Anda di halaman 1dari 12

Sharing Information Modul 1 Penyakit Berbasis Lingkungan dan

Penyakit Karantina Blok 4.1


Nama: Dhannisa Ika Savitri
NIM: 170610069
LO 1 Penyakit Karantina

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU No.1 dan UU No.2 Tahun 1962 Tentang Karantina Laut
dan Karantina Udara, penyakit karantina ada 6 jenis penyakit.
1) Pes (Plague)
2) Kolera (Cholera)
3) Demam Kuning
4) Cacar (Smallpox)
5) Tifus bercak wabahi - Typhus exanthematicus infectiosa (Louse borne typhus)
6) Demam balik-balik (Louse borne Relapsing fever)

1) PES
Penyebab: bakteri Tersinia Pestis
Gejala Klinis:
 Gejala umum: Demam
 Gejala khusus:
- Pembesaran kelenjar getah bening paling sering di daerah selangkang/ inguinal,
paling jarang terjadi di daerah ketiak
- Pes paru (batuk dengan dahak cair bercak darah, sesak pernafasan melemah, gagal
nafas, efusi pleura)
Masa Inkubasi: 1 – 7 hari
Cara Penularan:
 Gigitan kutu tikus (Xenopsylla Chepsis), gigitan atau cakarang kucing
 Gigitan pinjal pulex iritans
 Gigitan kutu manusia
Isolasi:
- Bersihkan penderita, pakaian dan barang barang dari pinjal dengan insektisida kutu
- Rujuk ke RS
- Lakukan kewaspadaan standar terhadap secret penderita dan kemungkinan penyebaran
lewat udara sampai 48 jam setelah terapi efektif selesai
Disinfeksi serentak: dilakukan terhadap dahap dan alat alat tercemar
Karantina: kemoprofilaksis dan pengawasan ketat selama 7 hari terhadap orang yang serumah
dan kontak langsung dengan pes paru.
 Investigasi kontak: semua orang yang kontak langsung dengan penderita pes paru
 Investigasi sumber infeksi: binatang pengerat yang sakit atau mati beserta kutunya
 Pengobatan spesifik: streptomycin (obat pilihan utama)
Tindakan Internasional
- Pemerintah melaporkan dalam waktu 24 jam kepada WHO dan negara tetangga
- Lakukan semua upaya yang diwajibkan bagi kapal, pesawat udara atau transportasi darat
yang datang dari daerah pes
- Semua kapal harus bebas dari binatang pengerat
- Bangunan di pelabuhan dan bandara harus bebas dari tikus
- Bagi yang melakukan perjalanan internasional mewajibkan untuk isolasi selama 6 hari
sebelum berangkat dihitung dari saat terakhir terpajan.
Tindakan khusus terhadap penyakit pes:
a. Tindakan terhadap kapal terjangkit atau tersangka pes yaitu:
 Pemeriksaan awak kapal dan penumpang
 Para penderita diturunkan, diisolasi dan dirawat
 Para tersangka diawasi selama 6 hari terhitung dari tibanya kapal di pelabuhan
 Bagasi seorang tersangka serta barang miliknya yang dipakai oleh si penderita
dihapushamakan
 Seluruh kapal dihapus tikus jika perlu
b. Tindakan terhadap kapal yang sehat pes yang datang dari pelabuhan atau daerah
terjangkit yaitu:
 Seorang tersangka diawasi selama lamanya 6 hari, terhitung dari tanggal ia
meninggalkan pelabuhan atau daerah terjangkit
 Jika perlu dinkes pelabuhan dapat melakukan hapushama tikus terhadap muatan/
kapal
Pencegahan:
- Berikan penyuluhan kepada masyarakat
- Lakukan survey populasi binatang pengerat secara berkala
- Penanggulangan tikus pada kapal atau dermaga atau gedung
- Gunakan APD
- Imunisasi aktif dengan vaksin

