimalkan kerugian yang ditimbulkan. Sebelum peneliti mulai memberikan

pertanyaan, peneliti memberikan informasi tentang manfaat penelitian kepada

62
partisipan, serta memberitahukan bahwa pada umumnya risiko tidak terjadi.

Pengisian kuesioner dilakukan secara online dengan aplikasi google form.

f. Justice

Penelitian ini memperhatikan keadilan bagi seluruh subjek. Semua partisipan

diperlakukan secara adil selama proses penelitian. Lama waktu wawancara telah

dipertimbangkan dan diberikan bentuk ucapan terimakasih yang sesuai berupa

cinderamata.

63

Anda mungkin juga menyukai