Anda di halaman 1dari 26

TL COVID

Tindak Lanjut Kontak Erat Pasien COVID-19 RW 9 (Tn AL dan keluarga)

Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis
baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Tanda dan gejala umum infeksi
COVID-19 meliputi gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa
inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. COVID-19 dapat menimbulkan
manifestasi yang serius seperti pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian.Pemerintah telah mengambil langkah untuk pencegahan penularan COVID-19 dengan
melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pada prinsipnya dilaksanakan untuk
menekan penyebaran COVID-19 semakin meluas. Pengaturan PSBB ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan secara teknis dijabarkan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala
Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Permasalahan
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 dan jumlahnya terus
bertambah hingga sekarang. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020 Kementerian Kesehatan
melaporkan 56.385 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang
tersebar di 34 provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus paling banyak terjadi pada
rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia 0-5 tahun. Angka kematian tertinggi
ditemukan pada pasien dengan usia 55-64 tahun.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


1. Merekap daftar kontak erat pasien COVID-19 per hari
2. Melakukan pembagian tugas untuk menghubungi kontak erat pasien COVID-19 (kontak erat
serumah)

Pelaksanaan
1. Menghubungi kontak erat pasien COVID-19 melalui whatsapp atau telpon
2. Memperkenalkan nama, usia pasien, dan tujuan tindak lanjut
3. Menanyakan kondisi pasien, durasi isolasi mandiri, komorbid, siapa anggota keluarga yang
terkonfirmasi positif swab, kondisi rumah, orang yang tinggal satu rumah dengan pasien, sudah
pernah swab atau belum, hasil swab bila sudah melakukan swab
4. Melaporkan hasil tindak lanjut ke tim satgas COVID-19

Monev

Monitoring dan evaluasi gejala pasien, durasi isolasi, dan hasil swab pasien.
Pada 21 Oktober 2020, isolasi mandiri hari ke-9, Tn. AL (23 tahun), An. Z (18 thn) melakukan isolasi
mandiri di kamar yang terpisah dengan kamar Ny. W (56 tahun), Ny. C (32 th), dan An. A (4 th).
Semua berada dalam kondisi baik, tidak ada demam, tidak batuk, tidak pilek. Semua anggota keluarga
tidak ada komorbid diabetes, hipertensi, sakit ginjal, ataupun sakit kronik lainnya. Tn. AL dan An. Z
adalah kontak erat dari kakak perempuannya (Ny. N, 26 th) dengan swab positif sudah dibawa ke
hotel untuk isolasi mandiri karena tidak bergejala.

PENYULUHAN GIZI BALITA


LATAR BELAKANG

Masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh para
ibu untuk menjaga agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehat dan cerdas.
Oleh karena itu para ibu harus memperhatikan asupan gizi untuk anak-anaknya. Gizi adalah
zat yang dikonsumsi karena dapat memberikan energi, atau dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan menjaga kesehatan atau jika kekurangan maka akan menyebabkan
perubahan biokimia maupun fisiologi dalam tubuh. Karbohidrat, protein dan lemak
merupakan zat gizi makro yang dibutuhkan tubuh. Sedangkan vitamin dan mineral
merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan oleh tubuh.

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip
keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal.
Jumlah sesuai dengan kebutuhan tubuh berarti bahwa jumlah asupan sama dengan jumlah
energi yang dikeluarkan sehingga tidak kurang atau tidak berlebih. Prinsip keangkeargaman
pangan penting diperhatikan dalam makanan yang diberikan kepada anak agar anak
mendapatkan berbagai macam zat gizi yang diperlukan oleh tubuhnya di samping itu
makanan yang bervariasi akan meningkatkan selera makan anak. Penting pula diperhatikan
agar anak mempunyai polah hidup yang aktif sehingga terjadi keseimbangan antara asupan
energi dengan energi yang dikeluarkan. Selain itu para ibu juga perlu memperhatikan
kebersihan dalam pemberian makanan kepada anak untuk menghindari penyakit yang dapat
timbul dari makanan yang tidak bersih. Kebersihan mencakup persiapan, pengolahan maupun
penyajian makanan. Ibu juga perlu memantau berat badan anak untuk mengetahui status
gizinya.

Di samping seimbang, pemberian gizi pada anak harus tepat. Pertama, tepat kombinasi
gizinya. Artinya semua kebutuhan zat gizinya terpenuhi dengan kombinasi dan susunan yang
tepat. Kedua, tepat porsinya. Artinya porsi makanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan
tubuhnya atau sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian. Ketiga, tepat dengan
tahap perkembangan anak. Artinya makanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan kalori
anak berdasarkan usia dan berat badan anak. Jika kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi maka
anak akan mengalami kekurangan gizi. Atau sebaliknya, jika anak mengalami kelebihan
energi maka anak akan mengalami kegemukan atau obesitas. Kegemukan atau obesitas dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner, diabetes maupun penyakit degeneratif
lainnya. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang pentingnya gizi seimbang untuk anak.
PERMASALAHAN

 Stunting (bertubuh pendek). Stunting disebabkan karena malnutrisi atau kekurangan gizi kronis
dan penyakit berulang selama kanak-kanak. 
 Wasting (bertubuh kurus). Wasting adalah masalah kekurangan gizi akut yang disebabkan oleh
penurunan berat badan secara drastis atau kegagalan dalam proses menaikkan berat badan
 Kasus obesitas pada orang dewasa. Masalah gizi yang satu ini meningkatkan risiko seseorang
terkena penyakit berbahaya seperti diabetes dan juga penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung
dan stroke.

PERENCANAAN DAN INTERVENSI

• Suplementasi Makanan. Suplemen makanan adalah produk Kesehatan yang mengandung


satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Yang bersifat nutrisi termasuk vitamin,
mineral dan asam amino.
• Pendidikan gizi adalah Tindakan dan usaha dengan maksud untuk merubah pikiran serta
sikap masyarakat dengan tujuan menanamkan pengertian kepada masyarakat mengenai gizi
yang baik dikonsumsi sehari-hari.
• Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrient) ke pangan. Tujuan utama
adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk
meningkatkan status gizi populasi.
• Makanan formulasi adalah kegiatan untuk merumuskan kebutuhan gizi spesifik penderita
masalah gizi, memilih bahan-bahan makanan yang berkhasiat dan kemudian menentukan
proses pengolahan, distribusi serta penyajian yang tepat
• Subsidi harga pangan
• Integrated program adalah program lain yang terintegrasi yang mendukung perubahan status
gizi masyarakat. Penyediaan air bersih, penyetaraan gender dan penanggulangan kemiskinan.

