DOSEN PENGAMPU :
Tinuk Esti H, S.ST, M. Kes
Masalah
Upaya penyadaran masyarakat khususnya remaja, tentang pentingnya pengetahuan
kesehatan reproduksi dan program KB harus terus dilakukan dengan intensitas dan
frekuensi yang makin ditingkatkan. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
(SKRRI) yang dilakukan pada tahun 2002–2003 menemukan 2,4% atau sekitar
511.336 orang dari 21.264.000 jumlah remaja berusia 15–19 tahun dan 8,6% atau
sekitar 1.727.929 orang dari 20.092.200 remaja berusia 20–24 tahun yang belum
menikah di Indonesia pernah melakukan hubungan seks pranikah dan lebih banyak
terjadi pada remaja di perkotaan (5,7%). Secara keseluruhan persentase laki-laki
berusia 15–24 tahun belum menikah melakukan hubungan seks pranikah lebih
banyak dibandingkan wanita dengan usia yang sama. Tingkat pengetahuan kesehatan
reproduksi merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi perilaku seksual
remaja pranikah. Fenomena ini menunjukkan bahwa perilaku seksual remaja pranikah
remaja di berbagai provinsi semakin meningkat dikarenakan kurangnya pengetahuan
remaja tentang kesehatan reproduksi. Permasalahan remaja tersebut memberi dampak
seperti kehamilan, pernikahan usia muda, dan tingkat aborsi yang tinggi sehingga
dampaknya buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja.
Perilaku seksual remaja pada Survei Indikator Kinerja RPJM Remaja 2010 dilihat
dari pengalaman pacaran dan perilaku seksual remaja. Beberapa pengetahuan dasar
tentang kesehatan reproduksi yang perlu diketahui remaja, antara lain pengenalan
mengenai sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi, bahaya napza (narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif) pada kesehatan reproduksi, penyakit menular
seksual, HIV dan AIDS serta dampaknya terhadap kesehatan reproduksi,
pendewasaan usia kawin dan perencanaan kehamilan, tumbuh kembang anak dan
remaja (akil balig, masa subur, anemia, dan lain-lain), kehamilan dan persalinan.
Tujuan
Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan cara-cara melindungi dirinya
terhadap risiko kesehatan reproduksi relatif masih rendah dan perlu mendapatkan
perhatian yang lebih. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dengan perilaku seksual
pranikah.
Reproduksi Remaja (KRR) adalah salah satu program pemerintah di dalam sektor
pembangunan sosial-budaya, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi. Fokus utama dari program KRR di
Indonesia adalah terwujudnya perubahan perilaku remaja melalui penyediaan
informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi.
Manfaat
Perlunya remaja memahami kesehatan reproduksinya menurut BKKBN adalah agar
remaja mengenal tubuhnya dan organ-organ reproduksinya, memahami fungsi dan
perkembangan organ reproduksinya secara benar, memahami perubahan fisik dan
psikisnya, melindungi diri dari berbagai risiko yang mengancam kesehatan dan
keselamatannya, mempersiapkan masa depan yang sehat dan cerah, serta
mengembangkan sikap dan perilaku bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Manfaat Penelitian ini untuk memberikan bahan advokasi bagi para penentu
kebijakan dalam menyusun strategi pelaksanaan program, terutama yang berkait an
dengan hubungan antara perilaku seksual pranikah remaja dan faktor-faktor yang
memengaruhinya. Dengan melakukan analisis mendalam dari hasil Survei Indikator
RPJMN Remaja tahun 2010, akan diperoleh jawaban dari pertanyaan apakah
pengetahuan tentang kesehatan reproduksinya memengaruhi perilaku seksual
pranikah remaja.
Hasil penelitian
Analisis Deskriptif
Pada bagian ini akan disajikan hasil analisis deskriptif responden menurut latar
belakang karakteristik demografi, sosial dan ekonomi. Berdasarkan hasil analisis
deskriptif (Tabel 1), tampak bawah responden remaja yang terbanyak adalah usia 15–
19 tahun yaitu sebesar 64%, dengan jumlah responden laki-laki sebesar 52,2% dan
responden perempuan sebesar 47,8%, Tingkat pendidikan yang banyak ditamatkan
adalah tamat SLTA sebesar 38,7% dan tamat SLTA sebesar 38%. Responden remaja
rata-rata masih berada di bangku sekolah, yaitu sebesar 53,5%.
