Anda di halaman 1dari 19

Laporan Mini Project

PROFIL PERMASALAHAN REMAJA DALAM PKPR DI SMAN 2


PALEMBANG

Oleh :
dr. Nia Desnina Wardhani

Pembimbing :
dr. Yuliarni M,Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER


INDONESIA
UPT PUSKESMAS KAMPUS
PALEMBANG
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Remaja adalah periode dalam kehidupan dimana terjadi masa peralihan dari
masa kanak ke masa dewasa. Sebagai fase peralihan yang berjalan natural,
remaja mencoba berbagai perilaku yang kadang merupakan perilaku berisiko.
Menurut World Health Organization (WHO) remaja adalah penduduk yang
berusia 10-19 tahun, tidak jauh berbeda di Indonesia dimana menurut Undang-
Undang Republik Indonesia no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,
remaja berusia 10-18 tahun.

Terdapat beberapa alas an untuk meningkatkan perhatian akan kesehatan


remaja yaitu; pertama adalah karena jumlah populasi remaja yang banyak di
Indonesia maupun secara global yang hampir mencapai 1/5 dari populasi
penduduk keseluruhan di mana menurut data WHO di tahun 2012 jumlah
remaja adalah 1,2 miliar atau sekitar 16,4%; kedua adalah remaja sehat akan
memiliki dampak besar pada perkembangan sosial dan ekonomi; dan ketiga
adalah remaja yang sehat penting untuk masa depan dan sekarang dimana
remaja adalah aset dan sumber daya penting untuk keluarga, komunitas dan
bangsa.

Peningkatan perhatian pada kesehatan remaja ini akan mempengaruhi status


kesehatan pada fase hidup setelahnya. Dengan contoh, banyak dari penyakit
tidak menular pada usia dewasa berawal dari kebiasaan yang kurang sehat yang
terkadang dimulai sejak remaja seperti konsumsi tembakau, alkohol, pola
makan tidak sehat ataupun aktivitas fisik yang kurang. Perilaku berisiko ini
mengacu pada semua yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian dan
adaptasi sosial dari remaja. Menurut definisi Departemen Kesehatan Republik
Indonesia seperti dikutip dalam sebuah jurnal; remaja berisiko adalah remaja
yang pernah melakukan perilaku berisiko bagi kesehatan seperti merokok,

2
konsumsi alkohol, penyalahgunaan narkoba, dan melakukan hubungan seksual
pranikah.

Seperti dilaporkan dalam Survei Kesehatan Remaja Republik Indonesia


tahun 2007 bahwa pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi masih
rendah. Pengetahuan remaja perempuan terhadap menstruasi sebagai tanda akhil
balig perempuan relatif tinggi, namun remaja laki-laki masih rendah. Remaja
laki-laki yang mengetahui mimpi basah sebagai tanda akhil balig laki-laki
sekitar 29%, sedangkan yang tidak tahu sekitar 10%, pada remaja wanita
mengetahui mimpi basah 16% sebagai tanda akhil balig laki-laki dan 11%
menyatakan tidak tahu. Sementara yang mengetahui sebatas ciri fisik pada akhil
balik laki-laki sejumlah 61% pada kelompok remaja laki-laki dan 73% pada
remaja perempuan. Rendahnya pengetahuan terhadap ciri reproduksi dapat
menyebabkan remaja memiliki perilaku berisiko.

Masalah lain yang berkenaan dengan perilaku berisiko remaja menurut hasil
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, adalah
tingginya perokok aktif dengan presentase perempuan dan laki-laki yang tidak
menikah, berusia 15-19 tahun yang merupakan perokok aktif hingga waktu
diadakan survei yaitu laki-laki sebanyak 47% sementara perempuan 0,7%.
Selain itu juga pada kelompok usia ini sudah ditemukan perilaku konsumsi
alkohol dengan presentasi perempuan 3,7% dan laki-laki 15,6%. Temuan lain
yang juga mengejutkan adalah pengalaman seksual pada usia 15-17 tahun pada
perempuan sebesar 1,3% dan pada laki-laki sebesar 3,7% dimana alasan untuk
melakukan hubungan seksual untuk pertama kali sebelum menikah pada remaja
usia 15-24 tahun paling tinggi pada kelompok usia perempuan adalah karena
terjadi begitu saja (38,4%) dan dipaksa oleh pasangan (21,2%) sementara pada
kelompok laki-laki alasan tertinggi karena ingin tahu (51,3%).

