Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PENINGKATAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


MELALUI PROGRAM KESEHATAN PEDULI REMAJA DI
DUSUN BINGKOK DESA MONTONG GAMANG
KABUPATEN LOMBOK TENGAH
KETUA NUR’AINI
ANGGOTA RENI HIKMATUNNISAK

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIDAN DAN PROFESI BIDAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi kekuatan dan petunjuk, sehingga proposal pengabdian kepada masyarakat dalam
bentuk Penyuluhan kesehatan tentang Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui
Program Kesehatan Peduli Remaja Di Dusun Bingkok Desa Montong Gamang dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan remaja.
Kami menyadari proposal pengabdian kepada masyarakat ini tidak luput dari

kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan proposal ini.

.
Lombok Timur, April 2018

Ketua Pelaksana Pengmas


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Kegiatan
1.3 Manfaat Kegiatan
1.4 Luaran Pengabdian Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Remaja
B. Kesehatan reproduksi
C. Masalah kesehatan reproduksi
D. Jenis-jenis penyakit kesehatan reproduksi
E. Cara mencegah masalah kesehatan reproduksi

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Metode/Strategi Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian
B. Waktu dan Tempat
C. Sarana dan Alat
D. Prosedur Kegiatan
E. Rancangan Evaluasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB V PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa dengan rentang usia berkisar 10 sampai 24 tahun.
Masa ini adalah fase peralihan dari masa kanak-kanak (dependent) menuju masa dewasa
(independent) dan normal terjadi pada kehidupan manusia. Dalam periode tersebut
seorang remaja akan banyak sekali mengalami perkembangan dan pertumbuhan guna
mencari identitas dan jati dirinya. Berbagai perubahan akan muncul baik dari sisi
psikologis, fisik (pubertas) dan sosial lingkungan.
Problematika kaum remaja dapat terjadi sehubungan dengan adanya perbedaan
kebutuhan dan aktualisasi dari kemampuan penyesuaian diri remaja terhadap lingkungan
tempat hidupnya. Masa ini amat kritis bagi remaja, karena waktu ini muncul keinginan
lepas mandiri dari ketergantungan orang tua, rasa ingin tahu yang berlebihan dan mulai
rentan terhadap perilaku beresiko.
Diperkirakan 20-30% dari total populasi di masing-masing kabupaten maupun
kotamadya di Indonesia adalah tergolong kaum remaja yang persentase terdistribusi secara
hampir merata. Jika diestimasi dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini sekitar 250
juta, maka diperkirakan terdapat total 50-75 juta jiwa kaum remaja. Apabila kita meninjau
lebih jauh lagi, maka terdapat sekitar 1 milyar penduduk dunia adalah kaum remaja
(hampir 1 dari 6 penduduk) dan 85% remaja ternyata hidup di negara berkembang.
Dengan keadaan piramida penduduk yang terbalik, hendaknya remaja mendapatkan
prioritas perhatian dari semua pihak yang bersangkutan.
Ditemukan fakta ternyata banyak remaja yang sudah aktif secara seksual,
meskipun tidak selalu atas kehendak sendiri, dan di beberapa negara berkembang kira-kira
separuh dari mereka sudah menikah. Aktifitas seksual dini yang tidak bertanggung jawab
menempatkan remaja menghadapi berbagai tantangan resiko kesehatan reproduksi. Di
seluruh dunia pada tahun 1997 diperkirakan 15 juta jiwa lebih remaja putri berusia 15-19
tahun yang melahirkan, 4 juta diantaranya melakukan unsafe abortion dan hampir 100 juta
orang remaja yang terkena IMS. Secara global pun didapatkan data 40% dari total kasus
HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15-24 tahun atau diperkirakan lebih dari 7.000
remaja terinfeksi HIV setiap harinya.
Di Indonesia sendiri, ditemukan prediksi sekitar 700.000 ribu kasus aborsi pada
tahun 2003 dan 50% termasuk unsafe abortion. KTD pada remaja Indonesia juga
diestimasikan meningkat setiap tahunnya sebesar 150.000-200.000, 10% remaja usia 15-
19 tahun sudah menikah dan memiliki anak. Berbagai risiko kesehatan ini terjadi karena
kurangnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketimpangan gender, kekerasan
