Anda di halaman 1dari 39

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG

DAMPAK BURUK SERING MENONTON PORNO GRAFI


DI DOYO BARU

Oleh:

Nikson Barto Sambare Wonar

NIM :2022082024038

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

yang pesat baik secara fisik, biologis, maupun intelektual. Perubahan fisik

terjadi lebih cepat dibandingkan perubahan psikologi dan sosial. Hal ini yang

dapat membuat remaja merasa bingung dengan perubahan yang terjadi pada

hormon seksual yang mulai berfungsi pada masa remaja. Hal tersebut

mendorong remaja untuk melakukan berbagai jenis perilaku seksual. Sifat

khas pada remaja adalah rasa ingin tahu yang besar, menyukai petualangan,

dan tantangan serta berani menanggung resiko atau perbuatan tanpa didahului

pertimbangan yang matang. Permasalahan pada remaja sangat kompleks,

salah satunya adalah masalah kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI,

2015).

Di Indonesia, perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakata juga telah

di rasakan akibat masuknya pengaruh internet. Teknologi ini sudah dapat di

akses oleh berbagai kalangan masyarakat. Remaja sebagai salah satu

pengguna fasilitas internet belum mampu memilah aktivitas internet yang

bermanfaat . Mereka juga cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan

sosial tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu efek positif atau negatif yang

akan diterima saat melakukan aktivitas internet (Ekasari.P, 2012)


Tayangan media massa yang menonjolkan aspek pornografi di yakini

sangat erat hubungannya dengan meningkatnya rangsangan seksual yang

terjadi pada remaja. Rangsangan seksual dari luar seperti film-film seks,

sinetron, buku-buku bacaan dan majalah-majalah bergambar seksi, serta

pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual, dapat

mengakibatkan memuncaknya reaksi-reaksi seksual dan kematangan

Dampak pornografi sangat merusak bagi perkembangan mental dan

intelektual remaja. Saat remaja sedang membuka web terpapar pornografi

maka akan mengalami kerusakan pada bagian otak yang pertama kali di

bagian Pre Frontal Cortex, otak yang berada dibagian depan (tepat di dahi)

yang merupakan pusat dari kegiatan pengambilan keputusan benar atau salah,

daya konsentrasi, kemampuan menunda rasa senang dan kepuasan, pusat

berpikir kritis.

Dan rusaknya jaringan otak disebabkan oleh hormon yang mengalami

peningkatan yaitu hormon dopamine (hormon memberikan rasa bahagia, rasa

puas dan senang), hormon neuropiniphrin ( hormon yang selalu mencari

peluang untuk memuaskan rasa senang dan memuaskan hasratnya), hormon

serotoin ( hormon yang menimbulkan rasa tenteram, membuat seorang

melakukan banyak hal positif), hormon oksitosin ( hormon yang

menumbuhkan ikatan cinta dan kasih sayang) (Donny P, 2008).

HIV/AIDS di Indonesia pada umur ≥ 15 tahun pada tahun 2017 adalah

sebanyak 628.492 orang dengan jumlah infeksi baru 46.357 orang dan

kematian sebanyak 40.468 orang dan jumlah kasus baru HIV positif pada
tahun 2017 sebanyak 48.300 kasus dan kasus AIDS sebesar 102.667 kasus

(Kemenkes RI 2017)

Berdasarkan data WHO tahun 2019,didapati sebanyak 78% terinfeksi

HIV baru di regional Asia Pasifik. Ditjen P2P (sistem informatika da

IMS(SIHA):laporan tahun 2019, jumlah kasus HIV/AIDS yang di laporkan

berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

HIV pada laki-laki sebanyak 64,50% dan perempuan 35,50%, sedangkan

jumla kasus AIDS laki-laki 68,60% dan perempuan 31,40%.

Remaja merupakan kelompok yang paling rentan secara fisik dan

psikis terhadap infeksi HIV, maka remaja menjadi fokus dari

semua strategi penanggulangan penyebaran virus HIV/ AIDS.

Perubahan yang terjadi di usia remaja mengakibatkan tingginya

keinginan untuk mencoba terhadap berbagai hal baru yang belum mereka

ketahui sebelumnya, (Veronika, dkk,2012). Rasa ingin tahu akan hal yang

baru adalah sikap remaja yang relatif sehingga ingin mencoba hal-hal yang

baru, perilaku seksual juga merupakan salah satu faktor pemicu rasa ingin tau

remaja melalui berpacaran, menonton video porno, dan lain-lain.

