Anda di halaman 1dari 20

PEMBERDAYAAN REMAJA MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN

REPRODUKSI: STRATEGI PENCEGAHAN PERILAKU SEKSUAL RISIKO DAN


INFEKSI MENULAR SEKSUAL

Abstrak
Latar Belakang: Rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi
mempengaruhi sikap terhadap seks pranikah. Intervensi pendidikan kesehatan reproduksi
merupakan salah satu strategi untuk mengurangi penyakit menular seksual.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang penyakit menular seksual.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian Quasy Experiment menggunakan
kelompok pembanding. Penelitian dilakukan di SMA N 6 Padang pada bulan Juni 2023.
Pemilihan sampel menggunakan stratified random sampling dengan total peserta 44 pada
kelompok intervensi dan 44 pada kelompok pembanding. Kelompok intervensi menerima
pendidikan kesehatan, sedangkan kelompok pembanding mendapatkan informasi dari leaflet
yang dibagikan. Pengetahuan dan sikap dinilai dengan menggunakan kuesioner yang diadopsi
dari penelitian sebelumnya. Data dianalisis menggunakan uji Mann Whitney test dan
Wilxocon Sign.
Hasil: Pada kelompok intervensi, pendidikan kesehatan secara signifikan meningkatkan
pengetahuan siswa (skor median 19 vs 9), dan sikap (skor median 13 vs 7) dengan p < 0.05.
Pada kelompok kontrol, pemberian leaflet mampu meningkatkan pengetahuan siswa (skor
median 17 vs 10) dan sikap yang berada pada skor konstan (skor median 7 vs 7). Rerata
perubahan skor sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi secara signifikan
lebih tinggi daripada kelompok control, yaitu pengetahuan (18,55 vs 16,95) dan sikap (12,89
vs 7,20). Namun jika dilihat berdasarkan strata jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap sikap remaja laki-laki pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
(p>0,05).
Kesimpulan: Intervensi pendidikan kesehatan reproduksi tentang penyakit menular seksual
secara signifikan mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap pada kelompok intervensi.
Metode pemberian intervensi dengan ceramah secara signifikan juga mampu mempengaruhi
perubahan pengetahuan dan sikap yang lebih tinggi pada kelompok intervensi. Untuk
kesinambungan, sekolah harus berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan serta membentuk
kader disekolah melalui program UKS dalam rangka mempertahankan pengetahuan dan sikap
remaja.
Kata kunci: Remaja, Penyakit Menular Seksual, Pengetahuan, Sikap, Pendidikan Kesehatan.

Latar Belakang

Berdasarkan data WHO (2020) diketahui sekitar 1,02 miliar penduduk atau 1 dari 6
populasi di dunia merupakan remaja dengan rentang usia 10-19 tahun, dimana 70%
diantaranya berasal dari negara berkembang (Liu et al., 2022). Masa remaja merupakan
fase peralihan dengan terjadinya masa pubertas yang mempengaruhi peningkatan
kesadaran seksual dan dorongan seksual akibat perubahan fisik dan hormonal yang terjadi
pada remaja (Liu et al., 2022). Hormon yang berpengaruh terhadap perubahan pada remaja
adalah hormon testosterone pada laki-laki dan progesterone pada perempuan (I. P. Ayu &
Marwiyah, 2019).

Perubahan secara fisik dan hormonal yang pesat akan menjadi pemicu masalah
kesehatan yang serius karena menimbulkan keinginan seksual yang tinggi pada remaja,
sehingga rentan terhadap timbulnya penyakit dan masalah kesehatan reproduksi (Ekasari
et al., 2020). Berbagai permasalahan kesehatan reproduksi yang timbul seperti kehamilan
yang tidak diinginkan, perilaku seksual pranikah, penyakit menular seksual, HIV/AIDS,
serta penyalahgunaan narkoba (Emilda, 2021). Salah satu masalah kesehatan reproduksi
yang sedang marak terjadi adalah penyakit menular seksual.

Menurut Centers for Disease Control (CDC) tahun 2022, penyakit menular seksual
yang sedang marak terjadi di berbagai negara didunia adalah sifilis (termasuk sifilis
kongenital), klamidia, gonore, chancroid, dan HIV (Human immunodeficiency virus)
(Niforatos, J.D., & Rothman, 2022). Berdasarkan data CDC diketahui hampir setengah
dari 26 juta infeksi menular seksual yang terjadi di Amerika pada tahun 2018 berasal dari
remaja dengan rentang usia 15-24 tahun (CDC, 2019). Sementara itu, diketahui sebanyak
75%-85% dari infeksi menular seksual (IMS) di dunia terjadi di negara berkembang,
seperti di Negara Ghana dengan 3,4% remaja laki-laki dan 5,2% remaja putri mengalami
infeksi menular seksual (Koray et al., 2022).

Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun


2022, jumlah kasus infeksi menular seksual berdasarkan pendekatan sindrom ditemukan
sebanyak 8.462 kasus yang terdiri dari duh tubuh vagina (5.618 kasus), duh tubuh uretra
2.222 kasus, tumbuhan genital/vegetasi 423 kasus, penyakit radang panggul 151 kasus,
duh tubuh anus 28 kasus, pembengkakan skrotum 17 kasus, bubo inguinal 3 kasus
(Kementerian Kesehatan RI, 2022). Sedangkan untuk jumlah kasus HIV tertinggi
berdasarkan data dan pelaporan dari tahun 2010-2022 terjadi di daerah DKI Jakarta
(76.103), Jawa Timur (71.909), Jawa Barat (57.970), Jawa Tengah (44.649), dan Papua
(41.268).