seksual, pengaruh negative media masa dan kemajuan teknologi (internet), maupun gaya
hidup modern yang bebas.
Program kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu dari sekian banyak
program kesehatan rerpoduksi. Hal ini menyebabkan pelayanan dan perawatan kesehatan
reproduksi bagi remaja memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan remaja
yang sehat dan berdaya saing sehingga mampu menjadi komponen unggul dalam
pembangunan bangsa.(3)
Peningkatan status kesehatan reproduksi merupakan salah satu program dari SDGs
atau Sustainable Development Goals yaitu memastikan akses universal terhadap
seksualitas dan kesehatan reproduksi serta hak reproduksi sebagaimana telah disetujui oleh
program aksi ICPD dan Beijing platform for action.(5) Pelayanan kesehatan reproduksi
remaja bertujuan untuk mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko
serta mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan
bertanggung jawab mengenai triad kesehatan reproduksi remaja yaitu mengenai
seksualitas, PMS dan HIV/AIDS dan NAPZA.(4)
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini yang berupa penyuluhan Kesehatan
Reproduksi pada Remaja bertujuan untuk membantu para remaja khususnya remaja di
Dusun Bingkok yang memerlukan pandangan yang lebih luas tentang kesehatan
reproduksi sehingga mampu untuk menjaga diri agar terhindar dari problema-problema
pada remaja, dapat tumbuh dan berkembang menjadi remaja yang bertanggung jawab.
Kegiatan ini dilakukan kepada remaja Dusun Bingkok karena ini pernah terjadi dan
beberapa remaja putus sekolah karena pernikahan dini, jadi kami memandang perlu
dilakukan penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja di Dusun Bingkok.
Dengan melakukan kegitan penyuluhan Kesehatan Reproduksi pada Remaja ini
diharapkan dapat memberikan manfaat dapat turut mewujudkan remaja Indonesia yang
sehat dan bertanggung jawab, mampu membentuk remaja yang bisa memenuhi tantangan
era globalisasi, serta memberikan sumbangsih untuk tercapainya Millenium Development
Goals.
B. Manfaat
1. Bagi Pengembangan Keilmuan Kebidanan
Sebagai penyempurnaan kurikulum dan penambahan literatur dalam pendidikan
kebidanan sehingga lebih professional dalam memberikan asuhan kebidanan yang
berkaitan dengan kebutuhan pasien
2. Bagi Mahasiswa
Memberikan pengalaman belajar dan bekerja bersama masyarakat tentang
penerapan dan pengembangan ilmu dan tekhnologi di luar kampus.
3. Bagi Masyarakat
Memperoleh pengetahuan tentang cara menjaga kesehatan reproduksi agar
terhindar dari penyimpangan maupun penyakit berbahaya.
4. Bagi Lokasi KKN
Terbentuknya kader-kader penerus program di dalam masyarakat sehingga
terjamin kelanjutan upaya program yang di jalankan
C. Luaran yang diharapkan
Melalui Penyuluhan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja di Dusun Bingkok
Desa Montong Gamang ini diharapkan pengetahuan Remaja tentang kesehatan reproduksi
meningkat sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja
1. Pengertian
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence (kata
bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa.
Adolescence artinya berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal, kejiwaan
dan sosial serta emosional. Hal ini mengisyaratkan kepada hakikat umum, yaitu bahwa
pertumbuhan tidak berpindah dari satu fase ke fase lainya secara tiba-tiba, tetapi
pertumbuhan itu berlangsung setahap demi setahap (Al-Mighwar, 2006).
Menurut (World Health Organization) WHO 1974 remaja adalah suatu masa
dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksualitas sampai saat ini mencapai kematangan seksualitasnya, individu mengalami
perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan
terjadi peralihan dari ketergantungan sosial yang penuh, kepada keadaan yang relatife
lebih mandiri.
2. Fase Perkembangan Remaja
a. Remaja awal
Seorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih terheran–heran
akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-
dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan
pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara
erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik.
Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali
terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit dimengerti orang
dewasa.
b. Remaja tengah
Tahap ini berusia 13-15 tahun. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan
kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada
kecenderungan “narastic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-
teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada
dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka
atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau
meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes
Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan
mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan jenis.
c. Remaja akhir
Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini:
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam
pengalaman-pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public).
3. Karakteristik Perkembangan Remaja
Menurut Wong (2009), karakteristik perkembangan remaja dapat dibedakan menjadi :
a. Perkembangan fisik        
Pada masa remaja seseorang mengalami pertumbuhan fisik yang lebih
cepat dibandingkan dengan masa sebelumnya. Ini nampak pada organ seksualnya,
dimana biologik sampai pada kesiapan untuk melanjutkan keturunan. Ciri  sekunder
individu dewasa adalah pada pria tampak tumbuh kumis, jenggot dan rembut
sekitar alat kelamin dan ketiak. Rambut yang tumbuh relatif lebih kasar. Suara
menjadi lebih besar, dada melebar dan berbentuk segitiga, serta kulit relatif lebih
kasar. Dan pada wanita tampak rambut mulai tumbuh di sekitar alat kelamin dan
ketiak, payudara dan panggul mulai membesar, dan kulit relatif lebih halus.
b. Perkembangan psikososial
Teori perkembangan psikososial menurut Erikson dalam Wong (2009),
menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja menghasilkan
terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai dengan awitan pubertas dan
berkembangnya stabilitas emosional dan fisik yang relatif pada saat atau ketika
hampir lulus dari SMU. Pada saat ini, remaja dihadapkan pada krisis identitas
kelompok versus pengasingan diri.
Pada periode selanjutnya, individu berharap untuk mencegah otonomi dari
keluarga dan mengembangkan identitas diri sebagai lawan terhadap difusi peran.
Identitas kelompok menjadi sangat penting untuk permulaan pembentukan identitas
pribadi. Remaja pada tahap awal harus mampu memecahkan masalah tentang
hubungan dengan teman sebaya sebelum mereka mampu menjawab pertanyaan
tentang siapa diri mereka dalam kaitannya dengan keluarga dan masyarakat.
c. Perkembangan kognitif
Teori perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Wong (2009), remaja
tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang merupakan ciri periode
berpikir konkret, mereka juga memerhatikan terhadap kemungkinan yang akan
terjadi. Pada saat ini mereka lebih jauh ke depan. Tanpa memusatkan perhatian
pada situasi saat ini, mereka dapat membayangkan suatu rangkaian peristiwa yang
mungkin terjadi, seperti kemungkinan kuliah dan bekerja, memikirkan bagaimana
segala sesuatu mungkin dapat berubah di masa depan seperti hubungan dengan
orang tua, dan akibat dari tindakan mereka, misalnya dikeluarkan dari sekolah.
Remaja secara mental mampu memanipulasi lebih dari dua kategori variabel pada
waktu yang bersamaan. Misalnya, mereka dapat mempertimbangkan hubungan
antara kecepatan, jarak dan waktu dalam membuat rencana perjalanan wisata
Mereka dapat mendeteksi konsistensi atau inkonsistensi logis dalam sekelompok
pernyataan dan mengevaluasi sistem, atau serangkaian nilai-nilai dalam perilaku
yang lebih dapat dianalisis.
d. Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral menurut Kohlberg dalam Wong (2009), masa
remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius mengenai nilai moral dan
individu. Remaja dapat dengan mudah mengambil peran lain. Mereka memahami
tugas dan kewajiban berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga
memahami konsep peradilan yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap
kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah dirusak akibat tindakan