PELAKSANAAN
1. Menyiapkan materi/bahan penyuluhan
2. Mengatur waktu dan tempat penyuluhan
3. Menentukan target sasaran penyuluhan
4. Melakukan penyuluhan di puskesmas
5. Melakukan sesi tanya jawab

MONITORING DAN EVALUASI


Pemahaman masyarakat terutama ibu tentang kebutuhan gizi anak dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Evaluasi berat badan anak setiap bulan

TELUSUR TB
Latar Belakang
TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius. Di tahun
2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang, 1,2-1,4 juta) di antara orang
dengan HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000 kematian karena TB (rentang, 266.000-
335.000) di antara orang dengan HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru
(rentang, 9-11 juta) setara dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.
Untuk di Indonesia, pada tahun 2018, diperkirakan terdapat 842 ribu kasus dengan 32% kasus
yang belum terlaporkan. Diantaranya, terdapat 4.413 kasus TB RO ternotifikasi, 60.676 TB
anak, dan 10.174 TB-HIV. Keberhasilan pengobatan ditemukan pada 85% kasus.
Permasalahan
Tingginya persentase kasus TB yang belum terlaporkan dapat meningkatkan risiko penularan,
insidensi, mortalitas, serta resistensi obat.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
1. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk telusur TB, seperti pot dahak
2. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk melakukan telusur TB
3. Berkoordinasi dengan kader Jumantuk
Pelaksanaan
1. Petugas puskesmas dan kader Jumantuk berkumpul di tempat yang sudah ditentukan
2. Petugas puskesmas dan kader jumantuk berkeliling ke rumah-rumah warga untuk
menanyakan apakah terdapat gejala batuk ataupun demam
3. Petugas puskesmas dan kader jumantuk membagikan pot dahak kepada warga yang
memiliki keluhan demam, batuk, keringat dingin di malam hari, penurunan BB
4. Pot dahak akan dikumpulkan dan dianalisis di laboratorium
Monev
1. Peningkatan jumlah dahak yang diperiksa
2. Peningkatan angka deteksi TB
3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam mendeteksi TB di lingkungan sekitar

AKU BANGGA AKU TAHU


Latar Belakang
Berdasarkan data UNAIDS, pada akhir 2018, sebanyak 37,9 juta orang di dunia hidup dengan
HIV dan 770.000 orang meninggal karena AIDS. Diperkirakan terdapat sekitar 630.000
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia pada tahun 2015. Seperti di negara-negara
Asia-Pasifik lainnya, HIV dan AIDS di Indonesia terkonsentrasi di kelompok-kelompok
populasi tertentu yang memiliki risiko tinggi penularan HIV terkait perilaku mereka, yang
diperparah oleh stigma yang melekat dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok ini.
Kelompok-kelompok tersebut biasa disebut “populasi kunci”, dan terdiri dari pekerja seks
dan pelanggannya, pengguna Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
suntik (Penasun), lelaki seks dengan lelaki (LSL), dan waria.
Permasalahan
Masih banyak orang yang tidak dapat mengakses layanan pencegahan HIV karena adanya
diskriminasi, kekerasan, bahkan penganiayaan. Oleh karena itu, masyarakat diingatkan untuk
memainkan peran penting dalam memberikan layanan penyelamatan jiwa ini kepada orang-
orang yang paling membutuhkannya (UNAIDS, 2018).
Kementerian Kesehatan, bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri,
mempertimbangkan mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menghapus stigma
dan diskriminasi terhadap ODHA, populasi kunci, dan kelompok perempuan, terutama di
sektor kesehatan, dan menerapkan respon HIV yang berlandaskan pada hak asasi manusia.
Dengan adanya respon HIV ini, diharapkan adanya eliminasi penularan HIV di Indonesia
pada tahun 2030.
Kampanye sosialisasi kesehatan reproduksi yang dinamakan “Aku Bangga Aku Tahu” ini
sudah dimulai oleh Pemerintah Indonesia sejak 2011 silam. Tujuannya menyasar kaum muda
pada usia 15-24 tahun. Kampanye "Aku Bangga Aku Tahu" adalah sosialisasi mengenai
perilaku seksual yang harus dihindari sebelum ada komitmen yaitu pernikahan. Begitu pula
dengan penyadaran mengenai cara penularan penyakit HIV/AIDS yakni melalui cairan tubuh
hingga bertukar jarum suntik.
Perencanaan dan pemilihan intervensi
4. Mempersiapkan dan membaca materi terkait HIV dan AIDS
5. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk melakukan pencegahan penularan AIDS

Pelaksanaan
1. Peserta dan penyuluh berkumpul dalam sebuah seminar daring
2. Penyuluh memberikan edukasi tentang HIV-AIDS dan pencegahannya
3. Penyuluh menjawab pertanyaan peserta mengenai materi penyuluhan yang belum
dipahami

Monitoring dan Evaluasi


1. Peran serta siswa-siswi dalam pencegahan penularan HIV meningkat dengan
menjauhi promiskuitas, tidak melakukan hubungan seksual pranikah, setia pada
pasangan, menggunakan kondom saat berhubungan seksual dengan pasangan, tidak
menggunakan narkoba, dan mengedukasi pasangan
2. Peran serta siswa-siswi dalam memberantas stigma terhadap ODHA

Penyuluhan COVID19
Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS?CoV-2). SARS-CoV-2
merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang
dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19
antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa
inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19
yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan
bahkan kematian.
Penanggulangan KKM dilakukan melalui penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan baik di
pintu masuk maupun di wilayah. Dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di
wilayah, setelah dilakukan kajian yang cukup komprehensif Indonesia mengambil kebijakan
untuk melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pada prinsipnya
dilaksanakan untuk menekan penyebaran COVID-19 semakin meluas, didasarkan pada
pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis
operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Pengaturan PSBB ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19), dan secara teknis dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Permasalahan
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 dan jumlahnya
terus bertambah hingga sekarang.
Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 56.385 kasus
konfirmasi COVID-19 dengan 2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang tersebar di 34
provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus paling banyak terjadi pada
rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia 0-5 tahun. Angka kematian
tertinggi ditemukan pada pasien dengan usia 55-64 tahun.

Perencanaan dan pemilihan intervensi


1. Mempersiapkan dan membaca materi terkait COVID-19
2. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk melakukan pencegahan penularan
COVID-19

Pelaksanaan
1. Peserta penyuluhan berkumpul di tempat penyuluhan
2. Penyuluh menanyakan pengetahuan masyarakat tentang COVID-19
3. Penyuluh memberikan edukasi tentang COVID-19 dan pencegahannya
4. Penyuluh menjawab pertanyaan peserta mengenai materi penyuluhan yang belum
dipahami

Monitoring & evaluasi


Peran serta masyarakat dalam pencegahan COVID-19 meningkat dengan cara 3M (memakai
masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak)

PEMBERIAN OBAT CACING


Latar Belakang
Angka kejadian Ascariasis tertinggi ditemukan pada negara berkembang pada lingkungan yang buruk serta di
daerah tropis seperti Indonesia.
Penyakit kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas
penderita. Prevalensi penyakit kecacingan ini sangat tinggi terutama di daerah tropis dan subtropis. Prevalensi
penyakit kecacingan di Indonesia ini masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang
mampu dari segi ekonomi. Pada kelompok ekonomi lemah mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit
kecacingan karena kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan. Natadisastra
mengatakan faktor pendukung tingginya prevalensi kecacingan di Indonesia meliputi sosiodemografi
(pendidikan dan pendapatan), rendahnya perilaku sanitasi pribadi maupun lingkungan di sekitar masyarakat.

