Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan arus globalisasi, kemajuan teknologi dan informasi serta

bergesernya nilai dan norma yang ada dalam masyarakat cenderung

mempengaruhi perilaku remaja untuk melakukan penyimpangan perilaku

terutama dalam perilaku seksual. Banyak remaja yang terlibat dalam perilaku

dan pengalaman beresiko seksual yang dapat mengakibatkan hasil kesehatan

yang tidak diinginkan. Derasnya arus informasi dan pergaulan yang luas

memberikan pengaruh signifikan bagi remaja dan kesehatannya (Misrina,

2020).

Kondisi remaja saat ini tidak terlepas dari banyak tantangan untuk

menggapai kesehatan reproduksi yang sejahtera. Beberapa permasalahan

justru mengancam remaja terutama yang berkaitan dengan kesehatan

reproduksi yang akan berdampak pada kualitasnya sebagai figur

pembangunan dan kesiapannya dalam membangun keluarga. Pubertas atau

kematangan seksual yang semakin dini (aspek internal) dan aksesibilitas

terhadap berbagai media (aspek eksternal) serta pengaruh negatif teman

sebaya menjadikan remaja rentan terhadap perilaku seksual beresiko

(BKKBN, 2019).

Pemahaman remaja akan kesehatan reproduksi menjadi bekal remaja

dalam berperilaku sehat dan bertanggung jawab, namun tidak semua remaja

1
memperoleh informasi yang cukup dan benar tentang kesehatan reproduksi.

Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman ini dapat membawa remaja ke

arah perilaku berisiko. Masa remaja erat kaitannya dengan perkembangan

psikis pada periode yang dikenal sebagai masa pubertas yang diiringi dengan

perkembangan seksual. Kondisi ini menyebabkan remaja rentan terhadap

masalah – masalah perilaku berisiko, seperti melakukan hubungan seks

sebelum menikah yang dapat membawa resiko terhadap Infeksi Menular

Seksual (IMS), Human Immunodeficiency Virus and Acquired Immune

Defesiency Virus Syndrome (HIV/AIDS) (BKKBN, 2014).

Masalah yang menonjol dikalangan remaja yaitu seputar Tiga

Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja (TRIAD KRR) yaitu

seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA. Permasalahan seksualitas terjadi karena

rendahnya pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). (Ayu,

2015). Menurut United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS)

pada tahun kasus terinfeksi HIV terbesar di dunia adalah di benua Afrika

(25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika (3,5

juta). Sedangkan yang terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang.

Tingginya populasi orang terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan

Indonesia untuk lebih waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini

Kasus kejadian HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat secara

signifikasi, berdasarkan data Direktoriat Jendral Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) jumlah kasus baru HIV positif

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 sebanyak

2
30.935 kasus, tahun 2016 sebanyak 36.700 kasus, tahun 2017 sebanyak

48.300 kasus dan tahun 2018 sebanyak 64.043 kasus (Kemenkes RI, 2019).

Lima provinsi dengan jumlah kasus HIV terbanyak adalah Jawa Timur,

DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua, dimana pada tahun 2017

kasus HIV terbanyak juga dimiliki oleh kelima provinsi tersebut. Sedangkan

di Gambar 3, diketahui bahwa provinsi dengan jumlah kasus AIDS terbanyak

adalah Jawa Tengah, Papua, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau.

Kasus AIDS di Jawa Tengah adalah sekitar 22% dari total kasus di Indonesia.

Tren kasus HIV dan AIDS tertinggi dari tahun 2017 sampai dengan 2019

masih sama, yaitu sebagian besar di pulau Jawa (Ditjen P2P, 2019).

Berdasarkan usia kasus HIV/AIDS di Indonesia paling banyak diderita

oleh usia produktif 25 – 49 tahun, dan usia remaja 15- 19 tahun menduduki

posisi kelima (Infodatin, 2014). Usia remaja merupakan usia yang sangat

rentang untuk terinfeksi HIV. Lebih dari setengah infeksi baru HIV didunia

ditemukan pada usia 15-19 tahun, dan mayoritas remaja terinfeksi karena

hubungan seksual (Guindo et al., 2014).

Peningkatan kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun terus meningkat,

jumlah penderita HIV/AIDS di 23 Kabupaten/Kota di Aceh telah mencapai

632 kasus yang pada tahun 2017. Dari 23 Kabupaten/Kota, pada tahun 2017

kasus HIV/AIDS paling banyak di Kota Banda Aceh berjumlah 77 kasus,

disusul Aceh Utara berjumlah 76 kasus, Aceh Tamiang berjumlah 63 kasus

dan Bireuen peringkat Keempat terbanyak kasus HIV/AIDS berjumlah 50

kasus (Dinkes Aceh, 2018).

3
Penyebaran dan penularan HIV paling banyak disebabkan melalui

pengguanaan jarum suntik yang tidak steril saat memakai narkoba. Seseorang

yang terinfeksi HIV dapat menularkannya kepada orang lain, bahkan sejak

beberapa minggu sejak tertular. Selain itu melakukan hubungan intim juga

merupakan salah satu cara tertularnya HIV/AIDS. Salah satu hubungan intim

yang menyebabkannya adalah seks pranikah. Semua orang berisiko terinfeksi

HIV (Aprilia, 2016).

Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku seks pranikah pada remaja

antara lain pengetahuan, libido seksual, media informasi, sikap, norma

agama, orang tua dn pergaulan bebas. Perilaku seksual dipengaruhi oleh sikap

seks, dimana sikap seks mendukung melakukan perilaku seks pranikah dan

dapat menimbulkan dampak negatif. Faktor-faktor yang berhubungan dengan

sikap seks terhadap seks pranikah rmaja yaitu lingkungan tempat tinggal,

kawan, keluarga dan komunitas (Kumalasari, 2018).

Dampak yang diakibatkan oleh perilaku seksual antara lain adalah

timbulnya masalah psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah,

depresi, marah, dan agresi akibat psikososial yang timbul akibat perilaku

seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran

sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil diluar

nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak

keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan

yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang

tinggi. Disamping itu penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid

4
yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan

ini menjadi semakin rumit dan kompleks (Kusparlina, 2016).

Pengetahuan mengenai seks yang tidak cukup menyebabkan terjadi

permasalahan pada remaja yang sama sekali mereka tidak menginginkannya,

misalnya kehamilan remaja, premature, cacat bawaan pada janin,

pengguguran kandungan, terputusnya sekolah, perkawinan di usia muda,

perceraian dan penyakit kelamin, yang lebih membahayakan bagi remaja

yang tidak mengetahui akibat dari hubungan seks yaitu penyakit menular dan

HIV/AIDS yang sampai sekarang ini belum ada obatnya. Semakin

meningkatnya perilaku seks pranikah yang menyimpang dikalangan remaja

saat ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan reproduksi

khususnya remaja putri. Angka kehamilan usia remaja diluar nikah masih

tinggi (BKKBN, 2017).

Pada saat ini seks bebas adalah salah satu masalah yang melanda remaja

di Indonesia. Hal ini terjadi karena pergaulan bebas, pengaruh media, keadaan

lingkungan masyarakat, tidak berpegang teguh pada agama dan kurangnya

perhatian orang tua. Remaja mudah terpengaruh dan mengikuti hawa nafsu

karena tidak di bentengin oleh iman yang kuat (Purwoastuti, 2015).

Hasil survei Departement of Health & Human Services (2018) siswa

sekolah menengah di Amerika Serikat didapatkan data 41% siswa pernah

melakukan hubungan seksual dan hampir 230.000 bayi lahir dari remaja putri

yang berusia 15 – 19 tahun. Berdasarkan data didapatkan angka remaja yang

meninggal akibat aborsi kehamilan dan kelahiran sebanyak 70.000 jiwa dan

5
didapatkan 3,2 juta remaja 15 – 19 tahun melakukan aborsi yang tidak aman

(BKKBN, 2017).