Kasus HIV/AIDS secara global menjadi 5 besar penyebab mortalitas pada


remaja. Di mana laporan dari Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2014 Bali
memiliki prevalensi kasus AIDS sebesar 109,52 per 100 penduduk dan
menempati posisi ketiga secara nasional dan dari hasil SKKRI 2007
menyebutkan bahwa pengetahuan remaja tentang cara paling penting untuk

3
menghindari infeksi HIV masih terbatas, hanya 14% wanita yang menyebutkan
pantang berhubungan seks, 18 % wanita dan 25% pria menyebutkan
menggunakan kondom, serta 11% wanita dan 8% pria menyebutkan membatasi
jumlah pasangan seksual sebagai cara menghindari HIV/AIDS.

Berbagai faktor kesehatan reproduksi remaja berhubungan satu sama


lainnya, sehingga untuk menciptakan status remaja sehat diperlukan
pengetahuan mendasar mengenai kesehatan reproduksi remaja. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk meningkatan tingkat kesehatan reproduksi remaja, tetapi
masih saja didapatkan data yang menunjukkan bahwa remaja masih kurang
memiliki pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Berawal dari kurangnya
pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi remaja dalam proyek mini
ini mengangkat upaya peningkatan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
remaja.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian terhadap permasalahan remaja dengan judul Profil Permasalahan
Remaja dalam PKPR di Wilayah Kerja Puskemas Kampus Palembang tahun
2018.

II. Rumusan Masalah


Bagaimana profil permasalahan remaja dalam PKPR di wilayah kerja
Puskesmas Kampus Palembang tahun 2018.

III. Pertanyaan Penelitian


1. Berapa jumlah remaja yang pernah melakukan seks pranikah?
2. Berapa jumlah remaja yang merokok?
3. Berapa jumlah remaja yang mengkonsumsi alcohol?
4. Berapa jumlah remaja yang pernah mengkonsumi napza?
5. Berapa jumlah remaja yang mengetahui program PKPR?
6. Berapa jumlah remaja yang memerlukan peran konselor sebaya?
7. Berapa jumlah remaja yang sering berkunjung ke Puskesmas?

IV. Tujuan Penelitian
1. Umum :
Untuk mengetahui Permasalahan dan Harapan Remaja dalam PKPR di

4
Wilayah kerja Puskesmas Kampus 
2. Khusus :
 Untuk   mengetahui   jumlah   remaja   yang   pernah   melakukan

hubungan seks pranikah
 Untuk mengetahui jumlah remaja yang merokok
 Untuk mengetahui jumlah remaja yang mengkonsumsi alcohol
 Untuk   mengetahui   jumlah   remaja   yang   pernah   mengkonsumsi

napza
 Untuk   mengetahui   jumlah   remaja   yang   mengetahui   program

PKPR
 Untuk   mengetahui   jumlah   remaja   yang   memerlukan   peran

konselor sebaya
 Untuk   mengetahui   jumlah   remaja   yang   sering   berkunjung   ke

Puskesmas.

V. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Hasil   penelitian   ini   diharapkan   agar   masyarakat   tahu   dan

mengerti   tentang   permasalahan   yang   dihadapi   oleh   remaja   dalam

PKPR.
2. Bagi Puskesmas
Memungkinkan   manajemen   PKPR   yang   tepat   sehingga   tepat

sasaran dan tepat guna.
3. Bagi Peneliti
 Hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  menambah  pengalaman

dan ilmu pengetahuan penulis dalam meneliti secara lasngsung

di lapangan.
 Untuk   memenuhi   salah   satu   tugas   peneliti   dalam   menjalani

program internship dokter umum Indonesia.

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja
2.1.1 Pengertian Remaja
Remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang yang mengalami
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19
tahun. Sementara dalam terminologi lain PBB menyebutkan anak muda (youth)
untuk mereka yang berusia 15-24 tahun.Ini kemudian disatukan dalam sebuah
terminologi kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun.Sementara itu
dalam program BKKBN disebutkan bahwa remaja adalah mereka yang berusia
antara 10-24 tahun. Menurut Hurlock (1993), masa remaja adalah masa yang penuh
dengan kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang
paling berat. Menurut Bisri (1995), remaja adalah mereka yang telah meningalkan
masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa
pembentukan tanggung jawab.

2.1.2 Perubahan yang terjadi pada masa remaja


Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak memasuki usia
remaja antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi biologis, dimensi
kognitif dan dimensi sosial.
a. Dimensi Biologis
Pubertas menjadikan seorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mendapat menstruasi,
sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga
perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, panggul mulai membesar,
timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah kemaluan.Anak lelaki mulai
memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis, jakun, alat kelamin
menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat dan perubahan fisik
lainnya.

b. Dimensi Kognitif

6
Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean Piaget (2007) (seorang
ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam
tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations).Kapasitas
berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu
berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima
informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman lalu dan sekarang untuk ditransformasikan
menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
c. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai
berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi
pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai membuat penilaian tersendiri
dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan
mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan sebagainya.
Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan
kepadanya.