Permasalah
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 didapatkan sekitar 800 juta sampai
dengan 1 milyar penduduk di dunia terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 700 juta sampai 900 juta penduduk
dunia terinfeksi penyakit cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale). 500 juta penduduk
terinfeksi Trichuris trichura, dan 300 juta penduduk dunia terinfeksi Oxyuris vermicularis. Data WHO (2013)
pada bulan Juni, didapatkan lebih dari 1,5 milyar atau 24% dari populasi penduduk di dunia terinfeksi Soil
Transmitted Helminths.

Perencaan dan pemilihan intervensi


Membudayakan NKKBS
Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan

Pelaksanaan
Koordinasi dengan pihak sekolah mengenai waktu dan tempat
Pendataan data usia, BB dan TB anak
Pemberian obat cacing pada orangtua anak
Edukasi pemberian tablet obat cacing keesokan harinya setelah makan pagi dengan cara dikunyah

Monitoring dan evaluasi


Pengetahuan ibu untuk mengambil dan memberikan obat cacing kepada anaknya sesuai dengan anjuran
konsumsi

KUNJUNGAN BGM
Latar Belakang
Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4.99 dan gizi kurang sebesar 13% atau sccara
nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah scbesar 17,9%6, keduanya
menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Mencegah untuk pencapaian
program perbaikan gizi, maupun target Millenium Developmvent Goals pada 2015 18,5%
telah tercapai. Namun masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat
penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas 2010).
Permasalahan
Pada masa balita, nutrisi memegang peranan penting dalam perkembangan seorang anak.
Masa balita juga disebut masa transisi, terutama di usia 1-2 tahun, dimana seorang anak akan
mulai makan makanan padat dan menerima rasa serta tekstur makanan yang baru. Selain itu
usia balita adalah usia kritis dimana scorang anak akan bertumbuh dengan pesat baik secara
fisik maupun mental. Di masa balita, seorang anak membutuhkan nutrisi dari berbagai
sumber dan makanan. Kebutuhan balita akan makanan dan nutrisi tergantung dari usia, besar
tubuh dan tingkat aktivitas balita itu sendin. Seorang balita biasanya membutuhkan sekitar
1000- 1400 kalori per hari. Nutrisi yang tepat dan lengkap akan memberikan dampak yang
positif bagi tumbuh kembang otak dan juga fisik. Balita yang kurang terpenuhi kebutuhan
nutrisinya dapat mengakibatkan dampak negatif bagi balita itu sendin seperti kejadian gizi
kurang dan gizi buruk.

Perencanaan dan pemilihan intervensi


Intervensi yang dipilih yaitu dengan mengadakan program Gizi Balita Bawah Garis Merah.
Adapun deskripsi dari kegiatan tersebut:
Sasaran: Balita Bawah Garis Merah
Kegiatan: Skrining pertumbuhan (ukur tinggi badan, timbang berat badan), pemeriksaan
kesehatan, penyuluhan gizi, dan pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit MP
ASI
Pelaksanaan
1. Skrining pertumbuhan (ukur tinggi badan, timbang berat badan)
2. pemeriksaan kesehatan
3. penyuluhan gizi,
4. pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit MP ASI
5. Edukasi dan konsultasi terkait status gizi dan kondisi anak

Monitoring & evaluasi


Memantau kondisi anak setelah mendapat PMT dan memastikan ibu mengerti cara pemberian
makan untuk anak secara tepat. Jika anak belum mengalami peningkatan dari bulan
sebelumnya, ibu terus dimotivasi dan diberikan penyuluhan mengenai gizi balita, jenis dan
cara pemberian makanan. Bila anak sudah mengalami peningkatan, berikan PMT pemulihan.

SCREENING PTM PT AQUA


LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat,
meningkatkan derajat kesehatan, pengendalian penyakit, peningkatan akses dan mutu
pelayanan kesehatan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan,
obat dan vaksin, serta meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.

Skrining Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan wujud peran serta masyarakat dalam
kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor risiko penyakit tidak menular
secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk
kewaspadaan dini terhadap penyakit tidak menular mengingat hampir semua faktor risiko
penyakit tidak menular tidak memberikan gejala pada yang mengalaminya. Faktor resiko
penyakit tidak menular meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak
sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, stress, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol, serta
menindaklanjuti secara dini faktor resiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan
segera merujuk ke fasiitas pelayanan kesehatan dasar (Azwar, 2010).

Skrining Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu upaya kesehatan
masyarakat (UKM) yang berorientasi kepada upaya promotif dan preventif dalam
pengendalian penyakit tidak menular dengan melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring-evaluasi. Masyarakat diperankan sebagai sasaran kegiatan,
target perubahan, agen pengubah sekaligus sebagai sumber daya. (Kemenkes, 2012).

PERMASALAHAN
Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan
dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu
bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam
pelayanan kesehatan. Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan
bidang kesehatan di Indonesia
Proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi
49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab kematian tertinggi dari
seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan
penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat PTM terjadi baik di perkotaan maupun
perdesaan.
Data Riskesdas 2013 menunjukkan di perkotaan, kematian akibat stroke pada
kelompok usia 45-54 tahun sebesar 15,9%, sedangkan di perdesaan sebesar 11,5%. Hal
tersebut menunjukkan PTM (utamanya stroke) menyerang usia produktif. Sementara itu
prevalensi PTM lainnya cukup tinggi, yaitu: hipertensi (31,7%), arthritis (30.3%), penyakit
jantung (7.2%), dan cedera (7,5%).
PTM dipicu berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas fisik, dan gaya hidup tidak sehat. Riskesdas 2007 melaporkan, 34,7% penduduk usia
15 tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah dan sayur serta 48,2%
kurang aktivitas fisik.
Peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa.
Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa
jenis PTM adalah penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat mengganggu ekonomi
penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan
termasuk kecacatan permanen.

PERENCANAAN
Screening dilakukan pada semua karyawan PT AQUA. Pada seluruh karyawan akan
dilakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit pada
keluarga, ada atau tidaknya faktor resiko PTM (kebiasaan merokok, pola makan, intensitas
olahraga). Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tensi, nadi, frekuensi
nafas, dan suhu. Selain itu juga akan dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
darah perifer untuk mengetahui gula darah sewaktu, kolestrol total, serta asam urat. Dari hasil
pemeriksaan, pasien akan dikonsultasikan ke dokter yang bertugas.