yang salah. Namun demikian, mereka mempertanyakan peraturan-peraturan moral
yang telah ditetapkan, sering sebagai akibat dari observasi remaja bahwa suatu
peraturan secara verbal berasal dari orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi
peraturan tersebut.
e. Perkembangan Spiritual
Pada saat remaja mulai mandiri dari orang tua atau otoritas yang lain,
beberapa diantaranya mulai mempertanyakan nilai dan ideal keluarga mereka.
Sementara itu, remaja lain tetap berpegang teguh pada nilai-nilai ini sebagai elemen
yang stabil dalam hidupnya seperti ketika mereka berjuang melawan konflik pada
periode pergolakan ini. Remaja mungkin menolak aktivitas ibadah yang formal
tetapi melakukan ibadah secara individual dengan privasi dalam kamar mereka
sendiri. Mereka mungkin memerlukan eksplorasi terhadap konsep keberadaan
Tuhan. Membandingkan agama mereka dengan orang lain dapat menyebabkan
mereka mempertanyakan kepercayaan mereka sendiri tetapi pada akhirnya
menghasilkan perumusan dan penguatan spiritualitas mereka.
f. Perkembangan Sosial
Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus membebaskan diri
mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri dari
wewenang orang tua. Namun, proses ini penuh dengan ambivalensi baik dari
remaja maupun orang tua. Remaja ingin dewasa dan ingin bebas dari kendali orang
tua, tetapi mereka takut ketika mereka mencoba untuk memahami tanggung jawab
yang terkait dengan kemandirian.
B. Kesehatan Reproduksi Remaja
1. Pengertian
Istilah reproduksi berasal dari kata ‘re’ yang berarti kembali dan ‘produksi’
berarti membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu
proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya.
Sedangkan yang disebut organ/alat reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk
reproduksi manusia.
Jadi kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut
sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh seorang remaja. Pengertian
sehat disini bukan semata-mata berarti bebas dari penyakit atau bebas dari kecacatan
namun juga sehat secara mental dan sosial kultural.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang
benar mengenai proses reproduksi serta beberapa faktor yang ada disekitarnya. Dengan
informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang
bertanggung jawab mengenai proses reproduksinya. Pengetahuan dasar KESPRO yang
perlu diberikan pada remaja agar mereka mempunyai kesehatan reproduksi yang baik
meliputi: tumbuh kembang remaja, kehamilan dan melahirkan, usia ideal
hamil/melahirkan, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan aborsi, pendidikan
seks, perilaku seksual, dan mereka juga harus tahu masalah Infeksi Menular Seksual
(IMS) dan HIV/AIDS, bahaya narkoba/napza pengaruhnya pada kesehatan reproduksi,
kemampuan berkomunikasi, keterampilan hidup (life skill) dan hak-hak reproduksi.
Keingintahuan remaja yang sangat besar, dalam kondisi dimana teknologi
informasi dan komunikasi begitu bebas dewasa ini maka kesempatan remaja untuk
memperoleh informasi terhadap berbagai hal termasuk masalah seks sangatlah terbuka.
Masalahnya adalah tidak semua informasi yang tersedia adalah benar dan tepat bagi
kehidupan remaja. Jika sampai remaja mendapatkan informasi yang tidak benar maka
hal tersebut akan berpengaruh pada nilai kehidupan mereka. Orang tua sangat berperan
dalam menimbulkan nilai-nilai positif remaja perihal kehidupan seksual mereka seperti
bahaya IMS, HIV/AIDS, hubungan seks bebas, kehamilan usia muda dan lain
sebagainya. Kendala yang muncul antara orang tua dan remaja yaitu kurangnya
keterbukaan masalah kesehatan reproduksi dari orang tua ke anaknya hal ini biasanya
karena ada istilah tabu kalau bicara masalah seks dengan remaja, juga budaya setempat,
pengetahuan kesehatan reproduksi serta beban psikologis seringkali jadi hambatan.
Sedangkan anak remaja mempunyai sifat ingin tahunya yang besar, sehingga mereka
akan mencari sendiri hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksinya
melalui buku dan majalah cerita atau komik porno, video, CD, internet, handphone
(HP) dan mungkin yang paling sering mereka lakukan adalah bertanya kepada teman