Berdasarkan data hasil survey komisi perlindungan anak Indonesia

(KPAI), sebanyak 32% remaja usia 14-18 tahun di kota besar di indonesia

perna berhubungan sex pra-nikah. Dari survey KPIA di ketahui bahwa salah

satu pemicu utama dari perilaku remaja tersebut adalah melihat pornografi

yang di akses di internet (saputro, 2015). perilaku seksual yang di lakukan

remaja sekarang dapat berakibat buruk untuk masa kedepannya


United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) Global Statistics

bahwa prevalensi HIV dan AIDS di dunia mencapai 36,9 juta penderita. Pada

akhir tahun 2014 tercatat penderita baru sebanyak 2 juta penderita, serta

sebanyak 1,2 juta orang meninggal karena AIDS. Penderita HIV dan AIDS

terbanyak berada di wilayah Afrika sebanyak 24,7 juta penderita. Sedangkan

di Asia tercatat 4,8 juta penderita HIV dan AIDS. Asia diperkirakan memiliki

laju infeksi HIV tertinggi di dunia. Pada tahun 2013 di kawasan Asia dan

Pasifik menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara dengan peningkatan

infeksi baru HIV dan AIDS. Antara tahun 2001 ke tahun 2012 infeksi baru

HIV dan AIDS di Indonesia meningkat 2,6 kali. Perkiraan jumlah kasus HIV

dan AIDS di Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Cina

Menurut laporan terakhir Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

tahun 2017, perkembangan HIV dan AIDS dan Penyakit Infeksi Menular

(PIM) pada triwulan I tahun 2017, yaitu dari bulan Januari sampai Maret

2017 jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 10.376 orang. Persentase

infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,6%),

diikuti umur 20-24 tahun (17,6%) dan kelompok umur ≥ 50 tahun (6,7%).

Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor

risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada LSL yaitu 28%,

Heteroseksual (24%), lain-lain (9%), dan penasun (2%). Sedangkan jumlah

penderita AIDS dari bulan Januari sampai Maret 2017 dilaporkan sebanyak

673 orang. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun

(38,6%), kelompok umur 20-29 tahun (29,3%), dan kelompok umur 40-49
tahun (16,5%). Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.

Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada

heteroseksual (67%), LSL (23%), perinatal (2%), dan penasun (2%) .

Menurut laporan Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit tahun 2017 kwartal 1, jumlah kasus HIV di Provinsi Papua

sebanyak 25.586 kasus,1 meningkat bila dibandingkan dengan jumlah

kasus tahun 2016 kwartal 1 yaitu 21.747 kasus.2 Pada bulan Desember

2016, laporan Dinas Kesehatan Provinsi Papua menunjukkan kasus HIV di

Kabupaten (Kab.) Nabire sebanyak 4162 kasus, Kab./Kota Jayapura 6107

kasus, dan Kabupaten Jayawijaya 5293 kasus.3 Pemerintah daerah telah

berupaya sebaik mungkin untuk menanggulangi kasus HIV di Papua dengan

menerbitkan Peraturan Daerah yang mencantumkan kewajiban penjaja seks

komersial (PSK) untuk menggunakan kondom ketika berhubungan seksual

dan kewajiban PSK untuk memeriksakan diri terhadap HIV/AIDS dan

Infeksi Menular Seksual (IMS) setiap tahun. Selain itu, terapi antiretroviral

(ARV) juga sudah diterapkan dalam program penanggulangan HIV/ AIDS.

Penelitian ini adalah yang pertama kali dilakukan untuk menentukan

perkiraan prevalensi HIV resistenARV pada orang dewasa di Kabupaten

Nabire, Kab/Kota Jayapura, dan Kabupaten Jayawijaya. Analisis DNA untuk

mendapatkan data mutasi terkait resistensi HIV-1 terhadap ARV di Kab.

Nabire, Kab./kota Jayapura, dan Kab. Jayawijaya, Provinsi Papua belum


pernah dilakukan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dalam rangka

mendeteksi HIV resisten ARV, Selain untuk mendapatkan data gambaran

HIV resisten ARV, juga dapat menjadi pertimbangan untuk mengganti

regimen ARV pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran

ODHA dengan virus resisten ARV di Kab. Nabire, Kab./ Kota Jayapura, dan

Kab. Jayawijaya, Provinsi Papua.

Berdasarkan catatan tahunan DPPPA Kabupaten Jayapura, selain ada 35

anak yang menjadi korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual,sehingga

Kekerasan seksual pada anak-anak di bawah umur ini, rata-rata semua terjadi

lantaran dipicu akibat minuman keras dan yang paling terbanyak adalah

kekerasan pemerkosaan anak, kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur

yang paling banyak adalah kasus pemerkosaan, disusul dengan Kekerasan

akibat karena Miras, dan juga kasus kekerasan karena orang tua mengabaikan

anak.

Data berdasarkan tingkat kriminalisasi kasus pencabulan atau pelecehan

sexual pada remaja di Polres Jayapura tahun 2022-2023 , kasus percobaan

pemerkosaan sebanyak 4 khasus, kasus pemerkosaan sebanyak 6 kasus, kasus

percobaan pencabulan sebanyak 1 kasus, kasus pencabulan sebanyak 4 kasus,

percobaan persetubuhan sebanyak 1 kasus, kasus persetubuhan sebanyak 20

kasus, kasus perzinahan sebanyak 3 kasus. Dari beberapa kasus inj, kasus

yang paling sering terjadi adalah kasus persetubuhan, dengan jumlah kasus

pada remaja sebanyak 20 kasus. Kemudian kasus pemerkosaan pada remaja

sebanyak 6 kasus, dan kasus pencabulan pada remaja sebanyak 4 kasus.


