Anda di halaman 1dari 31

Laporan Mini Project

UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN REMAJA DI SEKOLAH


MENENGAH PERTAMA NEGERI 6 AMLAPURA, DESA SERAYA TIMUR
KECAMATAN KARANGASEM KABUPATEN KARANGASEM

Oleh :
dr. Nyoman Gede Bimantara, S.Ked.
dr. Putu Wedayanti, S. Ked
dr. Prayoga Setiawan, S. Ked
dr. Made Prani Windasari, S. Ked
dr. Diogo Adiwicaksana Fernandez, S. Ked

Pembimbing :
dr. Ketut Duara

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER


INDONESIA
UPT PUSKESMAS KARANGASEM II
KARANGASEM
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Remaja adalah periode dalam kehidupan dimana terjadi masa peralihan dari
masa kanak ke masa dewasa.(WHO, 2014) Sebagai fase peralihan yang berjalan
natural, remaja mencoba berbagai perilaku yang kadang merupakan perilaku
berisiko (Lestary dan Sugihani, 2011) Menurut World Health Organization
(WHO) remaja adalah penduduk yang berusia 10-19 tahun, tidak jauh berbeda
di Indonesia dimana menurut Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak, remaja berusia 10-18 tahun. (Pratiwi, 2013 dan
WHO, 2014)
Terdapat beberapa alas an untuk meningkatkan perhatian akan kesehatan remaja
yaitu; pertama adalah karena jumlah populasi remaja yang banyak di Indonesia
maupun secara global yang hampir mencapai 1/5 dari populasi penduduk
keseluruhan di mana menurut data WHO di tahun 2012 jumlah remaja adalah
1,2 miliar atau sekitar 16,4%; kedua adalah remaja sehat akan memiliki dampak
besar pada perkembangan sosial dan ekonomi; dan ketiga adalah remaja yang
sehat penting untuk masa depan dan sekarang dimana remaja adalah aset dan
sumber daya penting untuk keluarga, komunitas dan bangsa. (WHO, 2012)
Peningkatan perhatian pada kesehatan remaja ini akan mempengaruhi status
kesehatan pada fase hidup setelahnya. Dengan contoh, banyak dari penyakit
tidak menular pada usia dewasa berawal dari kebiasaan yang kurang sehat yang
terkadang dimulai sejak remaja seperti konsumsi tembakau, alkohol, pola
makan tidak sehat ataupun aktivitas fisik yang kurang.(WHO, 2012) Perilaku
berisiko ini mengacu pada semua yang berkaitan dengan perkembangan
kepribadian dan adaptasi sosial dari remaja. Menurut definisi Departemen
Kesehatan Republik Indonesia seperti dikutip dalam sebuah jurnal; remaja
berisiko adalah remaja yang pernah melakukan perilaku berisiko bagi kesehatan
seperti merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan narkoba, dan melakukan
hubungan seksual pranikah. (Lestary dan Sugihani, 2011)

Seperti dilaporkan dalam Survei Kesehatan Remaja Republik Indonesia tahun


2007 bahwa pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi masih
rendah.Pengetahuan remaja perempuan terhadap menstruasi sebagai tanda akhil
balig perempuan relatif tinggi, namun remaja laki-laki masih rendah. Remaja
laki-laki yang mengetahui mimpi basah sebagai tanda akhil balig laki-laki
sekitar 29%, sedangkan yang tidak tahu sekitar 10%, pada remaja wanita
mengetahui mimpi basah 16% sebagai tanda akhil balig laki-laki dan 11%
menyatakan tidak tahu. Sementara yang mengetahui sebatas ciri fisik pada akhil
balik laki-laki sejumlah 61% pada kelompok remaja laki-laki dan 73% pada
remaja perempuan.Rendahnya pengetahuan terhadap ciri reproduksi dapat
menyebabkan remaja memiliki perilaku berisiko. (IDAI, 2011)
Masalah lain yang berkenaan dengan perilaku berisiko remaja menurut hasil
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, adalah
tingginya perokok aktif dengan presentase perempuan dan laki-laki yang tidak
menikah, berusia 15-19 tahun yang merupakan perokok aktif hingga waktu
diadakan survei yaitu laki-laki sebanyak 47% sementara perempuan 0,7%.
Selain itu juga pada kelompok usia ini sudah ditemukan perilaku konsumsi
alkohol dengan presentasi perempuan 3,7% dan laki-laki 15,6%. Temuan lain
yang juga mengejutkan adalah pengalaman seksual pada usia 15-17 tahun pada
perempuan sebesar 1,3% dan pada laki-laki sebesar 3,7% dimana alasan untuk
melakukan hubungan seksual untuk pertama kali sebelum menikah pada remaja
usia 15-24 tahun paling tinggi pada kelompok usia perempuan adalah karena
terjadi begitu saja (38,4%) dan dipaksa oleh pasangan (21,2%) sementara pada
kelompok laki-laki alasan tertinggi karena ingin tahu (51,3%). (Pratiwi, 2013)
Kasus HIV/AIDS secara global menjadi 5 besar penyebab mortalitas pada
remaja.(WHO, 2014) Di mana laporan dari Kementrian Kesehatan Indonesia
tahun 2014 Bali memiliki prevalensi kasus AIDS sebesar 109,52 per 100
penduduk dan menempati posisi ketiga secara nasional. (Kemenkes, 2014) dan
dari hasil SKKRI 2007 menyebutkan bahwa pengetahuan remaja tentang cara
paling penting untuk menghindari infeksi HIV masih terbatas, hanya 14%
wanita yang menyebutkan pantang berhubungan seks, 18 % wanita dan 25%
pria menyebutkan menggunakan kondom, serta 11% wanita dan 8% pria
3

menyebutkan membatasi jumlah pasangan seksual sebagai cara menghindari


HIV/AIDS.
Berbagai faktor kesehatan reproduksi remaja berhubungan satu sama lainnya,
sehingga untuk menciptakan status remaja sehat diperlukan pengetahuan
mendasar mengenai kesehatan reproduksi remaja. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk meningkatan tingkat kesehatan reproduksi remaja, tetapi masih
saja didapatkan data yang menunjukkan bahwa remaja masih kurang memiliki
pengetahuan

