Anda di halaman 1dari 23

TUGAS INDIVIDU

RANGKUMAN JURNAL DAN HAK-HAK REPRODUKSI


SERTA SIKLUS DAUR KEHIDUPAN

Mata Kuliah : Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi

DOSEN PENGAMPU :
Tinuk Esti H, S.ST, M. Kes

Nama : Jihan Foresta Esti Andarini


NIM : P27824221034

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYA
PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN KAMPUS MAGETAN
TAHUN 2022/2023
Tugas 1

PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI


REMAJA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA DI
INDONESIA

Masalah
Upaya penyadaran masyarakat khususnya remaja, tentang pentingnya pengetahuan
kesehatan reproduksi dan program KB harus terus dilakukan dengan intensitas dan
frekuensi yang makin ditingkatkan. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
(SKRRI) yang dilakukan pada tahun 2002–2003 menemukan 2,4% atau sekitar
511.336 orang dari 21.264.000 jumlah remaja berusia 15–19 tahun dan 8,6% atau
sekitar 1.727.929 orang dari 20.092.200 remaja berusia 20–24 tahun yang belum
menikah di Indonesia pernah melakukan hubungan seks pranikah dan lebih banyak
terjadi pada remaja di perkotaan (5,7%). Secara keseluruhan persentase laki-laki
berusia 15–24 tahun belum menikah melakukan hubungan seks pranikah lebih
banyak dibandingkan wanita dengan usia yang sama. Tingkat pengetahuan kesehatan
reproduksi merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi perilaku seksual
remaja pranikah. Fenomena ini menunjukkan bahwa perilaku seksual remaja pranikah
remaja di berbagai provinsi semakin meningkat dikarenakan kurangnya pengetahuan
remaja tentang kesehatan reproduksi. Permasalahan remaja tersebut memberi dampak
seperti kehamilan, pernikahan usia muda, dan tingkat aborsi yang tinggi sehingga
dampaknya buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja.

Perilaku seksual remaja pada Survei Indikator Kinerja RPJM Remaja 2010 dilihat
dari pengalaman pacaran dan perilaku seksual remaja. Beberapa pengetahuan dasar
tentang kesehatan reproduksi yang perlu diketahui remaja, antara lain pengenalan
mengenai sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi, bahaya napza (narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif) pada kesehatan reproduksi, penyakit menular
seksual, HIV dan AIDS serta dampaknya terhadap kesehatan reproduksi,
pendewasaan usia kawin dan perencanaan kehamilan, tumbuh kembang anak dan
remaja (akil balig, masa subur, anemia, dan lain-lain), kehamilan dan persalinan.

Tujuan
Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan cara-cara melindungi dirinya
terhadap risiko kesehatan reproduksi relatif masih rendah dan perlu mendapatkan
perhatian yang lebih. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dengan perilaku seksual
pranikah.

Reproduksi Remaja (KRR) adalah salah satu program pemerintah di dalam sektor
pembangunan sosial-budaya, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi. Fokus utama dari program KRR di
Indonesia adalah terwujudnya perubahan perilaku remaja melalui penyediaan
informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi.

Manfaat
Perlunya remaja memahami kesehatan reproduksinya menurut BKKBN adalah agar
remaja mengenal tubuhnya dan organ-organ reproduksinya, memahami fungsi dan
perkembangan organ reproduksinya secara benar, memahami perubahan fisik dan
psikisnya, melindungi diri dari berbagai risiko yang mengancam kesehatan dan
keselamatannya, mempersiapkan masa depan yang sehat dan cerah, serta
mengembangkan sikap dan perilaku bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.

Manfaat Penelitian ini untuk memberikan bahan advokasi bagi para penentu
kebijakan dalam menyusun strategi pelaksanaan program, terutama yang berkait an
dengan hubungan antara perilaku seksual pranikah remaja dan faktor-faktor yang
memengaruhinya. Dengan melakukan analisis mendalam dari hasil Survei Indikator
RPJMN Remaja tahun 2010, akan diperoleh jawaban dari pertanyaan apakah
pengetahuan tentang kesehatan reproduksinya memengaruhi perilaku seksual
pranikah remaja.
Hasil penelitian
 Analisis Deskriptif

Pada bagian ini akan disajikan hasil analisis deskriptif responden menurut latar
belakang karakteristik demografi, sosial dan ekonomi. Berdasarkan hasil analisis
deskriptif (Tabel 1), tampak bawah responden remaja yang terbanyak adalah usia 15–
19 tahun yaitu sebesar 64%, dengan jumlah responden laki-laki sebesar 52,2% dan
responden perempuan sebesar 47,8%, Tingkat pendidikan yang banyak ditamatkan
adalah tamat SLTA sebesar 38,7% dan tamat SLTA sebesar 38%. Responden remaja
rata-rata masih berada di bangku sekolah, yaitu sebesar 53,5%.