Berdasarkan data diatas , maka peneliti ingin mengambil judul:

“Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang Dampak Buruk Sering Menonton

Pornografi”

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana gambaran pengetahuan remaja tentang dampak buruk sering

menonton pornografi, di doyo baru

1.3. Tujuan

1.3.21. Tujuan umum

Untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan remaja tentang

dampak buruk sering menonton pornografi di doyo baru

1.3.2. Tujuan Khusus

1. untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang dampak buruk sering

menonton pornogrrafi

2. untuk mengetahui dampak buruk sering menonton pornografi

1.4. Manfaat Penelitian

.1. Tujuan Penelitian,Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan

meningkatkan informasi tentang gambaran pengetahuan remaja tentanng dampak

buruk pornografi
2.manfaat bagi akademik (PSIK), dapat menjadi sumber tambahan pembelajaran

bagi mahasiswa keperawatan.dan juga Sebagai bahan untuk menambah wawasan

3.manfaat untuk Peneliti, dapat mengetahui gambaran pengetahuan remaja tentang

dampak buruk sering menonton /mengkonsumsi pornografi.

4 .manfaat untuk Penelitian Selanjutnya, adalah dengan Penelitian ini di harapkan

dapat menjadi bahan informasi dan pengetahuan mengenai remaja tentang dampak

buruk sering menonton/ mengkonsumsi pornografi.. Selain itu dapat menjadi

bahan penelitian di waktu -waktu yang akan datang .

.
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan

2.1.1. Defenisi
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan iniuk terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terhadap

obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Wawan A & Dewi M, 2010).

2.1.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Riyanto, A, (2013) faktor yang mempengaruhi pengetahuan

meliputi:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau

kelompok dan merupakan usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin

capat menerima dan memahami suatu informasi sehingga pengetahuan yang

dimiliki juga semakin tinggi (Riyanto, A. 2013).

2. Informasi/ Media Massa

Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan


informasi dengan tujuan tertentu. Informasi diperoleh dari pendidikan formal

maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga

menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Semakin berkembangnya

teknologi menyediakan bermacam-macam media massa sehingga dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

3. Sosial, Budaya dan Ekonomi

Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran apakah

yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Status ekonomi juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang

dibutuhkan untuk kegiatan tertentu sehingga status ekonomi akan mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Seseorang yang mempunyai sosial budaya yang baik

maka pengetahuannya akan baik tapi jika sosial budayanya kurang baik maka

pengetahuannya akan kurang baik. Status ekonomi seseorang mempengaruhi

tingkat pengetahuan karena seseorang yang memiliki status ekonomi dibawah

rata-rata maka seseorang tersebut akan sulit untuk memenuhi fasilitas yang

diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan.

4. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun diri

sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat meningkatkan

pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang tentang suatu permasalahan

akan membuat orang tersebut mengetahui bagaimana cara menyelesaikan


permasalahan dari pengalaman sebelumnya yang telah dialami sehingga

pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai pengetahuan apabila medapatkan

masalah yang sama.

5. Usia

Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh juga akan

semakin membaik dan bertambah.

2.1.3. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Skinner, bila seseorang mampu menjawab mengenai materi

tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan seseorang tersebut

mengetahui bidang tersebut.

Menurut Riyanto A, (2013), membuat kategori tingkat pengetahuan

seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu

sebagai berikut :

a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya 75% ( 8-10 Soal)

b. Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74% ( 6-7 Soal)

c. Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya < 55% ( 1-5 Soal)
Menurut Alimulhidayat A, (2014), skala pengukuran data adalah dengan

menggunakan skala gutman, Ya nilai 1 dan Tidak nilai 0. Adapun

penilaian kuesioner yang digunakan metode menurut Skala Gutman. Untuk

mengukur nilai skala Gutman maka dapat digunakan dengan rumus berikut :

a. Jumlah skor terendah = scoring terendah x jumlah pertanyaan

b. Jumlah skor tertinggi = scoring tertinggi x jumlah pertanyaan

Rumus Umum :

Skor yang di dapat ×100% Skor tertinggi

2.1.4. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan

menjadi dua yakni yaitu : cara tradisional atau non ilmiah yakni tanpa melalui

penelitian dan cara modern atau cara ilmiah yakni melalui proses penelitian .

1. Cara memperoleh Non Ilmiah

a. Cara coba salah yaitu dilakukan dengan menggunakan beberapa

kemungkinan dalam memecahkan masalah.

b. Secara kebetulan yaitu terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang

bersangkutan.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi merupakan suatu cara untuk memperoleh

pengetahuan yaitu dengan pengalam yang didapat dari orang lain atau melalui

penyuluhan.
2. Cara memperoleh Ilmiah

Pengetahuan dewasa yang lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut

modern penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian

(research methodology).

3. Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

4. Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat

dilakukan pengamatan. Gejala-gejala yang muncul bervariasi, yaitu gejala

yang berubah-berubah pada kondisi tertentu.