Berdasarkan data untuk pulau Sumatera, Sumatera Barat berada pada peringkat
ketiga tertinggi setelah Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dengan jumlah kasus HIV
terbanyak dengan 4.480 kasus (Kementrian Kesehatan RI, 2022). Kota Padang sebagai
salah satu kota di provinsi Sumatera Barat yang juga mengalami peningkatan signifikan
terhadap kasus infeksi menular seksual dan HIV/AIDS dari tahun 2016 hingga 2021.
Diketahui kasus infeksi menular seksual pada tahun 2021 ditemukan sebanyak 498 kasus
dan HIV/AIDS sebanyak 2292 kasus (BPS Kota Paadang, 2023). Sementara itu,
Kecamatan di Kota Padang yang memiliki kasus infeksi menular seksual tertinggi adalah
Kecamatan Padang selatan dengan ditemukan sebanyak 292 kasus. Sedangkan untuk kasus
HIV/AIDS, Kecamatan Padang Selatan berada pada posisi kedua setelah Kecamatan
Kuranji dengan ditemuka sebanyak sebanyak 414 kasus pada tahun 2021 (BPS Kota
Padang, 2023).

Tingginya prevalensi kejadian infeksi menular seksual dan HIV/AIDS pada remaja
disebabkan oleh perilaku seksual beresiko yang dilakukan remaja di luar ikatan pernikahan
(Kurniawan et al., 2022). Berbagai bentuk perilaku seksual pranikah yang biasanya
dilakukan oleh remaja, seperti berpelukan, ciuman, bersenggama atau intercourse
(Retnowati et al., 2020). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slaymaker (2020) pada
populasi dari 74 negara di dunia, rata-rata remaja yang berusia 15-24 tahun sudah pernah
melakukan hubungan seksual pranikah (Allen & Laborde, 2022).

Sementara itu, dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat tahun 2019, didapatkan
sebanyak 38% siswa SMA pernah melakukan hubungan seksual pranikah (Centers for
Disease Control and Prevention, 2019). Di Indonesia sendiri, diketahui 63% remaja di
Indonesia pernah melakukan kontak seksual dengan lawan jenis, bahkan 21% remaja
pernah melakukan aborsi (S. M. Ayu et al., 2019). Sedangkan untuk provinsi Sumatera
Barat, diketahui sebanyak 21% remaja di Bukittinggi, 13% di Payakumbuh dan 10,5% di
kota Padang pernah melakukan hubungan seksual pranikah (Zulhaqqi & Yeltas Putra,
2019).

Perilaku seksual pranikah yang marak terjadi dikalangan remaja dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor pengetahuan, persepsi remaja tentang seks pranikah, peran
orang tua, teman sebaya, media sosial serta kurangnya informasi tentang pelayanan
kesehatan dan pendidikan seks pada remaja (Tungka et al., 2020). Berdasarkan penelitian
terdahulu, diketahui bahwa faktor yang dominan dalam mempengaruhi perilaku seksual
pranikah pada remaja adalah faktor pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi
(Murdiningsih et al., 2020). Hal ini didukung oleh penelitian Maryanti & Pebrianti (2021)
yang menyatakan bahwa faktor pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi
memiliki pengaruh lebih tinggi terhadap perilaku seksual yaitu sebesar 72,3% dari 47
responden dibandingkan faktor lainnya (Maryanti & Pebrianti, 2021).

Rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi akan mempengaruhi


sikap remaja terhadap perilaku seks pranikah (Batam, 2019). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang
kesehatan reproduksi cenderung memiliki sikap negatif yang mengarah terhadap perilaku
seks pranikah sebesar 81% (Anjeli Ratih Syamlingga Putri, Izzawati Arlis, 2021). Selain
itu, berdasarkan penelitian Ariska & Nuriyah (2020) juga disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan kesehatan reproduksi terhadap sikap terkait
perilaku seksual pada remaja (Ariska & Yuliana, 2021).

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang
kesehatan reproduksi untuk menekan angka perilaku seksual pranikah dan penyakit
menular seksual dengan memberikan edukasi melalui pendidikan kesehatan tentang
infeksi menular seksual dan HIV/AIDS pada remaja (Kemenkes RI, 2022). Pendidikan
kesehatan merupakan suatu upaya persuasif yang dilakukan agar seseorang mampu
menerima informasi, sikap maupun tindakan yang berhubungan dengan peningkatan
kesehatan (Alhuda et al., 2022). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alhuda et al
(2022), diketahui bahwa pemberian pendidikan kesehatan tentang PMS dan HIV/AIDS
pada remaja memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap
remaja tentang PMS dan HIV/AIDS.

Berdasarkan latar belakang peningkatan infeksi menular seksual dan HIV/AIDS di


kota Padang terutama Kecamatan Padang Selatan, peneliti tertarik untuk melakukan
wawancara di SMA N 6 Padang yang merupakan salah satu SMA yang berada di
Kecamatan Padang Selatan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama Wakil
Kesiswaan SMA N 6 Padang pada 12 Mei 2023, diketahui bahwa dalam setahun terakhir
terjadi peningkatan perilaku seksual pada siswa di sekolah tersebut dengan ditemukan
sebanyak tiga pasang siswa yang melakukan hubungan seksual pranikah di lingkungan
sekolah. Sekolah sudah mengupayakan penanggulangan kejadian tersebut dengan
memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi kepada perwakilan siswa kelas XI dan
XII saja, sedangkan kelas X tidak diikut sertakan dalam kegiatan edukasi tersebut.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 15 orang siswa kelas
X di SMA N 6 Padang, didapatkan bahwa 10 dari 15 orang siswa tidak mengetahui apa itu
kesehatan reproduksi dan penyakit menular seksual, 12 orang tidak mengetahui penyakit
menular seksual dan penyebabnya, serta 11 orang tidak tidak mampu menyebutkan dengan
benar bagaimana upaya pencegahan terhadap penyakit menular seksual. Maka dari itu,
peneliti tertarik untuk melakukan intervensi pendidikan kesehatan reproduksi tentang
penyakit menular seksual sebagai pencegahan perilaku seksual beresiko pada remaja di
SMA N 6 Padang.