PELAKSANAAN
1. Koordinasi dengan pihak perusahaan PT. Aqua mengenai waktu dan tempat pelaksanaan
screening
2. Karyawan berbaris untuk dilakukan anamnesis oleh petugas kader yang bertugas
3. Karyawan di ukur tinggi badan, berat badan, serta tanda-tanda vital nya
4. Karyawan diperiksa kadar gula darah sewaktu, kolestrol total, serta asam urat
5. Karyawan dikonsultasikan ke dokter. Apabila ditemukan masalah pada pemeriksaan,
karyawan akan dirujuk ke FKTP

MONITORING
Bila ada karyawan yang terdeteksi memiliki PTM/Faktor resiko PTM maka akan dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat pertama (fktp)

Supervisi Fasilitasi BPM 'Bidan Dessy'

Label:
Penyeliaan Fasilitatif Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan suatu proses
pengarahan, bantuan dan pelatihan yang mendorong peningkatan kinerja dalam pelayanan
bermutu, yang dilakukan dalam sebuah siklus yang berkesinambungan serta implementasinya
menggunakan daftar tilik sebagai penilaian terhadap ukuran standar pelayanan KIA. Dalam
pelaksanaannya, penyeliaan fasilitatif program KIA bersifat terarah, sistematis, efektif,
fasilitatif dan berbasis data.
Tujuan diadakannya kegiatan evaluasi supervisi fasilitatif klinik dan BPM diantaranya:
1. Memperbaiki kinerja dan mutu pelayanan KIA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan
menilai kepatuhan terhadap standar.
2. Memaksimalkan peran dan fungsi petugas kesehatan dalam meningkatkan kinerja dan
kemandirian baik itu di Puskesmas, BPM atau di Klinik serta meningkatkan mutu pelayanan
secara keseluruhan.

Permasalahan
Masih tingginya angka kematian ibu dan bayi yang berawal dari pelayanan kebidanan yang
tidak memenuhi standar kualitas pelayanan yang seharusnya.

Perencanaan:
1. Koordinasi dengan pemilik BPM.
2. Mengundang perwakilan ranting IBI.
3. Persiapan daftar tilik penyeliaan fasilitatif asuhan persalinan.

Pelaksanaan
Telah dilakukan penyeliaan bersama Kepala Puskesmas (dr. Amalia), dengan asesor Bidan
Puskesmas (Bidan Heny dan Bidan Eka), pelaksanaan penyeliaan berlangsung dengan lancar.

Monev
Terdapat beberapa aspek di BPM tersebut yang belum memenuhi standar sehingga perlu
dilakukan perbaikan dan dievaluasi kembali dalam waktu 3-6 bulan mendatang.1. Screening
SDN

SCREENING

LATAR BELAKANG
Screening merupakan program tahunan. Pembinaan dan pengembangan Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS)  di sekolah dilaksanakan melalui tiga program pokok yang biasa dikenal
sebagai trias UKS meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan
lingkungan kehidupan sekolah sehat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud meliputi Screening
Kesehatan Anak Sekolah atau dikenal sebagai penjaringan kesehatan, pemantauan kesehatan
serta penyuluhan kesehatan.

PERMASALAHAN
Ada siswa yg sakit namun tidak disadari. Penjaringan dilakukan setahun sekali pada awal
tahun pelajaran terhadap murid kelas satu di SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA  negeri
dan swasta yang dilakukan oleh suatu Tim Penjaringan Kesehatan dibawah koordinasi
Puskesmas. Penjaringan kesehatan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pengisian
kuesioner oleh peserta didik, pemeriksaan fisik dan penunjang oleh tenaga kesehatan bersama
sama kader kesehatan remaja dan guru sekolah. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memenuhi
persyaratan standar minimal pelayanan bidang kesehatan dan program UKS. Idealnya
rangkaian tersebut seharusnya dilaksanakan seluruhnya, namun dalam pelaksanaannya dapat
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi wilayah setempat.

PERENCANAAN
Screening dari kelas 1-6. Pengisian kuesioner oleh siswa didik digunakan untuk mengetahui
riwayat kesehatan secara umum, informasi kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, gaya
hidup, kesehatan intelegensia, kesehatan mental remaja, kesehatan reproduksi dan bahan
edukasi kelas konseling. Riwayat kesehatan secara umum diperiksa melalui pengisian
delapan pertanyaan meliputi masalah kesehatan secara umum, alergi terhadap makanan
tertentu, alergi terhadap obat tertentu, obat obatan yang sedang dimunim saat ini, riwayat
dirawat di rumah sakit, riwayat cedera serius akibat kecelakaan, riwayat pingsan/tidak
sadarkan diri dalam satu tahun terakhir dan riwayat penyakit tertentu yang pernah dialami.
Riwayat penyakit tertentu yang dimaksud adalah anemia/kurang darah, asma, batuk lama dan
berulang, campak, diabetes mellitus, hepatitis, penyakit jantung, kejang, TBC paru, sakit
perut berulang dan sakit kepala berulang.

PELAKSANAAN
1. Koordinasi dengan pihak sekolah mengenai waktu dan tempat pelaksanaan screening
2. Siswa berbaris di depan kelas sembari membawa kertas kuesioner yang telah diisi
3. Siswa di ukur tb bb tensi dan suhu badan
4. Diperiksa dokter

MONITORING
Bila ada siswa yang sakit maka akan dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (fktp)

2. BIAS SDN
LATAR BELAKANG 
Bias merupakan program tahunan. Penyakit-penyakit yang kembali mewabah (emerging
diseases) seperti difteri merupakan penyakit yang angka kejadiannya memiliki
kecenderungan untuk meningkat dalam waktu dekat dan area geografis penyebarannya
meluas. Selain itu, termasuk juga penyakit yang mencuat kembali (reemerging diseases),
yaitu penyakit meningkat kembali setelah sebelumnya mengalami penurunan angka kejadian
yang signifikan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia sejak tahun 1984 telah mulai melaksanakan program imunisasi pada anak
sekolah. Program ini kemudian dikenal dengan istilah Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
yang diresmikan pada 14 November 1987 melalui Surat Keputusan bersama dari Menteri
Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam
Negeri.
PERMASALAHAN 
Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap
penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah.
Hal ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan
terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu,
pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau sederajat
(MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS).