2.2. Pengertian Remaja

2.2.1. Remaja

Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah suatu masa

dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu juga

mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa. Selain itu juga terjadi peralihan dari ketergantungan sosial

ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Wirawan

S,2016)

Remaja sebagai periode transisi antar masa anak-anak ke masa dewasa,

atau masa usia belasan tahun, atau jika seseorang menunjukan tingkah laku

tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaanya dan sebagainya

(Wirawan S, 2016).
2.2.2. Tahap Perkembangan Remaja

Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan

psikososial dan seksual, tahap perkembangan remaja dibagi menjadi tiga tahap,

yaitu:

a. Remaja Awal (Early Adolescence) Umur11 - 13 Tahun

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan yang

terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan yang menyertai perubahan itu

mengembangkan pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah

terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia

sudah berantasi erotik, kepekaan yang berlebih ini ditambah dengan berkurangnya

kendali terhadap “ego” menyebabkan remaja awal ini sulit mengerti dan

dimengerti orang dewasa.

b. Remaja Madya/Pertengahan (Middle adolescence) Umur 14 - 16 Tahun

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan, ia senang kalau

banyak teman yang menyukainya, ada kecenderungan “narcistic” yaitu mencintai

diri sendiri, dengan menyukai teman yang punya sifat yang sama dengan dirinya.

Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan kerena ia tidak tahu harus

memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai atau sendiri, optimistis atau

pesimitis, idealis atau meterialis, sebagainya. Remaja pria harus membebaskan

diri dari Oedipoes Complex (Perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-

kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan dari lain jenis)


c. Remaja Lanjut (late adolescence) Umur 17 – 20 Tahun

Tahap ini adalah masa konsolidasi menunjukan periode dewasa dan

ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu :

1. Minat yang makin mantab terhadap fungsi-fungsi intelek.

2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam

pengalaman baru.

3. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)

diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang

lain. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private

self) dan masyarakat umum (Wirawan S, 2016)

2.2.3. Perkembangan Pada Masa Remaja.

A. Perubahan Fisik pada Masa Remaja

Perubahan fisik dalam masa remaja merupakan hal yang sangat penting

dalam kesehatan reproduksi karena pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik yang

sangat cepat untuk mencapai kematangan, termasuk organ-organ reproduksi

sehingga mampu melaksanakan fungsi reproduksi. Perubahan yang terjadi yaitu :

Munculnya tanda-tanda seks primer : pada remaja putri terjadinya haid yang

pertama (menarche) dan pada remaja putra mengalami mimpi basah.

Munculnya tanda-tanda seks sekunder yaitu: pada remaja putra tumbuhnya

jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ejakulasi, suara
bertambah besar, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuh kumis diatas bibir.

Sedangkan pada remaja putri pinggul menjadi lebar dan membesar, payudara

menjadi lebih besar dan bulat, kulit menjadi lebih kasar dan tebal, kelenjar lemak

dan keringat lebih aktif, otot semakin besat dan kuat, serta suara menjadi lebih

penuh.

B. Perkembangan Kognitif Pada Remaja

Kognitif dalam konteks Ilmu Psikologi didefenisikan secara luas mengenai

kemampuan berpikir dan mengamati, suatu perilaku yang mengakibatkan

seseorang memperoleh pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunkan

pengertian. Dengan kata lain merupaka cara berpikir tentang sesuatu atau cara

mengetahui sesuatu. Kemampuan berkonsentrasi terhadap sesuatu rangsangan dari

luar, memecahkan masalah, mengingat atau memanggil kembali memorinya suatu

kejadian yang telah lalu, memahami lingkungan fisik dan sosial termasuk dirinya

sendiri termasuk proses kognitif (Wirawan S, 2016).

Perkembangan Kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti

belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Masa remaja terjadi kematangan

kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan

sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk

berpikir abstrak. Tahap perkembangan kogitif ini sebagai tahap operasi formal

(Zahara, D., & Fadhlia, T. N, 2013).


Tahap operasi formal adalah suatu tahap dimana seseorang telah mampu

berpikir secara abstrak. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban

atau penjelasan tentang sesuatu. Remaja mampu memikirkan suatu situasi yang

masih berupa rencana atau suatu bayangan. Remaja telah mulai mempunyai pola

berpikir sebagai penelitu, dimana mereka mampu Salah satu bagian

perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan

oleh remaja ialah kecenderungan cara berpikir egosentrisme.

Egosentirsme adalah ketidak mampuan melihat suatu hal dari sudut

pandang orang lain. Cara berpikir egosentrisme dikenal dengan istilah

personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak

terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini akan mendorong perilaku

merusak diri atau self-destructive oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka

secara magis terlindung dari bahaya. Remaja memiliki semacam perasaan

invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin

mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang

popular dalam penjelasan berkaitan perilaku beresiko yang dilakukan remaja

(Zahara, D., & Fadhlia, T. N, 2013).

Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan

dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial

berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan

kepribadian yang penting pada masa remaja ialah pencarian identitas diri.

Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seseorang yang unik dengan peran

yang penting dalam hidup. Perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan
kelompok teman sebaya dibandingkan orangtua (Zahara, D., & Fadhlia, T.

N, 2013).