 Analisis Inferensial

Pada bagian ini akan disajikan hasil analisis inferensial dari pengaruh pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi remaja terhadap pengalaman pacaran dan dari pengaruh
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja terhadap pengalaman melakukan
hubungan seksual pranikah.

Saran yang ditujukan


Berdasarkan kesimpulan, peneliti dapat memberi saran bahwa Pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja yang berpengaruh terhadap pengalaman berpacaran adalah
pengetahuan tentang HIV/ AIDS, Napza dan cara untuk menghindari HIV/ AIDS,
sedangkan pengetahuan masa subur dan pengetahuan tentang Napza merupakan
pengetahuan KRR yang sangat berpengaruh terhadap pengalaman pernah melakukan
hubungan seksual pranikah remaja, untuk itu pengetahuan kesehatan reproduksi
tersebut dapat menjadi bahan advokasi bagi para penentu kebijakan dalam menyusun
strategi pelaksanaan program. Dari analisis mendalam hasil Survei Indikator RPJMN
Remaja tahun 2010, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh antara pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi terhadap perilaku seksual pranikah remaja, untuk itu
perlu penyebarluasan KIE tentang kesehatan reproduksi (HIV/AIDS, IMS, masa
subur, risiko hubungan seksual) kepada remaja baik formal maupun informal.
Dapus

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Survei Indikator Kinerja Program


KB Nasional Indonesia 2010, Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS), dan ORC Macro, 2003. Survei Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia 2002–2003. Calverton, Maryland, USA: BPS dan ORC Macro.

Iswarati, P. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Perilaku


Seksual Pranikah pada Remaja di Indonesia. Analisis Lanjut SDKI 2007. BKKBN.

Anggraeni, M. 2009. Gambaran Remaja dalam Keikutsertaan Ber-KB di Masa yang


Akan Datang, Jurnal Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
BKKBN 3 (1): 76–95

World Health Organization (WHO). 1975. Pregnancy and abortion in Adolescent.


Report of WHO Meeting. WHO Technical Report Series Nomor 583. Geneva:
WHO

Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:


Sagung Seto.

Imran, I. 2000. Modul 2 Perkembangan Seksualitas Remaja. Jakarta: PKBI, IPPF,


BKKBN, UNFPA.

Notoatmodjo, S. 2007. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Dalam Promosi


Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 133–151.

PKBI. 2009. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: BKKBN

Pangkahila, W. 2005. Peran Seksologi dalam Kesehatan Reproduksi. Bunga Rampai


Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sri Lilestina Nasution. Pusat Penelitian dan Pengembangan KB dan Keluarga
Sejahtera Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Tugas 2

DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KESEHATAN ALAT


REPRODUKSI WANITA

Masalah
Undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974 memperbolehkan seorang perempuan
usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan undang-undang kesehatan No. 36 tahun
2009 memberikan batasan 20 tahun. Karena hubungan seksual yang dilakukan pada
usia dibawah 20 tahun bresiko terjadi kanker serviks, serta penyakit menular seksual.
Perkawinan usia muda meyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan
antara lain pada kehamilan dapat terjadi preeclampsia, resiko persalinan macet karena
besar kepala anak tidak dapat menyesuaikan bentuk punggung yang belum
berkembang sempurna. Pada persalinan dapat terjadi robekan yang meluas dari
vagina menembus ke kandung kemih dan meluas ke anus. Pada bayi dapat terjadi
berat badan lahir rendah atau berat badan bayi lahir besar. Resiko pada ibu yaitu
dapat meninggal (Bunners, 2006).