Remaja di Indonesia telah terbukti mulai melakukan hubungan seks

pada usia muda. Berdasarkan hasil survei perilaku seksual berisiko pada

remaja di 33 Provinsi menyebutkan bahwa 22,6% remaja pernah melakukan

hubungan seks, 62,7% remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak perawan,

97% pernah menonton pornografi, 21,26% sudah pernah melakukan aborsi

(KPAI, 2018).

Informasi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Aceh menyebutkan

bahwa penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) telah berjumlah 23 orang

dan remaja yang hamil pra nikah berjumlah 15 orang (Dinkes Aceh, 2017).

Hal ini mengidikasikan adanya perubahan perilaku remaja di Aceh yang

semakin menghawatirkan, baik pola pergaulan maupun pergeseran moral.

Berdasarkan hasil PKBI provinsi Aceh, menunjukkan bahwa 90% pernah

mengakses media pornografi, 40% pernah petting atau menyentuh orgaN

intim pasangannya, dan 12,5% pernah melakukan hubungan seks bebas

(Riskesdas, 2018).

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada tanggal 26 Februari

2021 di MAN 3 Bireuen terhadap 10 siswa dan siswi dengan wawancara

terbuka didapatkan hasil bahwa 4 diantaranya sudah mengerti tentang

HIV/AIDS dan mereka mengaku tidak berpacaran karena alasan menghindari

hal-hal yang bertentangan dengan agama islam. Sedangkan 6 lainnya kurang

mengerti tentang HIV/AIDS dan mereka mengaku sudah berpacaran,

6
berpegangan tangan bahkan sampai berciuman. Kurangnya pengetahuan

mereka tentang HIV/AIDS memungkinkan untuk terjerumusnya remaja ke

perilaku yang tidak sehat sebelum menikah.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti

tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Dengan

Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di MAN 3 Kabupaten Bireuen”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini

yaitu ”Apakah ada hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS

Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di MAN 3 Kabupaten

Bireuen?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada hubungan Tingkat Pengetahuan

Tentang HIV/AIDS Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di

MAN 3 Kabupaten Bireuen.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS di

MAN 3 Kabupaten Bireuen.

b. Untuk mengetahui perilaku seksual pranikah pada remaja di MAN 3

Kabupaten Bireuen.

7
c. Untuk mengetahui hubungan Tingkat Pengetahuan tentang

HIV/AIDS dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di MAN

3 Kabupaten Bireuen.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat menjadi rujukan, sumber informasi, dan bahan referensi penelitian

selanjutnya agar lebih bisa dikembangkan terkait penyakit HIV/AIDS dan

perilaku seksual pranikah pada remaja.

2. Bagi responden

Menjadi bahan untuk mengevaluasi diri ke arah yang positif, menambah

wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja yang sehat

sehingga dapat menbentengi diri dari hubungan seksual pranikah yang

berakibat negatif.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi untuk pengembangan ilmu pengetahuan sehingga dapat

menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa.

4. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan evaluasi untuk dapat dikembangkan langkah-langkah

antisipasi perilaku seksual pranikah dan pemberian edukasi tentang

HIV/AIDS serta kesehatan reproduksi remaja.

8
5. Bagi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk pengembangan ilmu

keperawatan khususnya di bidang kesehatan reproduksi remaja, HIV/AIDS

dan perilaku seksual pranikah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat keterbatasan waktu, maka peneliti membatasi ruang lingkup

dalam penelitian ini antara lain yaitu:

1. Materi

Materi yang dipaparkan hanya garis besar mengenai hubungan tingkat

pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan perilaku seksual pranikah pada

remaja

2. Sampel

Sampel yang diteliti hanya remaja kelas X, XI dan XII di MAN 3

Kabupaten Bireuen.

3. Tempat

Tempat penelitian yang digunakan hanya satu tempat saja yaitu MAN 3

Kabupaten Bireuen

4. Waktu

Dari segi waktu juga dibatasi mulai dari pembuatan proposal hingga

penelitian yang berjalan dari bulan Maret sampai Juli 2021.

9
F. Keaslian Penelitian

Dibawah ini merupakan beberapa keaslian penelitian yang sudah

pernah diteliti oleh orang lain yang topik penelitiannya dalam ruang

lingkup HIV/AIDS antara lain yaitu:

1. Misrina dan Sisca Safira (2020) dengan judul “Hubungan Pengetahuan

Dan Sikap Remaja Putri Dengan Perilaku Seks Pranikah Di Sekolah

Menengah Atas Negeri 2 Mereudu Kecamatan Meurah Dua Kabupaten

Pidie Jaya”. Desain penelitian yang digunakan Survei Analitik dengan

pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian adalah seluruh siswi

kelas I dan II di SMA Negeri 2 Meureudu Kecamatan Meurah Dua

Kabupaten Pidie Jaya. Teknik pengambilan sampel total sampling

sebanyak 58 siswi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019

sampai dengan Januari 2020. Hasil uji statistik chi-square antara

pengetahuan remaja putri dengan perilaku seks pranikah diperoleh nilai

p value 0,037 < α 0,05 dan hasil uji stastistik chi-square sikap diperoleh

nilai p value 0,002 < α 0,05.

- Persamaan : variabel dependen yaitu perilaku seksual pranikah,

menggunakan desain penelitian analitik dengan pendekatan cross

sectional.

- Perbedaan : penelitian sebelumnya variabel independennya

pengetahuan dan sikap, menggunakan populasi siswi kelas 1 dan 2,

teknik pengambilan sampel dengan total sampling dan lokasi

penelitian.

10
2. Rahayu, dkk (2017) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan

Tentang HIV/AIDS Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pelajar”. Jenis

penelitian bersifat analitik observasional dengan pendekatan

crossectional. Pengambilan data dilakukan secara prospektif (Januari

2017). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 1

Rengat. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik acidental

sampling dengan jumlah sampel sebanyak 90 orang. Analisis data

menggunkan uji univariat dan uji bivariat. Hasil uji statistik diperoleh

hasil P value < 0,05).

- Persamaan : variabel dependen yaitu perilaku seksual pranikah dan

variabel independennya yaitu pengetahuan serta populasi yang

digunakan seluruh siswa/siswi SMA/MAN.

- Perbedaan : penelitian sebelumnya menggunakan teknik

pengambilan sampel dengan accidental sampling, desain penelitian

bersifat analitik observasional dan lokasi penelitian.

3. Anisa Agustina dan Dewi Rokhanawati (2018) dengan judul “Hubungan

Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS Dengan Sikap Seks Bebas Di

Desa Kepuharjo Sleman”. Jenis penelitian kuantitatif, desain penelitian

korelasi dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling dalam

penelitian ini menggunakan total sampling 30 orang. Hasil uji statistik

menggunakan fisher exact test didapatkan nilai p-value sebesar 0,020 (p-

value < 0,05).

11
- Persamaan : variabel independennya yaitu pengetahuan, menggunakan

pendekatan cross sectional

- Perbedaan : penelitian sebelumnya variabel independennya sikap seks

bebas, dengan populasi seluruh remaja di Desa Kepuharjo Sleman,

menggunakan teknik pengambilan sampel dengan total sampling,

jenis penelitian kuatitatif, desain penelitian korelasi dan lokasi

penelitian.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Konsep Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera

pengluhatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2014).

Pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense tanpa

memiliki metode dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada

adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan

(Nurdin dan Hartati, 2019).

Menurur Juju S Suriasumantri (2009) dalam Nurul Qamar, dkk

(2017) pengetahuan pada dasarnya merupakan segenap apa yang

diketahui tentang obyek tertentu termasuk di dalamnya adalah ilmu.

Dengan demikian ilmu termasuk dalam pengetahuan manusia.