PERENCANAAN
Koordinasi dengan pihak Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Kelurahan Duren Sawit, dan
Sekolah Dasar yang terkait:
Kelas 1 DT
Kelas 2, 5 Td

PELAKSANAAN
1. Koordinasi waktu dan tempat dengan pihak sekolah dasar
2. Persiapan meja, alat tb bb tensimeter termometer
3. Pemanggilan siswa masuk untuk diperiksa dokter
4. Siswa dinilai apakah layak atau tidak diimunisasi
5. Bila layak, maka siswa diimunisasi oleh bidan
6. Bila siswa tidak layak diimunisasi, ditunda

MONITORING
Pemantauan untuk kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)

3, POSBINDU PTM
LATAR BELAKANG
Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini
dan pemantauan faktor risiko PTM utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan
periodic

PERMASALAHAN
Penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, gout artritis, dsb
merupakan faktor risiko yang tersering yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas
di Indonesia
PERENCANAAN
Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman
beralkohol, pola makan tida sehat, kurang aktivitas gisik, obesitas, stress, hipertens,
hipoglikemia,hiperkolesterolemia, serta menindaklanjuti secara dini faktor risiko yang
ditemukan melalui konseling kesehetan dan segera merujuk ke fasilitas kesehatan dasar.
Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan
pembuluh darah, penyakit paru obstruktif kronik, stroke, dan gangguan akibat kecelakaan dan
tindak kekerasan

PELAKSANAAN
Meja 1: Registrasi dan pemberian nomor urut berdasarkan kedatangan oleh kader
Meja 2: Wawancara oleh kader
Meja 3: Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar perut oleh kader
Meja 4: Pemeriksaan tekanan darah, gula darah, kolesterol total, asam urat oleh kader
Meja 5: Edukasi kesehatan oleh tenaga medis/paramedis dari puskesmas

MONITORING
Meja 1: Registrasi dan pemberian nomor urut berdasarkan kedatangan oleh kader
Meja 2: Wawancara oleh kader
Meja 3: Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar perut oleh kader
Meja 4: Pemeriksaan tekanan darah, gula darah, kolesterol total, asam urat oleh kader
Meja 5: Edukasi kesehatan oleh tenaga medis/paramedis dari puskesmas

4. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
LATAR BELAKANG
Penyelidikan epidemiologi bertujuan untuk mengetahui potensi penularan dan penyebaran
DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar
tempat tinggal peserta

PERMASALAHAN
1. Laporan kasus DBD warga
2. Jika ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi dengue lainnya dan/atau ada ≥3
suspek/tersangka infeksi dengue
3. Ditemukan jentik (>5%) dari rumah/bangunan yang diperiksa

PERENCANAAN
Kegiatan penanggulangan FOKUS adalah legiatan pemberantasan nyamuk penular virus
dengue yang dilaksanakan mencakup radius minimal 200 meter dengan melakukan
pemberantasan sarana nyamuk penular dengue, larvsida selektif, penyuluhan dan/atau
pengabutan panas (fogging) dan/atau pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida
yang masih berlaku dan efektif sesuai rekomendasi WHOPES dan/atau Komisaris Pestisida

PELAKSANAAN
a. Jika menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas atau koordinator DBD
segera mencatat dalam buku catatan harian
b. Menyiapkan peralatan survey seperti tensimeer, formulir PE, dan surat tugas
c. Memberitahu lurah dan ketua RT/RW setempat bahwa di wilayanya ada
tersangka/penderita DBD dan akan dilakukan PE

MONITORING
Monitoring hanya ditemukan 1 pasien yang didiagnosis dengue fever, bukan DBD
(Trombosit paling rendah sekitar 100.000 mm3, dan tidak ditemukan jentik (>5%) dari
rumah/bangunan yang diperiksa

5. KELOMPOK PENYULUHAN IBU

LATAR BELAKANG
Untuk meningkatkan wawasan para ibu mengenai kehamilan, persalinan, dan ASI
PERMASALAHAN
Banyak para ibu yang belum mengetahui wawasan mengenai kehamilan, persalinan, dan ASI
PERENCANAAN
Memberikan materi disertai gambar ilustrasi, dan manekin
PELAKSANAAN
Petugas kesehatan memberikan pemaparan materi meliputi:
a. Perkembangan dan pengecekan kesehatan ibu hamil
b. Persiapan persalinan
c. Inisiasi menyusui dini
d. ASI eksklusif 6 bulan

MONITORING DAN EVALUASI


Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi KP Ibu di RPTRA Duren Sawit Bersatu
dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Juli 2019. Kegiatan ini dilaksanakan pada pukul 10.00-
12.00 WIB, dengan jumlah peserta sebanyak 10 orang kader dari RW 05
EDUKASI PENYULUHAN PERSIAPAN PERSALINAN
Edukasi Persiapan Persalinan Kepada Para Ibu Hamil di Poli KIA Puskesmas Kelurahan
Duren Sawit
LATAR BELAKANG
Persiapan melahirkan perlu dilakukan dari jauh hari sebelum tiba saat bersalin. Begitu banyak
hal yang harus diperhatikan demi menyambut kedatangan buah hati tercinta. Mulai dari
perkiraan waktu persalinan, kemungkinan penyulit dalam proses persalinan, pemilihan
metode persalinan, tempat persalinan, penolong persalinan, inisiasi menyusui dini, peralatan
dan kebutuhan bayi, dan kesiapan ibu dan suami baik secara fisik maupun mental untuk
proses persalinan dan perawatan bayi.
PERMASALAHAN
Banyak para calon ibu dan ayah yang belum mengetahui wawasan mengenai persiapan
persalinan sehingga proses persalinan tidak memiliki persiapan yang cukup dan tidak
terlaksana dengan baik.
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
Menyiapkan materi penyuluhan disertai gambar ilustrasi, dan manekin jika tersedia.
PELAKSANAAN
1. Mengumpulkan peserta penyuluhan yaitu para ibu hamil yang sedang melakukan asuhan
antenatal di poli KIA
2. Melakukan penyampaian materi terkait persiapan persalinan
3. Melakukan tanya jawab
MONEV
Memastikan seluruh peserta memiliki pengetahuan yang baik setelah mendengarkan
penyuluhan, yaitu dengan mengetahui langkah-langkah yang harus diambil dalam persiapan
persalinan

6. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

Latar Belakang:
Penyelidikan Epidemiologi bertujuan untuk mengetahui potensi penularan dan penyebaran
DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar
tempat tinggal penderita.

Permasalahan:
1. Laporan kasus DBD warga
2. Jika hasil positif pada PE (ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi Dengue lainnya
dan/atau ≥ 3 penderita suspek infeksi Dengue dan ditemukan jentik (>5%)
Perencanaan:
1. Jika menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas atau coordinator
DBD segera mencatat dalam buku catatan harian.
2. Menyiapkan peralatan survey seperti tensimeter, formulir PE, dan surat tugas.
3. Memberitahu Lurah dan ketua RT/RW setempat bahwa diwilayahnya ada
tersangka/penderita DBD dan akan dilakukan PE.

Pelaksanaan:
1. Petugas puskesmas memperkenalkan diri, kemudian melakukan wawancara dengan
keluarga mengenai ada atau tidaknya penderita gejala /tanda infeksi Dengue atau
lainnya, dan penderita saat itu demam dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnyA.
2. Bila ditemukan penderita yang mengalami demam tanpa sebab, kemudian dilakukan
pemeriksaan kulit untuk mencari tanda petekie dan dilakukan uji Torniquet untuk
mencari kemungkinan adanya tersangka infeksi DengueMelakukan pemeriksaan
jentik pada tempat penampungan air dan tempat-tempat yang beresiko menjadi tempat
berkembang biak nyamuk di dalam maupun diluar bangunan.
3. Kegiatan PE dilakukan dalam radiu.s 100 meterdari lokasi tempat tinggal
penderitaBila penderita adalah murid sekolah atau pekerja, maka sebaiknya PE juga
dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita.
4. Hasil pemeriksaan adanya penderita infeksi Dengue lainnya dan juga hasil periksa
jentik diHasilcatat dalam formulir PE
5. Hasil PE segera dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Jakarta, untuk tindak
lanjut yang akan dikoordinasikan dengan lurah/kades setempat
6. Jika hasil positif pada PE (ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi Dengue lainnya
dan/atau ≥ 3 penderita suspek infeksi Dengue dan ditemukan jentik (>5%), maka
dilakukan penanggulangan FOKUS ( fogging focus, penyuluhan PSN 3M Plus dan
larvasida selektif, namun jika hasil negative dilakukan PSN 3M plus, larvasida
selektif, dan penyuluhan.

