Anda di halaman 1dari 6

Pemetaan Disertasi (State of The Art)

Nama : Deswinda
No. BP : 1530322002
Program Studi : Pascasarjana S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Andalas Padang

Judul Layanan intervensi promosi kesehatan reproduksi remaja (Mobile Health) untuk
pencegahan kehamilan remaja.
Masalah Kehamilan remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Negara
maju dan Negara berkembang, karena merupakan risiko tinggi yang merugikan ibu
dan janin yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Kehamilan remaja bermasalah, karena komplikasi dari kehamilan dan persalinan
merupakan penyebab utama kematian pada anak perempuan usia 15-19 tahun di
Negara-negara berkembang. Diperkirakan 70.000 remaja perempuan meninggal
setiap tahun disebabkan karena mereka hamil sebelum secara fisik cukup matur
(Yasmin et al, 2014). 16 juta kehamilan remaja per tahun dan 95 persen dari jumlah
tersebut terjadi di Negara berkembang. Pada tahun 2009, 6.272 perempuan dibawah
usia 20 tahun melahirkan di Colorado (1 orang bayi setiap 84 menit). Rata-rata angka
kelahiran remaja di Colorado 75/1.000. Indonesia salah satu Negara berkembang
dengan angka kehamilan remaja yang relatif tinggi (WHO, 2013). 24 persen dari total
kehamilan terjadi pada usia 15-19 tahun, sedangkan 0,02 persen terjadi dibawah usia
15 tahun (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012 angka fertilitas remaja (ASFR) pada kelompok usia 15-19
tahun mencapai 48 dari 1000 kehamilan. Angka rata-rata ini jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan temuan SDKI tahun 2007 yaitu 35 dari 1000 kehamilan. Dari
data Sensus Nasional tahun 2012 hasil kerjasama dengan UNICEF menunjukkan satu
dari empat anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Berdasarkan penelitian
pada 10 provinsi di Indonesia oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) Yogyakarta, dari tahun 2000-2014 total Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
adalah sebanyak 118.756 kasus. Artinya dalam 14 tahun terakhir, rata-rata terdapat
23 perempuan/hari yang mengalami KTD. Dari data tersebut, persentase tertinggi
pada usia remaja terjadi pada tahun 2014 yaitu 20 persen (usia kurang dari 24 tahun).
Data juga menunjukkan bahwa ketika terjadi KTD, remaja akan melakukan berbagai
upaya pengguguran kandungan (40-60 persen). Hal ini berpotensi mengancam
keselamatan jiwa remaja perempuan dan kesehatan reproduksinya (PKBI, 2015). Di
Provinsi Riau 6 persen remaja sudah menjadi ibu, 4 persen pernah melahirkan dan 2
persen sedang hamil anak pertama. Proporsi remaja yang telah memiliki anak
meningkat menurut umur. Walaupun kurang dari satu persen wanita umur 15 tahun
telah menjadi ibu, 11 persen wanita umur 19 tahun telah menjadi ibu atau sedang
hamil anak pertama. Pendidikan wanita mempunyai hubungan terbalik dengan umur
hamil pertama. Wanita dengan pendidikan rendah cenderung mulai hamil pada umur
lebih muda, 13 persen remaja yang tidak sekolah telah mempunyai anak dibanding
dengan tiga persen remaja berpendidikan SLTA atau lebih (SDKI Provinsi Riau,
2012).
Berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Kota Pekanbaru, Pasangan Usia Subur (PUS) yang berumur kurang dari 20 tahun
cenderung mengalami peningkatan, tahun 2013, 4,22 persen pada tahun 2014 naik
menjadi 12.68 persen dan pada tahun 2015 sedikit menurun yaitu 9, 62 persen. Data
yang diperoleh dari kemenag kota Pekanbaru, pernikahan remaja usia kurang dari 20
tahun tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, tahun 2014, 8,11 persen, pada
tahun 2015 meningkat menjadi 14,5 persen dan tahun 2016 meningkat menjadi 18,9
persen. Remaja yang menikah muda menghadapi akibat buruk terhadap kesehatan
mereka sebagai dampak dari melahirkan dini, peningkatan kekerasan dalam rumah
tangga, gizi buruk dan gangguan kesehatan seksual dan reproduksi. Menurut Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Pekanbaru didapatkan
data tentang perilaku seksual remaja juga mengalami peningkatan, tahun 2013, 17
kasus, tahun 2014 meningkat menjadi 62 kasus dan pada tahun 2015 lebih tinggi lagi
menjadi 96 kasus. Angka kematian anak dari ibu remaja dua sampai tiga kali lebih
tinggi dibandingkan dengan angka kematian anak dari ibu yang berumur 20-35 tahun.