13
b. Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah menurut Kholid

(2012) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1) Cara tradisional atau non-ilmiah

Cara kuno atau tradisional ini di pakai orang untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau

metodepenemuan secara sistematis dan logis. Cara-cara penemuan

pengetahuan pada periode ini antara lain:

a) Cara coba salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini

dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil,

maka akan dicoba dengan kemungkinan lain.

b) Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa

terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenaran, baik

berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran

sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima

pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang

dikemukakannya adalah benar.

14
c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini

dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan masalah pada masa yang lalu.

Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman

pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan

dari pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan

logis.

d) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah

menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun

deduksi. Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan itu

melalui pertanyaan-pertanyaan khusus pada umum. Deduksi

adalah proses pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke

khusus.

2) Cara Modern atau Ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat

ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh

kesimpulan dilakukan dengan cara mengadakan observasi langsung

dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta

sehubungan dengan objek penelitian.

15
b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan doamain yang sangat

penting dalam bentuk tindakan sesorang (overt behaviour). Tingkat

pengetahuan dalam doamain kognitif mempunyai enam tingkatan

(Notoatmodjo 2014), yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Misalnya dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan

protein pada anak balita.

2) Memahami (conprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi

materi tersebut secara benar. Contoh, menyimpulkan, meramalkan

dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat

menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

16
Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip dan menggunakan rumus statistik

dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah

kesehatan dari kasus pemecahan masalah (problem solving) di

dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu

sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan

kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumus-rumus yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi

dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang

telah ada.

17
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang, yaitu :

1) Faktor Internal meliputi ;

a) Umur

Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

sesorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari

segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih

percaya dari pada orang yang belum cukup tinggi

kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman jiwa

(Nursalam, 2011).

b) Pengalaman

Pengalaman merupakan guru terbaik (experince is the best

teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman

merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu

merupakan cara untuk memperoleh suatu kebenaran

pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat

dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal

ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan

yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapi

pada masa lalu (Notoadmodjo, 2010).

18
c) Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak

pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin

pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan

sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan

(Nursalam, 2011).

d) Pekerjaan

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya

(Menurut Thomas 2007, dalam Nursalam 2011). Pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan

cara mencari nafkah yang membosankan berulang dan banyak

tantangan (Frich 1996 dalam Nursalam, 2011).

e) Jenis Kelamin

Istilah jenis kelamin merupakan suatu sifat yang melekat pada

kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksikan secara

sosial maupun kultural.

2) Faktor Eksternal

a) Informasi

Menurut Long (1996) dalam Nursalam dan Pariani (2010)

informasi merupakan fungsi penting untuk membantu

mengurangi rasa cemas. Seseorang yang mendapat informasi

akan mempertinggi tingkat pengetahuan terhadap suatu hal.

19
b) Lingkungan

Menurut Notoatmodjo (2010), hasil dari beberapa

pengalaman dan hasil observasi yang terjadi di lapangan

(masyarakat) bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya

perilaku kesehatan, diawali dengan pengalaman-pengalaman

seseorang serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan

non fisik)

c) Sosial budaya

Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial seseorang

maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi pula.

d. Kriteria Pengetahuan

Menurut Arikunto dalam Purba (2021) pengetahuan seseorang

dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat

kualitatif yaitu;

1) Baik, bila persentase 76%-100%

2) Cukup, bila persentase 56-75 %

3) Kurang, bila persentase kurang dari 56%

Rumus mencari persentase :

Keterangan:

P : Persentase

F : Frekuensi

20
N : Jumlah

2. Konsep Perilaku Seksual

a. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam

berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling

nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai paling

yang tidak dirasakan (Okviana, 2015).

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri

yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan

sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar (Kholid, 2015).

Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang) namun dalam memberikan

respon sangat tergantung pada karakteristik ataupun faktor-faktor lain

dari orang yang bersangkutan (Azwar, 2016).

b. Pengertian Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh

hasrat seksual dengan lawan jenis. Bentuk tingkah laku ini bisa

bermacam-macam dari perasaan tertarik sampai tingkah laku

berkencan, bercumbu, dan bersenggama atau melakukan hubungan

21
seks, lebih lanjut menjelaskan bahwa perilaku seksual merupakan

akibat langsung dari pertumbuhan hormon dan kelenjar seks yang

menimbulkan dorongan seksual pada seseorang yang mencapai

kematangan pada masa remaja awal yang ditandai adanya perubahan

fisik.

Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja

tidak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga

tergoda untuk melakukan hubungan seks pranikah. Seksual pranikah

merupakan perilaku yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan.

Perilaku seksual sering ditanggapi sebagai hal yang berkonotasi

negatif, padahal perilaku seksual ini sangat luas sifatnya. Perilaku

seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian

lawan jenis.

Perilaku seksual termasuk didalamnya adalah aktivitas dan

hubungan seksual. Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan

dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan

kesenangan organ kelamin atau seksual melalui berbagai perilaku.

Hubungan seksual adalah kontak seksual yang dilakukan berpasangan

dengan lawan jenis.

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menurut teori Laurence

Green (1980) dalam Sumampouw (2017) yaitu :

22
1) Faktor predisposisi (predisposing factors) adalah faktor yang

menjadi dasar bagi perilaku termasuk pengetahuan, sikap,

pengalaman dan sebagainya.

2) Faktor pemungkin atau pendukung (enabling factors) adalah faktor

yang menjadikan suatu motivasi terlaksana, misalnya keterampilan,

fasilitas, sarana dan sebagainya.

3) Faktor penguat (reiforcing factors) adalah faktor yang menyertai

perilaku atau yang muncul setelah perilaku itu ada, misalnya faktor

keluarga, teman, petugas kesehatan dan sebagainya.

Menurut Elizabeth B Hurlock (1998) dalam Nasruddin (2017),

beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seks pada remaja yaitu :

1) Faktor perkembangan yang terjadi dalam diri mereka berasal dari

keluarga di mana anak mulai tumbuh dan berkembang. Hubungan

cinta kasih orang tua merupakan faktor utama bagi seksualitas anak

selanjutnya. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua dalam suatu

keluarga merupakan dasar bagi pendidikan selanjutnya. Dalam hal

ini sikap orang tua dapat digolongkan menjadi tiga, (1) orang tua

yang melarang anak-anaknya membicarakan soal-soal seks, karena

itu dianggap tabu; (2) orang tua yang acuh tak acuh. Mereka sama

sekali tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya, termasuk

dalam hal seksualitas; (3) orang tua yang benar-benar

memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Mereka mau memberi

penjelasan tentang pergaulan putra-putrinya.

23
2) Faktor luar yang mencakup sekolah cukup berperan terhadap

perkembangan remaja dalam mencapai kedewasaannya. Di sekolah

mereka dihadapkan dengan pemikiran dan pandangan serta

penilaian yang lebih obyektif, termasuk dalam soal seksualitas.

3) Ketiga, masyarakat yaitu adat kebiasaan, pergaulan dan

perkembangan di segala bidang khususnya teknologi yang dicapai

manusia pada dewasa ini. Bagi remaja desa, di mana masyarakat

masih menjaga dan melindungi adat secara ketat, sedikit sekali

anak berprilaku berandalan. Lingkungan masyarakat yang baik

akan mempengaruhi orang yang baik dan kuat. Pada masyarakat

kota, di samping orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan

sehari-hari, lingkungan masyarakat juga besar pengaruhnya

terhadap perkembangan anak.

d. Tahap- Tahap Perilaku Seksual

Setiap individu adalah pribadi yang unik dan memiliki kekhasan

dalam bertindak dan berperilaku, termasuk preferensi dalam

menyalurkan hasrat seksualnya. Ada banyak cara yang dilakukan

individu bertalian dengan preferensi perilaku seksual.