Analisis Inferensial
Pada bagian ini akan disajikan hasil analisis inferensial dari pengaruh pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi remaja terhadap pengalaman pacaran dan dari pengaruh
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja terhadap pengalaman melakukan
hubungan seksual pranikah.
Badan Pusat Statistik (BPS), dan ORC Macro, 2003. Survei Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia 2002–2003. Calverton, Maryland, USA: BPS dan ORC Macro.
Tugas 2
Masalah
Undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974 memperbolehkan seorang perempuan
usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan undang-undang kesehatan No. 36 tahun
2009 memberikan batasan 20 tahun. Karena hubungan seksual yang dilakukan pada
usia dibawah 20 tahun bresiko terjadi kanker serviks, serta penyakit menular seksual.
Perkawinan usia muda meyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan
antara lain pada kehamilan dapat terjadi preeclampsia, resiko persalinan macet karena
besar kepala anak tidak dapat menyesuaikan bentuk punggung yang belum
berkembang sempurna. Pada persalinan dapat terjadi robekan yang meluas dari
vagina menembus ke kandung kemih dan meluas ke anus. Pada bayi dapat terjadi
berat badan lahir rendah atau berat badan bayi lahir besar. Resiko pada ibu yaitu
dapat meninggal (Bunners, 2006).
Sedangkan dari segi kesehatan, perkawinan usia muda itu sendiri yang ideal adalah
untuk perempuan di atas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang
menikah di bawah umur 20 tahun berisiko terkena kanker leher rahim, dan pada usia
remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar Human Papiloma
Virus (HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Ira Damayanti,
2012 dalam Kompono, 2007).
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini merupakan untuk memberikan pengetahuan dan berbagai
informasi bahwa pernikahan dini di bawah usia 20 tahun akan sangat beresiko terkena
kanker leher rahim. Selain itu, pada saat seorang perempuan hamil ia akan mudah
untuk keguguran dikarenakan rahimnya belum sepenuhnya matang untuk menerima
kehadiran janin.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini untuk menghilangkan presepsi masyarakat bahwa menikah
muda adalah jalan keluar dari suatu hal. Justru menikah diusia muda dapat
menimbulan permasalahan- permasalahan tertentu, khususnya permasalahan
reproduksi. Menikah diusia muda juga banyak sekali dampak negatifnya seperti,
faktor resiko usia menikah pada usia dini berhubungan dengan kejadian kanker leher
rahim. Semakin dini seorang perempuan melakukan hubungan seksual semakin tinggi
risiko terjadinya lesi prakanker pada leher rahim. Sehingga dengan demikian semakin
besar pula kemungkinan ditemukannya kanker leher rahim. Hal ini disebabkan pada
usia tersebut terjadi perubahan lokasi sambungan skuamo-kolumner sehingga relatif
lebih peka terhadap stimulasi onkogen (Damayanti, 2012 dalam Jacobs, 1995
Hasil penelitian
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab ataupun faktor pendorong terjadinya
pernikahan dini.
Pertama, masalah ekonomi yang rendah dan kemiskinan menyebabkan orang tua
tidak mampu mencukupi kebutuhan anaknya dan tidak mampu membiayai sekolah
sehingga mereka memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan harapan sudah
lepas tanggung jawab untuk membiayai kehidupan anaknya ataupun dengan harapan
anaknya bisa memperoleh penghidupan yang lebih baik.
Kedua, kehamilan diluar nikah dan ketakutan orang tua akan terjadinya hamil diluar
nikah mendorong anaknya untuk menikah diusia yang masih belia.
a. Untuk orang tua : tetap menjaga dan mendidik putra-putri nya agar tiak terjerumus
dalam pergaulan bebas. Dan tanamkan ilmu agama yang benar pada generasi muda
yang sehat.
b. Untuk masyarakat : tetap mencegah dan mengawasi bagi mereka yang sering
berkhalwat diluaran atau diarea terbuka. Dan menjadi penasehat bagi mereka yang
sudah melakukan nya.
c. Bagi remaja putri lebih banyak melakukan kegiatan positif dan menjauhi hal – hal
yang bersifat negatif.
Dapus
BKKBN. 2005. Kartu Informasi KHIBA (Kelangsungan Hidup Ibu Bayi, dan Anak
Balita).