Sedangkan dari segi kesehatan, perkawinan usia muda itu sendiri yang ideal adalah
untuk perempuan di atas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang
menikah di bawah umur 20 tahun berisiko terkena kanker leher rahim, dan pada usia
remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar Human Papiloma
Virus (HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Ira Damayanti,
2012 dalam Kompono, 2007).

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini merupakan untuk memberikan pengetahuan dan berbagai
informasi bahwa pernikahan dini di bawah usia 20 tahun akan sangat beresiko terkena
kanker leher rahim. Selain itu, pada saat seorang perempuan hamil ia akan mudah
untuk keguguran dikarenakan rahimnya belum sepenuhnya matang untuk menerima
kehadiran janin.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini untuk menghilangkan presepsi masyarakat bahwa menikah
muda adalah jalan keluar dari suatu hal. Justru menikah diusia muda dapat
menimbulan permasalahan- permasalahan tertentu, khususnya permasalahan
reproduksi. Menikah diusia muda juga banyak sekali dampak negatifnya seperti,
faktor resiko usia menikah pada usia dini berhubungan dengan kejadian kanker leher
rahim. Semakin dini seorang perempuan melakukan hubungan seksual semakin tinggi
risiko terjadinya lesi prakanker pada leher rahim. Sehingga dengan demikian semakin
besar pula kemungkinan ditemukannya kanker leher rahim. Hal ini disebabkan pada
usia tersebut terjadi perubahan lokasi sambungan skuamo-kolumner sehingga relatif
lebih peka terhadap stimulasi onkogen (Damayanti, 2012 dalam Jacobs, 1995

Hasil penelitian

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab ataupun faktor pendorong terjadinya
pernikahan dini.

Pertama, masalah ekonomi yang rendah dan kemiskinan menyebabkan orang tua
tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya dan tidak mampu membiayai sekolah
sehingga mereka memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan harapan sudah
lepas tanggung jawab untuk membiayai kehidupan anaknya ataupun dengan harapan
anaknya bisa memperoleh penghidupan yang lebih baik.

Kedua, kehamilan diluar nikah dan ketakutan orang tua akan terjadinya hamil diluar
nikah mendorong anaknya untuk menikah diusia yang masih belia.

Ketiga,socialbudaya atau adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin


menambah presentase pernikahan dini di Indonesia, misalnya keyakinan bahwa tidak
boleh menolak pinangan seseorang pada putrinya walaupun masih dibawah usia 18
tahun terkadang dianggap menyepelekan dan menghina ,menyebabkan orang tua
menikahkan putrinya.

Saran yang ditujukan

a. Untuk orang tua : tetap menjaga dan mendidik putra-putri nya agar tiak terjerumus
dalam pergaulan bebas. Dan tanamkan ilmu agama yang benar pada generasi muda
yang sehat.

b. Untuk masyarakat : tetap mencegah dan mengawasi bagi mereka yang sering
berkhalwat diluaran atau diarea terbuka. Dan menjadi penasehat bagi mereka yang
sudah melakukan nya.

c. Bagi remaja putri lebih banyak melakukan kegiatan positif dan menjauhi hal – hal
yang bersifat negatif.

Dapus

Al-Mighwar. 2006. Psikologi Remaja, Bandung: Penerbit Pustaka Setia

BKKBN. 2001. Remaja Mengenai Dirinya. Jakarta. BKKBN

BKKBN. 2005. Kartu Informasi KHIBA (Kelangsungan Hidup Ibu Bayi, dan Anak
Balita).

Bobak. 2006. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Budiarto. 2006. Metodologi Penelitian Kedokteran, Jakarta : EGC

Bunners, A.A, 2006. Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta :


Yayasan Essentia Medica Andi.

Damayanti Ira. 2012. Gambaran reamaja putri tentang dampak pernikahan dini pada
kesehatan reproduksi siswi kelas XI di SMK BATIK 2 Surakarta. Skripsi. Surakarta

Manuaba, I.G. 2008. Memahami Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC


Notoatmojo, S. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmojo, S. 2006. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Sarwono, S.W. 2006 psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Watoni. 2010. Perceraian Akibat Pernikahan Dini. UIN. Sunan Kalijaga

Widya, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

http://bhebhesalimah.blogspot.co.id/2013/ 03/resiko-kehamilan-di-usiaremaja.html

http://www.smallcrab.com/others/1278pernikahan-usia-dini-danpermasalahannya

http://www.dautic.com/bahaya-virustoksoplasma-bagi-ibu-hamil.