Menurut Masland P Robert dan David Estridge tahapan perilaku

seksual meliputi:

1) French kiss (cium bibir)

2) Hickey adalah merasakan kenikmatan untuk menghisap atau

menggigit dengan gemas pasangan

24
3) Necking (mencium wajah dan leher)

4) Petting termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan,

termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang daerah

kemaluan (di luar atau di dalam pakaian)

5) Hubungan intim adalah bersatunya dua orang secara seksual, yang

dilakukan setelah pasangan pria dan wanita menikah.

Sedangkan menurut Nuss dan Luckey dalam Sarlito Wirawan

Sarwono dan Duvall, E.M & Miller, B.C ada beberapa perilaku

seksual di antaranya:

1) Pelukan dan pegangan tangan (Touching)

2) Berciuman (Kissing)

3) Meraba payudara (Petting)

4) Menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan

biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat

kelamin

5) Meraba alat kelamin (Petiing)

6) Hubungan seks (Sexual Intercourse)

3. Konsep HIV/AIDS

a. Pengertian HIV/AIDS

HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu jenis

virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV

akan masuk ke dalam sel darah putih, dan merusaknya, sehingga sel

darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi dan

25
menurun jumlahnya. Akibatnya kekebalan tubuh menjadi lemah dan

penderita mudah terkena penyaki yang disebut dengan AIDS. AIDS

singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Sindrom, yaitu kumpulan

gejala penyakit (sindrom) yang didapat akibat turunnya kekebalan

tubuh yang disebabkan oleh HIV (Nasronudin, 2015).

Menurut Hidayati, dkk (2019) HIV adalah suatu spektrum

penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang meliputi infeksi

primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik hingga

stadium lanjut. Sedangkan AIDS diartikan sebagai kumpulan gejala

atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh

akibat infeksi oleh virus HIV dan merupakan tahap akhir dari virus HIV

(Fauci et al, 2009).

b. Penyebab HIV/AIDS

Faktor-faktor yang menjadi penyebab HIV/AIDS :

1) Tingginya penyalahgunaan obat bius

2) Merajalelanya praktek pelacuran dan homoseksualitas

3) Rendahnya penggunaan kondom

4) Penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan berulang-ulang di

pakai

5) Donor darah yang tidak melalui screening bebas HIV

6) Mobilitas penduduk

7) Lemahnya pengetahuan masyarakat tentang HIV

8) Ibu mengandung yang positif HIV

26
9) Ibu yang positif HIV yang sedang menyusui

AIDS disebabkan oleh virus HIV atau Human Immunodeficiency

Virus yang disebut dengan retrovirus yang ditularkan melalui darah,

semen, sekret vagina dan memiliki kecenderungan yang kuat

terhadap limposit T (kemenkes RI,2011). Penyebab kelaian sistem

imun pada penderita AIDS adalah karena agen antiviral yang disebut

HIV yang merupakan kelompok Retrovirus Ribonucleic Acid (RNA)

(Muslimin, 2016).

c. Gejala HIV/AIDS

Gejala Klinis HIV/AIDS terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor dan

gejala minor menurut KPA, 2007 dalam Rosiana (2014).

1) Gejala mayor:

a) Menurunnya berat badan >10% dalam waktu satu bulan

b) Mengalami diare > dari satu bulan

c) Mengalami demam berkepanjangan

d) Gangguan neurologis dan mengalami penurunan kesadaran

2) Gejala minor :

a) Mengalami batuk > dari satu bulan

b) Mengalami dermatitis

c) Mengalami herpes zoster

d) Mengalami candidias orofaringeal

e) Mengalami herpes simpleks

d. Cara Penularan

27
Terdapat 3 cara penularan HIV/AIDS (Nursalam, 2013) yaitu:

1) Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, maupun anal

dengan seorang penderita HIV. Ini adalah cara penularan yang

paling umum terjadi, angka kejadian 80-90% dari total kejadian

di dunia. Penularan lebih mudah terjadi apabila terdapat lesi

penyakit kelamin dengan ulkus ataau peradangan seperti herpes

genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomonalis.

Resiko pada seks anal lebih besar dibandingkan seks

pervaginam.

2) Kontak langsung dengan darah atau produk darah/ jarum suntik.

Tranfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV, resikonya

sangat tinggi mencapai 90%. Ditemukan sekitar 3-5% dari total

kejadian di dunia. Pemakaian jarum yang tidak steril atau

pemakaian bersama jarum suntik pada pengguna narkoba suntik.

Resiko kejadian mencapai 0,5-1% dan terdapat 5-10% dari total

kejadian di dunia. Penularan lewat kecelakaan, seperti tertusuk

jarum pada petugas kesehatan, resikonya kurang dari 0,5% dan

telah terdapat kurang dari 0,1% dari total kejadian di dunia.

3) Terjadinya penularan secara vertikal, melalui ibu hamil

pengidap HIV ditularkan kepada bayinya, baik saat hamil, saat

melahirkan, atau setelah melahirkan. Resiko kejadian sekitar 25-

40% dan terdapat 0,1% dari total kejadian di dunia.

e. Pencegahan HIV/AIDS

28
Upaya penceghan penularan HIV/AIDS menurut KPA (2009)

dalam Rosiana (2014) ada 3 yaitu :

1) Penceghan penularan melalui hubungan seksual sering disebut

dengan strategi A, B, C, D, E (Abstinence yaitu puas melakukan

hubungan seksual, Be faithful yaitu setia pada pasangan,

Condom mengguunakan kondom dengan benar setiap kali anda

melakukan hubungan seks dengan vagina, anal, atau oral, Don’t

inject jangan menyuntikkan narkoba, tapi jika Anda

melakukannya, gunakan hanya peralatan suntik dan air suntik

steril dan jangan sekali-kali berbagi peralatan Anda dengan yang

lain. termasuk selalu menggunakan jarum steril untuk

tato,tindik, akupuntur dan facial dan Education yaitu selalu

berusaha mendapatkan informasi yang educatif dan benar tetang

bahaya HIV/AIDS, kesehatan reproduksi dan Napza).

2) Pencegahan terhadap darah hal ini mengharuskan kita berhati-

hati saat melakukan tindakan yang berkaitan langsung dengan

darah, seperti penggunaan jarum suntik, pisau cukur,alat tindik,

jarum facial, bekam, yang penting diperhatikan seterilisasinya,

lalu saat melakukan olahraga berenang pastikan bahwa jika ada

ODHA ia tidak memiliki luka terbuka dibagian tubuhnya,

memastikan bahwa penderita HIV/AIDS tidak melakukan

tranfusi darah ,mengecek dan memastikan darah yang akan

ditransfusikan tidak terinfksi virus HIV/AIDS.

29
3) Pencegahan melalui jarum suntik hal ini mengharuskan kita

berhati-hati dalam penggunaan jarum suntik, gunakan hanya

peralatan suntik steril dan jangan sekali-kali berbagi peralatan

dengan yang lain.

f. Tahapan HIV/AIDS

Riwayat alamiah infeksi HIV dari tahap awal hingga ke tahap

akhir AIDS tergantung pada kekebalan dan kondisi individu, yang

memerlukan waktu 2-15 tahun. Orang yang hidup dengan HIV

umumnya tidak menyadari tentang status HIV mereka tanpa tes

HIV karena mereka terlihat sehat dan setelah beberapa minggu

terinfeksi, mereka mungkin mengalami tanda-tanda dan gejala atau

hanya penyakit seperti demam, sakit kepala, ruam atau sakit

tenggorokan. Namun, HIV terus berkembang dan menginfeksi sel

T-Helper yang mengandung reseptor CD4 sampai virus ini

melemahkan system kekebalan tubuh dan menyebabkan gejala

lebih lanjut, termasuk pembengkakan kelenjar getah bening,

penurunan berat badan, demam,diare dan batuk dan juga penyakit

berat berikutnya seperti tuberculosis, meningitis kriptokokus dan

kanker seperti limfoma dan sarcoma Kaposi (Tiyasari, 2018)

Ada beberapa tahapan HIV/AIDS dimulai ketika masuknya

virus sampai timbulnya gejala AIDS:

1) Tahap Pertama (Periode Jendela)

30
a) HIV masuk kedalam tubuh hingga terbentuk antibody

dalam darah

b) Penderita HIV tampak dan merasa sehat.

c) Tes HIV belum bisa mendeteksi keradaan virus

2) Tahap kedua (HIV Asimtomatik/ masa laten)

a) Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalam tubuh

b) Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena

antibody yang mulai terbentuk

c) Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada

daya tahan. Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun.