mengenai

kesehatan

reproduksi.Berawal

dari

kurangnya

pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi remaja dalam proyek mini


ini mengangkat upaya peningkatan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
remaja.
1.2. Pernyataan Masalah
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan remaja,
baik dari pemerintah maupun pihak lain di antaranya, program kelompok siswa
peduli AIDS dan narkoba (KSPAN) ataupun Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR). Berdasarkan wawancara dengan petugas puskesmas, di
puskesmas sendiri program kesehatan remaja sudah dilaksanakan bersama
dengan program lain seperti Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dengan
melaksanakan penyuluhan. Selain penyuluhan juga dilaksanakan penjaringan
terhadap siswa baru di sekolah.Akan tetapi, program kesehatan reproduksi
belum secara khusus dilaksanakan dalam program tertentu. Selama ini pula
target program masih terbatas pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).
Berbagai masalah berkaitan dengan kesehatan reproduksi seperti pernikahan
dini, penyalahgunaan NAPZA, ataupun infeksi menular seksual sebenarnya bisa
dicegah dengan berbagai upaya.Melihat kebutuhan remaja dan melihat fungsi
puskesmas sebagai lini terdepan dalam usaha kesehatan masyarakat maka
usaha-usaha preventif bisa dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan
ataupun angka kematian akibat masalah yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi.
Bentuk pelayanan kesehatan remaja ideal menurut WHO adalah adolescent
friendly health services (AFHS) yang kemudian disesuaikan di Indonesia
4

menjadi Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), di mana kegiatan yang


bisa dilakukan untuk mendukung adalah dengan pemberian infomasi dan
edukasi. (Pratiwi, 2013) Degan melaksanakan promosi kesehatan dalam bidang
kesehatan reproduksi remaja ini, diharapkan bahwa tingkat pengetahuan remaja
yang dalam proyek mini ini bisa meningkat sehingga akan memberi dampak
pada sikap dan perilakunya. Dalam menentukan responden proyek mini ini,
remaja usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) dirasa sudah bisa menerima
materi tentang kesehatan reproduksi karena usia remaja SMP adalah usia
permulaan akhil balig atau pubertas sehingga upaya peningkatan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi remaja bisa dimulai sedini mungkin dan
diberikan sesuai dengan usia responden.Dalam SKRRI 2007 juga telah
disampaikan bahwa tingkat pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi
masih kurang, maka dalam proyek mini ini dilakukan penyuluhan sebagai usaha
untuk meningkatkan pengetahuan.
1.3. Tujuan
Tujuan penyuluhan ini yaitu untuk memberikan pengetahuan yang benar
kepada para siswa SMP tentang kesehatan reproduksi remaja. Adapun hal-hal
yang akan disampaikan dalam penyuluhan ini adalah:
1. Upaya Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja
2. Perubahan Remaja pada Masa Pubertas
3. Perilaku Remaja Sehat
4. Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
5. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)
dan Rokok
1.4. Manfaat
1. Siswa SMP mendapat informasi mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja,
Perubahan Remaja pada Masa Pubertas, Perilaku Remaja Sehat, IMS dan
HIV, dan Penyalahgunaan NAPZA dan Rokok

2. Siswa SMP mendapat pengetahuan yang benar mengenai Kesehatan


Reproduksi Remaja, Perubahan Remaja pada Masa Pubertas, Perilaku
Remaja Sehat, IMS dan HIV, dan Penyalahgunaan NAPZA dan Rokok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja
2.1.1 Pengertian Remaja
Remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang yang mengalami
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19
tahun. Sementara dalam terminologi lain PBB menyebutkan anak muda (youth)
untuk mereka yang berusia 15-24 tahun.Ini kemudian disatukan dalam sebuah
terminologi kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun.Sementara itu
dalam program BKKBN disebutkan bahwa remaja adalah mereka yang berusia
antara 10-24 tahun. Menurut Hurlock (1993), masa remaja adalah masa yang penuh
dengan kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang
paling berat. Menurut Bisri (1995), remaja adalah mereka yang telah meningalkan
masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa
pembentukan tanggung jawab.
2.1.2 Perubahan yang terjadi pada masa remaja
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak memasuki usia
remaja antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi biologis, dimensi
kognitif dan dimensi sosial.
a. Dimensi Biologis
Pubertas menjadikan seorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mendapat menstruasi,
sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga
perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, panggul mulai membesar,
timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah kemaluan.Anak lelaki mulai
memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis, jakun, alat kelamin
menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat dan perubahan fisik
lainnya.

b. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean Piaget (2007) (seorang
ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam
tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations).Kapasitas
berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu
berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima
informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman lalu dan sekarang untuk ditransformasikan
menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
c. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai
berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi
pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai membuat penilaian tersendiri
dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan
mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan sebagainya.
Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan
kepadanya.
2.2 Penyakit Terkait Perilaku Buruk Remaja
2.2.1 Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannyaterutama melalui
hubungan seksual.Cara penularannya tidak hanya terbatas secara genitalgenital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, atau ano-genital.Sehingga
kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak hanya terbatas pada
daerah genital saja, tetapi juga pada daerah-daerah ekstra genital. Penyakit
menular seksual juga dapat terjadi dengan cara lain yaitu kontak langsung
dengan alat-alat seperti handuk, pakaian, termometer dan lain-lain. Selain itu
penyakit menular seksual dapat juga ditularkan oleh ibu kepada bayinya
ketika di dalam kandungan.Penyakit menular seksual yang umum terjadi di
Indonesia antara lain gonore, vaginosis bakterial, herpes simpleks,

trikomoniasis, sifilis, limfogranuloma venerium, ulkus mole, granuloma


inguinale,dan Acquired immune deficiency syndrom (AIDS).
2.2.2 HIV
Pada 2012, Kemenkes memperkirakan ada 591.718 orang terinfeksi HIV di
Indonesia.Namun pada akhir Maret 2014, hanya ada 134.053 orang diketahui
terinfeksi HIV melalui tes sukarela. Pada waktu yang sama, 54.231 orang
dilaporkan sudah sampai ke stadium AIDS dan 9.615 diketahui sudah
meninggal dunia akibatnya.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah nama virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia virus
ini terus bertambah banyak hingga menyebabkan sistem kekebalan tubuh
tidak sanggup lagi melawan virus yang masuk.Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan berbagai gejala penyakit akibat
turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi virus HIV tersebut.
Infeksi virus HIV secara perlahan menyebabkan tubuh kehilangan
kekebalannya oleh karenanya berbagai penyakit akan mudah masuk ke
dalam tubuh. Akibatnya penyakit-penyakit yang tadinya tidak berbahaya
akan menjadi bahaya bagi tubuh.
HIV hidup disemua cairan tubuh tetapi hanya bisa menular melalui
cairan tubuh tertentu yaitu, darah, air mani,cairan vagina,Air Susu Ibu
(ASI).Selain itu, AIDS dapat menular dengan cara melakukan hubungan
seksual dengan seseorang yang mengidap HIV, transfusi darah yang
mengandung virus HIV, ataupun pemindahan virus dari ibu hamil yang
mengidap virus AIDS kepada janin yang dikandungnya.
2.2.3 Napza
Napza (narkotika, psikotripika, dan zat adiktif lainnya) adalah bahan / zat
yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran,
perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan
psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah :
NARKOTIKA :
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
9