Monitor:
Melakukan fogging FOKUS apabila:
1. Jika ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi Dengue lainnya dan/atau ada ≥3
suspek/tersangka infeksi Dengue, dan
2. Ditemukan jentik (>5%) dari rumah/bangunan yang diperiksa.

7. KP IBU

Latar belakang

Kelompok pendukung ibu adalah kelompok yang secara khusus diselenggarakan untuk para
ibu yang ingin berhasil melaksankan pemberian ASI secara optimal yang meliputi Inisiasi
Menyusui Dini (IMD). ASI eksklusif 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI hingga 2 tahun
dengan makanan pendamping ASI.
Permasalahan. Rendahnya cakupan ASI eksklusif 6 bulan walaupun sudah banyak dilakukan
penyuluhan pada ibu menunjukkan bahwa ada faktor-faktor penghambat berkenaan dengan
praktek menyusui bayi yang tidak dapat diatasi hanya dengan meningkatkan pengetahuan ibu.
Selain pengetahuan, ibu membutuhkan dukungan yang lebih intensif dari lingkungan di
sekitarnya untuk dapat melaksanakan praktek pemberian ASI secara optimal, terutama IMD
dan ASI eksklusif 6 bulan.

Perencanaan dan pemilihan intervensi


1. Persiapan : setiap KP-ibu sudah terbentuk menerapkan tanggal pertemuan setiap bulannya.
2. Pelaksanaan : pertemuan KP-ibu di wilayah yang di pandu oleh motivator
3. Pencatatan : hasil kegiatan dicatat dalam berbagai buku administrasi KP-ibu

Pelaksanaan
KP-Ibu terdiri dari lima bagian yaitu:
1. Pembukaan
Diawali dengan perkenalan diri dan perannya sebagai motivator menyusui. kemudian
menjelaskan tujuan dan manfaat pertemuan ini bagi peserta.

2. Membangun keakraban
Bagian ini bertujuan untuk mencairkan suasana dalam pertemuan sehingga suasana menjadi
lebi santai dan peserta merasa lebih nyaman. Suasana ini dapat dilakukan dengan meminta
peserta menceritakan pengalaman menyusui atau kejadian paling menarik yang terjadi pada
peserta dalam dua minggu terakhir.

3. Pengumuman dan perayaan


Pertemuan KP-Ibu dapat dimanfaatkan untuk mengumumkan informasi yang berguna untuk
anggota kelompok misalnya hari Posyandu, kegiatan pemeriksaan khusus di Puskesmas, atau
kegiatan yang akan dilaksanakan di lingkungan tersebut.

4. Diskusi
Diskusi dapat dimulai dengan menawarkan sebuah topik yang dipandang sesuai dengan minat
peserta, atau mengumunkan topic yang akan dibahas sesuai dengan kesepakatan dalam
pertemuan sebelumnya. Setelah topik disepakati motivator dapat membuka pembicaraan
denga mengajukan sebuah pertanyaan terbuka tentang topik tersebut.

5. Kesimpulan dan penutup


Bila waktu sudah hamper habis dan semua hal penting terkait dengan topic diskusi sudah
dibahas, pertemuan KP-Ibu dapat ditutup. Pertemuan dapat ditutup dengan meminta peserta
mengemukakan tiga hal : apa yang telah saya pelajari dari pertemuan ini, apa yang saya sukai
dari pertemuan ini, apa yang ingin saya rubah dari pertemuan ini.

Monitoring dan Evaluasi


Pencatatan dan pelaporan dilakukan setiap Bulan apabila ada ketidaksesuaian dalam
pelaksanaan kegiatan, maka Kepala Puskesmas bersama dengan kordinator Gizi mencari
penyebab masalahnya dan mencari solusi penyelesaiannya.

8. Posyandu

Latar Belakang
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana

Permasalahan

 KIA
 KB
 Imunisasi
 Gizi
 Diare

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


1. Menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (ibu hamil),
melahirkan dan nifas.
2. Membudayakan NKBS
3. Mcningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan
KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat
sejahtera.
4. Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan
keluarga dan gcrakan ekonomi keluarga sejahtera.

Pelaksanaan

Meja I : Pendaftaran

Meja II : Penimbangan

Meja lll : Pengisian KMS

Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

Meja V : Pelayanan kesehatan berupa

1. Imunisasi
2. Pemberian vitamin A dosis tinggi.
3. Pembagian pil KB atau kondom.
4. Pengobatan ringan.
5. Konsultasi KB. Petugas pada meja I dan lV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan
meja V merupakan meja pelayanan medis.

Monitoring dan evaluasi

1. Pengetahuan ibu tentang manfaat posyandu

2. Motivasi ibu untuk membawa anaknya ke posyandu

3. Pekerjaan

4. Dukungan dan motivasi dari kader posyandu dan tokoh masyarakat

5. Sarana dan prasarana di Posyandu

6. Jarak dari Posyandu tersebut

9. Kelas Ibu
Latar Belakang :

Kelas ibu balita adalah kelas dimana para ibu yang mempunyai anak berusia antara 0 sampai
5 tahun secara bersama-sama berdiskusi, tukar pendapat, tukar pengalaman akan pemenuhan
pelayanan kesehatan, gizi dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dibimbing oleh
fasilitator, dalam hal ini menggunakan buku KIA.

Permasalahan
kelompok yang paling rentan kesehatan yaitu ibu hamil, bersalin dan bayi pada masa
perinatal. Hal ini ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB).

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

1. Menginformasikan kepada anggota Kelas Ibu hamil/Ibu Balita di Puskesmas


Kecamatan Duren Sawit mengenai jadwal Kelas Ibu
2. Mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
Kelas Ibu.
3. Membuka Kelas Ibu
4. Melaksanakan pre-test
5. Menyampaikan materi
6. Diskusi dan tanya jawab
7. Melaksanakan post-test
8. Penutupan Kelas Ibu

Pelaksanaan

Kegiatan dilaksanakan dengan metode ceramah dengan menggunakan lembar balik dan
diskusi tanya jawab.