Damayanti Ira. 2012. Gambaran reamaja putri tentang dampak pernikahan dini pada
kesehatan reproduksi siswi kelas XI di SMK BATIK 2 Surakarta. Skripsi. Surakarta
Notoatmojo, S. 2006. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Sarwono, S.W. 2006 psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
http://bhebhesalimah.blogspot.co.id/2013/ 03/resiko-kehamilan-di-usiaremaja.html
http://www.smallcrab.com/others/1278pernikahan-usia-dini-danpermasalahannya
http://www.dautic.com/bahaya-virustoksoplasma-bagi-ibu-hamil.
Yuspa Hanum dan Tukiman. Dampak Pernikahan Dini Terhadap Alat Reproduksi
Wanita
Tugas 3
Masalah
UU No. 7/1984 (hasil ratifikasi CEDAW 1979) menjamin hak-hak wanita untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai termasuk memperoleh informasi,
edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan. Masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh
pasangan usia subur (PUS) menurut Deswani (2017) adalah masalah KB, PMS, dan
masalah yang dialami saat kehamilan dan menyusui.
Tujuan
Program ini memiliki tujuan umum yaitu tujuan umum program pengabdian pada
masyarakat ini yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan di keluarga khususnya
wanita usia subur (WUS) dengan melakukan edukasi tentang masalah kesehatan
reproduksi yang dialami.
Manfaat
Hal ini dilakukan dengan harapan anggota keluarga dapat menjalankan fungsinya
dalam pemeliharaan kesehatan dan manajemen kesehatan keluarga. Menurut
Setyowati & Murwani (2018), saat berhubungan denga masalah kesehatan,
kebanyakan individu mendapatkan bantuan lebih banyak dari keluarga mereka
daripada sumber lainnya, bahkan dokter yang menangani mereka sekalipun.
Hasil penelitian
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakuakan, dapat disimpulkan bahwa 50% masalah
yang dihadapi oleh WUS pada keluarga binaan yang didampingi adalah masalah yang
terkait dengan KB, 25% adalah masalah PMS (Penyakit Menular Seksual) dan
sisanya sebanyak 25% adalah tentang manajemen laktasi yang disebabkan karena
ketidaktahuan mengenai cara perawatan payudara saat menyusui. Masalah-masalah
yang dialami oleh WUS ini mungkin dikarenakan kurangnya informasi dari petugas
kesehatan, masih minimnya upaya pemerintah dalam memberikan informasi dan
sosialisasi serta kurangnya upayaupaya promotif dan preventif dalam mencegah
masalah kesehatan reproduksi wanita. Selain itu kurangnya kesadaran dari WUS dan
keluarga untuk berupaya mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi,
khususnya pada PUS.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi pasangan usia subur, secara
garis besar yaitu faktor sosial ekonomi, faktor budaya dan lingkungan, faktor
psikologis, dan yang terakhir adalah faktor biologis. Faktor sosial ekonomi terutama
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi disebut paling berpengaruh terhadap
terjadinya masalah reproduksi pada wanita. Adapun faktor lain yang turut andil dalam
terjadinya masalah reproduksi pada wanita adalah fajtor budaya, lingkungan seperti
praktek tradisional yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi,
kepercayaan banyak anak banyak rezeki, informasi dari masyarkat dan keluarga yang
diyakini dari generasi ke generasi yang berlawan an dengan informasi medis akan
membingungkan (Taufan, 2010). Selama pelaksanaan program, sebanyak 60%
keluarga dari PUS yaitu suami yang didampingi tidak berpartisipasi aktif saat
pemberian edukasi dikarenakan kesibukan mereka dan juga persepsi mereka
bahwasanya masalah kesehatan reproduksi adalah urusan perempuan, dan tidak
berhubungan dengan suami ataupun anggota keluarga yang lain. Padahal kesehatan
reproduksi bukan hanya terkait dengan wanita akan tetapi juga dengan suami. Selain
itu dukungan keluarga pada PUS sangat penting dalam menjaga kesehatan
reproduksi.
Dapus
Saraswati, D. E., & Hariastuti, F. P. (2017). Efektivitas Kartu Skor Poedji Rochjati
(Kspr) Untuk Deteksi Resiko Tinggi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ngumpakdalem
Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Ilmu Kesehatan MAKIA, 5(1), 28-33.
Masalah
Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan kaum ibu adalah KB
hormonal diantaranya pil, suntik, implant dan AKDR.10 KB hormonal tersebut juga
mempunyai banyak efek samping, seperti amenorea (30%), spoting (bercak darah)
dan menoragia, seperti halnya dengan kontrasepsi hormonal lainnya dan dijumpai
pula keluhan mual, sakit kepala (17%) (pusing), galaktorea (44%), perubahan berat
badan (9%) .