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,


mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Narkotika terdiri dari 3 golongan :
1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh
: Codein.
PSIKOTROPIKA :
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine.
3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Phenobarbital.

10

4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas


digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Diazepam, Nitrazepam (BK, DUM).
ZAT ADIKTIF LAINNYA :
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang
berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan
bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat
pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman
beralkohol :
a. Golongan A : kadar etanol 1 5 % (Bir).
b. Golongan B : kadar etanol 5 20 % (Berbagai minuman anggur)
c. Golongan C : kadar etanol 20 45 % (Whisky, Vodca, Manson
House, Johny Walker).
2. Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan
rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering
disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3. Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas
di masyarakat.
Upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat berkaitan erat dengan
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, karena rokok dan
alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang
berbahaya. Penggunaan NAPZA ini juga berisiko terhadap kesehatan
reproduksi karena penggunaan NAPZA akan berpengaruh terhadap
meningkatnya perilaku seks bebas. Pengguna NAPZA jarum suntik juga
meningkatkan risiko terjadinya HIV/AIDS, sebab virus HIV dapat menular
melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian.
2.3 Upaya Peningkatan Kesehatan Remaja
2.3.1 Konsep Pacaran Sehat

11

Berdasarkan realita yang telah diuraikan sebelumnya, tampak sekali belum


dipahaminya Konsep Pacaran Sehat dan Pengertian Cinta Dan Seks secara
benar oleh kaum remaja. Atau mungkin dalam hal ini remaja masih
dikacaukan oleh nafsu sesaat guna mendapatkan apa yang diinginkan
terutama kenikmatan seksual tanpa memikirkannya lebih jauh risiko-risiko
yang mungkin muncul. Cinta dan Seks adalah dua sisi yang sangat kontras
berbeda, jelaslah tidak bisa disamakan dengan seenaknya saja. Cinta adalah
bentuk perasaan kasih-sayang terhadap orang lain yang didasari kejujuran,
kesetiaan, kemuliaan hati dan kesadaran untuk bertanggung jawab. Sedangkan
Seks yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah jenis
kelamin, maka dalam konteks ini berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan
alat reproduksi terutama berupa aktifitas yang timbul lebih banyak karena
dorongan nafsu biologis.Sehingga membuktikan cinta dengan seks tentu saja
memunculkan

risiko-risiko.Namun

sebaliknya,

jika

remaja

mampu

memandang seks atas dasar cinta, maka dengan sendirinya tercipta pola pikir
yang holistik penuh dengan tanggung jawab, dan sudah seharusnya
menempatkan cinta dalam berpacaran sebagai sesuatu yang sehat dan sakral.
Oleh

karena

itu,

untuk

membantu

remaja

dalam

mengatasi

permasalahandalam berpacaran secara mandiri dan bertanggung jawab.Maka


sekiranya perlu diamalkan kiat-kiat dari konsep Pacaran Sehatsebagai
upaya preventif yang sederhana dan bekal yang tepat bagi remaja dalam
mengarungi masa pacarannya. Konsep Pacaran Sehat merupakan sekumpulan
tips-tips pacaran yang dilandasi proses cinta dimana dimensi fisik, psikis dan
sosial remaja dalam keadaan baik. Tidak hanya sehat seksual, tetapi juga sehat
rohani dan sehat mental.
PACARAN
1. Perlu persiapan
2. Amalkan nasehat orang tua
3. Cinta monyet (sadari)

12

4. Akan terjadi putus pacar


5. Rayuan gombal jangan terjebak
6. Aman untuk kesehatan reproduksi
7. Norma-norma selalu diperhatikan
SEHAT
1. Selalu ingat batas-batas
2. Enak dipandang lingkungan
3. Hubungan pertemanan tetap baik
4. Ampuh memacu prestasi
5. Tidak merugikan siapapun
Selain itu, dingembangkan juga pendekatan ABCDE yang merupakan
suatu konsep remaja sehat yang sudah diadopsi secara internasional.
1. Abstinentia
Sebisa mungkin dan seharusnya remaja tidak melakukan hubungan seksual
sebelum menikah.
2. Be faithful
Tidak dipungkiri adanya remaja yang telah seksual aktif, guna menghindari
resiko penularan IMS (Infeksi Menular Seksual) dan HIV-AIDS (Human
Immunodeficiency Virus dan Acquired Immunodeficiency Syndrome), maka
dianjurkan remaja untuk selalu setia pada satu pasangannya.
3. Condom

13

Wajib hukumnya bagi remaja dengan aktifitas seksual bebas yang bertukar
pasangan dan berisiko terjadinya kehamilan maupun penularan IMS dan
HIV-AIDS.
4. Dont inject atau Drugs
Hindarilah menggunakan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan
Zat Adiktif lainnya) terutama narkotika suntik, karena sangat berisiko
terhadap transmisi HIV-AIDS.
5. E-ducation ; carilah narasumber, dan informasi-informasi remaja yang
tepat.

2.3.2 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)


Untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang bersekolah maupun tidak
bersekolah, Kementrian Kesehatan RI telah mengembangkan Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) yang menekankan kepada petugas yang peduli remaja,
menerima remaja dengan tangan terbuka dan menyenangkan, lokasi pelayanan yang
mudah dijangkau, aman, menjaga kerahasiaan, kenyamanan dan privasi serta tidak
ada stigma.
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan
peduli remaja yang melayani semua remaja dalam bentuk konseling dan berbagai
hal yang berhubungan dengan kesehatan remaja.Disini remaja tidak perlu ragu dan
khawatir untuk berbagi/konseling, mendapatkan informasi yang benar dan tepat
untuk berbagai hal yang perlu diketahui remaja (Fadhlina, 2012).Program
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Program ini dapat dilaksanakan di
Puskesmas, Rumah Sakit atau sentra-sentra dimana remaja berkumpul seperti mall
(Depkes, 2005).