Yuspa Hanum dan Tukiman. Dampak Pernikahan Dini Terhadap Alat Reproduksi
Wanita
Tugas 3

PEMBERIAN EDUKASI TENTANG KB HORMONAL PADA WANITA USIA


SUBUR (WUS) KELUARGA BINAAN DI DESA SUMBERAGUNG
KECAMATAN DANDER KABUPATEN BOJONEGORO

Masalah

UU No. 7/1984 (hasil ratifikasi CEDAW 1979) menjamin hak-hak wanita untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai termasuk memperoleh informasi,
edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan. Masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh
pasangan usia subur (PUS) menurut Deswani (2017) adalah masalah KB, PMS, dan
masalah yang dialami saat kehamilan dan menyusui.

Fenomena yang terjadi di desa Sumberagung kecamatan Dander Kabupaten


Bojonegoro yang merupakan desa binaan dari STIKes ICSADA Bojonegoro,
sebagian besar PUS tidak memahami arti pentingnya kesehatan reproduksi. Dari 18
keluarga yang dibina (keluarga binaan) 15 keluarga memiliki masalah yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi seperti keputihan, kurangnya pengetahuan tentang KB
dan penyakit menuar seksual, ketidakefektifan menyusui, dan ketidakcukupan
produksi ASI.

Tujuan

Program ini memiliki tujuan umum yaitu tujuan umum program pengabdian pada
masyarakat ini yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan di keluarga khususnya
wanita usia subur (WUS) dengan melakukan edukasi tentang masalah kesehatan
reproduksi yang dialami.

Sedangkan untuk tujuan khusunya dengan adanya program pengabdian pada


masyarakat ini diharapkan Pasangan Usia Subur (PUS) dapat:

a. Mengerti dan memahami tentang penyakit menular seksual (PMS).


b. Melakukan pencegahan terjadinya penyakit menular seksual (PMS).

Manfaat

Hal ini dilakukan dengan harapan anggota keluarga dapat menjalankan fungsinya
dalam pemeliharaan kesehatan dan manajemen kesehatan keluarga. Menurut
Setyowati & Murwani (2018), saat berhubungan denga masalah kesehatan,
kebanyakan individu mendapatkan bantuan lebih banyak dari keluarga mereka
daripada sumber lainnya, bahkan dokter yang menangani mereka sekalipun.

Hasil penelitian

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakuakan, dapat disimpulkan bahwa 50% masalah
yang dihadapi oleh WUS pada keluarga binaan yang didampingi adalah masalah yang
terkait dengan KB, 25% adalah masalah PMS (Penyakit Menular Seksual) dan
sisanya sebanyak 25% adalah tentang manajemen laktasi yang disebabkan karena
ketidaktahuan mengenai cara perawatan payudara saat menyusui. Masalah-masalah
yang dialami oleh WUS ini mungkin dikarenakan kurangnya informasi dari petugas
kesehatan, masih minimnya upaya pemerintah dalam memberikan informasi dan
sosialisasi serta kurangnya upayaupaya promotif dan preventif dalam mencegah
masalah kesehatan reproduksi wanita. Selain itu kurangnya kesadaran dari WUS dan
keluarga untuk berupaya mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi,
khususnya pada PUS.

Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi pasangan usia subur, secara
garis besar yaitu faktor sosial ekonomi, faktor budaya dan lingkungan, faktor
psikologis, dan yang terakhir adalah faktor biologis. Faktor sosial ekonomi terutama
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi disebut paling berpengaruh terhadap
terjadinya masalah reproduksi pada wanita. Adapun faktor lain yang turut andil dalam
terjadinya masalah reproduksi pada wanita adalah fajtor budaya, lingkungan seperti
praktek tradisional yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi,
kepercayaan banyak anak banyak rezeki, informasi dari masyarkat dan keluarga yang
diyakini dari generasi ke generasi yang berlawan an dengan informasi medis akan
membingungkan (Taufan, 2010). Selama pelaksanaan program, sebanyak 60%
keluarga dari PUS yaitu suami yang didampingi tidak berpartisipasi aktif saat
pemberian edukasi dikarenakan kesibukan mereka dan juga persepsi mereka
bahwasanya masalah kesehatan reproduksi adalah urusan perempuan, dan tidak
berhubungan dengan suami ataupun anggota keluarga yang lain. Padahal kesehatan
reproduksi bukan hanya terkait dengan wanita akan tetapi juga dengan suami. Selain
itu dukungan keluarga pada PUS sangat penting dalam menjaga kesehatan
reproduksi.