Namun di negara berkembang durasi tersebut lebih pendek.

3) Tahap ketiga (dengan gejala penyakit)

a) Pada tahap ini penderita dipastikan posistif HIV dengan

sistem kekebalan tubuh yang semakin menurun.

b) Mulai muncul gejala infeksi oportunitis, misalnya

pembengkakan kelenjar limfa atau diare terus menerus.

c) Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan,

bergantung pada daya tahan tubuh penderita.

4) AIDS

a) Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS.

b) Sistem kekebalan tubuh semakin turun.

c) Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan

kondisi penderita semakin parah (Alamsyah, 2020).

31
g. Transmisi HIV/AIDS

Transmisi HIV menjadi AIDS menurut Alamsyah, dkk

(2020) terdiri dari lima fase yaitu :

1) Periode jendela

Periode ini memiliki rentang waktu 4 minggu sampai 6 bulan

setelah infeksi. Periode ini tidak menunjukkan gejala apapun

pada penderita.

2) Fase nfeksi HIV primer akut

Periode ini memiliki rentang waktu 1 sampai 2 minggu flu

likes illness.

3) Infeksi asimtomatik

Periode ini memiliki rentang waktu 1 sampai lebih dari 15

tahun dengan tidak menunjukkan gejala pada penderita.

4) Supresi imun simtomatik

Periode ini memiliki rentang waktu lebih dari 3 tahun dengan

gejala-gejala tertentu diantaranya demam, keringat di malam

hari, berat badan menurun, diare, neuropati lemah, rash,

limfadenopati dan lesi mulut.

5) AIDS

Periode ini memiliki rentang waktu bervariasi antara 1-5 tahun

dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan dengan gejala

ditemukannya infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai

32
sistem tubuh serta manifestasi neurologis (Susanto & Ari,

2013).

h. Pencegahan HIV/AIDS

Upaya pencegahan HIV/AIDS dapat berjalan efektif apabila

adanya komitmen masyarakat dan pemerintah untuk mencegah

atau mengurangi perilaku risiko tinggi terhadap penularan HIV.

Berikut ini merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam

mencegah penularan HIV/AIDS:

1) Melakukan penyuluhan kesehatan di sekolah dan masyarakat

mengenai perilaku risiko tinggi yang dapat menularkan HIV.

2) Tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti

pasangan, atau hanya berhubungan seks dengan satu orang saja

yang diketahui tidak terinfeksi HIV.

3) Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual

Penggunaan kondom yang benar saat melakukan hubungan

seks baik vaginal, anal, dan oral dapat melindungi terhadap

penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS).

4) Menyediakan fasilitas konseling dan tes HIV sukarela

(Voluntary Counselling and Testing/VCT).

5) Konseling dan tes HIV secara sukarela ini sangat disarankan

untuk semua orang yang terkena salah satu faktor risiko

sehingga mereka mengetahui status infeksi serta dapat

melakukan pencegahan dan pengobatan dini.

33
6) Melakukan sunat bagi laki-laki Sunat pada laki-laki yang

dilakukan oleh professional kesehatan terlatih dan sesuai

dengan aturan medis dapat mengurangi risiko infeksi HIV

melalui hubungan heteroseksual sekitar 60%.

7) Menggunakan Antiretroviral (ART) Sebuah percobaan yang

dilakukan pada tahun 2011 telah mengkonfirmasi bahwa orang

HIV-positif yang telah mematuhi pengobatan Antiretroviral

(ART), dapat mengurangi risiko penularan HIV kepada

pasangan seksual HIV-negatif sebesar 96%.

8) Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) bagi pengguna

narkoba suntikan. Pengguna narkoba suntikan dapat

melakukan pencegahan terhadap infeksi HIV dengan

menggunakan alat suntik steril untuk setiap injeksi atau tidak

berbagai jarum suntik kepada pengguna lain.

9) Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention of

Mother to Child HIV Transmission/PMTCT)

10) Penularan HIV dari ibu ke anak (Mother to Child HIV

Transmission/MTCT) selama kehamilan, persalinan, atau

menyusui jika tidak diberikan intervensi maka tingkat

penularan HIV dari ibu ke anak dapat mencapai 15-45%.

WHO merekomendasikan, pencegahan penularan HIV dari ibu

ke anak dapat dilakukan dengan cara pemberian ARV untuk

ibu dan bayi selama kehamilan, persalinan dan pasca

34
persalinan dan memberikan pengobatan untuk wanita hamil

dengan HIV positif.

11) Melakukan tindakan kewaspadaan universal bagi petugas

kesehatan Bagi petugas kesehatan, harus berhati-hati dalam

menangani pasien, memakai dan membuang jarum suntik agar

tidak tertusuk, menggunakan APD (sarung tangan lateks,

pelindung mata dan alat pelindung lainnya) untuk menghindari

kontak dengan darah atau cairan yang kemungkinan terinfeksi

HIV. Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh harus

segera dicuci dengan air dan sabun. Tindakan kehati-hatian ini

harus dilakukan pada semua pasien dan semua prosedur

laboratorium (tindakan kewaspadaan universal) (Hidayati,

2019).

i. Pengobatan HIV/AIDS

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat diatasi

dengan kombinasi Antiretriviral (ART) yang terdiri dari 3 atau

lebih obat ART. ART ini bukan merupakan obat yang dapat

menyembuhkan infeksi HIV, tetapi hanya mengontrol replikasi

virus pada tubuh penderita serta memperkuat sistem kekebalan

tubuh sehingga infeksi HIV tidak menjadi lebih parah (Hidayati,

2019).

35
5. Konsep Dasar Remaja

a. Pengertian

Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa

latin “adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan.

Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik

saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis (Gunarsa, 2012).

Batasan usia ramaja menurut WHO adalah 12 samapai 24

tahun. Menurut Depkes RI antara 10 samapai 19 tahun dan belum

kawin. Menurut BKKBN antara 10 sampai 19 tahun.

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya

perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara usia

10-19 tahun adalah suatu periode masa pematangan organ

reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja

adalah periode peralihan dan masa anak ke masa dewasa.

b. Perkembangan Remaja dan Ciri-cirinya

Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang

waktu) remaja ada 3 tahap menurut Pieter (2010) yaitu :

1) Masa remaja awal (10-12 tahun)

a) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman

sebayanya

b) Tampak merasa ingin bebas

c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan

tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak)

36
2) Masa remaja tengah (13-15 tahun)

a) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri

b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada

lawan jenis

c) Timbul perasaan cinta yang mendalam

d) Kemampuan berpikir abstrak makin berkembang

e) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual

3) Masa remaja akhir (16-19 tahun)

a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri

b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif

c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap

dirinya

d) Dapat mewujudkan perasaan cinta

e) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak

c. Perkembangan Remaja dan Tugasnya

Sesuai dengan tumbuh dan berkembangannya suatu

individu, dari masa kanak-kanak sampai dewasa, individu memiliki

tugas masing-masing pada setiap perkembangannya. Yang

dimaksud tugas pada setiap tahap perkembangan adalah bahwa

setiap tahapan usia, individu tersebut mempunyai tujuan untuk

mencapai suatu kepandaian, ketrampilan, pengetahuan dan sikap

dan fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan pribadi. Kebutuhan

37
pribadi itu sendiri timbul dari dalam diri yang dirangsang oleh

kondisi yang di sekitarnya atau masyarakat (Weni, Y, 2009).