sebayanya. Inilah yang menjadi masalah mereka akan mecari sumber informasinya
sendiri, kalau sumbernya benar itu yang kita harapkan, tapi kalau sumber informasinya
kurang baik dan kurang bisa dipercaya sehinga remaja berkeinginan yang kuat untuk
mencoba. Jadi bagaimanapun orang tua mutlak perlu meningkatkan pengetahuan
mereka seputar kehidupan seksual yang sedang banyak terjadi misalnya penyebaran
HIV/AIDS untuk kemudian didiskusikan dengan anak remaja mereka.
2. Tujuan kesehatan reproduksi remaja
Tujuan utama kesehatan reproduksi adalah memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi kepada setiap individu dan pasangannya secara komprehensif, khususnya
kepada remaja agar setiap individu mampu menjalani proses reproduksinya secara sehat
dan bertanggungjawab serta terbebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan,
termasuk di dalamnya pengakuan dan penghormatan atas hak-hak kesehatan reproduksi
dan seksual sebagai bagian integral dari Hak Azasi Manusia.
Tujuan khusus dari pengembangan sistem pendidikan dan pelayanan Kesehatan
Reproduksi bagi remaja adalah untuk melindungi remaja dari resiko pernikahan usia
dini, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi, Infeksi Menular Seksual (IMS),
HIV/AIDS dan kekerasan seksual. Pemberian akses pendidikan dan pelayanan
kesehatan reproduksi remaja diharapkan dapat meningkatkan kemandirian remaja
dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya termasuk kehidupan seksualitasnya,
sehinga hak-hak kesehatan reproduksinya dapat terpenuhi dalam meningkatkan kualitas
hidup serta kualitas keturunannya baik fisik, mental dan sosialnya serta terbebas dari
rasa takut, tindakan kekerasan dan diskriminasi.
Pendidikan Kesehatan Reproduksi tidak akan mempengaruhi permisivitas
remaja dalam seksualitas tetapi justru membuat remaja lebih dewasa dalam mensikapi
masalah-masalah seksualitas, dan dapat membangun perilaku seksual yang lebih
bertanggungjawab. Dan alangkah baiknya dan akan lebih efektif bila orangtua dan
sekolah ikut berperan menyampaikan pesan-pesan yang sama mengenai seksualitas
remaja tanpa ditutup-tutupi.
C. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
1. Kehamilan yang Tidak Dikehendaki (Unwanted Pregnancy)
Kehamilan yang tidak dikehendaki (Unwanted pregnancy) merupakan salah
satu akibat dari kurangnya pengetahuan remaja mengenai perilaku seksual remaja.
Faktor lain penyebab semakin banyaknya terjadi kasus kehamilan yang tidak
dikehendaki (unwanted pregnancy) yaitu anggapan-anggapan remaja yang keliru
seperti kehamilan tidak akan terjadi apabila melakukan hubungan seks baru pertama
kali, atau pada hubungan seks yang jarang dilakukan, atau hubungan seks dilakukan
oleh perempuan masih muda usianya, atau bila hubungan seks dilakukan sebelum atau
sesudah menstruasi, atau hubungan seks dilakukan dengan menggunakan teknik coitus
interuptus (senggama terputus) (Notoadmodjo, 2007).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Khisbiyah (1995) terdapat responden
yang mengatakan untuk menghindari kehamilan maka hubungan seks dilakukan di
antara dua waktu menstruasi. Informasi itu melakukan hubungan seks diantara dua
menstruasi ini tentu saja bertentangan dengan kenyataan bahwa sebenarnya masa antara
dua siklus menstruasi merupakan masa subur bagi seorang wanita (Notoatmodjo,
2007).
Kehamilan yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy) membawa remaja
pada dua pilihan yaitu melanjutkan kehamilan kemudian melahirkan dalam usia remaja
(early childbearing) atau menggugurkan kandungan merupakan pilihan yang harus
remaja itu jalani. Banyak remaja putri yang mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan (unwanted pregnancy) terus melanjutkan kehamilannya.
Menurut Affandi (1995) cit Notoatmodjo (2007) konsekuensi dari keputusan
untuk melanjutkan kehamilan adalah melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia
yang relatif muda. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu
faktor resiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu. Kematian ibu yang
hamil dan melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun lebih besar 3-4 kali dari kematian