Metode

 Desain studi
Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian Quasy Experiment menggunakan
kelompok pembanding pada bulan Juni 2023.
 Pengaturan Studi dan Peserta

Studi ini dilakukan di SMA N 6 Padang dengan kriteria inklusi adalah siswa kelas X yang
berusia 15-16 tahun dan bersedia menjadi responden. Peserta dipilih dengan
menggunakan teknik stratified random sampling dengan mengelompokkan peserta
berdasarkan jenis kelamin. Estimasi sampel dihitung menggunakan aplikasi G*power
3.1.9.4 dengan effect size d= 0,8; power (1-β) = 0,8; α err prob = 0,05; sehingga
didapatkan hasil perhitungan sampel pada kelompok intervensi sebanyak 44 orang dan
kelompok pembanding sebanyak 44 orang.

 Instrument
Peneliti mengumpulkan data tentang karakteristik peserta yang terdiri dari jenis kelamin,
umur, agama, suku bangsa, sumber informasi, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua
serta status perkawinan orang tua.
Variabel pengetahuan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang
diadopsi dari penelitian Saenong & Sari (2021). Kuesioner ini terdiri dari 20 item
pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman. Jika “benar” nilainya 1 dan jika “salah”
nilainya 0. Kuesioner ini telah diuji validitas dan reabilitas dengan hasil Cronbach’s
alpha 0,901 (Saenong & Sari, 2021).
Variabel sikap diukur dengan menggunakan kuesioner dari penelitian Saenong & Sari
(2021). Kuesioner ini terdiri dari 15 item pertanyaan dengan menggunakan skala
Guttman. Jika “setuju” nilainya 1 dan jika tidak setuju” nilainya 0. . Kuesioner ini telah
diuji validitas dan reabilitas dengan hasil Cronbach’s alpha 0,880 (Saenong & Sari,
2021).

 Pengumpulan data
Proses penelitian dijelaskan sebagai berikut:
1. Fase pra-intervensi
Pada tahap ini, peneliti mengidentifikasi fasilitator yang terlibat dalam penelitian.
Fasilitator bertugas untuk mendukung demonstrasi selama pemberian pendidikan
kesehatan yang dipilih dari teman peneliti dari Fakultas Keperawatan Universitas
Andalas. Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan dengan menggunakan media
Power Point (PPT). Materi yang dibahas dalam materi pendidikan kesehatan
meliputi: Pengertian dari Penyakit Menular Seksual (PMS), tanda dan gejala yang
ditimbulkan, jenis Penyakit Menular Seksual (PMS) serta komplikasinya, dampak
yang ditimbulkan dari Penyakit Menular Seksual (PMS), serta upaya pencegahan
yang bisa dilakukan remaja untuk mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS).
2. Fase intervensi
Pemberian pendidikan kesehatan reproduksi tentang Penyakit Menular Seksual
(PMS) dilakukan satu hari dengan menggunakan metode ceramah dan disukusi.
Seminggu sebelum intervensi dilakukan, peserta diberikan kuesioner pre-test dan
kuesioner post-test dibagikan satu minggu setelah diberikan intervensi pendidikan
kesehatan.
 Analisa data
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan distribusi, frekuensi, dan persentase
variabel. Perbandingan tingkat pengetahuan peserta sebelum dan sesudah intervensi pada
masing-masing kelompok dinilai menggunakan ui nonparametric Mann-Whitney Test.
Untuk analisis perbandingan hasil sebelum dan sesudah intervensi antara dua kelompok
digunakan Wilxocon Sign. Nilai-P kurang dari 0,05 menunjukkan signifikansi statistic.
Semua analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS statistik 23.
 Pertimbangan etis
Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik penelitian kesehatan Universitas Andalas
dengan No.057.laiketik/KEPKFKEPUNAND. Informed consent diperoleh dari semua
responden. Penelitian ini membahas tujuan, manfaat, waktu penelitian, kemudian
menjelaskan hak responden dan waktu yang disepakati untuk melakukan penelitian
dengan responden.

Hasil

Tabel 1 Kareterisktik responden pada kelompok intervensi dan kontrol

Intervensi (n = 44) Kontrol (n = 44)


