Tekanan Darah
Vivie Veronica Tanama
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Email : Vivie.2015fk166@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Ginjal merupakan salah satu organ terpenting yang memiliki banyak fungsi dalam
kehidupan manusia. Salah satu fungsi hormonalnya adalah dalam memproduksi
hormon renin. Peran sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (sistem RAA) sangat
penting pada pengaturan atau regulasi tekanan darah. Renin melakukan serangkaian
sistem yang akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II oleh angiotensin Iconverting enzyme (ACE). Hiperaktivitas Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
menyebabkan penyakit hipertensi. Pada umumnya, obat antihipertensi merupakan
inhibitor ACE. Cara kerjanya adalah dengan menghambat pembentukan Angiotensin
II. Angiotensin II memiliki efek yang tinggi dalam meningkatkan tekanan darah
sehingga pada penderita hipertensi, harus dihambat pembentukannya.
Kata kunci : ginjal, renin, sistem RAA, ACE inhibitor hipertensi
Abstract
The kidney is one of the most important organ that has many functions in the life of a
human being. One of hormonal fuction is in producing the hormone renin. Role of
Renin-Angiotensin-Aldosteron system (RAAS) is very important on the setting or the
regulation of blood pressure. Renin did a series of systems that will change the
angiotensin I into angiotensin II by angiotensin I-converting enzyme (ACE).The
hiperactivity of Renin-Angiotensin-Aldosteron system causes disease of hypertension.
In General, the drug antihipertensi is an ACE inhibitor. The way it works is by
inhibiting the formation of Angiotensin II. Angiotensin II has high effect in raising
blood pressure in people with hypertension, so must its formation is inhibited.
Key words: kidney, renin, RAA system, ACE inhibitor, hypertension
Pendahuluan
Ginjal memiliki peran yang lebih ekstensif dibandingkan organ-organ lainya
dalam mempertahankan homeostatis tubuh. Selain itu, ginjal juga mmiliki fungsi
ekskresi, hormonal, dan fungsi metabolisme. Pada fungsi homeostasis, ginjal
mempertahankan keseimbangan air, osmolaritas dari cairan tubuh, mempertahankan
volume plasma, dan keseimbangan asam basa. Ginjal juga mengeksresikan sisa-sisa
metabolisme dan komponen asing lainnya. Ginjal memproduksi hormon berupa
eritropoietin dalam memproduksi sel darah merah dan juga hormon renin. Sebagai
fungsi metabolisme, ginjal juga berperan mengubah vitamin D dalam bentuk aktif.
Tekanan darah pada manusia cenderung berubah-ubah. Tekanan darah ini
mempengaruhi aktifitas dari kerja ginjal yang menggunakan tekanan hidrostatik
jantung untuk sampai ke kapiler (arteriol afferen). Hal ini menyebabkan ginjal
memerlukan sebuah pengaturan dalam menstabilkan tekanan darah sehingga proses
filtrasi pada ginjal bisa berjalan lancar. Sistem ini disebut autoregulasi. Salah satunya
adalah
dengan
memproduksi
hormon
renin.
Fungsi
renin
adalah
untuk
mengembalikan tekanan darah normal, sehingga meningkatkan laju filtrasi air dan zat
terlarut dalam tubulus ginjal, sehingga hasil filtrasi dalam keseimbangan yang tepat.
Pada makalah ini, akan dibahas fungsi hormonal ginjal dalam memproduksi
renin. Sistem yang dikenal adalah sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem
RAA). Serangkaian sistem tersebut sangat penting pada penderita hipertensi renal
atau yang disebabkan karena gangguan pada ginjal, di mana ginjal akan
mensekresikan renin dalam jumlah besar.