Monitoring dan Evaluasi

Evaluasi pelaksanaan kegiatan setelah kegiatan dilaksanakan oleh bidan kordinator KIA
sebagai penanggung jawab/pelaksana kegiatan dan membuat laporannya kepada Kepala
Puskesmas. apabila ada ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan, maka Kepala
Puskesmas bersama dengan bidan kordinator KIA mencari penyebab masalahnya dan
mencari solusi penyelesaiannya.

10. PSN

Latar belakang
Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai menimbulkan masalah
kesehatan masyarakat sejak diketemukannya kasus tersebut di Surabaya pada tahun 1968.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus Dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes. Jenis nyamuk penular DBD antara lain Aedes
aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor
utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti (Fathi et al., 2005).

PERMASALAHAN
Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Timur Usmayadi memberikan arahan kepada para kader
Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di RPTRA Arabica, RW 06, Kelurahan Pondok Kopi,
Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (5/7/2019). Pengarahan diberikan setelah
pelaksaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Dalam arahannya, Usmayadi menjelaskan bahwa Jakarta Timur masih meduduki peringkat
tertinggi dalam kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Maka dari itu, Pemerintah Kota akan
selalu melaksanakan program PSN ini guna menekan angka kasus DBD untuk wilayah
Jakarta Timur hingga tidak terdapat lagi kasus DBD.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, fogging atau pengasapan tak
efektif mencegah demam berdarah dengue ( DBD).
fogging yang dilakukan berlebihan justru akan membuat nyamuk kebal. Fogging baiknya
hanya dilakukan di wilayah asal korban DBD dengan hasil penyelidikan epidemiologi (PE)
positif.
Berdasarkan prediksi angka insidensi kasus DBD yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur masuk kategori waspada
pada Januari. Sedangkan pada Februari dan Maret, seluruh wilayah Jakarta masuk kategori
waspada.

PERENCANAAN DAN INTERVENSI


langkah-langkah yang dilakukan untuk pencegahan terjangkit DBD. Di antaranya,
menyebarluaskan informasi kepada masyarakat menggunakan media Komunikasi, Informasi
dan Edukasi (KIE) atau media sosial yang ada tentang waspada DBD dan pengendaliannya,
yaitu dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). PSN penting dilakukan untuk
mematikan jentik nyamuk dan menghentikan perkembangbiakannya. Sedangkan Fogging
hanya untuk membunuh nyamuk dewasa. Selain itu Dinas Kesehatan juga menaburkan ikan
pemakan jentik di sejumlah wilayah untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk aedes
aegypti. Dinas Kesehatan juga menanam tanaman pengusir nyamuk.

PELAKSANAAN
Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode yang tepat yaitu:
1) Lingkungan
Pengendalian nyamuk Aedes aegypti antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil
samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah sebagai contoh:
a) Menguras bak mandi atau tempat penampungan air sekurang kurangnya sekali seminggu.
b) Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
c) Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d) Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas di sekitar rumah.
2) Biologis, pengendalian ini yaitu dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu, ikan
cupang).
3) Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan :
a) Pengasapan/ fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
b) Memberi bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi, gentong, vas bunga.
Cara yang paling efektif untuk pencegahan penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan
cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus“ yaitu menutup, menguras, menimbun.
Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur
larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan
insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, sesuai dengan kondisi setempat
meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk :
1) Perbaikan sanitasi lingkungan
2) Pembersihan penyakit-penyakit menular
3) Pendidikan untuk kebersihan perorangan
4) Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini serta
pengobatan
5) Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup
yang layak dalam memelihara kesehatan

Edukasi merupakan salah satu bagian dari promosi kesehatan. Promosi kesehatan tidak hanya
mengupayakan perubahan perilaku saja, tetapi juga perubahan lingkungan yang memfasilitasi
perubahan perilaku tersebut. Promosi kesehatan lebih menekan kemampuan hidup sehat,
bukan sekedar berperilaku sehat.

MONEV
Serangan penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) bisa muncul kapan saja sepanjang tahun
dan bisa menyerang siapa saja mulai dari anak-anak hingga lanjut usia bisa terkena penyakit
Demam Berdarah Dengue yang berbahaya dan mematikan.
Penyakit DBD berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.
Masyarakat yang kurang peduli kebersihan lingkungan dan ancaman penyakit berbahaya
merupakan lokasi yang sangat baik sebagai endemik DBD. Diperlukan kesadaran dan peran
aktif semua lapisan masyarakat untuk mengenyahkan demam berdarah dengue dari
lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Untuk memberantas nyamuk aedes aegypty yang menularkan demam berdarah
dengue diperlukan 3M Plus di wilayah lingkungan tempat tinggal yaitu
· Menguras tempat-tempat penampungan air atau barang-barang yang bisa digenangi air,
seperti bak mandi, ember, vas bunga, dan tampat minum burung.
· Menutup rapat semua penampungan air seperti ember, tempayang, gentong dan drum.
· Mengubur semua barang bekas yang dapat digenangi air.
Plus hindari gigitan nyamuk
Selain itu nyamuk akan pergi, yaitu dengan cara :
· Mengolesi tubuh dengan obat anti digigit nyamuk
· Membubuhi abate di semua ke tempat air
· Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk
· Mengusir nyamuk dengan obat nyamuk
· Memasang kawat nyamuk pada ventilasi
· Tidak mempunyai hobi menggantungkan baju

11. PIKUMBANG (SDITK)


LATAR BELAKANG :
SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas
melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada
masa 5tahun pertama kehidupan . Diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara : keluarga,
masyarakat dengan tenaga professional (kesehatan, pendidikan dan sosial).
Indikator keberhasilan program SDIDTK adalah 90% balita dan anak prasekolah terjangkau
oleh kegiatan SDIDTK.
Tujuan agar semua balita umur 0–5 tahun dan anak prasekolah umur 5-6 tahun tumbuh dan
berkembang secara optimal.

PERMASALAHAN
Anak usia 0-6 tahun perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan terus-menerus
pada setiap kesempatan. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh-
kembang yang bahkan dapat menyebabkan gangguan yang menetap. Stimulasi kepada anak
hendaknya bervariasi dan ditujukan terhadap kemampuan dasar anak yaitu: kemampuan
gerak kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa, kemampuan sosialisasi
dan kemandirian, kemampuan kognitif, kreatifitas dan moral-spiritual.