14

Keberhasilan implementasi PKPR dipengaruhi oleh keterlibatan semua


pihak,mulai dari pemerintah sebagai pengambilkebijakan, pelaksana program,
masyarakatdan remaja (Depkes RI 2005a).
Jenis kegiatan dalam PKPR adalah pemberian informasi dan edukasi,
pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang, konseling, pendidikan
Keterampilan hidup sehat (PKHS), penyuluhan kesehatan, pelatihan Peer
Counselor/ Konselor sebaya dan pelayanan rujukan sosial dan medis.
Berikut adalah uraian tentang kegiatan-kegiatan PKPR
1. Pemberian informasi dan edukasi.

Dilaksanakan di dalam atau di luar gedung, baik secara perorangan atau


berkelompok.

Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah,
atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau
sepengetahuan) puskesmas.

Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, focus group discussion (FGD),


diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media
elektronik (radio, email, dan telepon/hotline, SMS).

Menggunakan sarana komunikasi informasi edukasi (KIE) yang lengkap,


dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orangtua, guru)
dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap
tidak menggurui serta perlu bersikap santai.

Pendidikan kesehatan dapat berupa mata pelajaran ilmu kesehatan atau


upaya-upaya lain yang disisipkan dalam ilmu-ilmu lain seperti olahraga dan
kesehatan, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya. Selain melalui pelajaran,
pendidikan kesehatan juga dapat diperkenalkan melalui pendidikan
kesehatan yang disisipkan pada kegiatan ekstrakurikuler untuk menanamkan
perilaku sehat peserta didik. Dengan adanya dukungan dari pihak sekolah
atau pendidikan diharapkan dapat meminimalisir kejadian atau masalah
yang berhubungan dengan remaja.

2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan Rujukannya


15

Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke puskesmas
adalah:

Bagi remaja yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan


mengacu pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.

Petugas dari balai pengobatan umum, balai pengobatan gigi, kesehatan ibu
dan anak (KIA) dalam menghadapi remaja yangdatang, diharapkan dapat
menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus
remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila
diperlukan.

Petugas yang menjaring remaja dari ruangan, dan juga petugas loket atau
petugas laboratorium, seperti halnya petugas khusus PKPR juga harus
menjaga kerahasiaan remaja tersebut, dan memenuhi kriteria peduli remaja.

Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil


rujukan kasus per kasus.

3. Konseling
Tujuan konseling dalam PKPR yaitu:

Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya


agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus
dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.

Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber


daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar
mampu:
1. mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.
2. meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi
pada dirinya.
3. mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.

4.Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)


Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa
bila remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup
menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. Pendidikan ketrampilan
16

hidup sehat merupakan adaptasi dari life skills education (LSE).Sedangkan life
skills atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk
memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari secara
efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam
lingkup yang luas, yaitu: kesehatan fisis, mental, dan sosial.
5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya
Konselor sebaya atau Peer Educator di sekolah merupakan remaja sekolah yang
mendapatkan pelatihan pendidik sebaya dari Dinas Kesehatan.Pelatihan ini
merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu
syarat keberhasilan PKPR.Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja
atau konselor sebaya dan pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh, yaitu
kelompok ini berperan sebagai agen perubahan di antara kelompok sebayanya agar
berperilaku sehat.Lebih dari itu, kelompok ini terlibat dan siap membantu dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR.Kader yang berminat, berbakat, dan
sering menjadi tempat curhat bagi teman yang membutuhkannya dapat diberikan
pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship
dan konseling.

17

BAB III
METODE
3.1. Strategi Penyuluhan
Sebelum kegiatan proyek mini, persiapan bagi pelaksana kegiatan adalah
penguasaan materi penyuluhan, penguasaan cara-cara penyampaian pesan.
Penguasaan materi dilakukan dengan cara membaca materi tentang topik-topik
yang akan dibawakan pada saat penyuluhan yaitu kesehatan reproduksi remaja,
perubahan remaja pada masa pubertas, perilaku remaja hingga ke infeksi
menular seksual, dan penyalahgunaan NAPZA dan rokok. Persiapan tempat,
waktu dan peserta dilakukan dengan meminta izin dan bekerja sama dengan
Puskesmas II Karangasem dan pihak sekolah SMP 6 Amlapura. Tanggal untuk
penyuluhan direncanakan pada Sabtu, 7 Maret 2015 pukul 08.00 sampai dengan
10.30 bertempat di SMP Negeri 6 Amplapura.
Pelaksanaan penyuluhan dilakukan dengan perkenalan tim penyuluhan terlebih
dahulu. Selanjutnya dilakukan pemberian pertanyaan secara singkat kepada para
siswa sebelum dilakukan penyuluhan untuk mengetahui pengetahuan mereka
tentang kesehatan reproduksi remaja. Setelah itu dilanjutkan dengan penyuluhan
berupa pemberian materi mengenai kesehatan reproduksi remaja, perubahan
remaja pada masa pubertas, pelayanan kesehatan peduli remaja, perilaku remaja
hingga ke infeksi menular seksual, dan penyalahgunaan NAPZA dan rokok oleh
tim penyuluh. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi (tanya-jawab) singkat
mengenai materi yang telah dipresentasikan. Pada akhir diskusi, tim penyuluh
menyimpulkan kembali isi dari materi yang dibawakan beserta tanya jawab
tersebut. Sebagai bentuk evaluasi tentang pemahaman siswa tentang materi
yang telah disampaikan akan dilakukan penilaian dengan cara menanyakan
kembali pertanyaan yang sebelumnya ditanyakan saat sebelum dilakukannya
penyuluhan serta penilaian pre test dan post test.
3.2. Isi Materi
Materi penyuluhan yang disampaikan pada kegiatan ini yaitu:
a. Perubahan remaja pada masa pubertas

18

b. Perilaku remaja sehat dengan mengangkat konsep pacaran sehat


c. Konselor Sebaya pada Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
d. IMS dan HIV
e. Penyalahgunaan NAPZA dan merokok
3.3. Metode
Penyuluhan dilakukan dengan metode ceramah atau presentasi (slide) dengan
menggunakan media berupa laptop dan LCD serta dilakukan sesi tanya jawab di
sesi awal dan terakhir dengan para siswa.
3.4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tempat

