DOSEN PEMBIMBING:
SRI ANI,S.KM.,M.KM.
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Faisal Abdulrahman (P23133116010)
Nanda Dian Magfirah (P23133116028)
Nur Aini Utami (P23133116029)
Schistosomiasis atau disebut juga demam keong adalah penyakit infeksi
parasit kronis yang disebabkan oleh cacing darah (Trematoda) dari
genus Schistosoma. Terdapat dua macam penyakit Schistosomiasis,
yaitu Schistosomiasis urogenital dan Schistosomiasis usus.
Gejala bervariasi terhadap spesies cacing dan fase infeksi. Ciri dan
gejala schistosomiasis adalah :
Banyak parasit dapat menyebabkan demam, menggigil,
pembengkakan kelenjar limfa dan pembengkakan hati dan limfa. Saat
cacing pertama kali masuk ke dalam kulit, dapat menyebabkan gatal
dan ruam (swimmers itch). Pada kondisi ini, schistosome hancur di
dalam kulit.
Gejala pada Schistosomiasis usus dikaitkan dengan gejala sakit
perut, diare dan tinja berdarah. Anak-anak yang menderita
schistosomiasis mungkin mengalami gejala terhambatnya
pertumbuhan dan mengalami kesulitan dalam belajar.
2. Stadium akut
Stadium yang menunjukkan permulaan penyerbuan telur ke dalam usus, hati dan
paru.Stadium paru ditandai oleh demam, malaise, urtikaria, eosinofil, sakit perut, diare,
berat badan menurun, hati agak membesar, dan kadang-kadang limpa membesar.
Hepatomegali timbul lebih dini disusul dengan splenomegali
dapat terjadi dalam waktu 5-8 bulan. Sakit di daerah perut,
hepatitis, anoreksi, demam, milgia, disentri dan berat badan
menurun adalah gejala khas untuk Schistosomiasis usus.
Stadium akut berlangsung 3 sampai 4 bulan, dan dapat lebih
hebat pada infeksi berat dan infeksi oleh S. japonicum karena
jumlah telur yang dihasilkan spesies ini lebih banyak.
3. Stadium Menahun
Terjadi penyembuhan jaringan dengan pembentukan
jaringan ikat atau fibrosis. Hati yang semula membesar karena
peradangan, kemudian mengecil karena terjadi fibrosis yang
disebut sirosis. Pada Schistosomiasis, serosis yang terjadi
adalah serosis periportal yang mengakibatkan terjadinya
hipertensi portal karena adanya bendungan di dalam jaringan
hati. Gejala yang timbul adalah spelenomegali dan edema, yang
biasanya ditemukan pada tungkai bawah dapat pula pada alat
kelamin. Dapat ditemukan asites dan ikterus. Pada stadium
lanjut sekali dapat terjadi hematemisis karena pecahnya varises
esophagus.
Epidemiologi Penyakit
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit infeksi parasit pada
manusia yang menyebar luas di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan schistosomiasis menempati 40% dari keseluruhan penyakit di
daerah tropis. Penyebaran schistosomiasis sangat luas di daerah tropis maupun
subtropis.
Schitosomiasis tersebar di negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin dan
Timur Tengah. Di Asia, cacing ini tersebar di 7 negara, antara lain Jepang, Cina,
Philipina, Indonesia, Malaysia, Kamboja, Laos dan Thailand. Di Asia, penyakit
ini disebut schistosomiasis japonica atau dinamakan juga Oriental
schistosomiasis atau penyakit Katayama atau penyakit demam keong yang
disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum.
Di Indonesia, penyakit ini baru ditemukan di lembah Lindu (Kec. Kulawi,
Kab. Donggala) dan lembah Napu- Besoa (Kec. Lore Utara, Kab. Poso) yang
terletak di Sulawesi Tengah. Schistosomiasis masih menjadi ancaman bagi
lebih dari 25.000 penduduk di kedua daerah endemis tersebut. Prevalensi
Schistosomiasis di lembah Lindu pada tahun 2003 (0.64%) dan tahun 2004 (0,
17%) memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Sementara di lembah
Napu pada tahun 2003 (0.70%) dan tahun 2004 (1,71%) memperlihatkan
kecenderungan yang meningkat.
Peranan Lingkungan
Lingkungan Fisik
Lingkungan yang tempatnya terdapat di daerah pinggiran hutan,
di dalam hutan atau tepi daun dimana tempat-tempat ini hampir selalu
terlindung dari sinar matahari dengan adanya pohon-pohon besar
maupun kecil dan selalu basah karena terdapat air yang mengalir
secara terus menerus dari mata air. Kondisi lapangan yang disenangi
keong adalah rerumputan sebagai pelindung terhadap radiasi matahari
yang kuat. Keadaan air yang tergenang merupakan media
perkembangan bagi anak keong serta untuk menjaga kelembapan,
keadaan tanah yang berlumpur merupakan media alami bagi
perkembangan alga sebagai makanan keong.
Lingkungan Biologi
Terdapatnya alga di keadaan tanah yang berlumpur yang
merupakan media yang baik untuk perkembangan alga dapat
mempengaruhi pertumbuhan keong juga, karena alga merupakan
makanan keong.
Lingkungan Sosial Budaya
Infeksi pada manusia terjadi oleh karena serkaria keluar dari tubuh
siput kemudian menembus kulit manusia pada waktu ia bekerja di
sawah, saluran irigasi, waktu mandi dan mencuci. Para pekerja
pembuatan bendungan air, penggali saluran irigasi yang tidak
menggunakan sepatu pelindung juga menjadi korban infeksi schistosoma
japonicum sp. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya
schistosomiasis akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk
memberatas penyakit tersebut seperti penyehatan lingkungan,
menggunakan alat pelindung diri jika ingin melakukan kontak dengan
wilayah focus, memberantas vector schistosomiasis. Berbagai kegiatan
manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan,
pertambangan, dan pembangunan permukiman baru sering
mengakibatkan perubahan lingkungan yang enguntungkan penularan
schistosomiasis.
Tindakan Pencegahan
Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara-
cara penularan dan cara pemberantasan penyakit ini
Buang air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing
tidak mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai
inang antara. Pengawasan terhadap hewan yang terinfeksi S. japonicum
perlu dilakukan tetapi biasanya tidak praktis
Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong
dengan membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan
mengeringkan dan mengalirkan air
Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida (biaya yang
tersedia mungkin terbatas untuk penggunaan moluskisida ini)
Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh :
gunakansepatu bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah
terpajan dengan airyang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara
tidak sengaja yaitu kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi
dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol
70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.
Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya
diambildari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat
untuk membunuh serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh
serkaria yaitu air diberi iodine atau chlorine atau dengan menggunakan
kertas saring. Membiarkan air selama 48 72 jam sebelum digunakan juga
dianggap efektif.
Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah
penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi
pelepasan telur oleh cacing.
Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan
risikopenularan dan cara pencegahan