Variabel
f % f %
1. Jenis kelamin
a. Perempuan 22 50 22 50
b. Laki-laki 22 50 22 50
2. Umur
a. 15 tahun 13 29,5 9 20,5
b. 16 tahun 31 70,5 35 79,5
3. Agama
a. Islam 39 88,6 38 86,4
b. Katolik 3 6,8 - -
c. Protestan 2 4,5 5 11,4
d. Budha - - 1 2,3
4. Suku bangsa
a. Minang 35 79,5 35 79,5
b. Batak 5 11,4 2 4,5
c. Nias 2 4,5 4 9,1
d. Jawa 1 2,3 2 4,5
e. Sunda 1 2,3 1 2,3
5. Mendapatkan
informasi
a. Sudah 43 97,7 41 93,2
b. Belum 1 2,3 3 6,8
6. Sumber informasi
a. Orang tua 7 15,9 9 20,5
b. Guru 8 18,2 10 22,7
c. Petugas kesehatan 6 13,6 3 6,8
d. Media sosial 15 34,1 14 31,8
e. Media elektronik 4 9,1 4 9,1
f. Majalah/koran/buku 3 6,8 1 2,3
g. Belum mendapat 1 2,3 3 6,8
informasi
Pendidikan orang tua Pendidikan Pendidikan
Ayah Ayah Ayah
SD 1 2,3 3 6,8
SMP 2 4,5 2 4,5
SMA/SMK 28 63,6 23 52,3
D3/S1/S2/S3 13 29,5 16 36,4

Ibu Ibu Ibu


SD - - 2 4,5
SMP - - 4 9,1
SMA/SMK 44 100 25 56,8
D3/S1/S2/S3 13 29,5
Pekerjaan orang tua
Ayah
PNS 3 6,8 8 18,2
Buruh 15 34,1 12 27,3
Wiraswasta 9 20,5 11 25,0
Swasta 13 29,5 6 13,6
TNI/POLRI 2 4,5 3 6,8
Lainnya 2 4,5 4 9,1

Ibu
IRT 38 86,4 32 72,7
Wiraswasta 1 2,3 5 11,4
PNS 4 9,1 6 13,6
Swasta 1 2,3 1 2,3
Status perkawinan
orang tua
Menikah 42 95,5 44 100
Cerai 2 4,5 - -

Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden dengan jumlah jenis kelamin laki-laki


dan perempuan sama pada kedua kelompok (50% laki-laki dan 50% perempuan). Umumnya
responden pada kedua kelompok berada pasa usia 16 tahun dan beragama Islam dengan latar
belakang suku minang. Rata-rata responden dari kedua kelompok sudah pernah mendapatkan
informasi mengenai Penyakit Menula Seksual (97,7% pada kelompok intervensi dan 93,2%
pada kelompok kontrol), dengan sumber informasi terbanyak berasal dari media sosial
(34,1% pada kelompok intervensi dan 31,8% pada kelompok kontrol). Ayah responden dari
dua kelompok kebanyakan bekerja sebagai buruh dan ibu responden pada kedua kelompok
kebanyakan meruapakan IRT. Umumnya orang tua responden baik ayah maupun ibu
memiliki latar belakang pendidikan SMA/SMK dengan status perkawinan menikah (95,5%
pada kelompok intervensi dan 100% pada kelompok kontrol).
Tabel 2 Hasil analisa univariat pada kelompok intervensi dan kontrol

Intervensi (n = 44) Kontrol (n = 44)


Variabel nilai-p
f % f %
Pengetahuan (pre-test)
Baik 4 9,1 0,651
Cukup 42 95,5 40 90,9
Kurang 2 4,5
Sikap (pre-test)
Baik 1 2,3 1 2,3
Cukup 41 93,2 35 79,5 0,920
Kurang 2 4,5 8 18,2
Pengetahuan (post-test)
Baik 44 100 43 97,7
Cukup 1 2,3 1,000
Kurang Kurang Kurang
Sikap (post-test)
Baik 43 97,7 35 79,5
Cukup 1 2,3 6 13,6 0,679
Kurang Kurang 3 6,8
Catatan: *p<0,05 ; uji Wilxocon

Tabel 2 menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pengetahuan dan
sikap remaja sebelum intervensi (pre-test) baik pada kelompok intervensi maupun kelompok
kontrol (p < 0,05). Hasil post-test juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan pada pengetahuan dan sikap remaja baik pada kelompok intervensi maupun
kelompok kontrol (p < 0,05).

Tabel 3 Pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi dan

kontrol

Pre-test Post-test P-
Variabel
Median (min-max) Median(min-max) value
Kelompok Intervensi
Pengetahuan 9 (6-13) 19 (15-20) 0,000
Sikap 7 (4-11) 13 (8-15) 0,000
Kelompok Kontrol
Pengetahuan 10 (6-11) 17 (13-20) 0,000
Sikap 7 (2-15) 7 (2-15) 0,000
Catatan: *p<0,05 ; uji Wilxocon

Hasil uji Wilxocon pada Tabel 3 menujukkan perbedaan yang signifikan secara
statistik pada variabel pengetahuan (P=0,000) dan sikap (P=0,000) pada kelompok intervensi
setelah diberikan pendidikan kesehatan. Pada kelompok kontrol juga menunjukkan perbedaan
yang signifikan secara statistik pada variabel pengetahuan (P=0,000) dan sikap (P=0,000).
Hasil ini menunjukkan bahwa baik pada kelompok intervensi yang diberikan perlakuan
maupun kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan, masing-masing terjadi
peningkatan pengetahuan dan sikap tentang penyakit menular seksual (PMS) pada remaja.

Tabel 4 Perbandingan pengetahuan dan sikap sesudah intervensi

Post-test( Intervensi) Post-test (Kontrol) P-


Variabel
Mean ± SD Mean ± SD value
Pengetahuan 18,55 ± 1,945 16,95 ± 1,509 0,000
Sikap 12,89 ± 1,401 7,20 ± 2,329 0,002
Catatan: *p<0,05; uji Mann Whitney Test
Tabel 4 menunjukkan pengetahuan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol

sesudah intervensi berbeda secara signifikan. Rerata pengetahuan sesudah intervensi pada

kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Selain itu, pebedaan sikap

antara kedua kelompok sesudah intervensi didapatkan juga berbeda secara signifikan. Selain

itu, rerata sikap pada kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.