2.2.4. Psikologi Pembentukan Konsep Diri Remaja

Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Namun secara

psikologi, kedewasaan adalah keadaaan di mana sudah ada ciri-ciri psikologi

tertentu pada seseorang. Ciri-ciri psikologi menurut G.W Allport adalah :

1. Pemekaran diri sendiri (extension of the self) yang ditandai dengan

kemampuan seorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari

dirinya sendiri juga. Perasaan egoisme (mementingkan diri sendiri)

berkurang, sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki. Salah satu tanda

yang khas adalah tumbuhnya kemampuan untuk mencintaiorang lain dan alam

sekitarnya. Kemampuan untuk menenggang rasa dengan orang yang

dicintainya, untuk ikut merasakan penderitaam yang dialami oleh orang

yang dicintainya itu menunjukan adanya tanda kepribadian yang dewasa

(mature personality).

2. Kemampuan untuk melihat diri sendiri aecara objektif (self objectivication)

yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri

sendiri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (senses of

humor) termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran. Ia tidak

marah jika dikritik dan saat yang diperlukan ia bisa melepaskan diri dari

dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar.


3. Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life), hal ini dapat

dilakukan tanpa perlu merumuskan dan mengucapkannya dalam kata-kata.

Orang yang sudah dewasa tahu dengan tepat tempatnya dalam kerangka

susunan objek kain dan manusia lain di dunia. Ia tahu kedudukannya dalam

masyarakat, ia paham bagaimana seharunya ia bertingkah laku dalam

kedudukan dan ia mencari jalanya sendiri menuju sasaran yang ia tetapkan

sendiri. Orang seperti ini tidak lagi mudah terpengaruh dan pendapat serta

sikap-sikapnya cukup jelas dan tegas (Wirawan S, 2016)

2.2.5. Perilaku Pada Remaja

Dari buku A.Wawan Skiner, merumuskan bahwa perilaku mengemukakan

bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan

tanggapan (respon) dan respons. Ia membedakan 2 respons, yakni :

a.Respondent Respons atau Reflexive Respons

Adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu. Semacam ini

disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons yang relatif tetap, misalnya

makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat menyebabkan

mata tertutup.

Respondent respons mencakup juga emosi respons atau emotional

behaviour. Emotional respons ini timbulkan karena hal yang kurang mengenakkan
organisme yang bersangkutan, misalnya menangis karena sedih atau sakit, muka

merah (tekanana darah meningkat karena marah).

b. Operant Respons atau Instrumental Respons

Adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang tertentu.

Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena

perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme.

Menurut Wirawan S, mengemukakan bahwa masalah kesehatan disebabkan

oleh faktor perilaku dan non perilaku. Faktor non perilaku mempengaruhi secara

tidak langsung terhadap masalah kesehatan. Sedangkan faktor perilaku

mempengaruhi secara langsung.

Green membedakan faktor penyebab perilaku remaja dalam tiga bentuk

yaitu :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Menjadi dasar/motivasi bagi perilaku. Termasuk didalamnya pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai.

2. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya

fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.


3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)
Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang

lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dapat

disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari

orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan

fasilitas-fasilitas, sikap, dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan

juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulasi ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua :

a.Perilaku Tertutup/Pasif (Covert behaviour)

Respons seseorang terhadap Stimulasi dalam benuk terselubung dan tertutup

(Covert). Respons atau reaksi terhadap stimulasi ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan/Kesadaran, dan sikap yang terjadi pada

orang yang menerima stimulasi tersebut, dan belum dapat diamati secara

jelas oleh orang lain.

b.Perilaku Terbuka/Aktif (Overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulasi dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulusi tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh

orang lain.
2.2.6 Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini menjadi setelah orang

melakukan pengeinderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (over behavior) (Wawan,A. & Dewi, 2010).

2. Sikap

Sikap adalah perasaan mendukung/memihak (Favorable) maupun

perasaan tidak mendukung/tidak memihak (unfavorable) pada objek

tersebut. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

pengalaman pribadi, media massa, institusi, lembaga pendidikan, lembaga

agama, budaya, dan orang lain yang dianggap penting seperti orang tua,

tokoh agama, maupun tokoh masyarakat (Wawan A, 2018).

Bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi 4:

a.Kenakalan Terisolir (Delinkuensi terisolir)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada

umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologi. Perbuatan

mereka didorong oleh faktor berikut :

1.Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi

tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak

dapat diselesaikan.
2.Pada umunya keluarga remaja berasal dari keluarga

berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi.

b. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umunya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan

yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa lelah tidak aman,

merasa bersalah dan berdosa. Ciri-ciri perilakunya adalah :

- Perilaku kriminal merupakan ekspresi dari konflik batin yang

belum terselesaikan, karena perilaku jahat seperti suka memperkosa,

membunuh.

c. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)

Defek artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang.

Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan

tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak dapat penyimpangan,

namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja

delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan

memahami tingkah lakunya yang jahat, juga mampu mengendalikan

dan mengaturnya.

3. Tindakan atau Praktik (practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah

kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tertentu

terwujud dalam tindakan, sebab itu terwujudnya tindakan perlu faktor

lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasaranan. Di
samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support)

dari pihak lain, misalnya dari teman, orang tua, dan lain-lain

(Wawan,A. & Dewi 2010).