ibu yang hamil dan melahirkan pada usia 20-35 tahun. Dari sudut kesehatan obstetri,
hamil pada usia remaja dapat mengakibatkan resiko komplikasi pada ibu dan bayi
antara lain yaitu terjadi perdarahan pada trimester pertama dan ketiga, anemia,
preeklamsia, eklamsia, abortus, partus prematurus, kematian perinatal, berat bayi lahir
rendah (BBLR) dan tindakan operatif obstetri (Sugiharta, 2004) cit (Soetjiningsih,
2004).
2. Pergaulan Bebas
pergaulan bebas didefinisikan sebagai salah satu bentuk perilaku yang
menyimpang yang melampaui batas dari kewajiban, aturan, tuntutan, syarat, dan
perasaan malu.
Pergaulan bebas juga sering didefinisikan sebagai melencengnya pergaulan
seseorang dari pergaulan yang benar.Pergaulan bebas diidentikan sebagai bentuk dari
pergaulan diluar batas atau bisa juga disebut pergaulan liar.Padahal sebenarnya suatu
pergaulan bebas bisa membawa pengaruh positif atau pun pegaruh negatif tergantung
pada individu itu sendiri. Positif yang dimaksud disini adalah bebas bisa berteman atau
menjalin hubngan tanpa membeda bedakan satu sama lain.Misalnya orang kulit putih
berteman dengan orang kulit hitam,orang Indonesia berteman dengan orang
Malaysia.Dan lain sebagainya. Dikategorikan negatif jika pergaulan bebas tersebut
telah menjerumus menjadi salah satu bentuk perilaku menyimpang, yang mana “bebas”
yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma ketimuran yang ada.Masalah
pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media massa.
Di kalangan remaja, pergaulan bebas sudah dianggap perkara yang biasa, karena
telah menjadi gaya hidup bagi sebagian kalangan masyarakat. Maka tidak bisa
dielakkan lagi bahwa musibah besar akan menimpa generasi yang diharapakan bisa
menjadi genarasi yang baik yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, agama, bangsa dan
negara dan memiliki moral yang baik. Keadaan seperti ini memang sangat memerlukan
perhatian, sebab para remaja dan produktif, seharusnya mendapatkan bimbingan khusus
dari orangtua agar bersungguh-sungguh menentukan arah hidup anak-anaknya agar
tidak terjerumus dalam berbagai gejala jenis pergaulan bebas.
3. Pernikahan dini
Pernikahan dini atau kawin muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan atau salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang masih berusia
dibawah 19 tahun (WHO, 2006).
Pernikahan dini masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi
perempuan di Indonesia.Riskesdas mencatat, anak perempuan yang menikah pertama
kali pada usia sangat muda, 10-14 tahun, cukup tinggi, jumlahnya 4,8 persen dari
jumlah perempuan usia 10-59 tahun. Sedangkan yang menikah dalam rentang usia 16-
19 tahun berjumlah 41,9 persen. Dengan demikian, hampir 50 persen perempuan
Indonesia menikah pertama kali pada usia di bawah 20 tahun.
Pernikahan dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara
ekonomi maupun budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah
sebagai tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk
mengembangkan diri sebagai individu utuh.Selain itu, segera menikahkan anak
perempuan artinya keluarga akan mendapat mas kawin yang berharga di masyarakat
setempat, seperti hewan ternak. Data Riskesdas memperlihatkan, perkawinan sangat
muda (10-14 tahun) banyak terjadi pada perempuan di pedesaan, berpendidikan rendah,
berstatus ekonomi termiskin, serta berasal dari kelompok buruh, petani, dan
nelayan.Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia sangat
muda. Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan menimbulkan masalah
kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu saat melahirkan dan juga bayinya.
4. Penyakit Menular Seksual (PMS)
Menurut Notoatmodjo (2007), penyakit menular seksual merupakan suatu
penyakit yang mengganggu kesehatan reproduksi yang muncul akibat dari prilaku
seksual yang tidak aman. Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan penyakit anak
muda atau remaja, karena remaja atau anak muda adalah kelompok terbanyak yang
menderita penyakit menular seksual (PMS) dibandingkan kelompok umur yang lain.