Demikian pula dengan risiko kematian remaja pada waktu hamil dan melahirkan tiga
sampai empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian ibu yang
berumur 20-35 tahun.
GAP Ada beberapa faktor penyebab yang saling terkait satu sama lain, diantaranya adalah:
usia pubertas rata-rata remaja yang lebih dini, peningkatan dorongan seks pada usia
remaja, kurang memadainya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi,
peningkatan perilaku seks aktif dikalangan remaja, kurangnya pelayanan dan
bimbingan tentang kesehatan reproduksi yang lebih inovatif. Era globalisasi
memberikan pilihan informasi yang variatif bagi masyarakat termasuk remaja.
Informasi teknologi telah mengubah cara berfikir, bersikap dan bertindak pada
remaja. Remaja saat ini mempunyai pandangan yang berbeda dengan generasi
sebelumnya tentang hubungan seks pranikah yang dapat menyebabkan kehamilan di
usia remaja. Pendidikan kesehatan seksual yang diajarkan di SD masih menitik
beratkan perbedaan anatomi laki-laki dan perempuan serta perubahan saat pubertas.
Sedangkan di tingkat SMP dan SMA topik yang diajarkan adalah perbedaan anatomi
laki-laki dan perempuan, perubanhan saat pubertas, KB dan HIV/AIDS. Pokok-
pokok pendidikan seks, tidak seks, kesetiaan (Dreisbach et al, 2013) yang sudah lama
didukung WHO belum diajarkan di sekolah Indonesia (BKKBN, 2008). Program
kesehatan reproduksi remaja masih berfokus pada mengatasi masalah perilaku
berisiko remaja, akses pelayanan kesehatan reproduksi remaja, IMS dan HIV/AIDS,
tindak kekerasan seksual (pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks
komersial), tidak pada masalah kehamilan dan persalinan remaja yang berisiko
kematian ibu dan bayi (Koh, 2014). Kebijakan dan program yang berfokus pada
remaja putri tidak akan mempunyai pengaruh signifikan terhadap penurunan
kehamilan remaja, tanpa adanya program edukasi pada remaja putra (Demby et al,
2013). Meskipun ada beberapa program efikasi untuk mencegah kehamilan remaja,
banyak intervensi yang tidak efektif ataun gagal menarik perhatian remaja, sehingga
remaja malas untuk terlibat. Apalagi remaja pada umumnya terpapar media
elektronik, sehingga intervensi tatap muka tidak efektif lagi atau jarang remaja yang
mau beradaptasi untuk berkomunikasi di pusat-pusat pelayanan kesehatan (Devine et
al, 2013). Saat ini UU perkawinan di Indonesia menyatakan bahwa usia terendah
untuk perkawinan yang sah bagi anak perempuan adalah 16 tahun dan anak laki-laki
19 tahun (UU No. 1, 1974). UU ini juga memungkinkan adanya dispensasi bagi anak
perempuan maupun anak laki-laki untuk menikah lebih awal, dengan persyaratan
tertentu seperti usia dibawah 16 tahun harus mendapatkan izin pengadilan agama. UU
ini bertentangan dengan UU perlindungan anak 2002 (revisi UU No.35 tahun 2014)
yang menyatakan bahwa usia anak adalah dibawah 18 tahun dan orang tua
bertanggung jawab untuk mencegah perkawinan usia anak. Seharusnya sikap sosial
yang ditunjukkan terhadap masalah kehamilan remaja yang reaktif dirubah menjadi
sikap preventif yang inovatif. Meningkatkan motivasi remaja untuk menunda
perkawinan dan menghindari perbuatan yang mendekatkan mereka pada keharusan
menjadi orang tua diusia muda. Meningkatkan akses kepada informasi seksualitas
dengan menciptakan program inovatif dalam memberikan pendidikan kesehatan.
