Anda di halaman 1dari 8

MASALAH DAN KEBUTUHAN KESEHATAN REPRODUKSI WANITA

“KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA WANITA DI WILAYAH SUMATERA


BARAT”

A. KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


Menurut WHO remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam
rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Di dunia
diperkirakan remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO.
2014). Jumlah kelompok usia 10-14 tahun di Indonesia menurut Kemendagri tahun 2021
sekitar 24,13 Juta jiwa dan penduduk yang berusia 15-19 tahun sebesar 21,56 Juta
penduduk.

Untuk wilayah Sumatera Barat jumlah penduduk yang berusia 10-19 tahun pada tahun
2020 dapat dilihat pada tabel 1 berjumlah 982.842 jiwa.
Tabel 1 Jumlah Penduduk Usia10-19 tahun Provinsi Sumatera Barat tahun 2024

KELOMPOK JUMLAH PENDUDUK (JIWA)


NO
UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 10-14 254 481 237 175 491 656
2 15-19 254 358 236 828 491 186
JUMLAH 508 839 474 003 982 842
Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2020
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektuaal. Sifat khas remaja mempunyai
rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung
berani menanggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang
matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka
akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka
pendek dan jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat
dan perilaku berisiko pada remaja tersebut memerlukan ketersediaan pelayanan kesehatan
peduli remaja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan
untuk kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan social secara
utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan
system, fungsi dan proses reproduksi. Ruang lingkup pelayanan kesehatan reproduksi
menurut International Conference Population and Development (ICPD) tahun 1994 di
Kairo terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan
penanganan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS, kesehata reproduksi remaja,
pencegahan dan penangan komplikasi aborsi pencegahan dan penanganan infertilitas,
kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran reproduksi serta kesehatan
reproduksi lainnya seperti kekerasan seksual, sunat perempuan dan sebagainya.
Pelayanan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk :
 Mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku
lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Perilaku seksual
berisiko antara lain seks pranikah yang dapat berakibat pada kehamilan tidak
diinginkan, perilaku seksual berganti-ganti pasangan, aborsi tidak aman, dan
perilaku berisiko tertular infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV. Perilaku
beresiko lain yang dapat berpengaruh teradap kesehatan reproduksi antara lain
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) dan perilaku gizi
buruk yang dapat menyebabkan masalah gizi khusunya anemia.
 Mempersiapkan remaja dan menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan
bertanggung jawab yang meliputi persiapan fisik, psikis, dan social untuk
menikah dan menjadi orang tua pada usia yang matang.

B. MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA WANITA DI WILAYAH


SUMATERA BARAT
 Seks Pra Nikah pada Remaja
Seks akif pra nikah pada remaja berisiko terhadap remaja dan penularan penyakit
menular seksual . kehamilan yang tidak direncanakan pada remaja perempuan dapat
berlanjut pada aborsi dan pernikahan remaja. Keduanya akan berdampak pada masa
depan remaja tersebut, janin yang dikandung dan keluarganya.
Tabel 2 proporsi perempuan yang berstatus hidup bersama sebelum umur 18 tahun