Tugas perkembangan remaja menurut Robert Y Havyghurst

ada 10 yaitu :

1) Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya,

baik dengan teman sejenis maupun yang beda jenis kelamin.

2) Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis

kelamin masing-masing.

3) Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya

seefektif mungkin dengan perasaan puas.

4) Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang

dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi yang selalu

terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari

ketergantungan terhadap orang tua atau orang lain.

5) Mencapai kebebasan ekonomi, ia merasa sanggup untuk hidup

berdasarkan usaha sendiri.

6) Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan,

artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakat

dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.

7) Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup

berumah tangga.

8) Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep

yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat,

38
maksudnya ialah bahwa untuk menjadi warga negara yang baik

perlu memiliki pengetahuan tentang hukum, pemerintah,

ekonomi, politik, geografi, tentang hakikat manusia, dan

lembaga-lembaga kemasyarakatan.

9) Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat

dipertanggungjawabkan.

10) Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman

dalam tindakan-tindakanya dan sebagai pedoman hidup.

Tugas-tugas yang harus dipenuhi sehubungan dengan

perkembangan seksualitas remaja menurut Mukhlisiana Ahmad

(2020) adalah sebagai berikut :

1) Memiliki pengetahuan yang benar tentang seks dan berbagai

peran jenis kelamin yang dapat diterima masyarakat.

2) Mengembangkan sikap yang benar tentang seks.

3) Mengenali pola-pola perilaku hetero seksual yang dapat diterima

masyarakat.

4) Menetapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih

pasangan hidup.

5) Mempelajari cara-cara mengekspresikan cinta.

d. Perubahan Fisik pada Remaja

Pada remaja terjadi suatu pertumbuhan fisik yang cepat disetai

banyak perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-

organ reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan

39
yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi

reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan diikuti

munculnya tanda-tanda sebagai berikut :

1) Tanda-tanda seks primer

Tanda-tanda seks primer yaitu organ seks. Pada laki-laki

gonat atau testis. Pada usia 14 tahun baru sekitar 10%

dariukuran matang setelah terjadinya pertumbuhan pesat selama

satu atau dua tahun, kemudian bertambah menurun. Testis

berkembang penuh pada usia 20 atau 21 tahun. Sebagai tanda

bahwa funsi organ-organ reproduksi pria matang, lazimnya

terjadi mimpi basah, artinya ia bermimpi mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan hubungan seksual, sehingga mengeluarkan

sperma.

Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa

puber. Namun tingkat kecepatan organ yang satu dengan yang

lainnya berbeda. Sebagai tanda kematangan organ reproduksi

wanita adalah datangnya haid.

2) Tanda-tanda seks sekunder

Pada Pria :

a) Rambut, rambut yang mencolok tumbuh pada masa remja

adalah rambut kemaluan. Terjadi satu tahun setelah testis

dan penis membesar. Ketika rambut kemaluan hampir

40
selesai tumbuh, maka menyusul rambut ketiak dan rambut

di wajah, seperti kumis dan cambang.

b) Kulit, kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, pori-pori

membesar.

c) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat, kelenjar lemak di

bawah kulit menjadi lebih aktif. Sering kali menyebabkan

jerawat karena produksi minyak yang meningkat. Aktivitas

kelenjar keringat juga bertambah terutam di bagian ketiak.

d) Otot, otot pada tubuh remaja makin bertambah besar dan

kuat.

e) Suara, seirama dengan tumbuhnya rambut pada kemaluan,

maka terjadi perubahan suara. Mula-mula agak serak,

kemudian volumenya juga meningkat.

f) Benolan di dada, pada usia remaja usia 12-14 tahun muncul

benjolan kecil-kecil di sekitar kelenjar susu. Setelah

beberapa minggu membsar dan jumlahnya menurun

Pada wanita :

a) Rambut, rambut kemaluan wanita tumbuh sama halnya

remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi

setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu

ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid.

41
b) Pinggul, pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan

membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang

panggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.

c) Payudara, seiring pinggul membesar maka payudara juga

membesar dan puting susu menonjol.

d) Kulit, seperti halnya laki-laki terjadi perubahan kulit, wanita

juga mengalami hal yang sama hanya saja kulit wanita tetap

lebih lembut.

e) Kelenjar keringat dan kelenjar lemak, kedua kelenjar ini

menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat

menyebabkan jerawat.

f) Otot, menjelang akhir masa puber otot semakin membesar

dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan

tungkai kaki.

g) Suara, suara berubah menjadi semakin merdu (Ahmad,

2020).

e. Perubahan Kejiwaan Pada Masa Remaja

1) Perubahan emosi

a) Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas,

frustasi dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan. Utamanya

sering terjadi pada remaja putri, lebih-lebih sebelum

menstruasi.

42
b) Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau

rangsangan luar yang mempengaruhinya. Itulah sebabnya

mudah terjadi perkelahian.

c) Ada kecenderungan tidak patuh pada orangtua dan lebih

senang pergi dengan teman sebayanya daripada tinggal di

rumah.

2) Perkembangan Inteligesia

a) Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka

memberikan kritik.

b) Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul

perilaku ingin mencoba-coba

f. Pembekalan Pengetahuan yang Diperlukan Remaja

Dalam hal ini remaja perlu mendapatkan bekal pengetahuan

mnegenai perkembangan dirinya yang meliputi :

1) Perkembangan fisik, kejiwaan dan kematangan seksual remaja

Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara

fisik, kejiwaan dan kematangan seksual akan memudahkan

remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang

membingungkan. Informasi tentang haid dan mimpi basah perlu

serta tenatang alat reproduksi laki-laki dan wanita perlu

diperoleh setiap remaja.

2) Proses reproduksi yang bertanggung jawab

43
Manusia secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja

perlu mengendalikan naluri seksualnya dan menyalurkannya

menjadi kegiatan yang positif.

3) Pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan perempuan dan

kewaspadaan terhadap masalah remaja yang banyak ditemukan.

Remaja memerlukan informasi tersebut agar selalu waspada dan

berperilaku reproduksi yang sehat dalam bergaul dengan lawan

jenisnya.

4) Persiapan pranikah

Informasi tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin lebih

siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan

berkeluarga.

5) Kehamilan dan persalinan serta cara pencegahannya.

Remaja perlu mendapatkan informasi tentang hal ini sebagai

persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluaraga di masa

(Ahmad, 2020).

44
B. Kerangka teoritis

Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi perilaku


pengetahuan: (Laurence Green, 1980) :
1. Faktor Internal (umur, - Faktor predisposisi (pengetahuan,
pengalaman, pendidikan, kepercayaan, nilai, sikap dan
pekerjaan, jenis kelamin) demografi
2. Faktor Eksternal - Faktor pendukung (ketersediaan
(informasi, lingkungan, sumber daya, keterampilan individu
sosial budaya) dan keterjangkauan sumber daya
kesehatan)

Pengetahuan Perilaku Seksual


Pranikah

Doamin Pengetahuan
(Notoadmodjo, 2010)
Beberapa perilaku seksual (Nuss &
1. Tahu
Luckey, 2018) diantaranya:
2. Memahami
- Pelukan dan pegangan tangan
3. Aplikasi
(Touching)
4. Analisa
- Berciuman (Kissing)
5. Syntesis
- Meraba payudara dan daerah erotis
6. Evaluasi
(petting)
- Hubungan seks (sexual intercourse)
Pengetahuan tentang
HIV/AIDS :
1. Pengertian
Ket : : Diteliti
2. Penyebab
3. Gejala
: Tidak diteliti
4. Cara penularan
5. Pencegahan
: Berhubungan
6. Tahapan
7. Transmisi
8. Pencegahan
9. Pengobatan

Gambar 2.1 Kerangka teori


Modifikasi Laurence Green (1980), Notoatmodjo (2010) dan Nuss
&Luckey (2018)

45
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan

atau kaitan antara konsep- konsep atau variabel- variabel yang akan diamati

atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Dibawah ini merupakan kerangka konsep tentang hubungan Tingkat

Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada

Remaja di MAN 3 Bireuen yaitu:

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan Tentang Perilaku Seksual


HIV/AIDS Pranikah

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2012), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Berdasarkan hubungan funsional, variabel penelitian dibagi menjadi dua

yaitu:

1) Variabel independent yaitu pengetahuan remaja tentang HIV AIDS

2) Variabel dependent yaitu perilaku seksual pranikah pada remaja

46
C. Hipotesis

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwasanya tidak Ada

Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Dengan Perilaku

Seksual Pranikah Pada Remaja Di Man 3 Bireuen.