Untuk mencegah perilaku seksual dini pada remaja dengan menanamkan atau
menginternalisasi nilai-nilai religiusitas di lingkungan keluarga, sekolah dan
komunitas. Hal ini akan membekali remaja dengan pertahanan moral yang lebih
kokoh dan memberi kesadaran tentang pentingnya nilai-nilai keluarga sejahtera.

Dampak Kehamilan remaja berdampak negatif pada kesehatan remaja dan bayinya, juga dapat
berdampak sosial dan ekonomi. Kehamilan di usia remaja memiliki sejumlah besar
komplikasi dibanding dengan usia dewasa diantaranya, anemia, prematuritas,
meningkatnya angka abortus, hipertensi dan depresi post partum (Josby et al, 2013).
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan komplikasi dari kehamilan dini. Hampir
setengah dari semua angka kejadian IMS baru, dialami oleh usia 15-24 tahun. Pada
tahun 2011 angka kejadian infeksi clamydia pada usia 15-19 tahun adalah
50368/100.000, gonorrhea 6185/100.000 (Devine et al, 2013). Kehamilan pada
remaja juga terkait dengan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan aborsi tidak
aman. Persalinan pada ibu dibawah usia 20 tahun memiliki kontribusi dalam
tingginya angka kematian neonatal, bayi dan balita (Kemenkes, 2015). Anak dari ibu
yang sangat muda menggambarkan risiko kematian yang sangat tinggi. Pola serupa
ditunjukkan oleh semua jenis kematian anak. Angka kematian anak yang tinggi pada
wanita yang melahirkan pada umur yang sangat muda, berhubungan dengan faktor
biologis yang mengakibatkan terjadinya komplikasi selama kehamilan dan
persalinan. Kematian neonatal dari ibu yang berusia kurang dari 20 tahun 34
kematian per 1000 kelahiran, post neonatum 16 kematian per 1000 kelahiran, bayi 50
kematian per 1000 kelahiran dan balita 61 kematian per 1000 kelahiran (SDKI,
2012). Di provinsi Riau angka kematian neonatal yang dilahirkan oleh ibu dibawah
usia 20 tahun 22 kematian per 1000 kelahiran, post neonatum 24 kematian per 1000
kelahiran , bayi 46 kematian per 1000 kelahiran dan balita 56 kematian per 1000
kelahiran (SDKI provinsi Riau, 2012). Angka kematian neonatus di kota Pekanbaru
tahun 2016 adalah 57 kasus, angka kematian bayi 5 kasus dan angka kematian balita
juga 5 kasus. Kehamilan remaja juga terkait dengan komplikasi medis dan kesehatan,
kurangnya pendidikan dan angka putus sekolah yang tinggi, aspirasi karir yang
rendah dan kehidupan dalam kemiskinan (Domenico et al, 2014). 85 persen anak
perempuan di Indonesia mengakhiri pendidikan setelah menikah, namun keputusan
untuk menikah dan mengakhiri pendidikan juga dapat mengakibatkan kurangnya
kesempatan kerja. Kehamilan remaja berisiko mengalami kecemasan, depresi bahkan
bunuh diri, hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki status, kekuasaan,
dukungan dan kontrol atas kehidupan mereka. Remaja juga kurang mampu
menegosiasi hubungan seks aman sehingga meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi menular seksual seperti HIV. Remaja juga rentan mengalami kekeran fisik
(BPS, 2016). Program penundaan usia perkawinan anak perempuan dapat
meningkatkan 1,70 persen PDB pada tahun 2014. Hasil ini menunjukkan bahwa
investasi pada anak perempuan memiliki dampak besar terhadap perekonomian
Indonesia selama masa produktif mereka. Kelemahan program ini adalah kurangnya
investasi dalam penundaan perkawinan bagi remaja perempuan dan hilangnya
kesempatan pendidikan dan hilangnya penghasilan seumur hidup yang
mengakibatkan dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia (UNICEF
Indonesia, 2015). Memberikan pendidikan kesehatan dan informasi kesehatan
reproduksi termasuk dampak negatif melakukan hubungan seksual pada usia remaja
serta risiko menjadi hamil. Kelemahan pendidikan kesehatan reproduksi remaja
adalah kurang variatif dan inovatif. Pembentukan Pusat Informasi Konseling Remaja
di sekolah-sekolah dan menggalakkan pemanfaatan wadah tersebut. Kelemahan
program ini, hanya berjalan dan dimanfaatkan oleh remaja pada waktu mulai
dibentuk dan kurangnya evaluasi program dari pemerintah dalam hal ini adalah
BKKBN. Hal ini dapat dilihat pada data SDKI Kesehatan Reproduksi Remaja 2012
dimana hanya 45 persen remaja putrid usia 15-19 tahun dan belum menikah yang
mengetahui tempat informasi dan konseling remaja.