Makroskopis Ginjal
Ginjal atau ren merupakan organ rongga abdomen yang termasuk dalam
sistem urinaria atau sistem kemih. Ginjal terletak retroperitoneal, yaitu diantara
peritoneum parietale dan fascia transversa abdominis. Ren sinistra terletak setinggi
costa XII atau vertebral lumbal 2-3, sedangkan ren dextra terletak setinggi costa XII
atau vertebral lumbal 3-4. Ren dextra terletak lebih rendah dari yang kiri karena
adanya hati (hepar). Ren memiliki bentuk seperti kacang, dan memiliki dua polus atau
extremitas yaitu extremitas superior dan extremitas inferior, dua margo yaitu margo
medialis dan margo lateralis, dua facies yaitu facies anterior dan facies posterior. Pada
kedua extremitas superior ditempati oleh glandula suprerenalis, yang dipisahkan dari
ren oleh lemak perinealis. Margo medialis ren memiliki bentuk konkaf dan margo
lateralis berbentuk konveks. Pada margo medialis terdapat suatu pintu yang disebut
hilus renalis, yang merupakan tempat masuknya pembuluh-pembuluh darah, lymphe,
saraf dan ureter. Facies anterior ren berbentuk cembung dan facies posterior yang
agak datar.1,2
Setiap ginjal dibungkus oleh capsula fibrosa, capsula adiposa, dan fascia
renalis. Capsula fibrosa melekat pada ginjal dan mudah dikupas di mana capsula
fibrosa hanya menyelubungi glandula suprarenalis. Capsula adiposa yang
mengandung banyak lemak, dan membungkus ginjal dan glandula suprarenalis.
Fascia renalis (Gerota) terletak di luar capsula fibrosa dan terdiri dari dua lembar
yaitu fascia prrenalis di bagian depan ginjal dan fascia retrorenalis di bagian belakang
ginjal. Kedua lembar fascia renalis ke caudal tetap terpisah, ke cranial bersatu,
sehingga kantong ginjal bersatu, sehingga kantong ginjal terbuka ke bawah, oleh
karena itu sering terjadi ascending infection.1,2
Ginjal dipendarahi oleh A. Renalis cabang aorta abdominalis setinggi vertebra
lumbal 1-2. A. Renalis kanan lebih panjang daripada yang kiri karena harus
menyilang V. Cava inferior di belakangnya. A. Renalis masuk ke dalam ginjal melalui
hilus renalis dan bercabang ke bagian depan dan belakang ginjal, yang akan bertemu
pada bagian lateral ginjal pada garis Broedel. A. Renalis bercabang dan berjalan di
antara lobus ginjal yang disebut A. Interlobaris. Pada perbatasan korteks dan medula
renis, A. Interlobaris bercabang menjadi A. Arcuata atau A. Arciformis yang
mengelilingi korteks dan medula renis. A. Arcuata mempercabangkan A.
Interlobularis yang berjalan samapai tepi ginjal (korteks renis). Pembuluh balik ginjal
mengikuti jalannya arteri. Darah di alirkan dari V. Interlobularis atau Vv. Stellatae
(Verheyeni) menuju V. Arcuata, lalu menuju V. Interlobaris, V. Renalis, dan bermuara
ke dalam V. Cava inferior.1-3
Aliran getah bening yang berasal dari jaringan ginjal dan subcapsularis
mengikuti V. Renalis menuju Nnll. Aorticus, sedangkan getah bening dalam jaringan
lemak perirenalis akan langsung bermuara ke Nnll. Aorticus. Pembuluh-pembuluh
darah ginjal sampai nefron dipersarafi oleh saraf simpatis yang derabut aferensnya
memasuki korda spinalis pada vertebra thoracalis X-XII.1-3
Glandula suprarenalis atau glandula adrenal atau anak ginjal merupakan
kelenjar endokrin yang terletak superomedial terhadap ginjal. Gl. Suprarenalis kanan
berbentuk piramid, sedangkan Gl. Suprarenalis kiri lebih pipih dan berbentuk
semiulnar (bulan sabit). Gl. Suprarenalis terdiri atas korteks dan medula. Glandula
3
Duktus koligens membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urin ke
dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks
mayor. Dari pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung
kemih.4
Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (Sistem RAA)
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA)
disebut juga Renal Pressor System (RPS) adalah suatu sistem/mekanisme hormon
yang mengatur keseimbangan tekanan darah dan cairan dalam tubuh. Mekanisme
terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I
oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Renin merupakan suatu enzim yang disintesis
dan disimpan dalam sel-sel juxtaglomerular, yang merupakan modifikasi dari sel-sel
otot polos yang terletak di dinding arteriol aferen, tepat di proksimal glomeruli.