2) KOLERA
Agen Penyebab : Vibrio Cholera
- serogroup O1, terdiri 2 biotype : 1) Vibrio klasik 2) Vibrio El Tor yang terdiri dari
serotipe Inaba, Ogawa dan Hikojima.
- Tahun 1992 muncul serotype baru yang disebut v. cholera O139
Reservoir: manusia, zooplankton
Masa Inkubasi: beberapa jam – 5 hari, umumnya 2-3 hari
Cara Penularan: melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi secara langsung atau
tidak langsung oleh tinja atau muntahan dari orang yang terinfeksi
Masa Menular: beberapa hari setelah sembuh. Pada penderita ‘carrier’ v. cholera di dalam
feses dapat menetap sampai beberapa bulan.
Gambaran :
 onset tiba-tiba, diawali dengan mual dan muntah
 diare berat, cair terus menerus seperti air cucian beras,
 tanpa sakit perut,.
 komplikasi : dehidrasi, kolaps, gagal ginjal.
Isolasi: perawatan di RS dengan melaksanakan kewaspadaan diperlukan untuk pasien berat.
Disinfeksi Serentak : terhadap tinja, muntahan dan linen dengan pemanasan, dan melakukan
pembersihan menyeluruh.
Pengobatan
 Terapi rehidrasi agresif
 antibiotika yang tepat
 Pengobatan komplikasi
Managemen Kontak:
- Surveilans terhadap orang yang mengkonsumsi minuman dan makanan yang sama
dengan penderita, selama 5 hari setelah kontak terakhir.
- Jika ada kemungkinan adanya penularan sekunder dalam rumah tangga diberikan terapi
kemoprofilaksis.
Investigasi Sumber Infeksi : ditanyakan tentang masukan makanan dan minuman dalam 5
hari sebelum sakit. Pencarian dengan mengkultur tinja disarankan untuk anggota rumah
tangga atau yang kemungkinan terpajan dari satu sumber (common source) di daerah yang
sebelumnya tidak terinfeksi.
Tindakan International
 Pemerintah suatu negara harus melapor kpd WHO dan negara tetangga.
 Pelancong international imunisasi dengan vaksin oral dianjurkan untuk yang akan
bepergian dari negara maju ke negara endemis atau negara yang sedang mengalami
wabah kolera.
 Peraturan kesehatan International menyatakan bahwa : orang yang melakukan perjalanan
internasional dan datang dari daerah terjangkit kolera yang masih dalam masa inkubasi
dan orang yang menunjukkan gejala kolera harus menyerahkan tinjanya untuk dilakukan
pemeriksaan.
Tindakan khusus terhadap penyakit Kolera
Tindakan terhadap kapal terjangkit atau tersangka kolera adalah
- Pemeriksaan awak kapal dan penumpang
- Para penderita diturunkan, diisolasi dan dirawat
- Penderita dgn tanda-tanda klinis kolera diperlakukan sbg penderita kolera.
- Penumpang dan awak kapal yg mpy surat ket vaksinasi kolera yg berlaku, diawasi
selama 5 harir sejak kapal tiba di pelabuhan.
- Penumpang yang tidak mempunyai surat keterangan vaksinasi kolera yg berlaku di
isolasi.
- Barang-barang seseorg yg tersangka atau barang lain yg disangka mengandung hama,
dihapushamakan.
- Air dan tempatnya di dalam kapal yg dianggap mengandung hama di hapushamakan.
- Pembongkaran dilakukan di bwh pengawsn dinkes pelabuhan
- Orang yang melakukan pembongkaran diawasi slm 5 hari
Tindakan Pencegahan
imunisasi aktif :
 vaksin kuman yang dimatikan dan disuntikkan saat wabah kurang efektif, memberikan
perlindungan parsial 50% kasus dalam waktu hanya 3-6 bulan
 vaksin oral, dapat menghasilkan antibody dengan kadar tinggi yang dapat melindungi
sampai beberapa bulan.