: SMPN 6 Amlapura, Desa Seraya Timur, Kecamatan Karangasem,

Kabupaten Karangasem
Waktu

: Sabtu, 7 Maret 2015 pukul 18.00-10.30 WITA

Penyuluhan dilaksanakan di ruang kelas SMPN 6 Amlapura dengan alokasi


waktu sebagai berikut :
Waktu

Kegiatan

Metode

08.00-08.20

Perkenalan
diri
dan
sesi tanya
jawab

Ceramah,

08.20-08.30

Pembagian
kuisioner

Pengisian

08.30-10.00

Penyuluhan

10.00-10.15

Tanya jawab

10.15-10.25

Pembagian
test

10.25-10.30

Penilaian
Penutup

&

Acuan

Dokter
Internsip

Pemberian
pertanyaan
mengacu materi

Dokter
Internsip

Materi

Ceramah

Dokter
Internsip

Pemeberian
materi dengan
LCD

Diskusi

Dokter
Internsip

Pemberian
materi

Pengisian
post test

Dokter
Internsip

Materi

Diskusi

Dokter
Internsip

materi

kuisioer

post

Fasilitator

19

3.6. Rencana Evaluasi


1.

Indikator penilaian
a. Kehadiran peserta 80% dari seluruh siswa/i kelas 3 SMP N 6
Amlapura
b. Peserta aktif bertanya, yaitu minimal terdapat 1 pertanyaan pada sesi
tanya jawab
c. Peningkatan pengetahuan mengenai materi tentang kesehatan
reproduksi remaja, perubahan remaja pada masa pubertas, IMS dan
HIV, dan penyalahgunaan NAPZA dan rokok dinilai dari rata-rata
hasil post test >70.
d. Acara berlangsung sesuai jadwal

2.

Waktu penilaian

Sebelum dan sesudah penyuluhan.


3.

Cara penilaian
a. Melihat jumlah peserta yang hadir melalui daftar hadir peserta
b. Melakukan sesi tanya jawab dan mencatat setiap pertanyaan yang
diajukan
c. Melakukan pre test dan post test pada 50 orang peserta yang
mengikuti penyuluhan dan kemudian hasil pre test dan post
testakan dibandingkan dan dilihat apakah ada peningkatan rata-rata
hasil pre test serta post test mengenai pengetahuan peserta terhadap
materi yang diberikan.
d. Melihat kesesuaian lama berlangsungnya acara dengan jadwal.

20

BAB IV
HASIL KEGIATAN
4.1. Gambaran Umum Puskesmas Karangasem II
4.1.1. Keadaan Geografis Puskesmas Karangasem II
Puskesmas Karangasem II merupakan salah datu dari 12 puskesmas yang ada di
kabupaten Karangasem dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. di sebelah utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Abang I
b. di sebelah timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Abang II
c. di sebelah selatan Samudera Indonesia
d. di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Puskesmas Karangasem I
Wilayah Puskesmas Karangasem II didominasi wilayah perbukitan, memiliki iklim
laut tropis, dipengaruhi angin musim sehingga mengalami 2 musim yaitu kemarau
dan hujan.
Puskesmas Karangasem II memiliki wilayah kerja sebanyak 6 dari 11 desa yang ada
di seluruh kecamatan Karangasem, yaitu:
a. Desa Tegallinggah
b. Desa Bukit
c. Desa Tumbu
d. Desa Seraya Barat
e. Desa Seraya Tengah
f. Desa Seraya Timur
Desa Seraya Timur memiliki luas wilayah sebesar 9,36 m2 dengan jumlah dusun
sebanyak 9 dusun. Kepadatan penduduk sebesar 715,81 km2 merupakan wilayah
terpadat kedua setelah desa Tumbu. Dengan jarak tempuh dari Puskesmas
Karangasem II sepanjang 10 km menjadikan waktu tempuh ke puskesmas sekitar 10
menit.
4.1.2. Keadaan Demografis Puskesmas Karangasem II
Sesuai laporan profil Puskesmas Karangasem II tahun 2013,total luas wilayah kerja
46,87 km2 terdiri dari 6 desa dan 54 dusun/banjar dengan jumlah penduduk total
34.810 jiwa dengan 9.812 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk berdasarkan
jenis kelamin adalah laki-laki 17.422 jiwa dan 17.388 jiwa. Berdasarkan kelompok

21

umur, pada kelompok umur 0-9 tahun sebanyak 1804 jiwa, kelompok umur 10-19
tahun sebanyak 2419 jiwa, kelompok usia 20-29 tahun sebanyak 3398 jiwa,
kelompok usia 30-39 sebanyak 4894 jiwa, kelompok usia 40-49 tahun sebanyak
6786 jiwa, kelompok usia 50-59 tahun sebanyak 6830 jiwa, dan usia 60 tahun ke
atas sebanyak 8694 jiwa. Pada wilayah desa Seraya Timur, jumlah penduduk pada
tahun 2013 adalah 7.559 jiwa dengan rincian yaitu laki-laki sebanyak 3.707 jiwa
dan wanita sebanyak 3.852 jiwa.
Jumlah sekolah di wilayah kerja Puskesmas Karangasem II sebanyak 40 sekolah,
dengan rincian yaitu 7 sekolah Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) atau
sederajat sebanyak 29 sekolah, Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat
sebanyak 3 sekolah, dan Sekolah Menengah Pertama atau sederajat sebanyak 1
sekolah. Pada wilayah desa Seraya Timur terdapat 2 TK, 4 SD, dan 1 SMP.
4.1.3. Sumber Daya Kesehatan
Dari data ketenagaan Puskesmas Karangasem II dikutip dari laporan profil
Puskesmas Karangasem II tahun 2013, jumlah seluruh pegawai adalah 38 orang
dengan rincian 27 orang di Puskesmas Induk, 2 orang di Desa Bukit, 2 orang di
Desa Tumbu, 1 orang di Tegallinggah, 2 orang di Desa Seraya Barat, 2 orang di
Desa Seraya Timur, 1 orang di Desa Seraya Tengah.
4.1.4. Sarana Pelayanan Kesehatan
Fasilitas Kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Karangasem II adalah 1
orang puskesmas Induk yang terletak di Desa Seraya Tengah, 5 Puskesmas
Pembantu (Pustu Seraya Timur I, Pustu Seraya Timur II, Pustu Seraya Barat, Pustu
Bukit, Pustu Tumbu), 4 Polindes (Polindes Tegallinggah, Polindes Tumbu,
Poskesdes Seraya Barat, Polindes Seraya Tengah) dan 63 Posyandu yang tersebar di
seluruh wilayah Puskesmas Karangasem II.