PERENCANAAN DAN INTERVENSI


Stimulasi perlu dilakukan menurut aturan yang benar seperti anjuran para ahli, stimulasi yang
salah dapat menyebabkan pembentukan anak yang menyimpang. Oleh karena itu stimulasi
sebaiknya dilakukan oleh orang-orang terdekat dengan anak yang telah mendapat pengertian
tentang cara memberi stimulasi yang benar, misal: ayah, ibu, pengasuh, anggota keluarga
lain, petugas kesehatan dan kelompok masyarakat tertentu, misal kader kesehatan atau kader
pendidikan.
Prinsip-prinsip dasar dalam menstimulasi anak
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan para pendidik, pengasuh dan orang tua, yaitu:
1. Stimulasi dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai petunjuk tenaga kesehatan yang
menangani bidang tumbuh kembang anak.
2. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak.
3. Selalu menunjukkan perilaku yang baik karena anak cenderung meniru tingkah laku orang-
orang terdekat dengannya.
4. Berikan stimulasi sesuai kelompok umur anak.
5. Dunia anak dunia bermain, oleh karena itu lakukanlah stimulasi dengan cara mengajak
anak bermain, bernyanyi dan variasi lain yang menyenangkan, tanpa paksaan dan hukuman.
6. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak.
7. Menggunakan alat bantu/alat permainan yang sederhana, aman dan ada disekitar kita.
8. Anak laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang sama.
PELAKSANAAN
1. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dengan cara mengukur Berat Badan (BB), Tinggi
Badan (TB) dan Lingkar Kepala (LK).
2. Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu meliputi
• Pendeteksian menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
• Tes Daya Lihat (TDL)
• Tes Daya Dengar (TDD)
3. Deteksi dini penyimpangan mental emosional yaitu menggunakan :
• Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME)
• Check List for Autism in Toddlers (CHAT) atau Cek lis Deteksi Dini Autis
• Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
MONITORING DAN EVALUASI
• Stimulasi dini yang memadai, yaitu merangsang otak balita agar perkembangan kemampuan
gerak, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian anak berlangsung secara optimal sesuai
usia anak.
• Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan, yaitu melakukan skrining atau
mendeteksi sejak dini terhadap kemungkinan adanya penyimpangan tumbuh kembang anak
balita.
• Intervensi dini, yaitu melakukan koreksi dengan memanfaatkan plastisitas otak anak untuk
memperbaiki bila ada penyimpangan tumbuh kembang dengan tujuan agar pertumbuhan dan
perkembangan anak kembali kejalur normal dan penyimpangannya tidak menjadi lebih berat.
• Rujukan dini, yaitu merujuk/membawa anak ke fasilitas kesehatan bila masalah
penyimpangan tumbuh kembang tidak dapat diatasi meskipun sudah dilakukan intervensi
dini.

12. PERSIAPAN MINI PROJECT


Persiapan Mini Project mengenai Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Orangtua Murid
terkait Imunisasi beserta Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Orangtua terkait
Imunisasi di Masa Pandemi COVID-19
Latar belakang
Sejak Indonesia melaporkan kasus COVID-19 pertama pada bulan Maret 2020, terdapat penurunan
angka cakupan imunisasi campak, rubella, dan difteri rutin pada anak-anak. Dibandingkan dengan
periode waktu yang sama pada tahun sebelumnya, angka cakupan imunisasi difteri, pertusis, dan
tetanus (DPT3) dan campak dan rubella (MR1) berkurang sebanyak lebih dari 35% pada bulan Mei
2020.2
Mini project adalah kegiatan yang dilakukan untuk membantu pelaksanaan upaya kesehatan di
Puskesmas. Untuk itu setiap peserta diminta memilih salah satu upaya kesehatan di Puskesmas,
menentukan indikator hasil pelaksanaan yang masih dapat ditingkatkan atau diperbaiki, kemudian
memilih dan melaksanakan solusi mampu laksana selama mereka bertugas di Puskesmas.
PERMASALAHAN
Kementerian Kesehatan dan UNICEF melakukan penilaian cepat pada April 2020 untuk memahami
penyebab penurunan ini. Berdasarkan penilaian yang dilakukan, penurunan ini disebabkan oleh
adanya gangguan dari berbagai sektor, baik segi akses, permintaan masyarakat, maupun keterbatasan
penyedia layanan. Akses imunisasi tergangu karena adanya penangguhan layanan imunisasi di
Puskesmas, Posyandu, dan sekolah. Selain itu, masyarakat takut tertular COVID-19 sehingga
permintaan pun berkurang. Availabilitas penyedia layanan juga terganggu karena adanya keterbatasan
APD, ketakutan penyedia layanan tertular COVID-19, relokasi staf ke unit-unit COVID-19,
kekurangan komoditas, dan relokasi dana.2 Fenomena penurunan cakupan imunisasi, khususnya
Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pun menjadi masalah besar di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit.
PERENCANAAN DAN INTERVENSI
Langkah-langkah dalam pelaksanaanmini project adalah sebagai berikut:

1. Tetapkan topik masalah (dari upaya pokok puskesmas)


2. Analisis masalah dengan mengumpulkan data
3. Analisis data primer dan sekunder
4. Tetapkan diagnosis komunitas dan faktor terkait
5. Kembangkan solusi penatalaksanaan
6. Pilih dan rencanakan solusi yang mampu laksana
7. Laksanakan solusi
8. Evaluasi keberhasilan mini project

PELAKSANAAN
Menyebarkan kuisioner penelitian dan wawancara dengan pendampingan dan pengarahan langsung
oleh Dokter-Dokter Internship PKL Duren Sawit.
Membuat laporan mini project
Membuat presentasi mini project
Mempresentasikan mini project
MONITORING DAN EVALUASI
1. Mengumpulkan data melalui kuesioner dan wawancara
2. Merekap data untuk memperoleh gambaran terkait pengetahuan dan perilaku orangtua murid
3. Mengolah dan menganalisis data berbasis Evidence Base Medicine
4. Menampilkan gambaran deskriptif dan analitik
5. Mempresentasikan hasil penelitian

Screening SDN
Program Penjaringan Kesehatan & Pemeriksaan Berkala pada Siswa Jakarta Timur

Label: Penjaringan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
mendeteksi dini masalah kesehatan pada peserta didik agar jika terdapat kelainan dapat segera
ditangani sedini mungkin. Kegiatan Penjaringan kesehatan meliputi pemeriksaan kebersihan
perorangan (rambut, kulit dan kuku), pemeriksaan status gizi melalui pengukuran antropometri,
pemeriksaan ketajaman indera (penglihatan dan pendengaran), pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut,
serta kesulitan belajar dan intelegensia. Pemeriksaan berkala merupakan pemeriksaan yang dilakukan
setiap periode tertentu, untuk melihat apakah terdapat perubahan pada kondisi kesehatan para peserta
didik. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian dari langkah preventif dalam upaya kesehatan.

Permasalahan: Peserta didik yang umumnya masuk dalam rentang usia anak dan remaja berada dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikologis. Tidak semua orang tua
peserta didik dapat mengawasi tumbuh-kembang dan status kesehatan putra-putrinya, baik Karena
keterbatasan waktu atau lainnya.

Perencanaan:
1. Koordinasi dengan sekolah
2. Pengambilan data melalui metode kuisioner kepada siswa
3. Pengolahan data,
3. Input data ke dalam sistem.

Pelaksanaan:
Telah dilakukan pengolahan dan input data siswa di Puskesmas Kelurahan Duren Sawit. Input data
dilakukan dengan aplikasi Ms. Excel.

Monev:
Beberapa siswa/peserta didik tidak mengisi kuesioner secara lengkap

Anda mungkin juga menyukai