2.2 Penyakit Terkait Perilaku Buruk Remaja


2.2.1 Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannyaterutama melalui
hubungan seksual.Cara penularannya tidak hanya terbatas secara genital-
genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, atau ano-genital.Sehingga
kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak hanya terbatas pada
daerah genital saja, tetapi juga pada daerah-daerah ekstra genital. Penyakit
menular seksual juga dapat terjadi dengan cara lain yaitu kontak langsung
dengan alat-alat seperti handuk, pakaian, termometer dan lain-lain. Selain itu
penyakit menular seksual dapat juga ditularkan oleh ibu kepada bayinya
ketika di dalam kandungan.Penyakit menular seksual yang umum terjadi di
Indonesia antara lain gonore, vaginosis bakterial, herpes simpleks,
trikomoniasis, sifilis, limfogranuloma venerium, ulkus mole, granuloma
inguinale,dan Acquired immune deficiency syndrom (AIDS).

7
2.2.2 HIV

Pada 2012, Kemenkes memperkirakan ada 591.718 orang terinfeksi HIV di


Indonesia.Namun pada akhir Maret 2014, hanya ada 134.053 orang diketahui
terinfeksi HIV melalui tes sukarela. Pada waktu yang sama, 54.231 orang
dilaporkan sudah sampai ke stadium AIDS dan 9.615 diketahui sudah
meninggal dunia akibatnya.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah nama virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia virus
ini terus bertambah banyak hingga menyebabkan sistem kekebalan tubuh
tidak sanggup lagi melawan virus yang masuk.Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan berbagai gejala penyakit akibat
turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi virus HIV tersebut.
Infeksi virus HIV secara perlahan menyebabkan tubuh kehilangan
kekebalannya oleh karenanya berbagai penyakit akan mudah masuk ke
dalam tubuh. Akibatnya penyakit-penyakit yang tadinya tidak berbahaya
akan menjadi bahaya bagi tubuh.
HIV hidup disemua cairan tubuh tetapi hanya bisa menular melalui
cairan tubuh tertentu yaitu, darah, air mani,cairan vagina,Air Susu Ibu
(ASI).Selain itu, AIDS dapat menular dengan cara melakukan hubungan
seksual dengan seseorang yang mengidap HIV, transfusi darah yang
mengandung virus HIV, ataupun pemindahan virus dari ibu hamil yang
mengidap virus AIDS kepada janin yang dikandungnya.

2.2.3 Napza
Napza (narkotika, psikotripika, dan zat adiktif lainnya) adalah bahan / zat
yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran,
perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan
psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah :
NARKOTIKA :
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Narkotika terdiri dari 3 golongan :

8
1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh
: Codein.
PSIKOTROPIKA :
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine.
3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Phenobarbital.
4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Diazepam, Nitrazepam (BK, DUM).
ZAT ADIKTIF LAINNYA :

9
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang
berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan
bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat
pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman
beralkohol :
a. Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % (Bir).
b. Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % (Berbagai minuman anggur)
c. Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % (Whisky, Vodca, Manson
House, Johny Walker).
2. Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan
rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering
disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3. Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas
di masyarakat.

Upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat berkaitan erat dengan


pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, karena rokok dan
alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang
berbahaya. Penggunaan NAPZA ini juga berisiko terhadap kesehatan
reproduksi karena penggunaan NAPZA akan berpengaruh terhadap
meningkatnya perilaku seks bebas. Pengguna NAPZA jarum suntik juga
meningkatkan risiko terjadinya HIV/AIDS, sebab virus HIV dapat menular
melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian.
2.3 Upaya Peningkatan Kesehatan Remaja
2.3.1 Konsep Pacaran Sehat

Berdasarkan realita yang telah diuraikan sebelumnya, tampak sekali belum


dipahaminya Konsep Pacaran Sehat dan Pengertian Cinta Dan Seks secara
benar oleh kaum remaja. Atau mungkin dalam hal ini remaja masih
dikacaukan oleh nafsu sesaat guna mendapatkan apa yang diinginkan
terutama kenikmatan seksual tanpa memikirkannya lebih jauh risiko-risiko