22

4.2 Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Kesehatan Remaja


4.2.1 Waktu dan Tempat Kegiatan
Penyuluhan dilakukan di SMP Negeri 6 Amlapura yang terletak di desa
Seraya Timur, Kecamatan Amlapura, Kabupaten Karangasem, pada hari Sabtu, 7
Maret 2015 pukul 08.-00- 12.30 WITA.
4.2.2

Peserta
Penyuluhan dihadiri oleh 174 orang peserta yang terdiri dari seluruh siswa-

siswi kelas 3 SMP Negeri 6 Amlapura.


4.2.3

Pelaksana Penyuluhan
Kegiatan penyuluhan dilakukan oleh dokter internsip yang sedang bertugas di

UPT Puskesmas Karangasem II. Dokter internsip berjumlah 5 orang dan


membawakan 5 materi yang berbeda. Adapun dokter yang membawakan materi
tersebut adalah:
a.

Perubahan remaja pada masa pubertas dibawakan oleh dr. Putu


Wedayanti, S.Ked

b.

Perilaku remaja sehat dengan mengangkat konsep pacaran sehat


dibawakan oleh dr. Nyoman Gede Bimantara, S.Ked.

c.

Konselor Sebaya pada Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja


dibawakan oleh dr. Made Prani Windasari,S.Ked

d.

IMS dan HIV dibawakan oleh dr. Prayoga Setiawan, S.Ked

e.

Penyalahgunaan NAPZA dan merokok dibawakan oleh dr. Diogo


Adiwicaksana Fernandez, S. Ked

4.2.4

Karakteristik Responden Penyuluhan


Dari seluruh responden didapatkan responden meiliki usia yang relatif sama

yaitu berkisar umur 14-16 tahun. Siswa siswi tersebut terdiri dari 5 kelas yaitu kelas
IX A hingga IX E. berdasarkan jenis kelamin, responden lebih banyak laki-laki
dibandingkan perempuan. Dimana responden laki-laki berjumlah 110 orang (63%)
dan perempuan 64 orang (37%).

23

4..2.5 Proses Kegiatan


Pada hari pelaksanaan penyuluhan, kami datang 30 menit sebelum acara yang
di jadwalkan pada awalnya. Kami diterima dengan baik oleh Kepala Sekolah SMP
Negeri 6 Amlapura serta staf-staf dan guru-guru yang ada di sana. Sambil
menunggu siswa-siswi dikumpulkan ke ruangan yang telah disiapkan, kami
berbincang-bincang di ruang guru bersama guru-guru mengenai materi penyuluhan
yang akan kami bawakan.
Sesuai hasil diskusi dengan kepala Sekolah, kami diberikan tempat di
lapangan terbuka untuk mengadakan penyuluhan dengan alokasi + 1 jam, Namun
pada hari pelaksanaan, sekolah diguyur hujan rintik-rintik. Oleh karena itu, pihak
dokter internsip mengadakan diskusi dan negosiasi agar dapat menggunakan
ruangan kela untuk dilaksanakannya penyuluhan. Karena ada acara sesi foto kelas
3, makan akhirnya sekolah menyanggupi pengadaan penyuluhan di ruangan kelas.
Kegiatan dilakukan di 2 kelas namu dibagi 2 sesi. Sesi pertama dilakukan di kelas
IX A dan IX B sedangkan sesi kedua dilakukan pada kelas IX C serta IX D dan IX
E. sembari siswa-siswi tersebut bergiliran melakukan sesi foto.
Setelah semua siswa-siswi masuk kedalam ruangan yang telah disediakan
maka kami langsung menuju ruangan untuk melakukan persiapan dan melakukan
penyuluhan.
Pada awalnya kami memperkenalkan diri, lalu melakukan pretest pada
seluruh siswa-siswi. Pada pre test tiap sesi, kami membagikan 20 pertanyaan
pilihan ganda sesuai dengan materi penyuluhan yang akan kami bawakan. Pre-test
dilaksanakan kurang lebih selama 10 menit. Pre-test diberikan kepada 25 peserta di
masing-masing sesi untuk mengetahui tingkat pengetahuan mereka sebelum
penyuluhan dimulai. Dari hasil pre-test, sebagian besar peserta tidak dapat
menjawab beberapa pertanyaan tentang kesehatan reproduksi remaja (tabel 1).
Kebanyakan murid masih banyak salah menjawab mengenai kelima materi yang
dibawakan.
Berikut adalah hasil analisa pretest yang dikerjakan oleh siswa-siswi SMP
Negeri 6 Amlapura.

24

Tabel 1. ANALISA HASIL PRETEST


Jumlah benar

Nilai

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5

Jumlah Siswa
Sesi I
Sesi II
1
1
2
2
8
2
5
1

1
4
2
4
2
4
1
4
2
3
1
TOTAL
25
25
Berdasarkan hasil analisa dari pretest yang dilaksanakan di sesi I dan sesi II,
diketahui bahwa rerata nilai pretest pada sesi I adalah 4,36. Sedangkan hasil rerata
nilai post test pada sesi II adalah 5,52. Siswa-siswa pada sesi I memiliki nilai yang
lebih kecil. Nilai terkecil terdapat pada sesi I yaitu 1.5 yang berarti siswa tersebut
hanya mampu menjawab 3 pertanyaan benar dari 20 soal yang ada mengenai
kesehatan reproduksi remaja. Nilai pre test tertinggi ada pada sesi II yaitu 7.5
dimana siswa tersebut berhasil menjawab 15 pertanyaan benar dari 20 soal
mengenai materi kesehatan reproduksi remaja yang dibawakan. Adapun hasil ratarata nilai pretest keseluruhan dari 50 siswa yang mengikuti penyuluhan ini adalah
4,94.
Setelah mengikuti penyuluhan, siswa siswi diberikan post test untuk melihat
tingkat pengetahuan siswa siswi SMP Negeri 6 Amlapura setelah mendengarkan
berbagai macam materi kesehatan reproduksi remaja. Dari kedua sesi terlihat
adanya peningkatan pengetahuan setelah pemberian materi. Rata-rata nilai post test
pada sesi I adalah 6.76 dan rata-rata hasil post test pada sesi II adalah 7.6.
Sedangkan, jika seluruh hasil post test digabungkan, maka siswa-siswi memiliki
rata-rata 7.18. Nilai post test terendah adalah 2 dan nilai post test tertinggi adalah 9.