Pelepasan renin dari ginjal dimodulasi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
internal seperti tekanan perfusi renal, katekolamin dan angiotensin II, serta faktor
eksternal berupa komponen cairan tubuh seperti kurangnya filtrasi Na yang mencapai
makula densa yang merupakan tubulus yang mempunyai sel-sel termodifikasi, ion Cl
pada cairan ekstraselular, dan cairan intraselular berupa ion K. Bila tekanan arteri
turun, reaksi intrinsik di dalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul
prorenin di dalam sel juxtaglomerular terurai dan melepaskan renin.5,6
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu globulin yang
disebut substrat renin (atau angiotensinogen) untuk melepaskan peptida 10 asam
amino, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor ringan. Renin
menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan
pembentukan angiotensin I yang lebih banyak selama waktu tersebut. Dalam beberapa
detik hingga beberapa menit setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam
amino yang dipecah dari angiotensin I untuk pembentukan angiotensin II, yaitu
peptida dengan 8 asam amino. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi di paru
sementara darah yang mengalir melalui pembuluh kecil di paru, dikatalisis oleh suatu
enzim yaitu angiotensin I-converting enzyme (ACE), yang terdapat pada endotelium
pembuluh paru.5
Hipertensi adalah kondisi di mana tekanan darah di atas normal. Kondisi ini
sering disebut the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi merupakan
suatu penyakit yang tidak menimbulkan gejala (asimptomatik). Penyebabnya dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer
atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya. Sekitar
90% pasien termasuk kategori hipertensi primer. Hipertensi sekunder adalah
hipertensi yang disebabkan sebagai akibat dari adanya penyakit lain atau dengan kata
lain penyebabnya sudah diketahui, seperti adanya penyakit ginjal, kelainan hormonal,
kegemukan, konsumsi minuman beralkohol, merokok, kurang olah raga dan
pemakaian obat-obatan.9
Angiotensin I-converting Enzyme (ACE) merupakan enzim yang mempunyai
peranan mengubah Angiotensi I menjadi Angiotensin II. Mekanisme aksi ACEinhibitor (enalapril, lisinopril, captopril dan sebagainya) yaitu dengan menghambat
konversi angiotensin I inaktif menjadi angiotensin II yang aktif (vasokonstriktor
poten). Selanjutnya mengubah aktivitas RAA dan menghambat efek biologis
angiotensin II (seperti meningkatkan tekanan darah dan sekresi aldosteron,
menurunkan sekresi renin dan natriuresis, meningkatkan aktivitas saraf simpatetis,
proliferasi sel-sel dan hypertropi. Perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
tidak saja terjadi di paru-paru, namun ACE ditemukan pula di sepanjang jaringan
epitel pembuluh darah. Sistem tersebut memegang peranan penting dalam patogenesis
hipertensi baik sebagai salah satu penyebab timbulnya hipertensi, maupun dalam
perjalanan penyakitnya. Obat-obatan yang termasuk dalam ACE inhibitor tersebut
bekerja dengan menghambat efek angiotensin II yang bersifat sebagai vasokonstriktor.
Dengan demikian peranan ACE pada hipertensi yaitu meningkatkan kadar bradikinin
yang memberikan kontribusi sebagai vasodilatator untuk ACE-inhibitor. Akibat
vasodilatasi maka menurunkan tahanan pembuluh peripheral, preload dan afterload
pada jantung sehingga tekanan darah dapat diturunkan.5,10
Kesimpulan
Sistem
renin-angiotensin-aldosteron
(sistem
RAA)
merupakan
suatu
dalam tubuh atau sebagai sistem homeostasis. Adanya penurunan dalam tekanan
darah dan volume darah akan memicu pembebasan renin dari juxtaglomerular
apparatus (JGA). Selanjutnya tekanan dan volume darah yang disebabkan oleh
berbagai kerja angiotensin II dan aldosteron akan mengurangi pelepasan renin.
Angiotensin II dianggap berperan penting dalam terjadinya hipertensi. Sebagian besar
penderita hipertensi diobati secara medis dengan pemberian obat hipertensi dengan
menghambat Angiotensin I-converting Enzyme (ACE).
Daftar Pustaka
1. Inggriani Y. Buku ajar sistem urogenitalia. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2012. h. 20-5.
2. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006.
3. Rutz R. Atlas anatomi manusia. Edisi 22. Jakarta:Penerbit : EGC;2008.h.178184.
4. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Penuntun praktikum kumpulan foto
mikroskopik histologi. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007. h. 148-53.
5. Sherwood L,
6. Muttaqin E. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009. h.90-3.
7. Gray HH, Dawkins KD, Simpson IA, Morgan JM. Kardiologi. Edisi ke-4.
Jakarta: Pernebit Erlangga; 2005. h. 82-3.
8. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. Biologi. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga;
2004. h. 123-5.
9. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC; 2000. h.93-6.
10. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 139.
10