10
yang mungkin muncul. Cinta dan Seks adalah dua sisi yang sangat kontras
berbeda, jelaslah tidak bisa disamakan dengan seenaknya saja. Cinta adalah
bentuk perasaan kasih-sayang terhadap orang lain yang didasari kejujuran,
kesetiaan, kemuliaan hati dan kesadaran untuk bertanggung jawab. Sedangkan
Seks yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah jenis
kelamin, maka dalam konteks ini berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan
alat reproduksi terutama berupa aktifitas yang timbul lebih banyak karena
dorongan nafsu biologis.Sehingga membuktikan cinta dengan seks tentu saja
memunculkan risiko-risiko.Namun sebaliknya, jika remaja mampu
memandang seks atas dasar cinta, maka dengan sendirinya tercipta pola pikir
yang holistik penuh dengan tanggung jawab, dan sudah seharusnya
menempatkan cinta dalam berpacaran sebagai sesuatu yang sehat dan sakral.
Oleh karena itu, untuk membantu remaja dalam mengatasi
permasalahandalam berpacaran secara mandiri dan bertanggung jawab.Maka
sekiranya perlu diamalkan kiat-kiat dari konsep “Pacaran Sehat”sebagai
upaya preventif yang sederhana dan bekal yang tepat bagi remaja dalam
mengarungi masa pacarannya. Konsep Pacaran Sehat merupakan sekumpulan
tips-tips pacaran yang dilandasi proses cinta dimana dimensi fisik, psikis dan
sosial remaja dalam keadaan baik. Tidak hanya sehat seksual, tetapi juga sehat
rohani dan sehat mental.

PACARAN
1. Perlu persiapan
2. Amalkan nasehat orang tua
3. Cinta monyet (sadari)
4. Akan terjadi putus pacar
5. Rayuan gombal jangan terjebak
6. Aman untuk kesehatan reproduksi
7. Norma-norma selalu diperhatikan
SEHAT
1. Selalu ingat batas-batas
2. Enak dipandang lingkungan

11
3. Hubungan pertemanan tetap baik
4. Ampuh memacu prestasi
5. Tidak merugikan siapapun
Selain itu, dingembangkan juga pendekatan ABCDE yang merupakan
suatu konsep remaja sehat yang sudah diadopsi secara internasional.
1. Abstinentia
Sebisa mungkin dan seharusnya remaja tidak melakukan hubungan seksual
sebelum menikah.
2. Be faithful
Tidak dipungkiri adanya remaja yang telah seksual aktif, guna menghindari
resiko penularan IMS (Infeksi Menular Seksual) dan HIV-AIDS (Human
Immunodeficiency Virus dan Acquired Immunodeficiency Syndrome), maka
dianjurkan remaja untuk selalu setia pada satu pasangannya.
3. Condom
Wajib hukumnya bagi remaja dengan aktifitas seksual bebas yang bertukar
pasangan dan berisiko terjadinya kehamilan maupun penularan IMS dan
HIV-AIDS.
4. Don’t inject atau Drugs
Hindarilah menggunakan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan
Zat Adiktif lainnya) terutama narkotika suntik, karena sangat berisiko
terhadap transmisi HIV-AIDS.
5. E-ducation ; carilah narasumber, dan informasi-informasi remaja yang
tepat.

2.3.2 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)


Untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang bersekolah maupun tidak
bersekolah, Kementrian Kesehatan RI telah mengembangkan Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) yang menekankan kepada petugas yang peduli remaja,
menerima remaja dengan tangan terbuka dan menyenangkan, lokasi pelayanan yang
mudah dijangkau, aman, menjaga kerahasiaan, kenyamanan dan privasi serta tidak
ada stigma.

12
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan
peduli remaja yang melayani semua remaja dalam bentuk konseling dan berbagai
hal yang berhubungan dengan kesehatan remaja.Disini remaja tidak perlu ragu dan
khawatir untuk berbagi/konseling, mendapatkan informasi yang benar dan tepat
untuk berbagai hal yang perlu diketahui remaja (Fadhlina, 2012).Program
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Program ini dapat dilaksanakan di
Puskesmas, Rumah Sakit atau sentra-sentra dimana remaja berkumpul seperti mall
(Depkes, 2005).
Keberhasilan implementasi PKPR dipengaruhi oleh keterlibatan semua
pihak,mulai dari pemerintah sebagai pengambilkebijakan, pelaksana program,
masyarakatdan remaja (Depkes RI 2005a).
Jenis kegiatan dalam PKPR adalah pemberian informasi dan edukasi,
pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang, konseling, pendidikan
Keterampilan hidup sehat (PKHS), penyuluhan kesehatan, pelatihan Peer
Counselor/ Konselor sebaya dan pelayanan rujukan sosial dan medis.