Tabel 5 Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Kelompok Intervensi dan Kontrol pada

Remaja Laki-laki

Pre-test (n = 22) Post-test (n = 44)


Variabel nilai-p
f % f %
Kelompok Intervensi
Pengetahuan
22 100
Baik
21 0,000
Cukup
1 95,5
Kurang
4,5
Sikap
1 21 95,5
Baik
19 4,5 1 4,5 0,000
Cukup
2 86,4
Kurang
9,1
Kelompok Kontrol
Pengetahuan
Baik 2 9,1 22 100
Cukup 20 90,9 0,000
Kurang

Sikap (post-test) N
Baik 17 77,3
Cukup 18 81,8 3 13,6 0,000
Kurang 4 18,2 2 9,1
Catatan: *p<0,05 ; uji Wilxocon

Hasil uji Wilxocon pada Tabel 5 menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik
pada variabel pengetahuan (P=0,000) dan sikap (P=0,000) remaja laki-laki pada kelompok
intervensi setelah diberikan pendidikan kesehatan. Pada kelompok kontrol juga menunjukkan
perbedaan yang signifikan secara statistik pada variabel pengetahuan (P=0,000) dan sikap
(P=0,000). Hasil ini menunjukkan bahwa baik pada kelompok intervensi yang diberikan
perlakuan maupun kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan, masing-masing terjadi
peningkatan pengetahuan dan sikap pada remaja laki-laki tentang penyakit menular seksual
(PMS) pada remaja.

Hasil uji Mann Whittey Test dari post-test pengetahuan pada kedua kelompok yaitu
p=0,001 (p<0,05), yang artinya ada perubahan yang signifikan pada pengetahuan remaja laki-
laki terhadap Penyakit Menular Seksual. Sedangkan hasil uji Mann Whitney Test dari post-
test sikap pada kedua kelompok yaitu p=0,065 (p>0,05), yang artinya tidak ada perubahan
yang signifikan pada sikap remaja laki-laki terhadap Penyakit Menular Seksual.
Tabel 6 Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Kelompok Intervensi dan Kontrol pada

Remaja Perempuan

Pre-test (n = 22) Post-test (n = 44)


Variabel nilai-p
f % f %

Kelompok Intervensi
Pengetahuan
22 100
Baik
21 95,5 0,000
Cukup
1 4,5
Kurang

Sikap
22 100
Baik
22 100 0,000
Cukup
Kurang

Kelompok Kontrol
Pengetahuan
Baik 2 9,1 21 95,5
Cukup 20 90,9 1 4,5 0,000
Kurang

Sikap
Baik 1 4,5 18 81,8
Cukup 17 77,3 3 13,6 0,000
Kurang 4 18,2 1 4,5
Catatan: *p<0,05 ; uji Wilxocon

Hasil uji Wilxocon pada Tabel 6 menunjukkan perbedaan yang signifikan secara
statistik pada variabel pengetahuan (P=0,000) dan sikap (P=0,000) remaja perempuan pada
kelompok intervensi setelah diberikan pendidikan kesehatan. Pada kelompok kontrol juga
menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik pada variabel pengetahuan (P=0,000)
dan sikap (P=0,000). Hasil ini menunjukkan bahwa baik pada kelompok intervensi yang
diberikan perlakuan maupun kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan, masing-
masing terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap pada remaja perempuan tentang penyakit
menular seksual (PMS) pada remaja.

Hasil uji Mann Whittey Test dari post-test pengetahuan pada kedua kelompok yaitu
p=0,000 (p<0,05), yang artinya ada perubahan yang signifikan pada pengetahuan remaja
perempuan terhadap Penyakit Menular Seksual. Sedangkan hasil uji Mann Whitney Test dari
post-test sikap pada kedua kelompok yaitu p=0,008 (p<0,05), yang artinya ada perubahan
yang signifikan pada sikap remaja perempuan terhadap Penyakit Menular Seksual.

Diskusi

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh intervensi pendidikan


kesehatan reproduksi tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) terhadap pengetahuan dan
sikap remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi tentang
Penyakit Menular Seksual (PMS) secara signifikan mampu meningkatkan pengetahuan dan
sikap remaja. Hasil akhir menunjukkan bahwa rerata dari pengetahuan pada kelompok
intervensi memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Artinya
intervensi pendidikan kesehatan yang diberikan kepada kelompok intervensi berjalan efektif
dalam meningkatkan pengetahuan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Antonella Zizza et
al yang menyatakan keefektifan dari intervensi pendidikan kesehatan terhadap peningkatan
pengetahuan mengenai IMS dan HIV (Zizza et al., 2021). Kemudian Notoadmodjo (2018)
juga menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan seseorang dapat terjadi jika sudah ada
pembelajaran sebelumnya.

Dalam penelitian ini diketahui responden pada kelompok intervensi yang berusia 16
tahun sebanyak 31 responden (70,5%) dan usia 15 tahun sebanyak 13 responden (29,5%).
Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan adalah usia, dimana dengan semakin bertambahnya usia seseorang maka akan
semakin tinggi kematangan seseorang dalam berfikir (Intiyaswati, 2020). Kemudian hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa hampir keseluruhan responden sudah pernah mendapatkan
informasi mengenai Penyakit Menular Seksual (PMS), dengan sebagian besar sumber
informasi berasal dari media sosial. Sehingga diketahui pengetahuan responden dalam
penelitian ini sebelum diberikan pendidikan kesehatan berada pada kategori cukup (95,5%)
dengan nilai median 9. Paradesh et al dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor media
sosial juga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi (Pradesh et al., 2022).