Sumber : SDKI, 2017

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2017 terdapat peningkatan jumlah
remaja yang hidup bersama sebelum 18 tahun jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya di Indonesia. Peningkatan angka hidup bersama ini sejalan dengan
peningkatan angka perilaku seksual pada umur remaja baik itu seks bebas maupun
kehamilan remaja.
Dampak negatif yang disebabkan oleh seks bebas yang umum terjadi yaitu
terjangkit penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS atau kehamilan diluar nikah.
Berdasarkan hasil laporan perkembangan HIV dan AIDS triwulan 3 tahun 2014
Kementrian Kesehatan, masalah besar yang dihadapi adalah kasus AIDS, tahun 1987
s/d September 2014 kasus AIDS yang ditangani adalah 55.799 kasus, 2,9%
diantaranya kelompok usia 20-29 tahun dan 3,1% diantaranya kelompok usia 15-19
tahun.
Kondisi perilaku seksual pranikah remaja dapat dilihat dari laporan Survei
Kesehatan Re-produksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 dan 2012 yang
didapatkan peningkatan pada gaya berpacaran remaja di Indonesia. Peningkatan
remaja yang berpegangan tangan pada perempuan 68,3% menjadi 72% dan pada laki-
laki 69% menjadi 80%. Peningkatan juga terjadi pada remaja yang berciuman,
perempuan yaitu 29,3% menjadi 30% dan laki-laki 41,2% menjadi 48%. Peningkatan
pada perilaku seksual meraba/merangsang, laki-laki yaitu 26,5% menjadi 30% tetapi
terjadi penurunan pada perempuan yaitu 9,1% menjadi 6%. Penurunan pada persepsi
bahwa keperawanan itu penting bagi seorang perempuan dibandingkan laki-laki 99%
dan 98% menjadi 77% dan 66%. Data KRR SDKI 2017, remaja pria yang pernah
melakukan hubungan seksual lebih tinggi (8%) dibandingkan remaja wanita (2%).
Data kasus perilaku seksual pranikah pada remaja di Sumatera Barat tahun 2016
didapatkan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terdapat 107 kasus
perilaku seksual, sebanyak 17 kasus adalah perilaku seksual pranikah pada remaja dan
80% diantaranya terjadi di Kota Padang.

 Pernikahan Usia Muda


Indonesia menduduki peringkat ke-2 di ASSEAN dan peringkat ke-8 di dunia
untuk kasus perkawinan anak. Diketahui, sekitar 22 dari 34 provinsi di tanah air
memiliki angka perkawinan anak yang lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Menurut Koalisi Perempuan Indonesia (2019) dalam studinya Girls Not Brides
menemukan data, bahwa 1 dari 8 remaja putri Indonesia sudah melakukan perkawinan
sebelum usia 18 tahun. Temuan ini diperkuat dengan data dari Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) BPS tahun 2017 yang menunjukkan presentase
perempuan berusia 20-24 tahun yang sudah pernah kawin di bawah usia 18 tahun
sebanyak 25,71 persen.
Untuk wilayah Sumatera Barat, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama
(Kemenag) Sumbar mencatat, tahun 2021 pernikahan dini melibatkan 225 laki-laki
dan 929 perempuan. Sedangkan tahun sebelumnya, hanya 153 untuk laki-laki dan 786
perempuan.
Pernikahan usia muda berisiko karena belum cukupnya kesiapan dari aspek
kesehatan, mental emosional, pendidikan, social ekonomi dan reproduksi.
Pendewasaan usia perkawinan juga berkaitan dengan pengendalian kelahiran karena
lamanya masa subur perempuan terkait dengan banyaknya anak yang akan dilahirkan.

Kehamilan pada remaja


Kehamilan remaja berdampak negative pada kesehatan remaja dan bayinya, juga dapat
berdampak social dan ekonomi. Kehamilan pada usia muda atau remaja antara lain
berisiko kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), perdarahan
persalinan, yang dapat meningkatkan kematian ibu dan bayi. Kehamilan pada remaja juga
terkait dengan kehamilan tidak dikehendaki dan aborsi tidak aman.
Penggunaan obat-obatan terlarang
Pada remaja yang melakukan pergaulan bebas menggunakan narkoba dan seks bebas
menjadi suatu hal yang biasa. Data dari Badan Narkotika Nasional tahun 2013, 22% dari
4 juta penduduk Indonesia yang menyalahgunakan narkoba adalah remaja, atau sekitar
880 ribu penyalahguna napza adalah pelajar dan remaja. Pada tahun 2017, sekitar 27,32
persen pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan remaja dan angka tersebut
kemungkinan akan terus meningkat. Narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan-bahan
zat adiktif lainnya) dapat membahayakan kehidupan manusia, jika dikonsumsi dengan
cara yang tidak tepat, bahkan dapat menyebabkan kematian.
penyalahguna narkotika di Sumatera Barat mencapai 63.352 orang pada tahun 2015.
Jumlah pelajar dan mahasiswa yang direhabilitasi karena terlibat kasus penyalahgunaan
narkoba mencapai 878 orang.10 Berdasarkan berita tersebut dapat dilihat bahwa 33%
penyalahguna narkoba adalah kategori remaja. Kasus narkoba kota Padang menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun, hal tersebut juga terjadi pada kelompok usia remaja.