Solusi 1. Meningkatkan motivasi remaja untuk meraih kualitas hidup yang baik di masa
depan bersamaan dengan motivasi menunda perkawinan dan menghindari perbuatan-
perbuatan yang mendekatkan remaja pada keharusan menjadi orang tua muda usia. 2.
Meningkatkan akses kepada pendidikan dan informasi seksualitas, sejalan dengan
diciptakannya program-program inovatif dalam memberikan promosi kesehatan
reproduksi remaja untuk mencegah kehamilan remaja. 3. Menanamkan dan
menginternalisasi nilai-nilai religiusitas. Kegiatan yang bersifat keagamaan, terutama
di lingkungan sekolah maupun komunitas, perlu mendapat dukungan positif.
Disertasi ini berfokus pada layanan inovatif dalam memberikan intervensi promosi
kesehatan reproduksi remaja, sehingga dapat diketahui model intervensi yang dapat
mencegah kehamilan remaja melalui variabel: Internal (pribadi) meliputi,
pengetahuan tentang kehamilan remaja, sikap remaja, keterampilan hidup (life skill),
kemampuan diri (self efficacy), perilaku seksual pra nikah. Eksternal (lingkungan)
diantaranya, peran keluarga (role model), norma social, pengaruh teman sebaya.
Layanan inovatif dalam memberikan intervensi promosi kesehatan reproduksi remaja
selanjutnya dijadikan sebagai model intervensi dalam pencegahan kehamilan remaja.
Sebagian besar program promosi kesehatan sering hanya berfokus pada perubahan
karakteristik individu, daripada berusaha untuk mengubah lingkungan (Brindis at al,
2005). Konsep dasar model diperkuat melalui tinjauan kepustakaan dengan
menggunakan Systematic Review untuk mendapatkan acuan dari penelitian-penelitian
yang sudah dipublikasikan sebelumnya (Maness & Buhi, 2013). Berdasarkan hasil
Systematic Review pada jurnal yang dipublikasikan 10 tahun terakhir yaitu dari tahun
2002 sampai 2012 dan penelusuran secara manual diperoleh teori yang berkaitan
dengan pencegahan kehamilan remaja, 1). Health Belief Model (Becker, Drachman &
Kirscht, 1974), 2). Theory of Planned Behavior (Ajzen & Fishbein, 1980), 3).
Relapse Prevention Theory (Marlatt & Gordon, 1985), 4). PRECEDE (Green,
Kreuter, Deeds & Patridge, 1980), 5). Transtheoretical Model ( Vickberg, 1999), 6).
Social Learning Theory (Brindis, 2005), 7). Attribution Theory (Brindis, 2005), 8).
Resilliency Theory (Brindis, 2005), 9). Psychosocial Model (Brindis, 2005), 10).