Saran yang ditujuan

1. Bagi WUS Wanita Usia Subur diharapkan selalu menjaga kesehatan


reproduksinya, dengan memiliki perilaku yang positif yang mendukung kesehatan
reproduksi, seperti kebersihan organ intim, memiliki pengetahuan yang benar tentang
KB, perencanaan kehamilan, persiapan laktasi serta mampu mencegah terjadinya
masalah kesehatan reproduksi.

2. Bagi Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan


meningkatkan upaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya masalah
kesehatan reproduksi pada wanita usia subur, salah satunya dengan meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi.

Dapus

Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2005. Pedoman Pelayanan Kesehatan


Reproduksi. Direktorat Kesehatan Keluarga Dirjen Bina Kesehatan Keluarga dan
Balita. Jakarta. Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2001. Modul Kesehatan Reproduksi.


Jakarta. Depkes RI.
Ardianti, I. (2019). Pemberian edukasi tentang kesehatan reproduksi pada wanita usia
subur di desa sumberagung kecamatan dander kabupaten bojonegoro. Jurnal humanis
(jurnal pengabdian masyarakat stikes icsada bojonegoro), 3(1), 25-29

Taufan, W. (2010). Implementasi Pelayanan Kesehatan. Materi Pelatihan Bagi


Petugas Kesehatan. Jakarta.DepKes RI.

Saraswati, D. E., & Hariastuti, F. P. (2017). Efektivitas Kartu Skor Poedji Rochjati
(Kspr) Untuk Deteksi Resiko Tinggi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ngumpakdalem
Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Ilmu Kesehatan MAKIA, 5(1), 28-33.

Hamilton. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Kurniawati, F. R. (2014). Pengaruh Penyuluhan Media Leaflet Tentang Bahaya


Kehamilan Resiko Tinggi Terhadap Pengetahuan Dan Motivasi Mencegah
Kehamilan Risiko Tinggi Di Puskesmas Kalitidu Kabupaten bojonegoro (Doctoral
dissertation, UNS (Sebelas Maret University)).

Ikha Ardianti (2021) PEMBERIAN EDUKASI TENTANG KB HORMONAL PADA


WANITA USIA SUBUR (WUS) KELUARGA BINAAN DI DESA SUMBERAGUNG
KECAMATAN DANDER KABUPATEN BOJONEGORO
Tugas 4

PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP


PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPM CHOIRUL MALA
HUSIN PALEMBANG TAHUN 2015

Masalah

Di Indonesia peserta KB yang tercatat 51,21% akseptor KB memilih suntikan sebagai


alat kontrasepsi, 40,02% memilih Pil, 4,93% memilih Implant, 2,72% memilih IUD
dan lainnya 1,11%. Pada umumnya masyarakat memilih metode non MNKJP
(Metode Non Kontrasepsi Jangka Panjang). Sehingga metode KB MKJP seperti
IUD, Implant, Kontap Pria (MOP) dan Kontap Wanita (MOW) kurang diminati.

Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan kaum ibu adalah KB
hormonal diantaranya pil, suntik, implant dan AKDR.10 KB hormonal tersebut juga
mempunyai banyak efek samping, seperti amenorea (30%), spoting (bercak darah)
dan menoragia, seperti halnya dengan kontrasepsi hormonal lainnya dan dijumpai
pula keluhan mual, sakit kepala (17%) (pusing), galaktorea (44%), perubahan berat
badan (9%) .

Ada pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap perubahan berat badan 4


sampai 10 kg atau lebih. Kelebihan estrogen dapat menyebabkan kurangnya
pengeluaran air dan natrium sehingga terjadi retensi cairan yang dapat menyebabkan
meningkatnya berat badan. Sehingga kelebihan progesteron dapat menyebabkan
bertambahnya nafsu makan dan efek metabolik hormon sehingga berat badan menjadi
meningkat.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini merupakan untuk mengetahui fakta yang sebenarnya
tentang kontrasepsi jenis hormonal. Kontrasepsi jenis ini tidak menyebabkan
kenaikkan berat badan pada akseptor KB. Peningkatan berat badan disebabkan oleh
hormon progesteron yang merangsang hipotalamus lateral menyebabkan perubahan
karbohidrat dan gula menjadi lemak, sehingga lemak dalam tubuh akan menjadi
banyak dan terjadilah peningkatan berat badan.