2.3. Pornografi

Menurut Boyke dalam Evina (2009), pornografi adalah tulisan,

gambar, televisi, atau bentuk komunikasi lain yang melukiskan

orang,hampir sebagian besar perempuan tetapi terkadang laki-laki dan

anak-anak, dalam pose yang erotis (menggairahkan secara seksual)

atau aktivitas seksual yang menentang, menyimpang dari apa yang

disebut sehat dan normal.

Menurut Naja, Z. S., Agusyahbana, 2017, kondisi hormonal

remaja dapat menyebabkan remaja semakin peka terhadap stimulus

seksual berupa visual, sentuhan, audiovisual dan lainnya sehingga

mendorong munculnya perilaku seksual. Dengan meningkatnya

dorongan seksual, remaja akan mudah sekali terangsang secara

seksual. Membaca bacaan romantis, melihat gambar romantis, melihat

alat kelamin lawan jenis, atau menyentuh alat kelaminnya akan dapat

menimbulkan rangsangan seksual.

Banyak sekali informasi melalui media massa, cetak, elektronik

yang ditayangkan secara vulgar dan bersifat tidak mendidik, tetapi

lebih cenderung mempengaruhi dan mendorong perilaku seksual yang

tidak bertanggung jawab. Keterpaparan remaja terhadap pornografi


dalam bentuk bacaan berupa buku porno, melalui film porno

semakin meningkat. Konsultasi seks yang diberikan melalui media

elektronik yang disebut sebagai pendidikan seks, penayangan film

tertentu di televisi dapat menyebabkan salah persepsi atau

pemahaman yang kurang tepat terhadap kesehatan reproduksi (Pinem,

S. 2009).

Efek paparan Pornografi tidak hanya berupa pengetahuan

tentang pornografi, tetapi sampai pada aspek efektif dan

kecenderungan untuk berperilaku. Ketertarikan remaja terhadap

materi pornografi di media berkaitan dengan masa transisi yang

sedang dialami remaja. Remaja sedang mengalami berbagai macam

perubahan, baik pada aspek fisik, seksual, emosional, religi, moral,

sosial, maupun intelektual. Tahapan-tahapan tersebut antara lain :

a. Tahap addiciation (Kecanduan)

Sesekali seseorang melihat materi cabul (yang bersifat

pornografi), maka orang tersebut akan mengalami kecanduan. Kalau

yang bersangkutan berhenti mengonsumsinya maka dirinya akan

merasa “gelisah”. Hal ini bisa terjadi pada siapapun bahkan pemuka

agama sekalipun.

b. Tahap escalation (ekskalasi)

Setelah Kecanduan dan sekian lama mengonsumsi media porno,

selanjutnya orang akan mengalami efek ekskalasi. Dimana orang akan

menjadi kurang puas dengan materi yang biasa dan


membutuhkan materi seksual yang lebih sensasional lebih

menyimpang dan lebih liar, hal inilah yang menyebabkan permintaan

media pornografi.

c. Tahap Act-Out

Pada tahap ini seorang pencandu pornografi akan meniru atau

menerapkan perilaku seksual selama ini ditontonya di media. ini

menyebabkan kecenderungan pecandu pornografi akan kesulitan

dalam menjalani hubungan seks dengan penuh kasih sayang dengan

pasanganya (Supriati and Fikawati, 2009).

2.3.1. Paparan Pornografi dari Segi Sumber

Media pornografi merupakan konsep komunikasi antar pribadi, medium

penyimpanan dan medium informasi yang mengandung unsur pornografi.

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,

gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk

pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau

pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi

seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat (UU No.

44, 2008).

Jenis media pornografi Jenis media pornografi menurut UU No. 44 (2008),

yaitu: televisi, telepon, surat kabar, majalah, radio, internet. Berdasarkan

hasil penelitian, sebanyak 91,7% responden mengaku bahwa mereka

telah terpapar pornografi sejak berusia 17-20 tahun. Paparan pornografi

tersebut mereka dapatkan dari majalah (60,7%), handphone (73,3%), buku


(31,7%), komik (34,3%), tablet (44,7%), dan media lainnya (48,3%).

Sejumlah 85% responden juga pernah melihat iklan yang terdapat dalam

media cetak dan elektronik yang mengandung pornografi. Bentuk media

pornografi yang sering dilihat oleh sebagian besar responden adalah

video/film (44%).

Seperti yang dikatakan oleh Taufik (2005), bahwa faktor lain yang

mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah fakor lingkungan

seperti VCD, buku, dan film porno. Senada dengan apa yang

dikatakan oleh Rohmahwati, (bahwa paparan media massa, baik cetak

(koran, majalah, buku- buku porno) maupun elektronik (TV, VCD,

Internet), mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung

pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi

hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman

sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi.

Menurut Bungin (2012), bahwa kemajuan teknologi komunikasi terus

berkembang, maka konsep pornografi juga telah bergeser dan berkembang.