Anemia pada remaja


C. KEBUTUHAN PELAYANAN KESEHATAN REMAJA WANITA DI WILAYAH
SUMATERA BARAT
Remaja adalah harapan bagi sebuah bangsa agar dapat lebih baik dimasa yang akan
datang. Oleh sebab itu permasalahan remaja seperti yang telah dijelaskan diatas haruslah
ditangani dengan serius. Adanya permasalahan pada remaja memperlihatkan pentingnya
adanya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan reproduksi. Pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh masyarakat khususnya remaja. Usia remaja
merupakan usia yang paling rawan mengalami masalah kesehatan reproduksi seperti
kehamilan dan melahirkan usia dini, aborsi yang tidak aman, infeksi menular seksual
(IMS) termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV), pelecehan seksual dan
perkosaan. Dalam Peraturan Daerah Kota Padang No 04 tahun 2008 tentang urusan
pemerintahan Kota Padang, pada point O yaitu bidang keluarga berencana dan keluarga
sejahtera terdapat 8 sub bidang dimana pada sub bidang kedua mengenai kesehatan
reproduksi remaja (KRR), disebutkan bahwa kesehatan reproduksi remaja (KRR) untuk
pencegahan HIV/AIDS, Infeksi menular seksual (IMS) dan bahaya narkotika, alkohol,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
Dari penjabaran-penjabaran yang telah dijelaskan diatas, permasalahan remaja yang
terjadi pada saat ini sudah tidak dapat ditangani hanya oleh orangtua saja, oleh sebab itu
pemerintah harus ikut serta menangangani permasalahan tersebut. Salah satu upaya
pemerintah dalam menangani permasalahan remaja tersebut yaitu membuat sebuah
program yaitu program Kesehatan Reproduksi Remaja. Tahun 2004 sosialisasi kesehatan
reproduksi remaja yang telah ada sejak tahun 2000 dijadikan sebagai program nasional
pemerintah Indonesia bertujuan untuk memberikan informasi seputar kesehatan
reproduksi, pelayanan konseling dan pendidikan keterampilan hidup kepada remaja agar
remaja memiliki status kesehatan reproduksi yang baik.
Pemerintah melalui BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional)
telah merespon permasalahan remaja salah satunya dengan melaksanakan dan
mengembangkan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). 16 Undang-Undang 52
tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, pasal 48
ayat (1) bahwa kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 dilaksanakan dengan cara
meningkatkan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling
dan pelayanan tentang kehidupan keluarga. Hal ini diperkuat dengan Peraturan
Pemerintah RI No. 87 Tahun 2014 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga, keluarga berencana dan sistim informasi keluarga pasal 22 (b)
yang mengatakan bahwa pengembangan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dilakukan
dengan cara membentuk dan mengembangkan pusat informasi dan konseling kesehatan
reproduksi remaja.
Untuk melaksanakan program BKKBN, Kota Padang tidak memiliki BKKBN untuk
Kota Padang karena BKKBN Kota Padang sudah bergabung dengan dua instansi lainnya,
program BKKBN dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan
Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB). Program
kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan oleh DP3AP2KB Kota Padang oleh bidang
Keluarga Berencana¸ Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga, khususnya pada seksi
Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga. Pada DP3AP2KB Kota Padang tujuan program
tidak hanya untuk satu program saja. Ada sebelas program yang salah satunya program
kesehatan reproduksi remaja yang bertujuan untuk meningkatkan perencanaan keluarga,
data dan informasi kependudukan serta akses masyarakat terhadap pelayanan KB.
Sasaran dari program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah
remaja,mahasiswa/mahasiwi yang belum menikah, dan keluarga yang memiliki remaja.
Berdasarkan sasaran dari program yaitu remaja, pendekatan dilakukan dengan berbagai
pihak yaitu melibatkan sekolah dan kampus sebagai tempat yang memiliki banyak remaja
sebagai sasaran utama dari program kesehatan reproduksi remaja, melibatkan anak
sebaya sebagai duta GenRe yang diharapkan mampu mendekatkan program ini pada
remaja itu sendiri. Program Kesehatan Reproduksi Remaja ini meliputi dua kegiatan,
yaitu bimbingan teknis kesehatan reproduksi remaja (KRR) dan ajang kreatifitas genre.

Anda mungkin juga menyukai