Perubahan berat badan akseptor KB adalah Peningkatan atau penurunan berat badan
yang dialami akseptor KB hormonal setelah memakai KB hormonal > 6 bulan.
Perubahan berat badan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu naik (jika
BB ibu mengalami kenaikkan (dalam kg), turun (jika BB ibu mengalami penurunan
(dalam kg) dan tetap jika BB ibu mengalami penetapan.

Manfaat

Menurut WHO Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau
pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan,
mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami isteri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Hasil penelitian

Hasil analisis bivariat di dapat tidak ada pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal
terhadap perubahan berat badan akseptor (p>0,05). Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap
perubahan berat-badan akseptor Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 30 responden yang diteliti sebanyak 23
(76,7%) responden mengalami kenaikkan berat badan lebih besar dibandingkan
dengan responden yang mengalami penurunan berat badan yaitu sebanyak 7 (23,3%)
responden.

Saran yang ditujuan

Diharapkan agar petugas kesehatan dapat meningkatkan pelaksanaan penyuluhan dan


konseling mengenai jenis kontrasepsi manfaat serta dampaknya apabila digunakan
sehingga para akseptor KB menjadi lebih memahami tentang alat kontrasepsi yang
mereka gunakan. Pada penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat meneliti variabel
lain yang lebih bervariasi dan mencakup penelitian yang lebih luas dengan metode
penelitian yang berbeda terutama yang berhubungan dengan kontrasepsi hormonal.
Sehingga penelitian tentang kontrasepsi hormonal dapat terus dikembangkan.

Dapus

1. Afni. 2012. Mengenal Alat Kontrasepsi. (Online)


http://afni/herbalobat.blogspot.com/20

12/06/mengenal-alatkontrasepsi.html. diakses tanggal 24 Januari 2015.

2. Bambang Al-Rasyid. 2013. Efek Penggunaan KB Pil dan Suntik. (Online) at


http://www.kompas.com/beritaterbaru/0112/14/headline/037.htm. Diakses 24 Januari
2015.

3. BKKBN. 2014. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi:Kebijakan


Program dan Kegiatan tahun 20052009. Jakarta : BKKBN

4. _______.2012. Pelayanan Informasi Kontrasepsi. Surabaya: BKKBN

5. _______. 2010. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi:Kebijakan


Program dan Kegiatan tahun 20052009. Jakarta : BKKBN

6. Depkes RI, 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

7. Handayani Sri. 2012. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:


Pustaka Rihama.

8. ____________2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:


Pustaka Rihama.

9. Hartati. 2013. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal terhadap perubahan berat badan


aksetor di BPS Hj. Yuliani Padang. (Online) at http://journal//pengaruh-
kontrasepsihormonal-terhadap-bb//pdf diakses tanggal 24 Januari 2015
10. Manuaba, Ida Bagus Gede.2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

11. Mulyani, Atikah, dkk. 2013. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha
Medika.

12. Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

13. Profil Dinkes Sumsel Tahun 2013.

14. Profil BPS Choirul Mala Husin Palembang Tahun 2015.

15. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan

Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

16. _______________________.2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

17. Sarwono Prawirohardjo, dkk. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakata: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

18. Sulistyawati Ari. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta : Salemba


Medika

Reni Saswita, (2017) PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL


TERHADAP PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPM CHOIRUL
MALA HUSIN PALEMBANG TAHUN 2015
Tugas 5

PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI


DALAM RANGKA MENURUNKAN KEJADIAN KEHAMILAN PADA
REMAJA

Masalah
Pengetahuan remaja yang mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi
sebesar 59% remaja wanita dan 55% remaja pria. Sedangkan informasi mengenai alat
kontrasepsi atau keluarga berencana sekitar 12% pada wanita dan 11% pada pria.
Pengetahuan tentang HIV/AIDS 48% pada remaja wanita dan 46% pada remaja pria.
Pengetahuan remaja tersebut telah sebagian besar telah diperoleh pada saat
pendidikan SMP (BKKBN, 2017).

