pasien adalah seorang wisatawan dan hobi berenang. Keadaan umum : pasien pucat, ada diare disertai dengan berdarah dan berlendir, berat badan turun, malaise. Pemeriksaan fisik : limfadenopati menyeluruh dan hepatomegali. Pemeriksaan laboratorium : - Eosinofilia - Pada pemeriksaan tinja : ditemukan telur bentuk bulat dengan tonjolan dibagian lateral kutub. Schistosoma japonicum Schistosoma mansoni Schistosoma haematobium Penyakit : skistosomiasis= bilharziasis Morfologi dan Daur Hidup Hidup in copula di dalam pembuluh darah vena- vena usus, vesikalis dan prostatika. Di bagian ventral cacing jantan terdapat canalis gynaecophorus, tempat cacing betina. Telur tidak mempunyai operkulum dan berisi mirasidium, mempunyai duri dan letaknya tergantung spesies. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kencing Telur menetas di dalam air mengeluarkan mirasidium. Hospes Hospes Hospes Bentuk definitif perantara reservoir infektif S. japonicum Manusia oncomelania Tikus sawah, serkaria rusa hutan, anjing, sapi
S. mansoni Manusia Biomphalaria Kera baboon Serkaria
S. heatobium manusia Bullinus Kera baboon Sekaria
Perubahan yang terjadi disebabkan oleh 3 stadium cacing yaitu serkaria, cacing dewasa dan telur. Perubahan-perubahan pada skistosomiasis dibagi dalam 3 stadium: 1. Masa tunas biologik Gejala kulit dan alergi : eritema, papula disertai rasa gatal dan panas hilang dalam 2-3 hari. Gejala paru : batuk, kadang-kadang pengeluaran dahak yang produktif Gejala toksemia : timbul minggu ke-2 sampai ke-8 setelah infeksi. Berat gejala tergantung jumlah serkaria yang masuk Gejala berupa : lemah, malaise, tidak nafsu makan, mual dan muntah. Diare disebabkan hipersensitif terhadap cacing Hati dan limpa membesar dan nyeri raba. 2. Stadium Akut Mulai sejak cacing bertelur Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan dan jumlah cacing . Keluhan : demam, malaise, berat badan menurun Pada infeksi berat Sindroma disentri Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali; terjadi 6-8 bulan setelah infeksi. 3. Stadium menahun : Penyembuhan dengan pembentukan jaringan ikat dan fibrosis Hepar kembali mengecil karena fibrosis. Hal ini disebut sirosis sirosis sirosis periportal Gejala : splenomegali, edema tunbgai bawah dan alat kelamin, asites dan ikterus. Stadium lanjut sekali dapat terjadi hematemesis. Schistosoma japonicum Schistosoma mansoni Schistosoma (demam katayama) (Schistosomiasis usus) heamatobium (Schistosomiasis Kandung Kemih) Gejala : Gejalanya : hampir sama Gejalanya : ditemukan Stadium 1 : gatal-gatal dengan S. japonicum hematuria pada (urtikaria) gejalanya : Cuma lebih ringan. pemeriksaan urin. intoksikasi, demam, - Splenomegali menjadi - Adanya disuria bila hepatpmegali, eosinofil lebih berat. disertai dengan sistisi meningkat. Stadium 2 : sindrom disentri Stadium 3 : biasanya ada sirosis hepatis dan spelenomegali. Pasienya akan kelihatan lemah. Diagnosis : Menemukan telur dalam tinja, urin atau jaringan biopsi Penyakit skistosomiasis merupakan masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara. Di Indonesia hanya Schistosoma japonicum ditemukan endemik di Sulawesi Tengah. Berhubungan erat dengan air dari irigasi dengan adanya fokus keong sebagai hospes perantara Infeksi berlangsung pada orang yang bekerja di sawah. Umumnya tidak ada yang aman atau agak toksik Semuanya mempunyai risiko Pengaruh obat anti schistosoma dapat menyebabkan terlepasnya cacing dari p. darah dan mengakibatkan tersapunya cacing ke dalam hati oleh sirkulkasi portal disebut hepatic shift. Obat-obat anti schistosoma :
Emetin (tartras emetikus)
Lucanthone-HCl, Miracil D. Nilodin Niridazol (dosisnya : 25 mg/kg BB/hari selama 10 hari) Prazikuantel (Embay 8440; Droncit,Biltricide) Pemberantasan dan pengendalian dari hospes perantara Penerangan kesehatan pada masyarakat Pada kasus yang berat dapat terjadi komplikasi gagal hati, gagal ginjal, gangguan kesuburan, maupun kanker hati, kandung empedu, dan kandung kemih. Penyebaran schistosomiasis sangat luas di daerah tropis maupun subtropis. Pengobatan dapat dilakukan pada manusia dan pengendalian dilakukan baik pada hewan yang terinfeksi sebagai reservoir maupun pada siput sebagai inang antara dan air sebagai sumber pencemar.