25

Tabel 2. ANALISA HASIL POST TEST


Jumlah benar

Nilai

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9
TOTAL

Jumlah Siswa
Sesi I
Sesi II

1
1
1
1
1
1
2
2
8
4
2
1
25

1
1
1
1
5
2
6
6
2
25

Setelah pemberian materi dilakukan juga diskusi agar penyuluhan berjalan


dua arah. Pada salah satu sesi materi, dilakukan diskusi mengenai pemahamanpemahaman yang ada di sekitar lingkungan. Apakah pernyataan tersebut benar atau
hanya mitos belaka. Saat dilakukan kegiatan tersebut, siswa-siswi terlihat antusias
dan banyak yang menanyakan mengapa ada perbedaan persepsi tersebut. Penyuluh
memberikan jawaban yang benar beserta penjelasannya agar para siswa-siswi
mengetahui hal-hal yang benar dan tidak berpegang pada mitos yang salah.
Di akhir sesi juga dilakukan role play, untuk mengajarkan kepada siswa-siswi
bagaimana menolak ajakan merokok dan narkoba. Dua siswa yang dijadikan contoh
memerankan cerita tentang menolak ajakan merokok. Siswa-siswi terhihat antusias
melihat teman mereka melakukan role play tersebut. Terlihat disana, mereka dapat
menolak dengan baik dan memberikan alasan agar teman-temannya dapat menolak
ajakan merokok.
Pada sesi tanya jawab, ada beberapa siswa yang bertanya. Misalnya mereka
bertanya bagaimana HIV itu menular. Setlah diberikan penjelasan oleh peyuluh.

26

Mereka pun akhirnya paham. Pada akhir sesi juga dibahas jawaban post test. Siswa
siswi menjawab sesuai pendapat mereka dan terjadi diskusi dua arah.
4.6 Evaluasi Kegiatan
Evaluasi diskusi pemahaman tentang pengetahuan mengenai masalah
kesehatan remaja didasarkan pada beberapa aspek, yaitu dari segi peserta, proses
kegiatan itu sendiri, maupun dari perbandingan antara hasil pre-test sebelum
penyuluhan dengan hasil post-test setelah dilakukan penyuluhan pada siswa SMP
Negeri 6 Amlapura.
Dari segi peserta, jumlah peserta yang mengikuti penyuluhan telah mencapai
target minimal 80% kehadiran koresponden, dimana dari seluruh kelas yang diminta
ikut serta dalam penyuluhan ini, seluruh siswa mengikuti kegiatan penyuluhan.
Perhatian dan respon peserta penyuluhan secara umum juga sangat baik di mana
hal ini dapat dilihat dari mampunya siswa menjawab dengan benar pertanyaan
mengenai kesehatan reproduksi remaja setelah diberikannya materi penyuluhan.
Dari segi proses penyuluhan (ceramah dan diskusi) yang telah berlangsung,
dapat dilaporkan bahwa ceramah dan diskusi berlangsung dengan baik dan terlihat
bahwa adanya komunikasi yang timbal balik antara peserta dengan pembicara.
Keberhasilan penyuluhan yang dinilai dengan adanya peningkatan pengetahuan
siswa mengenai masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi dapat dilihat dari
perbandingan jawaban-jawaban pre-test sebelum dilakukan penyuluhan dengan
post-test setelah dilakukan penyuluhan dengan memberikan beberapa pertanyaan
secara tertulis dan lisan. Pre-test dan post-test dilakukan terhadap 50 peserta untuk
mengetahui tingkat pengetahuan mereka sebelum ataupun sesudah penyuluhan.
Pre-test dan post-test memuat 20 pertanyaan yang sama dan dilakukan selama 10
menit. Pertanyaan pre test dan post test terlampir.
Adapun peningkatan hasil post test setelah dilakukan penyuluhan adalah
rerata meningkat 2.24 dibandingkan post test. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan pengetahuan setelah pemberian materi

4.7 Hambatan Mini Project

27

Dalam pelaksanaan penyuluhan tersebut terdapat hambatan cuaca yang tidak


mendukung sehingga kegiatan akhirnya dilaksanakan di dalam kelas dan di bagi
menjadi 2 sesi. Hal ini ditanggulangi dengan cara penyuluh yang membawa kan
materi bergantian di tiap kelas. Sehingga penyuluh membawakan materi sebanyak 4
kali. Adanya kekurangan sarana dan prasarana utnutk mengadakan kegiatan di 2
tempat sekaligus ditangglangi penyuluh dengan membawa LCD dan sound system
sendiri sehingga acara dapat berlangsung dengan baik dan lancar.
4.8 Manfaat Mini Project
Manfaat yang kami rasakan sebagai penyuluh dari pelaksanaan Mini Project
ini adalah sebagai latihan untuk menjadi komunikator yang baik di masyarakat,
mulai dari perencanaan, persiapan materi (pengumpulan materi dan penguasaan
materi), persiapan alat dan sarana penunjang, dan keterampilan berkomunikasi di
depan orang banyak agar menarik dan dapat dimengerti oleh pendengar.
Sedangkan manfaat bagi peserta adalah diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan mereka tentang masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja,
serta penyakit IMS dan NAPZA sehingga pada akhirnya mereka mampu secara
mandiri menjadi pribadi yang bertanggung jawab menjaga kesehatan mereka sendiri
dan menerapka perilaku remaja sehat. Penyuluhan ini juga diharapkan dapat
mengurangi angka kejadian kehamilan pranikah di daerahnya, selain itu diharapkan
pula mereka mampu mensosialisasikan pengetahuan masalah kesehatan remaja
yang mereka dapatkan kepada orang lain.