Berikut adalah uraian tentang kegiatan-kegiatan PKPR


1. Pemberian informasi dan edukasi.
 Dilaksanakan di dalam atau di luar gedung, baik secara perorangan atau
berkelompok.
 Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah,
atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau
sepengetahuan) puskesmas.
 Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, focus group discussion (FGD),
diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media
elektronik (radio, email, dan telepon/hotline, SMS).
 Menggunakan sarana komunikasi informasi edukasi (KIE) yang lengkap,
dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja, orangtua, guru)
dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap
tidak menggurui serta perlu bersikap santai.
 Pendidikan kesehatan dapat berupa mata pelajaran ilmu kesehatan atau
upaya-upaya lain yang disisipkan dalam ilmu-ilmu lain seperti olahraga dan

13
kesehatan, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya. Selain melalui pelajaran,
pendidikan kesehatan juga dapat diperkenalkan melalui pendidikan
kesehatan yang disisipkan pada kegiatan ekstrakurikuler untuk menanamkan
perilaku sehat peserta didik. Dengan adanya dukungan dari pihak sekolah
atau pendidikan diharapkan dapat meminimalisir kejadian atau masalah
yang berhubungan dengan remaja.

2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan Rujukannya


Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke puskesmas
adalah:
 Bagi remaja yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan
mengacu pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
 Petugas dari balai pengobatan umum, balai pengobatan gigi, kesehatan ibu
dan anak (KIA) dalam menghadapi remaja yangdatang, diharapkan dapat
menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus
remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila
diperlukan.
 Petugas yang menjaring remaja dari ruangan, dan juga petugas – loket atau
petugas laboratorium, seperti halnya petugas khusus PKPR juga harus
menjaga kerahasiaan remaja tersebut, dan memenuhi kriteria peduli remaja.
 Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil
rujukan kasus per kasus.

3. Konseling
Tujuan konseling dalam PKPR yaitu:
 Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya
agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus
dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.
 Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber
daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar
mampu:
1. mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.

14
2. meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi
pada dirinya.
3. mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.

4.Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)


Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa
bila remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup
menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. Pendidikan ketrampilan
hidup sehat merupakan adaptasi dari life skills education (LSE).Sedangkan life
skills atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk
memenuhi kebutuhan, dan mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari secara
efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam
lingkup yang luas, yaitu: kesehatan fisis, mental, dan sosial.

5. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya


Konselor sebaya atau Peer Educator di sekolah merupakan remaja sekolah yang
mendapatkan pelatihan pendidik sebaya dari Dinas Kesehatan.Pelatihan ini
merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu
syarat keberhasilan PKPR.Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja
atau konselor sebaya dan pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh, yaitu
kelompok ini berperan sebagai agen perubahan di antara kelompok sebayanya agar
berperilaku sehat.Lebih dari itu, kelompok ini terlibat dan siap membantu dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR.Kader yang berminat, berbakat, dan
sering menjadi tempat “curhat” bagi teman yang membutuhkannya dapat diberikan
pelatihan tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship
dan konseling.

15
BAB III
KERANGKA KONSEP

Profil Remaja

1. Rokok
2. Napza
3. Seks pranikah
4. Alcohol
 Cukup 5.  PKPR
teman  (-)
pengetahuan 6.  Konselor
keluargasebaya  (+)
16
 Kurang

Tingkat pengetahuan
pengetahuan Lingkungan Sikap dan perilaku
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan profil permasalahan remaja dalam PKPR di SMAN 2
Palembang.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di SMAN 2 Palembang.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan 16 April 2018.

A. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan siswa kelas XI SMAN 2 Palembang
baik laki-laki maupun perempuan.

17
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau populasi yang diteliti, dalam penelitian
ini diambil 100 siswa kelas XI SMAN 2 Palembang.

F. Tehnik Pengumpulan dan Pengolahan Data


1. Tehnik Pengumpulan Data
Data diperoleh menggunakan system simple random sampling.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuesioner.

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data


1. Teknik Pengolahan Data
a. Pengolahan Data (editing)
Meneliti kembali apakah lembar pendataan sudah cukup baik sehingga dapat di
proses lebih lanjut. Sembari mengumpulkan data, juga dapat dilakukan
pengeditan data sehingga apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan dapat
segera ditelaah dan diperbaiki.
b. Pengkodean (Coding)
Usaha memilih pendataan jumlah siswa menjadi bentuk yang lebih ringkas
dengan menggunakan kode.
c. Pemasukan Data (Entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.
d. Pembersihan Data (Cleaning data)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan.

18
19

Anda mungkin juga menyukai