Situasi kesehatan reproduksi pada remaja di Indonesia saat ini begitu


mengkhawatirkan. Sekitar 59% remaja perempuan dan 74% remaja pria mengaku
telah berhubungan seksual sejak usia 15 hingga 19 tahun serta rentang umur 15 – 17
tahun sekitar 45% remaja perempuan dan 44% remaja pria mulai berpacaran. Jenis
aktivitas berpacaran pada remaja juga bervariasi. Berpegangan tangan paling banyak
dilakukan oleh remaja pria dengan persentasi 75% dan remaja perempuan 64%.
Sekitar 17% remaja perempuan dan 33% remaja pria sudah berperlukan saat pacaran,
dan 30% remaja perempuan dan 50% remaja pria telah bercuium serta sekitar 5%
remaja perempuan dan 22% remaja pria saat pacaran telah diraba atau meraba bagian
tubuh pasangan saat pacaran. Akibatnya, kehamilan tidak di inginkan terjadi
sebanyak pada remaja. Sebanyak 12% kehamilan terjadi pada remaja perempuan dan
7% remaja pria terpaksa mempunyai pasangan hasil dari kehamilan yang tidak
diharapkan. Sekitar 23% remaja putri dan 19% remaja putra mengetahui tentang
aborsi yang dilakukan oleh orang terdekat baik teman maupun kenalan (BKKBN,
2017).
Tujuan
Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi. Pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi
belumpernah dilaksanakan di SMPN 6 RutengRentung Kegiatan ini diharapkan
mampu menurunkan kejadian kehamilan pada remaja di SMPN 6 Ruteng-Rentung
yang menjadi 0% yang semula terdapat dua atau tiga remaja putri hamil diluar nikah.
Remaja juga dapat menumbuhkan rasa tanggungjawab mengenai kesehatan
reproduksi serta dapat menurunkan risiko kehamilan tidak diinginkan.

Pengetahuan kesehatan reproduksi yang salah mengakibatkan remaja mudah jatuh


kedalam hal-hal yang berbau negatif, seperti berpacaran tidak sehat, seks pranikah,
kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman, penyakit infeksi menular seksual
dan terjangkit HIV/AIDS (Miswanto, 2014).

Manfaat
Manfaat dalam pengabdian ini adalah peningkatan pengetahuan remaja yang baik
atau positif tentang kesehatan reproduksi diatas 90% sehingga dapat menurunkan
angka kejadian kehamilan diluar nikah.

Hasil penelitian
Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa sebagian remaja yang berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut merupakan remaja kelas VIII dengan partisipan sebanyak 49,5%
sedangkan partisipan dengan jumlah terkecil merupakan remaja kelas IX sebanyak
13,7%.

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa remaja perempuan atau putri lebih
memiliki ketertarikan mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 54,8%. Walaupun
tidak ada perbedaan yang berarti dalam hal partisipasi berdasarkan jenis kelamin
antara remaja pria sebesar 45,2%.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pengetahuan remaja sebelum diberikan
penyuluhan tentang kesehatan reproduksi di SMPN 6 Ruteng-Rentung sebagian besar
berada dalam kategori kurang sebesar 88,5%. Terdapat 11 (11,5%) remaja yang
memiliki pengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi.

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja


yang baik dimiliki oleh remaja perempuan sebanyak 8(15,3%) dan pengetahuan yang
kurang dimiliki remaja putra sebanyak 40 (93,1%). Tabel tersebut juga membuktikan
bahwa remaja kelas IX memiliki pengetahuan yang baik dibanding kelas VII dan VIII
sebesar 53,8% dan remaja dengan pengetahuan yang kurang seluruhnya merupakan
remaja kelas VII sebanyak 35 (100%).

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki


pengetahuan yang baik sebesar 76,8% setelah diberikan penyuluhan. Terdapat sekitar
22 (23,3%) remaja yang masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang kesehatan
reproduksi.

Tabel 6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada remaja di SMPN6


Ruteng-Rentung mengenai kesehatan reproduksi. Rata-rata peningkatan pengetahuan
berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas naik 50% dan mengalami penurunan
yang signifikan pada jumlah remaja yang berpengetahuan kurang. Sebagian besar
remaja yang berpengetahuan baik berdasarkan jenis kelamin di dominasi

oleh remaja perempuan sebanyak 42 (80,1%) mengalami peningkatan sebesar 64,8%


dan remaja pria yang berpengetahuan kurang mengalami penurunan sebesar 65,2%.