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No
Definisi Alat Skala
Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
No.
Variabel Independen
1 Pengetahuan Hasil tahu Penyebaran Kuesioner Ordinal 1.Baik, >75%
remaja tentang kuesioner 2.Cukup, 56% -75%)
3.Kurang, (< 56%)
tentang penyakit
HIV/AIDS menurunnya
kekebalan
tubuh
seseorang
akibat
diserang oleh
virus HIV
meliputi
pengertian,
penyebab,
gejala, cara
penularan,
pencegahan,
tahapan,
transmisi,
pencegahan
dan
pengobatan.
Variabel Dependen
2 Perilaku Segala Penyebara Kuesione Ordinal 1. Tidak
seksual tingkah laku n r beresiko
pranikah yang di kuesioner 2. Beresiko

47
dorong oleh ringan
hasrat seksual 3. Beresiko berat
dengan lawan
jenis sebelum
menikah
meliputi
pelukan dan
pegang
tangan,
berciuman,
meraba
payudara dan
aderah erotis
lainnya dan
berhubungan
seks/intim
yang
dilakukan
oleh remaja.

E. Cara pengukuran variabel

1. Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Kemampuan untuk menjawab soal tentang pengetahuan HIV/AIDS

sebanyak 25 pertanyaan diukur dengan menggunakan Skala Guttman

yaitu skala yang bersifat tegas. Semua pertanyaan kuesioner pengetahuan

dinyatakan valid. Alternatif jawaban menggunakan skala Guttman

dengan alternatif pilihan “Benar” dan “Salah”. untuk pertanyaan positif,

jawaban “Benar” skor 1 dan jawaban “Salah” skor 0. Sedangkan untuk

pertanyaan negatif, jawaban “Benar” skor 0 dan jawaban “Salah” skor 1.

Selanjutnya dikategorikan menjadi :

a. Baik, jika > 75% pertanyaan dijawab dengan benar

48
b. Cukup, jika 56-75% pertanyaan dijawab dengan benar

c. Kurang, jika < 56% pertanyaan dijawab dengan benar

Rumus mencari persentase :

Keterangan:

P : Persentase

F : Frekuensi

N : Jumlah

2. Perilaku seksual pranikah

Instrumen perilaku seksual pranikah yang terdiri dari 11 pernyataan.

Namun yang dipakai dalam penelitian ini hanya 10 pernyataan yang valid

saja. Alternatif jawaban responden menurut Sri Junita (2017) adalah

sebagai berikut:

a. Kategori perilaku tidak berisiko, jika tidak melakukan semua

perilaku touching, kissing, necking, petting, dan intercourse

b. Kategori perilaku berisiko ringan mulai dari mengobrol tentang

masalah seks, nonton film bokep, pegangan tangan lawan jenis,

jalan-jalan saat berpacaran, pelukan, sampai cium pipi.

c. Kategori perilaku berisiko berat mulai dari ciuman bibir, ciuman

mulut, ciuman leher, meraba daerah erotis, petting, dan intercourse.

49
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang

telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penentuan penelitian

pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2008). Desain penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian analitik dengan

pendekatan cross sectional. Penelitian analitik yaitu jenis penelitian yang

bertujuan untuk menjelaskan hubungan diantara variabel, menguji hipotesa

atau melakukan prediksi (Muhammad, 2015).

B. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di MAN 3 Kabupaten Bireuen pada siswa

siswi di kelas X, XI dan XII.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23Agustus 2021 pada saat jam

belajar siswa siswi yaitu dari jam 08.30 sampai dengan jam 12.00 dengan

memasuki setiap kelas di MAN 3 Kabupaten Bireuen.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

50
Populasi adalah sasaran penelitian berhubungan dengan

sekolompok subjek, baik manusia, gejala, nilai tes benda-benda, ataupun

peristiwa (Muhammad, 2011). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh

siswa siswi MAN 3 Bireuen, berjumlah 546 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang hendak diteliti

(Arikunto, 2006). Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik

Proportionad Stratified Random Sampling, yaitu teknik pengambilan

sampel yang digunakan bila populasi mempunyai unsur/anggota yang

tidak homogen dan berstrata secara proporsional, maka sampelnya diambil

dari tiap tingkat secara proporsional, dengan kriteria sebagai berikut:

a. Bersedia menjadi responden

b. Bisa membaca dan menulis

c. Merupakan siswa/siswi kelas X, XI dan XII

Penentuan besarnya sampel dalam penelitian ini menggunakan

rumus Slovin dalam Notoatmodjo (2012).

N
n=
1+ N d 2

Keterangan :

N : Jumlah Populasi

n : Jumlah sampel

d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,05)

Besar sampel di MAN 3 Bireuen adalah :

51
N 546
n= 2
n=
1+ N d 1+546 ¿ ¿

546
n=
1+1,4

546
n=
2,4

n=227,5

n=228

152
1) Jumlah sampel kelas X, n= ×85 = 63,4 = 63 orang
546

228
a) Kelas X IPA 1, n= ×28 = 12 orang
546

228
b) Kelas X IPA 2, n= ×30 = 13 orang
546

228
c) Kelas X IPA 3, n= ×26 = 11 orang
546

228
d) Kelas X IPA 4, n= ×25 = 10 orang
546

228
e) Kelas X IPS 1, n= ×21 = 9 orang
546

228
f) Kelas X IPS 2, n= ×22 = 8 orang
546

174
2) Jumlah sampel kelas XI, n= x 85 = 72,7 = 73 orang
546

228
a) Kelas XI IPA 1, n= ×28 = 12 orang
546

228
b) Kelas XI IPA 2, n= ×31 = 13 orang
546

52
228
c) Kelas XI IPA 3, n= ×31= 13 orang
546

228
d) Kelas XI IPA 4, n= ×21 = 13 orang
546

228
e) Kelas XI IPS 1, n= ×29 = 12 orang
546

228
f) Kelas XI IPS 2, n= ×24 = 10 orang
546

220
3) Jumlah sampel kelas XII, n= x 85 = 91,9 = 92 orang
546

228
a) Kelas XII IPA 1, n= ×32 = 13 orang
546

228
b) Kelas XII IPA 2, n= ×29 = 12 orang
546

228
c) Kelas XII IPA 3, n= ×31= 13 orang
546

228
d) Kelas XII IPA 4, n= ×29 = 12 orang
546

228
e) Kelas XII IPA 5, n= ×27 = 11 orang
546

228
f) Kelas XII IPS 1, n= ×25 = 11 orang
546

228
g) Kelas XII IPS 2, n= ×25 = 11 orang
546

228
h) Kelas XII IPS 3, n= ×22 = 9 orang
546

Sampel yang diambil setiap kelas dengan cara diacak dengan melihat

absensi kelas.