Dalam wacana porno atau penggambaran tindakan pencabulan (pornografi)

kontemporer ada beberapa pemahaman porno yang dapat

dikonseptualisasikan, antara lain:

a. Pornografi, yaitu gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak

menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang seronok,

jorok, vulgar, membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual


b. Porno teks, yaitu karya pencabulan yang tertulis sebagai naskah cerita-

cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual dalam

bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman

pribadi secara vulgar, termasuk pula cerita-cerita buku komik,

sehingga pembaca merasa seakanakan menyaksikan sendiri,

mengalami atau melakukan sendiri hubungan seks itu..

c. Porno suara, suara atau tuturan, kata-kata dan kalimat-kalimat

yang diucapkan seseorang yang langsung atau tidak langsung bahkan

secara vulgar melakukan rayuan seksual, suara atau tuturan tentang objek

seksual atau aktivitas seksual.

d. Porno aksi, yaitu penggambaran aksi, gerakan, lenggokan, liukan

tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberi

rangsangan seksual sampai dengan aksi mempertontonkan payudara dan

alat vital yang tidak disengaja atau disengaja untuk membangkitkan nafsu

seksual bagi yang melihatnya.

e. Porno media, dalam konteks media massa, pornografi, pornoteks,

pornosuara, dan pornoaksi menjadi bagian yang saling terhubung. Dalam

konteks pornografi (cetak-visual) memiliki kedekatan dengan pornoteks,

karena gambar dan teks disatukan dalam media cetak. Sedangkan

pornoaksi dapat bersamaan muncul dengan pornografi (elektronik) karena

ditayangkan di televisi.
2.4.2. Jenis-Jenis Pornografi

Menurut Hakim, S. N., & Raja A, (2017), Media pornografi yang saat

ini banyak berkembang telah menjadi refrensi pengetahuan dan

pemahama anak-anak dan remaja, juga telah menajdi pembelajaran utama

mengenai seks dan kehidupan seksual. Pesan kehidupan seksual seperti

gaya hidup bebas, yang banyak terdapat di media perlahan membentuk

remaja dan anak menjadi pribadi terobsesi secara seksual. Jenis muatan

pornografi yang terdapat dimasyarakat :

1. Sexually violent material

Pornografi dengan menyertakan kekerasan.

2. Tidak menggunakan unsur kekerasan dalam materi seks yang

disajikan akan tetapi didalamnya terdapat unsur melecehkan

perempuan.

3. Nonviolent and nondegrading materials

Produk pornografi yang memuat adegan hubungan seksual

tanpa unsur kekerasan ataupun pelecehan terhadap perempuan.

4. Nudity

Pornografi dalam bentuk fiksi

5. Child Pornography

Pornografi yang menampilkan anak-anak remaja sebagai


modalnya (Soebagijo, 2008)
2.4.3. Dampak Paparan Pornografi

a. Menurut Dr. Allert Noya, 2016, Dampak pada remaja yang

terpapar pornografi dari media sosial secara terus menerus, semakin

besar hasrat seksualnya dan peningkatan kebutuhan akan tipe

pornografi yang lebih keras dan menyimpang. Pornografi ini

menghasilkan rangsangan kemungkinan akan menghasilkan beberapa

bentuk perilaku seksual seperti kissing, petting, masturbasi maupun

sexual intercourse.

b. Dampak kecanduan pornografi dapat merusak otak, dimana otak

seseorang pecandu pornografi, khusus bagian otak yang dinamakan

Pre Frontal Cortex, mengalami kerusakan akibat banjir dopamin yang

kelur terus menerus setiap kali ia melihat pornografi. Dan akhirnya

menjadi pelanggan pornografi seumur hidup serta melakukan

hubungan seksual sedarah (dengan saudaranya atau orang tuanya).

c. Bahaya pornografi dapat menimbulkan kejahatan seksual dan

mengancam kesehatan reproduksi seperti pemerkosaan, pencabulan,

sodomi.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan

dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau

menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting

untuk masalah. Kerangka konsep penelitian dapat berbentuk bagan,

model, matematika atau persamaan fungsional yang dilengkapi dengan

uraian kualitatif.

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka peneliti

mengembangkan kerangka konsep peneliti yang berjudul

“Gambaran Pengetahuan remaja tentang dampak buruk sering

menonton Pornografi Di doyo baru tahun 2024”. Dapat digambarkan

sebagai berikut:

VARIABEL INDEPENDEN

(Variabel Bebas)

1.Pengetahuan Remaja

2.Dampak Buruk Sering


Menonton Pornografi
3.2 Desain Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

deskriptif analitik observasional dengan pendekatan cros sectional,

artinya pengukuran variabel hanya dilakukan dengan pengamatan sesaat

atau dalam periode tertentu dan setiap studi hanya di lakukan satu kali

pengamatan (machfoedz et al.,2005)

3.3 Tempat Dan Waktu Penelitian

3.3.1. tempat penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu di p o l r e s J a y a p u r a Tahun 2024

JL.yowanibi,Doyo Baru, Distrik Waibu, kabupaten

Jayapura,Papua 99352

3.3.2.waktu penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan april-mei tahun

2024

3.3.3.populasi

Menurut Nursalam, 2016: “Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas

dan karakteristik tertentu yang di tetap kan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya “ Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh remaja di doyo baru Tahun 2024 yang berjumlah 100

orang untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan dampak buruk sering

menonton pornografi, dan Dampak Paparan Pornografi Pada Remaja di

doyo baru Tahun 2024


3.3.4. sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut 100 orang remaja menjadi responden di doyo

baru Tahun 2024. Teknik pengambilan sampel adalah Total Sampling

yaitu seluruh populasi memiliki kesempatan menjadi sampel. Kriteria:

Kriteria Inklusi:

1. Seluruh remaja di doyo baru

Kriteria Ekslusi:

1. Responden bersedia menjadi sampel

2. Responden berada di lokasi tersebut

3.3.5. teknik sampel

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1.varibel independen

Variabel independen adalah variabel yang sering di sebut sebagai

variabel stimulus,predictor,antecendent. Dalam bahasa Indonesia

disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat)


3.4 Devinisi Operasional

Defenisi operasional/variable dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai

berikut:

variabel definisi indikator Alat ukur skala skor

Pengetahuan Segala sesuatu yang Bagaimana kuesioner ordinal -kurang


remaja diketahui oleh remaja dapat -sedang
remaja tentang memahami -baik
dampak buruk dampak dari
pornografi pornografi
Dampak buruk Pengaruh paparan Tindakan remaja kuesioner ordinal -Kecanduan
sering nonton pornografi pada Setelah -Eskalasi
pornografi perilaku remaja mengkonsumsi/m -Act out
setelah menonton enonton
pornografi pornografi

3.4.1 Kerangka Operasional

Prosedur

Izin penelitian

Remaja di doyo baru

Informasi dan informant


consent

Kuesioner gambaran pengetahuan


remaja tentang dampak dampak
buruk sering nonton pornografi

Analisis univariat
3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen peneliti adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan

oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan tersebut

menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Nursalam, 2016).

Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian

ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan-pernyataan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

yang berkaitan dengan variable penelitian yakni gambaran pengetahuan

remaja tentang dampak buruk sering menonton Pornografi, dan

Dampak Paparan Pornografi Pada Remaja.

3.6 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data-data yang

menyebar pada masing-masing sumber data/subyek penelitian perlu

dikumpulkan untuk selanjutnya ditarik kesimpulan. Dalam proses

pengumpulan data ini berikut beberapa langkah yang akan dilakukan

sesuai dengan teknis dilapangan :

3.6.1.Surat Izin Penelitian

Surat izin penelitian ini sangat diperlukan dimana untuk memulai

suatu penelitian perlu menggunakan surat yang sah untuk dokumen

yang dibutuhkan oleh tempat atau lokasi penelitian yang akan dilakukan

penelitian.
3.6.2 .melakukan penelitian

Pada penelitian ini responden yang akan diteliti adalah Remaja yang

memiliki media sosial dan memanfaatkan internet.

3.6.3. wawancara

Wawancara adalah tanya jawab mengenai objek penelitian dengan

cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan masalah

yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan terhadap responden yang

berkaitan dengan pengetahuan remaja tentang dampak buruk sering

menonton pornografi, dan dampak paparan pornografi pada remaja.

3.6.4. kuesioner

Pada langkah ini, kuesioner adalah merupakan pertanyaan untuk

mengetahui pengetahuan remaja tentang dampak buruk sering nonton

pornografi, dan dampak paparan pornografi pada remaja yang akan

diteliti. Dimana setelah kita membagikan kuesioner dan kemudian

mendapatkan data mengenai pengetahuan remaja tentang dampak buruk

sering menonton pornografi, dan dampak paparan pornografi pada

remaja di doyo baru.

3.6.5. Evaluasi kuesioner

Untuk selanjutnya dalam langkah ini kuesioner yang telah kita

bagi kepada remaja dalam pengetahuan remaja tentang dampak


buruk sering menonton pornografi, dan dampak paparan pornografi.

maka kita akan memeriksa kembali hasil kuesioner apakah sudah

benar-benar diisi oleh remaja di doyo baru yang bersangkutan atau

tidak. Untuk yang selanjutnya dilakukan pengolahan data.

3.7 Pengolahan Data

3.7.1. data primer

Data primer adalah data yang didapatkan langsung oleh peneliti

terhadap sasaran. Pengumpulan data primer dengan cara mengisi

kuesioner yang sudah disediakan oleh peneliti terkait dengan

pertanyaan-pertanyaan yang dicantumkan didalam kuesioner

3.7.2.data sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

yang diterimah langsung dari petugas

3.8 Analisa Data

Analisis data dalam penelitian yang dilakukan adalah

menggunakan analisis univariat.

1. Analisis Univariat

Untuk mengetahui gambaran data dari masing-masing variabel

yang diteliti dan disajikan secara deskriptif dengan menggunakan

tabel distribusi frekuensi dan persentase masing-masing kelompok

Pengetahuan remaja tentang dampak buruk sering nonton

Pornografi, Dan Dampak Paparan Pornografi


3.10 Etika Penelitian

Masalah etika yang harus di perhatikan antara lain sebagai berikut:

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara penelitian dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan sebelum

ukan. Tujuan informed consent adalah agar subyek mengerti

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya (A.Aziz,

2014).

2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek

penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan (A.Aziz, 2014).

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti (A.Aziz, 2014).

Penelitian ini telah mendapatkan layak etik Description Of Ethical

Exemption “Ethical Exemption” No.0146/KEPK/PE-DT/V/2019

Anda mungkin juga menyukai