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini merupakan untuk mengetahui fakta yang sebenarnya
tentang kontrasepsi jenis hormonal. Kontrasepsi jenis ini tidak menyebabkan
kenaikkan berat badan pada akseptor KB. Peningkatan berat badan disebabkan oleh
hormon progesteron yang merangsang hipotalamus lateral menyebabkan perubahan
karbohidrat dan gula menjadi lemak, sehingga lemak dalam tubuh akan menjadi
banyak dan terjadilah peningkatan berat badan.
Perubahan berat badan akseptor KB adalah Peningkatan atau penurunan berat badan
yang dialami akseptor KB hormonal setelah memakai KB hormonal > 6 bulan.
Perubahan berat badan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu naik (jika
BB ibu mengalami kenaikkan (dalam kg), turun (jika BB ibu mengalami penurunan
(dalam kg) dan tetap jika BB ibu mengalami penetapan.
Manfaat
Menurut WHO Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau
pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan,
mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami isteri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Hasil penelitian
Hasil analisis bivariat di dapat tidak ada pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal
terhadap perubahan berat badan akseptor (p>0,05). Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap
perubahan berat-badan akseptor Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 30 responden yang diteliti sebanyak 23
(76,7%) responden mengalami kenaikkan berat badan lebih besar dibandingkan
dengan responden yang mengalami penurunan berat badan yaitu sebanyak 7 (23,3%)
responden.
Dapus
11. Mulyani, Atikah, dkk. 2013. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
15. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan
17. Sarwono Prawirohardjo, dkk. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakata: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Masalah
Pengetahuan remaja yang mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi
sebesar 59% remaja wanita dan 55% remaja pria. Sedangkan informasi mengenai alat
kontrasepsi atau keluarga berencana sekitar 12% pada wanita dan 11% pada pria.
Pengetahuan tentang HIV/AIDS 48% pada remaja wanita dan 46% pada remaja pria.
Pengetahuan remaja tersebut telah sebagian besar telah diperoleh pada saat
pendidikan SMP (BKKBN, 2017).
Manfaat
Manfaat dalam pengabdian ini adalah peningkatan pengetahuan remaja yang baik
atau positif tentang kesehatan reproduksi diatas 90% sehingga dapat menurunkan
angka kejadian kehamilan diluar nikah.
Hasil penelitian
Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa sebagian remaja yang berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut merupakan remaja kelas VIII dengan partisipan sebanyak 49,5%
sedangkan partisipan dengan jumlah terkecil merupakan remaja kelas IX sebanyak
13,7%.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa remaja perempuan atau putri lebih
memiliki ketertarikan mengenai kesehatan reproduksi sebanyak 54,8%. Walaupun
tidak ada perbedaan yang berarti dalam hal partisipasi berdasarkan jenis kelamin
antara remaja pria sebesar 45,2%.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pengetahuan remaja sebelum diberikan
penyuluhan tentang kesehatan reproduksi di SMPN 6 Ruteng-Rentung sebagian besar
berada dalam kategori kurang sebesar 88,5%. Terdapat 11 (11,5%) remaja yang
memiliki pengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi.
Dapus
BKKBN (2017) Survei Demografi dan Kesehatan 2017 : Kesehatan Reproduksi
Indonesia. Available at: https://e-koren.bkkbn.go.id.
Fasha, A. (2020) ‘Setiap Tahun Ada 27 Remaja di NTT yang Hamil di Luar Nikah.’
Available at: https://www.suaraindonesia.co.id.
IDAI (2013) Kesehatan Reproduksi Remaja Dalam Aspek Sosial. Available at:
https://www. idai.or.id.
KEMENKES RI (2014) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi. Available at: http://kesga.kemkes.go.id.
KEMENKES RI (2017) ‘Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan.’ Available
at: http:// pusdatin.kemenkes.go.id.
Lon, Yohanes (2020) ‘Kasus Aborsi Dan Pembuangan Bayi Sebagai Keprihatinan
Gereja Dan Imperatif Edukatifnya Bagi dunia pendidikan’, jurnal inovasi pendidikan
dasar, 4(1), pp. 12–22.
Miswanto (2014) ‘Pentingnya Pendidikan dan Seksualitas pada Remaja’, Jurnal Studi
Pemuda, 3(2), pp. 111–122.
Sukidjo Notoadmodjo (2014) Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wawan, D. (2010) Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.
Penerbit Nuha Medika.