Selain faktor media sosial, pengetahuan responden yang masih berada pada kategori
cukup juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan orang tua. Hal ini didukung oleh penjelasan
dalam buku karangan Maulidya (2020) yang menjelaskan bahwa orang tua yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan lebih dalam cara mendidik anak,
serta akan menerapkan pola asuh yang baik sehingga akan mempengaruhi pengetahuan anak.
Oleh karena itu, semakin luas pemahaman orang tua mengenai Penyakit Menular Seksual
(PMS), maka akan semakin baik dalam mengkomunikasikan pendidikan kesehatan
reproduksi tentang PMS pada anak. Adanya pengaruh dari faktor orang tua terhadap
pengetahuan remaja tentang PMS sejalan dengan teori Precede-Proceed model dari Lawrence
Green yang menyatakan bahwa pembentukan pengetahuan merupakan bagian dari faktor
predisposisi (predisposing factor) atau faktor internal yang berasal dari diri invidu maupun
keluarga yang mempermudah dalam pembentukan sikap dan perilaku (Nursalam, 2015).

Peningkatan pengetahuan pada kelompok intervensi juga dipengaruhi oleh metode


ceramah yang digunakan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Islmiyah (2019) juga
menyatakan bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode ceramah
terhadap pengetahuan remaja tentang IMS. Metode ceramah merupakan salah satu metode
yang ekonomis serta efektif dalam menyampaikan informasi. Pada metode ceramah,
responden menggunakan lebih dari satu panca indera yaitu indera penglihatan dan
pendengaran. Seseorang yang belajar dengan menggunakan lebih dari satu panca indera akan
cenderung mempelajari sesuatu dengan baik sehingga akan mempengaruhi hasil belajar
seseorang kearah yang lebih baik pula (Islamiah et al., 2019). Seiring dengan perkembangan
zaman yang semakin pesat, maka pengetahuan mengenai Penyakit Menular Seksual (PMS)
sangat penting diberikan kepada remaja. Peningkatan pengetahuan remaja digunakan sebagai
upaya pencegahan dari perilaku seksual sebelum menikah dikalangan remaja. Hal ini
didukung oleh teori perilaku dari Lawrence Green yang mengatakan bahwa peningkatan
pengetahuan merupakan langkah awal dalam merubah perilaku individu kearah yang lebih
baik (Irwan, 2017).

Kemudian dalam penelitian ini, peneliti juga menemukan peningkatan yang signifikan
terhadap sikap pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Sikap merupakan
kondisi internal dalam diri individu yang akan memberikan pengaruh kepada individu dalam
bertingkah laku (Irwan, 2017). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa seseorang yang
memiliki pengetahuan yang kurang tentang kesehatan reproduksi cenderung memiliki sikap
negatif yang mengarah terhadap perilaku seks pranikah sebesar 81% (Anjeli Ratih
Syamlingga Putri, Izzawati Arlis, 2021). Dari penelitian ini juga diketahui bahwa
pengetahuan yang baik tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) akan menimbulkan sikap
yang baik pula terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS). Teori Precede-Proceeed model
dari Lawrence Green menyatakan bahwa sikap merupakan salah satu faktor predisposisi
(predisposing factor) yang memberikan pengaruh terhadap tingkah laku kearah yang lebih
sehat (Nursalam,2015). Sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan,
kepercayaan dan kebudayaan. Pengetahuan seseorang diperoleh melalui pengalaman secara
langsung maupun melalui sumber yang terpercaya sehingga mampu mengubah keyakinan
dan paradgima seseorang serta merubah sikap seseorang terhadap sesuatu (Hutagalung,
2021).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui adanya hubungan yang signifikan


antara sikap dan pengetahuan remaja tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) di wilayah
kerja Puskesmas Batoh Kota Banda Aceh (Fauziah, Husna, 2020). Hasil penelitian Saenong
& Sari (2021) juga mengatakan bahwa pengetahuan tentang infeksi menular seksual memiliki
hubungan yang signifikan terhadap infeksi menular seksual yaitu sebesar ± 22 kali lebih
besar, sehingga pengetahuan yang baik akan menimbulkan sikap yang baik pula terhdap
infeksi menular seksual (Saenong & Sari, 2021).

Hasil post-test pengetahuan pada remaja laki-laki dan perempuan dari kedua
kelompok dalam penelitian ini mengalami peningkatan dan menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan pada pengetahuan responden baik pada remaja laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan hasil pre-test pengetahuan remaja laki-laki dari dua kelompok, didapatkan
bahwa umumnya responden mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Penyakit Menular
Seksual. Dalam penelitian ini, remaja dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan saat pre-
test sama sama memiliki pengetahuan yang cukup, serta saat hasil post-test terjadi
peningkatan pada kedua jenis kelamin. Hal ini disebabkan karena umumnya responden dalam
penelitian ini sudah pernah mendapatkan informasi tentang Penyakit Menular Seksual (PMS),
meskipun informasi yang didapatkan kebanyakan berasal dari media sosial (34,1% pada
kelompok intervensi dan 31,8% pada kelompok kontrol).
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa jenis kelamin
laki-laki belum tentu memiliki pengetahuan yang lebih tinggi tentang Penyakit Menular
Seksual (PMS) begitupun sebaliknya. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa tingkat
pengetahuan pada remaja laki-laki dan perempuan akan dipengaruhi oleh informasi yang
diterimanya baik dari media sosial, internet, surat kabar, maupun melalui pelajaran formal
dan informal di sekolah (Fauziah, Husna, 2020). Meskipun dalam penelitian lain mengatakan
bahwa jenis kelamin akan memunculkan perbedaan dari beberapa aspek, seperti dari aspek
psikologis perempuan lebih baik dalam segi ingatan dan laki-laki lebih baik dalam berpikir
logis (Ramadhani & Ramadani, 2020). Namun hal tersebut tidak mempengaruhi perbedaan
pengetahuan remaja pada kedua kelompok dalam penelitian ini.

Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukkan hasil post-test sikap dari kedua
kelompok mengalami peningkatan sikap, baik pada responden laki-laki maupun perempuan.
Namun perbedaan sikap yang terjadi hanya pada remaja perempuan dan tidak ditemukan
perbedaan sikap remaja laki-laki pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Menurut
teori Precede-Proceeed model dari Lawrence Green diketahui bahwa sikap merupakan salah
satu faktor predisposisi (predisposing factor) yang memberikan pengaruh terhadap tingkah
laku kearah yang lebih sehat (Nursalam,2015). Sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pengetahuan, kepercayaan dan kebudayaan. Perbedaan sikap pada remaja perempuan
dan laki-laki dalam penelitian ini terjadi karena adanya pengaruh dari pemberian informasi
melalui pendidikan kesehatan. Hal ini didukung oleh penjelasan dari buku karangan
Utaminingsih (2020) yang menyatakan bahwa perempuan mempunyai kemampuan lima kali
lebih cepat menyerap informasi yang didapatkan daripada laki-laki (Utaminingsih, 2020).

Dalam buku lain tentang konsep dan aplikasi psikologi, diketahui secara kognitif,
laki-laki akan lebih terampil dalam beberapa keterampilan seperti matematika dan kuantitatif,
sedangkan perempuan lebih unggul dalam kemampuan verbal, terutama kemampuan dalam
menulis dan mengingat (Nevid, 2018). Oleh karena itu, perbedaan hasil sikap remaja laki-laki
dan perempuan pada kelompok intervensi dapat terjadi oleh perbedaan salah satu komponen
sikap yaitu kognitif berupa penyerapan informasi pada jenis kelamin perempuan yang lebih
baik dibandingkan laki-laki.

Kesimpulan
Pemberian intervensi pendidikan kesehatan tentang Penyakit Menular Seksual (PMS)
terbukti dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang Penyakit Menular
Seksual (PMS). Namun jika dilihat berdasarkan strata jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap sikap remaja laki-laki pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Intervensi pendidikan kesehatan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam
mencegah perilaku seksual beresiko yang sedang marak terjadi dikalangan remaja. Untuk
kesinambungan, sekolah harus mampu berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan setempat,
serta membentuk kader disekolah melalui program UKS dalam rangka mempertahankan
pengetahuan dan sikap remaja sehingga akan menghasilkan perilaku remaja lebih positif
kedepannya. Selain itu, perawat juga bisa menjalankan perannya sebagai educator untuk
meningkatkan pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual.

Daftar Pustaka

Admin, & Sri Emilda. (2021). Analisis Kesehatan Reproduksi Pada Remaja. Jurnal
Kesehatan Dan Pembangunan, 11(21), 93–101. https://doi.org/10.52047/jkp.v11i21.104

Alhuda, A., Vita Sari, D., Ahmady, D., Suriani, S., & Masd

iana, E. (2022). Penyuluhan Pencegahan Penularan HIV-AIDS dan IMS (Infeksi Menular
Seksual) pada Remaja di SMA 1 Negeri Kuta Baro Aceh Besar Tahun 2022.
Nawadeepa: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1, 19–24.
https://doi.org/10.58835/nawadeepa.v1i1.94

Allen, M. S., & Laborde, S. (2022). Parent personality traits and adolescent sexual behaviour:
Cross-sectional findings from the Longitudinal Study of Australian Children.
Personality and Individual Differences, 195(April), 111682.
https://doi.org/10.1016/j.paid.2022.111682

Anjeli Ratih Syamlingga Putri, Izzawati Arlis, Y. S. (2021). Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Remaja Tentang Seksual Pranikah. Jurnal_Kebidanan, 11(1), 608–615.
https://doi.org/10.33486/jurnal_kebidanan.v11i1.132

Ariska, A., & Yuliana, N. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan
Reproduksi dengan Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah di SMP N 2 Jatipuro
Relationships between Levels of Knowledge of Reproductive Health with Attitude to the
Premarital Sexual Behavior Among Ado. Stethoscope, 1(2), 138–144.

Ayu, I. P., & Marwiyah, N. (2019). Hubungan Sikap Asertif dan Konsep Diri Dengan
Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di SMP Negeri 17 Kota Serang. Faletehan
Health Journal, 6(2), 56–63. https://doi.org/10.33746/fhj.v6i2.31

Ayu, S. M., Sofiana, L., Wibowo, M., Gustiana, E., & Setiawan, A. (2019). Predisposing,
Enabling and Reinforcing Factors of Premarital Sex Behavior in School Adolescents.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 15(1), 29–38.
https://doi.org/10.15294/kemas.v15i1.14226

Batam, U. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG


KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH SISWA
Abstract This study aims to determine whether there is a relationship between
knowledge and attitudes about reproductive health with premarital sexua. 1(2), 58–65.