Social Ecology Theory (Brindis, 2005). Terdapat 16 journal pencegahan kehamilan
remaja diantaranya, (Devine et al, 2014), (Demby et al, 2014), (Kelsey & Layzer,
2014), (Manes & Buhi, 2013), (Bahaaldeen & Aljeeda, 2015), (Yako, 2007),
(Bhandari, 2014), (Santelli et al, 2009), (Kapeler et al, 2014), (Hayes et al, 2014),
(Koh, 2014), (Domenico & Jones, 2007), (Asheer et al, 2014), (Layzer et al, 2013),
(Kaufman et al, 2013), (LaChusse et al, 2013).
Novelty Novelty dari penelitian ini berupa layanan inovatif dalam memberikan intervensi
promosi kesehatan (Model Mobile Health) yang bertujuan untuk mencegah
kehamilan remaja pada populasi yang berisiko, dari variabel antara lain Internal
(pribadi) meliputi, pengetahuan remaja tentang kehamilan remaja, sikap remaja,
keterampilan hidup (life skill), kemampuan diri (self efficacy), perilaku seksual pra
nikah. Eksternal (lingkungan) diantaranya, peran keluarga (role model), norma sosial,
pengaruh teman sebaya. Layanan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan
promosi kesehatan khusunya kesehatan reproduksi terkait dengan aplikasi edukasi
pencegahan kehamilan remaja. Peneliti menawarkan lingkungan unik melalui pesan
teks, video, gambar yang menarik dapat dikirim secara otomatis mengenai pengingat,
tips, kuis untuk memberi dukungan, memfasilitasi dan menjaga norma-norma, sikap
dan pola tingkah laku yang sehat untuk mencegah kehamilan remaja. Melalui
komunikasi jarak jauh dengan menggunakan smartphone yang sangat diminati remaja
saat ini, sehingga remaja merasa tidak dihakimi. Layanan inovatif dalam memberikan
intervensi ini dijadikan sebagai model preventif sebelum remaja berkunjung ke
pelayanan kesehatan reproduksi seperti PIK (Pusat Informasi Konseling) remaja dan
klinik pelayanan kesehatan reproduksi remaja.
Potensi HKI pada penelitian ini adalah 1). Potensi HKI pada layanan inovatif adalah
model intervensi promosi kesehatan reproduksi remaja, yang bertujuan untuk
mencegah kehamilan remaja dari variabel antara lain: pengetahuan remaja tentang
kehamilan remaja, sikap remaja, keterampilan hidup (life skill), kemampuan diri (self
efficacy), perilaku seksual pra nikah. Eksternal (lingkungan) diantaranya, peran
keluarga (role model), norma sosial, pengaruh teman sebaya, 2). Potensi HKI pada
tingkat instrument adalah berupa application mobile health promotion untuk
mencegah kehamilan remaja, dalam bentuk pesan teks, video, tips dan kuis.
Selanjutnya model ini juga disebut sebagai ThiTheR (Tie-in smartphone Teen
pregnancy prevention Revolution), 3). Potensi HKI berikutnya adalah buku yang
didesain sebagai modul yang merupakan panduan untuk remaja.
Pertanyaan Penelitian:

1. Apakah layanan intervensi promosi kesehatan reproduksi remaja (Mobile Health) dapat
meningkatkan faktor internal meliputi: pengetahuan, sikap, keterampilan hidup (life skill),
kemampuan diri (self efficacy), pencegahan perilaku seksual pra nikah, dalam
pencegahan kehamilan remaja?

2. Apakah layanan intervensi promosi kesehatan reproduksi remaja (Mobile Health) dapat
meningkatkan faktor eksternal meliputi: peran keluarga (role model), norma sosial,
pengaruh teman sebaya. dalam pencegahan kehamilan remaja?

3. Apakah layanan intervensi promosi kesehatan reproduksi remaja (Mobile Health) efektif
terhadap peningkatkan faktor internal meliputi: pengetahuan, sikap, keterampilan hidup
(life skill), kemampuan diri (self efficacy), pencegahan perilaku seksual pra nikah dan
faktor eksternal meliputi: peran keluarga (role model), norma sosial, pengaruh teman
sebaya dalam pencegahan kehamilan remaja?

Anda mungkin juga menyukai