Remaja sering kali melakukan hubungan seks yang tidak aman, adanya kebiasaan
bergani-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan remaja semakin rentan
untuk tertular Penyakit Menular Seksual (PMS), seperti Sifilis, Gonore, Herpes,
Klamidia. Cara melakukan hubungan kelamin pada remaja tidak hanya sebatas pada
genital-genital saja bisa juga orogenital menyebabkan penyakit kelamin tidak saja
terbatas pada daerah genital, tetapi juga pada daerah-daerah ekstra genital
(Notoatmodjo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya resiko penularan penyakit
menular seksual (PMS) pada remaja adalah faktor biologi, faktor psikologis dan
perkembangan kognitif, perilaku seksual, faktor legal dan etika dan pelayanan
kesehatan khusus remaja.
5. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus and Acquired Immunodeficiency
Syndrome)
            AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu sindrom atau
kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi kekebalan tubuh yang berat dan
merupakan manifestasi stadium akhir infeksi virus “HIV” (Tuti Parwati, 1996) cit
(Notoatmodjo, 2007). HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus RNA
tunggal yang menyebabkan AIDS (Limantara, dkk, 2004) cit (Soetjiningsih, 2004).
Menurut Limantara (2004) cit Soetjiningsih (2004) faktor yang beresiko menyebabkan
HIV pada remaja adalah perubahan fisiologis, aktifitas sosial, infeksi menular seksual,
prilaku penggunaan obat terlarang dan anak jalanan dan remaja yang lari dari rumah.
Perubahan fisiologis yang dapat menjadi resiko penyebab infeksi dan perjalanan alamiah
HIV meliputi perbedaan perkembangan sistem imun yang berhubungan dengan jumlah
limfosit dan makrofag pada stadium pubertas yang berbeda dan perubahan pada sistem
reproduksi.
            Aktifitas seksual tanpa proteksi merupakan resiko perilaku yang paling banyak
pada remaja. Hubungan seksual dengan banyak pasangan juga meningkatkan resiko
kontak dengan virus HIV. Ada tiga tipe hubungan seksual yang berhubungan dengan
transmisi HIV yaitu vaginal, oral, dan anal.
D. Jenis-Jenis Penyakit Yang Menyerang Reproduksi Remaja
Jenis-jenis penyakit yang menyerang reproduksi remaja antara lain:
1. Gonorrhea (GO)
Penyakit yang disebabkan bakteri Neisseeria gonnorreheae, masa inkubasi atau
masa tunasnya 2-10 hari sesudah kuman masuk ke tubuh melalui hubungan seks.
2. Sifilis (Raja Singa)
Penyakit yang disebabkan kuman Treponema Pallidum. Masa inkubasinya atau
masa tunasnya 2-6 minggu, kadang-kadang sampai 3 bulan sesudah kuman masuk
kedalam tubuh melalui hubungan seks, Setelah itu beberapa tahun dapat berlalu tanpa
gejala.
3. Herpes Genitalis
Penyakit yang disebabkan virus herpes simplex, dengan masa inkubasi atau masa
tunasnya 4-7 hari sesudah masuk ke tubuh melalui hubungan seks.
4. Trikomoniasis Vaginalis
Disebabkan oleh sejenis protozoa Trikomonas Vaginalis. Pada umumnya
dikeluarkan melalui hubungan seks.
5. Charcroid
Penyebabnya adalah bakteri Haemophilus ducrey, dan dikeluarkan melalui
hubungan seksual.
6. Klamida
Penyakit menular seksual ini disebabkan oleh Klamida trachomatis.
7. Kondiloma akuminata Genital Warts (HPV)
Penyebabnya adalah virus Human Paipilloma.
E. Penanganan yang Dilakukan Untuk Mencegah Masalah Kesehatan Reproduksi
Remaja
                 Penanganan yang dilakukan untuk mencegah masalah kesehatan reproduksi
remaja adalah melalui empat pendekatan yaitu institusi keluarga, kelompok sebaya (peer
group), institusi sekolah dan tempat kerja. Institusi keluarga disini diharapkan orang tua
harus mampu menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi dan sekaligus
memberikan bimbingan sikap dan prilaku kepada remaja.
                 Peer group diharapkan mampu tumbuh menjadi peer educator yang diharapkan
dapat membahas dan menangani permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Institusi
sekolah dan tempat kerja merupakan jalur yang sangat potensial untuk melatih peer group
ini, karena institusi sekolah dan tempat kerja ini sangat mempengaruhi kehidupan dan
pergaulan remaja.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Metode/Strategi Pelaksanaan Kegiatan Pengabdi