D. Alat dan Metode Pengumpulan Data

53
1. Alat pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk

kuesioner/angket yaitu sejumlah pertanyaan ataupun pernyataan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Arikunto,

2010). Instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini berupa kuesioner atau angket yaitu terdiri dari:

a. Bagian A, merupakan karakteristik responden berupa identitas

responden yang meliputi kode responden, umur, kelas, dan alamat

b. Bagian B, merupakan pertanyaan (kuesioner) tentang pengetahuan

mengenai HIV/AIDS yang terdiri dari 25 item pertanyaan. Alternatif

jawaban menggunakan skala Guttman dengan alternatif pilihan “Benar”

dan “Salah”. untuk pertanyaan positif, jawaban “Benar” skor 1 dan

jawaban “Salah” skor 0.

c. Bagian C, merupakan pertanyaan (kuesioner) tentang perilaku seks

pranikah remaja yang terdiri dari 11 item pertanyaan. Alternatif

jawaban adalah dikategorikan Perilaku tidak berisiko jika pertanyaan no

1,2,3,4,5,6,7,8,10,11 dijawab tidak pernah. Berisiko Ringan jika soal no

1,2,3,4,5 dijawab Pernah dan Berisiko Berat jika soal no 6,7,8,10,11

dijawab Pernah.

2. Uji Instrumen

Peneliti akan melakukan uji instrumen berupa pengujian kuisioner untuk

mengetahui tingkat validitas dan reabilitas sebelum melakukan penelitian.

a) Uji validitas

54
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah kuisioner yang

kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur.

Kuisioner yang diukur perlu diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai)

tiap-tiap item (pertanyaan) dengaan skors total kuisioner tersebut.

Semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna (construct

validity). Agar mengetahui bahwa nilai tiap-tiap pertanyaan tersebut

signifikan, nilai pertanyaan tersebut harus mencapai signifikan 5% yang

dapat dilihat pada tabel nilai product moment.

Pada penelitian ini kuesioner diujikan pada sekolah MAN 2

Bireuen tanggal 20 Agustus 2021 dengan jumlah sampel 10 orang

siswa/siswi. Uji validitas menggunakan SPSS versi 26. Hasil yang

diperoleh pernyataan kuesioner pengetahuan dari nomor 1 sampai

dengan 25 dinyatakan valid dengan nilai r hitung tertinggi 0,953 dan

terendah 0,740, sedangkan untuk perilaku seksual pranikah jumlah

pernyataan sebanyak 11 yaitu nomor 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11 dinyatakan

valid dan no 9 tidak valid dengan nilai r hitung tertinggi adalah 0,986

dan terendah 0,525. Pernyataan nomor 9 tidak digunakan karena tidak

valid dan tidak diganti dengan pernyataan yang lain karena dianggap

pernyataan lain yang sudah valid dapat mewakili untuk melihat perilaku

seksual pranikah pada remaja

b) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana kuisoner

yang dipakai dapat dipercaya dan diandalkan. Hal ini berarti

55
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau

tetap bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama, dengan alat ukur yang sama juga. Uji coba tersebut diuji

dengan menggunakan rumus korelasi product moment dengan catatan

perhitungan reliabilitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan yang

sudah memiliki validitas (Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas pada

penelitian ini menggunakan koefisien cronbach’s alpha. Hasil yang

diperoleh untuk instrumen penelitian ini yaitu nilai cronbach’s alpha

untuk pengetahuan tentang HIV/AIDS 0,986 dan perilaku seksual

pranikah 0,979. Dengan demikian dapat disimpulkan instrumen

pengetahuan dan perilaku seksual pranikah adalah reliabel karena r

hitung > r tabel.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara pengumpulan data dengan

mendatangi siswa siswi di MAN 3 Bireuen. Setelah mengambil surat

izin penelitian dari STIKes Yapeda, peneliti membawanya ke bagian

tata usaha sekolah MAN 3 Kabupaten Bireuen. Setelah mendapatkan

izin dari pihak sekolah peneliti melanjutkan pembagian kuesioner

dengan mendatangi kelas siswa/siswi. Peneliti mengambil secara acak

siswa/siswi yang diminta untuk mengisi kuesioner dengan

menggunakan absen kelas. Sebelum melakukan pengisian kuesioner,

peneiti mejelaskan tentang penelitian yang akan dilakuan dan membagi

56
surat persetujuan responden untuk ditandatangani. Selanjutnya peneliti

menjelaskan tata cara pengisian kuesioner kepada siswa/siswi tersebut.

Setelah dikerjakan secara keseluruhan oleh siswa dan siswi

sekolah MAN 3 Kabupaten Bireuen peneliti mengumpulkan kuesiner

tersebut dan memeriksa kembali kelengkapan pengisiannya. Setelah

selesai semuanya, petugas tata usaha sekolah memberikan surat

keterangan sudah melakukan penelitian dan peneliti mohon izin dari

pihak sekolah.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data kasus yang ada di Dinas Kesehatan

Kabupaten Bireuen.

E. Metode Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012), tehnik pengolahan data berdasarkan data

yang telah di kumpulkan diolah dengan cara manual dengan langkah sebagai

berikut :

1. Editing

Dalam penelitian ini dilakukan pengecekan kelengkapan data dan

diperiksa melihat setiap kuesioner kuesioner apakah dijawab oleh

responden. Seperti nama, umur, pendidikan dan pekerjaan responden.

2. Coding

Dalam penelitian ini pemberian kode pada data yang diperoleh untuk

memudahkan pengolahan data, yang dilakukan setelah kuesioner

terkumpulkan semua. Melakukan pengkodean dengan member nilai pada

57
setiap jawaban responden dan memberikan nomor urut responden pada

kuesioner yang telah diisi. Untuk kuesioner pengetahuan jika jawaban

benar diberikan kode 1 dan salah diberikan kode 0. Untuk kuesioner

perilaku seksual jika responden menjawab pernah diberi kode 1 dan tidak

pernah diberikan kode 0.

3. Transfering

Dilakukan dengan menyusun jawaban yang diberikan oleh responden

kedalam tabel distribusi frekuensi dalam bentuk tabel excel.

4. Tabulating

Dilakukan dengan memasukkan data yang peroleh di kelompok sesuai

karateristik dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Dan disajikan dalam

hasil penelitian.

F. Analisa Data

1. Analisa Deskriptif

Analisis deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data dengan

menggambarkan dan meringkaskan data secara ilmiah dalam bentuk tabel

atau grafik. Penelitian ini bersifat deskriptif, maka dalam analisisnya tidak

menggunakan perhitungan uji statistik tetapi hanya berdasarkan

distribusi frekuensi di setiap variabel statistiknya yang digunakan untuk

perhitungan hasil ukur yang kemudian dipersentasikan (Machfoedz, 2009):

F
P= x 100
%
N
58
Keterangan:

P : Persentase

F : Frekuensi

N : Jumlah

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yaitu data dibuat dalam tabel silang untuk melihat

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan uji

statistik chi-square (x²), sehingga diketahui ada tidak hubungan yang

bermakna secara statistik. Perhitungan analisis dengan menggunakan

komputer program SPSS for windows versi 26.00 dengan batas kemaknaan

(α=0,05). Untuk melihat kemaknaan sistem dengan membandingkan nilai

p < 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara dua variabel dependen

dan independen (Ho ditolak). Begitu juga tidak ada hubungan bermakna

(Ho diterima) jika p > 0,05 (Notoatmodjo, 2012). Keterkaitan antara dua

variabel dianalisis dengan metode Chi-Square (uji X2 ) dengan rumus

sebagai berikut :

∑(0−E)2
x 2=
E

Keterangan : x2 : Chi Square

59
0 : Nilai pengamatan

E : Nilai harapan

Aturan atau ketentuan yang berlaku pada uji chi Square adalah

sebagai berikut (Iman, 2013) :

a. Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai E (harapan) < dari 5, maka uji

yang digunakan adalah fisher Exact.

b. Bila pada tabel 2x2, dan tidak ada nilai E > 5, maka uji yang

dipakai sebaiknya continuity correction.

c. Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3, dan seterusnya,

maka gunakan uji pearson chi Square.

Dalam penelitian ini digunakan ketentuan uji pearson chi Square.

60

Anda mungkin juga menyukai