Centers for Disease Control and Prevention. (2019). Youth Risk Behavior Survey. Data
summary & trends report 2009-2019. 108.
www.cdc.gov/healthyyouth%0Ahttps://www.cdc.gov/healthyyouth/data/yrbs/pdf/
YRBSDataSummaryTrendsReport2019-508.pdf

Ekasari, M. F., Rosidawati, R., & Jubaedi, A. (2020). Peningkatan Kemampuan Remaja
Menghindari HIV/AIDS Melalui Pelatihan Keterampilan Hidup. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 9(03), 164–171. https://doi.org/10.33221/jikm.v9i03.520

Fauziah, Husna, M. (2020). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Remaja

Tentang Pemberantasan Penyakit Menular Seksual Di Wilayah Kerja Puskesmas Batoh

Kota Banda Aceh Analysis Of Factors That Influence Adolescent Knowledge About

Eradication Of Sexual Infected Diseases In B. Journal of Healthcare Technology and

Medicine Vol. 6 No. 1 April 2020 Universitas Ubudiyah Indonesia e-ISSN : 2615-109X,

6(1), 139–148.

Hutagalung, M. Siregar. (2021). Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Stroke dan Tentang

Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Stroke: Panduan Lengkap Stroke. Yogyakarta:

Nusamedia.
Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan. Gorontalo: CV. ABSOLUTE MEDIA.

Islamiah, A. I., Roesdiyanto, & Ariwinanti, D. (2019). Perbedaan Pengetahuan Siswa


Tentang Infeksi Menular Seksual ( IMS ) Menggunakan Metode Ceramah dan Metode
Brainstorming di Sekolah Menengah Atas. Sport Science and Health, 1(3), 176–183.

Koray, M. H., Adomah-Afari, A., Punguyire, D., & Naawa, A. (2022). Knowledge of
sexually transmitted infections among senior high school adolescents in the Wa
Municipality of Ghana. Global Health Journal, 6(2), 95–101.
https://doi.org/10.1016/j.glohj.2022.04.002

Kurniawan, A., Sistiarani, C., & Gamelia, E. (2022). Pencegahan Kejadian Infeksi Menular
Seksual (IMS) Remaja Perdesaan di Puskesmas II Kembaran Kabupaten Banyumas.
Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 6(1), 59.
https://doi.org/10.30651/aks.v6i1.4367

Liu, H., Ke, W., Chen, H., Liang, C., & Yang, L. (2022). The perceptions of sexuality and
sexually transmitted diseases (STDs) among adolescent STD patients: A qualitative
study. Journal of Pediatric Nursing, 66, e54–e60.
https://doi.org/10.1016/j.pedn.2022.05.018

Maryanti, S., & Pebrianti. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pada
Remaja Putri Kelas Xii Di Sma Negeri I Unaaha Kabupaten Konawe. Jurnal Kebidanan
Vokasional, 6(1), 24–33.

Maulidya, Ulfah. (2020). Digital Parenting: Bagaimana Orang Tua Melindungi Anak-anak
dari Bahaya Digital. Bandung: Jawa Barat.

Murdiningsih, Rohaya, Hindun, S., & Ocktariyana. (2020). The effect of adolescent
reproductive health education on premarital sexual behavior. International Journal of
Public Health Science, 9(4), 327–332. https://doi.org/10.11591/ijphs.v9i4.20444

Nevid, Jeffrey S. (2009). Psikologi: Konsep dan Aplikasi. Chozim, M. 2018. Bandung: Nusa

Media.

Notoadmojo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2015). Metodologi ilmu keperawatan, edisi 4, Jakarta: Salemba Medika.


Pradesh, U., Saha, R., Paul, P., Yaya, S., & Thomas, A. B. (2022). Association between

exposure to social media and knowledge of sexual and reproductive health among

adolescent girls : evidence from the UDAYA survey in Bihar. Reproductive Health, 1–

15. https://doi.org/10.1186/s12978-022-01487-7

Ramadhani, A., & Ramadani, M. L. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode

Ceramah Dan Audiovisual Terhadap Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual

Pada Remaja. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, September.

https://doi.org/10.30651/jkm.v0i0.5658

Retnowati, V., Ilmu, M., Masyarakat, K., & Sebelas, U. (2020). Pengaruh Teman Sebaya
dan Gaya Pacaran terhadap Perilaku Seks Pranikah pada Remaja Pria. 15(2), 75–79.

Saenong, R. H., & Sari, L. P. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap
Terhadap Infeksi Menular Seksual pada Mahasiswa Pendidikan Dokter. Muhammadiyah
Journal of Midwifery, 1(2), 51. https://doi.org/10.24853/myjm.1.2.51-56

Tungka, K. E., Nursalam, N., & Fitryasari, R. (2020). Faktor Risiko yang Mempengaruhi
Perilaku Seksual Pranikah Remaja. Journal of Telenursing (JOTING), 5(3), 248–253.

Utaminingsih, dkk. (2020). Feminisasi Kemiskian dan Pemberdayaan Perempuan Berspektif

Sosiopsikologis. Malang: UB Press.

Zizza, A., Guido, M., Recchia, V., Grima, P., Banchelli, F., & Tinelli, A. (2021). Knowledge,
information needs and risk perception about hiv and sexually transmitted diseases after
an education intervention on italian high school and university students. International
Journal of Environmental Research and Public Health, 18(4), 1–14.
https://doi.org/10.3390/ijerph18042069

Zulhaqqi, J., & Yeltas Putra, Y. (2019). Hubungan Self-Monitoring Dengan Perilaku Seksual
Pada Remaja Yang Berpacaran. 007, 1–10.

Anda mungkin juga menyukai