28

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Kesehatan Reproduksi Remaja, Perubahan Remaja pada Masa Pubertas,
Perilaku Remaja Sehat, IMS dan HIV, dan Penyalahgunaan NAPZA
Selama ini, masalah kesehatan, penyalahgunaan NAPZA dan merokok;
terutama pada remaja, masih menjadi perhatian serius dari pemerintah. Hal ini
dikarenakan remaja merupakan masa transisi dimana secara psikologis, remaja
sedang dalam masa yang sangat labil dan sedang dalam masa pencarian jati diri.
Masa-masa inilah yang sangat berperan dalam perkembangan remaja kedepannya,
sehingga remaja sangat rentan terjerumus ke dalam hai-hal yang negatif dalam
hidupnya. Apalagi dalam tradisi ketimuran yang dimiliki oleh bangsa Indonesia,
yang masih menganggap pembicaraan seputaran seks adalah hal yang memalukan
dan tabu untuk dibicarakan, bahkan antara anak dan orang tua, dapat
mengakibatkan remaja salah dalam mendapatkan informasi. Hal ini tentu saja
didasarkan perkembangan teknologi yang semakin pesat, sehingga mereka bisa
mendapatkan apa saja informasi yang mereka inginkan melalui media massa dan
media elektronik, yang dalam hal ini yang paling sering di gunakan adalah internet.
Dalam hal perkembangan psikologi remaja, termasuk hal yang mengenai kesehatan
reproduksi remaja, tentu saja hubungan anak-orang tua sangat berpengaruh terhadap
perkembangan remaja kedepannya.
Dari hasil penelitian ini, terlihat bahwa hampir semua responden hanya
memiliki sedikit pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja, perubahan
remaja pada masa pubertas, perilaku remaja sehat, IMS dan HIV, dan
penyalahgunaan NAPZA. Dari 20 soal pilihan ganda pretest yang diberikan
sebelum dilakukannya penyuluhan, pelaksanaan pretest ini dibagi dalam 2 sesi.
Berdasarkan hasil analisa dari pretest yang dilaksanakan di sesi I dan sesi II,
diketahui bahwa rerata nilai pretest pada sesi I adalah 4,36. Sedangkan hasil rerata
nilai post test pada sesi II adalah 5,52. Siswa-siswa pada sesi I memiliki nilai yang
lebih kecil. Nilai terkecil terdapat pada sesi I yaitu 1.5 yang berarti siswa tersebut
hanya mampu menjawab 3 pertanyaan benar dari 20 soal yang ada mengenai
kesehatan reproduksi remaja. Nilai pre test tertinggi ada pada sesi II yaitu 7.5
dimana siswa tersebut berhasil menjawab 15 pertanyaan benar dari 20 soal
29

mengenai materi kesehatan reproduksi remaja yang dibawakan. Adapun hasil ratarata nilai pretest keseluruhan dari 50 siswa yang mengikuti penyuluhan ini adalah
4,94.
Rendahnya hasil pencapaian ini salah satunya dapat di pengaruhi oleh
pengetahuan yang minim tentang kesehatan reproduksi remaja, perubahan remaja
pada masa pubertas, perilaku remaja sehat, IMS dan HIV, dan penyalahgunaan
NAPZA.
Setelah dilakukannya penyuluhan tentang kesehatan reproduksi remaja
terhadap responden, didapatkan hasil bahwa pengetahuan mereka tentang kesehatan
reproduksi remaja, perubahan remaja pada masa pubertas, perilaku remaja sehat,
IMS dan HIV, dan penyalahgunaan NAPZA telah meningkat bila dibandingkan
sebelumnya. Hal ini dapat dilihat melalui hasil postest yang dilakukan setelah
dilakukannya penyuluhan. Rata-rata nilai post test pada sesi I adalah 6.76 dan ratarata hasil post test pada sesi II adalah 7.6. Sedangkan, jika seluruh hasil post test
digabungkan, maka siswa-siswi memiliki rata-rata 7.18. Nilai post test terendah
adalah 2 dan nilai post test tertinggi adalah 9. Pertanyaan yang diberikan secara
lisan juga dapat dijawab dengan dengan baik oleh koresponden yang ditunjuk
secara random oleh tim penyuluh.
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa pengetahuan tentang reproduksi
remaja, perubahan remaja pada masa pubertas, perilaku remaja sehat, IMS dan HIV,
dan penyalahgunaan NAPZA i pada umumnya masih buruk dan perlu perbaikan.
Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya pendidikan sejak dini baik dari
orang tua maupun guru yang menjadi pendidik di sekolah tempat mereka menuntut
ilmu. Inilah yang ikut serta mempengaruhi perkembangan psikologi remaja
kedepannya, dan tentu saja berpengaruh terhadap angka kejadian IMS, kehamilan
pranikah, dan penyalahgunaan NAPZA. Setelam mendapatkan penyuluhan ini,
diharapkan mereka mampu secara mandiri menjadi pribadi yang bertanggung jawab
menjaga kesehatan reproduksi mereka sendiri, mengurangi angka kejadian
kehamilan pranikah di daerahnya, dan mengurangi angka penyalahgunaan NAPZA.
Selain itu diharapkan pula mereka mampu mensosialisasikan pengetahuan yang
mereka dapatkan kepada orang lain.

30

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja, perubahan remaja pada
masa pubertas, perilaku remaja sehat, IMS dan HIV, dan penyalahgunaan
NAPZA yang kami lakukan berjalan dengan lancar, karena koordinasi yang
baik antara pihak puskesmas dengan sekolah.
2. Proses penyuluhan dengan menggunakan presentasi, diskusi dua arah, dan
role play terbukti berhasil meningkatkan pengetahuan siswa SMP Negeri 6
Amlapura mengenai kesehatan reproduksi remaja, perubahan remaja pada
masa pubertas, perilaku remaja sehat, IMS dan HIV, dan penyalahgunaan
NAPZA, terlihat dari meningkatnya nilai post-test dibandingkan dengan
nilai pre-test nya.
5.2 Saran
1. Penyuluhan kesehatan reproduksi remaja, perubahan remaja pada masa
pubertas, perilaku remaja sehat, IMS dan HIV, dan penyalahgunaan NAPZA
sebaiknya dilakukan minimal tiap enam bulan, agar siswa paham dan
mengerti mengenai kesehatan alat reproduksi mereka, dapat terhindar dari
bahaya penyakit IMS, dan dapat menurunkan angka penyalahgunaan
NAPZA.
2. Pihak sekolah juga ikut memberi informasi kepada semua siswa mengenai
kesehatan reproduksi remaja, perubahan remaja pada masa pubertas,
perilaku remaja sehat, IMS dan HIV, dan penyalahgunaan NAPZA.

31

Anda mungkin juga menyukai