Pada kegiatan pengabdian masyarakat ini, diselenggarakan dalam bentuk


penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi/tanya jawab.
B. Waktu dan Tempat
Kegiatan penyuluhan ini akan dilakukan di Dusun Bingkok
C. Sarana dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan adalah: power point
D. Prosedur Kegiatan
Program penyuluhan tentang peningkatan kesehatan reproduksi remaja melalui
program kesehatan peduli remaja ini melalui 4 tahap yaitu tahap perizinan, persiapan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
1) Perizinan
Perizinan penyuluhan kesehatan reproduksi ini dilaksanakan setelah
menentukan tempat pelaksanaan penyuluhan yaitu di Dusun Bingkok. Perizinan
dilakukan oleh tim KKN kepada beberapa pihak, yaitu Kepala Bagian Kesehatan
Reproduksi Puskesmas sebagai mitra kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan, Kepala
Dusun Bingkok, dan pihak program studi S1 Pendidikan Bidan dan Profesi Bidan.
2) Persiapan Kegiatan
Persiapan penyuluhan dimulai dengan memastikan sasaran khususnya dalam
hal jumlah peserta. Tempat dan media dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan serta
antisipasi kemungkinan masalah yang terjadi. Media penyuluhan dipersiapkan untuk
mempermudah proses pemahaman sasaran sehingga tujuan kegiatan dapat tercapai
secara optimal, media yang digunakan adalah berupa power point.
3) Pelaksanaan Kegiatan
Proses penyuluhan akan dilakukan di SDN 1 Montong Gamang
4) Evaluasi Kegiatan
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui efektifitas kegiatan penyuluhan. Evaluasi
ini dilakukan dengan metode tanya jawab dan diskusi kepada remaja setelah
penyuluhan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Nugraha, B. D. 2002. Perlukah pendidikan seks dibicarakan sejak dini? Makalah Seminar

Plus. Yogyakarta

Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo.

Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

BKKBN. (2001). Remaja Mengenai Dirinya. Jakarta. BKKBN

Mona Isabella Saragih, Amkeb, SKM. Materi Kesehatan Reproduksi. Akademi Kebidanan

YPIB Majalengka

Anda mungkin juga menyukai