Secara umum terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sudah di beri


penyuluhan. Sebanyak 11 (11,5%) remaja yang memiliki pengetahuan baik dan 84
(88,5%) remaja dengan pengetahuan kurang.

Saran yang ditujukan


Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini telah dilaksanakan sesuai dengan
kesepakatan bersama mitra sasaran. Kegiatan ini terbukti dapat meningkatkan
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksinya. Kegiatan ini juga
menghasilkan brosur tentang kesehatan reproduksi secara umu. Selain itu, kegiatan
ini juga menarik minat dari pimpinan sekolah untuk mengadakan kegiatan pendidikan
kesehatan termasuk kesehatan reproduksi setiap tahunnya. Pengabdian ini hanya
terbatas pada peningkatan pengetahuan pada remaja. Diharapakan untuk selanjutnya
kegiatan ini lebih pada sikap dan perilaku remaja berkaitan dengan kesehatan
reproduksi. Selanjutnya, agar dilakukan pendidikan kesehatan di sekolah lainnya
baik setingkat menengah pertama maupun menengah atas.

Dapus
BKKBN (2017) Survei Demografi dan Kesehatan 2017 : Kesehatan Reproduksi
Indonesia. Available at: https://e-koren.bkkbn.go.id.
Fasha, A. (2020) ‘Setiap Tahun Ada 27 Remaja di NTT yang Hamil di Luar Nikah.’
Available at: https://www.suaraindonesia.co.id.
IDAI (2013) Kesehatan Reproduksi Remaja Dalam Aspek Sosial. Available at:
https://www. idai.or.id.
KEMENKES RI (2014) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi. Available at: http://kesga.kemkes.go.id.
KEMENKES RI (2017) ‘Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan.’ Available
at: http:// pusdatin.kemenkes.go.id.
Lon, Yohanes (2020) ‘Kasus Aborsi Dan Pembuangan Bayi Sebagai Keprihatinan
Gereja Dan Imperatif Edukatifnya Bagi dunia pendidikan’, jurnal inovasi pendidikan
dasar, 4(1), pp. 12–22.
Miswanto (2014) ‘Pentingnya Pendidikan dan Seksualitas pada Remaja’, Jurnal Studi
Pemuda, 3(2), pp. 111–122.
Sukidjo Notoadmodjo (2014) Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wawan, D. (2010) Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.
Penerbit Nuha Medika.

Silfia Angela Norce Halu dkk, (1021) PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG


KESEHATAN REPRODUKSI DALAM RANGKA MENURUNKAN KEJADIAN
KEHAMILAN PADA REMAJA
Tugas 6
Hak-Hak Reproduksi dan Siklus Sepanjang daur Kehidupan
 Hak-hak reproduksi
Hak-hak reproduksi merupakan hak bagi pria dan wanita dalam memperoleh
informasi dan akses terhadap berbagai metode KB yang mereka pilih dengan
memperhatikan keamanan, efektifitas, dan keterjangkauan dalam
mengendalikan kelahiran yang tidak bertentangan dengan hukum perundang-
undangan. Hak reproduksi juga mencakup hak memperoleh layanan kesehatan
yang aman dan sesuai standar dalam masa kehamilan, persalinan nifas dan
menyusui serta memberikan kesempatan bagi pasangan untuk ikut terlibat.
Hak-hak tersebut meliputi :
1. Mendapat informasi dan pendidikan kespro
2. Mendapat pelayanan dan perlindungan kespro
3. Kebebasan dalam berfikir tentang pelayanan kespro
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena proses kehamilan, persalinan,
dan nifas
5. Menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya
7. Terbebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan
dari pemerkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan
8. Mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan kespro
9. Hak atas kerahasiaan pribadi berkaitan dengan pilihan atas pelayanan dan
kehidupan reproduksinya
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
11. Hak terbatas dari segala bentuk deskriminasi dalam kehidupan
berkeluarga dan kehidupan reproduksi
12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kespro
 Siklus sepanjang daur kehidupan

Anda mungkin juga menyukai