3) YELLOW FEVER
Etiologi : Flavivirus
Cara Penularan :
- Siklus penularan di hutan reservoarnya adalah primata dan nyamuk Haemogogus.
- Siklus penularan di kota adalah manusia dan nyamuk Aedes aegypty.
Masa inkubasi : 3 hingga 6 hari.
Gejala Klinis :
- Merupakan infeksi virus akut dengan durasi pendek dan mortalitas yang bervariasi.
- Demam mendadak, menggigil, dan nyeri punggung, mual dan muntah.
- Denyut nadi lemah dan pelan walau suhu meningkat.
Pengawasan Penderita
 Isolasi : kewaspadaan universal terhadap darah dan cairan tubuh paling sedikit sampai 5
hari setelah sakit, penderita dihindari dari gigitan nyamuk
 Desinfeksi serentak : tidak dilakukan desinfeksi. Rumah penderita dan sekitarnya
disemprot dengan insektisida efektif.
 Imunisasi : bagi mereka yang kontak dengan penderita sebelumnya.
 Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi di semua tempat yang dikunjungi
penderita 3 - 6 hari sebelum mereka sakit.
Tindakan International
- Segera laporkan kepada WHO dan negara tetangga
- Karantina terhadap hewan: Monyet yg datang dari daerah endemis. Dilakukan karantina
slm 7 hr stlh meninggalkan daerah endemis.
- Perjalanan International :
Mereka yang datang dari daerah endemis Afrika dan Amerika Selatan diwajibkan
memiliki sertifikat vaksinasi yang masih berlaku, bila belum diimunisasi, perlu dilakukan
selama 6 hari sebelum diijinkan melanjutkan perjalanannya.
Demikian juga mereka yang akan berkunjung ke daerah endemis perlu diberikan
imunisasi sebelumnya. (International Certificate of Vaccination (ICV) untuk demam
kuning berlaku mulai 10 hari sampai 10 tahun setelah imunisasi).
Tindakan khusus terhadap penyakit Demam Kuning
Tindakan terhdp kapal terjangkit atau tersangka adalah
 Pemeriksaan awak kapal dan penumpang
 Pengukuran suhu badan semua penumpang dan awak kapal
 Penderita demam kuning diturunkan, diisolasi dan dilindungi thdp gigitan nyamuk
 Penumpang dan awak kapal lainnya yg memiliki srt vaksinasi demam kuning yg blm
berlaku, diisolasikan sampai srt ketnya berlaku selama-lamanya 6 hr.
 Kapal hrs msk dlm karantina sampai dinyatakan bebas dr nyamuk aedes aegypti.
Pencegahan :
- Imunisasi aktif bagi semua orang (bayi 9 bulan ke atas) yang oleh karena tempat tinggal,
pekerjaan dan perjalanan berisiko terpajan infeksi. Antibodi terbentuk 7-10 hari setelah
imunisasi.
- Pembasmian nyamuk aedes aegypti

4) TIFUS
Etiologi : Rickettsia prowazekii
Cara Penularan : Kutu badan yg menghisap darah penderita akut akan terinfeksi kmd
menularkan kepada orang lain.
Masa inkubasi : 1-2 minggu rata-rata 12 hari
Gejala :
- Ditandai dengan sakit kepala, mengigil, lelah, demam dan ssakit disekujur tubuh.
- Timbul bercak dikulit pd hr ke-5 dan ke 6, mulai muncul pd badan bagian atas kmd
menyerbu keseluruh tubuh, namun tdk mengenai muka, telapak tangan dan telapak kaki.
Pengawasan penderita
 Isolasi : Tidak perlu dilakukan
 Desinfeksi serentak : Taburkan insektisida pd pakaian dan tempat tidur penderita dan
kontak.
 Karantina: Mereka yg tubuhnya mengandung kutu dan terpajan dgn penderita tifus
dikarantina slm 15 hr stlh badannya ditaburi insektisida.
 Penanganan kontak : semua kontak hrs diamati terus menerus slm 2 minggu.
 Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Segala upaya harus dilakukan untuk
melacak sumber penularan.
 Pengobatan spesifik: Pemberian doksisiklin dosis tunggal 200 mg biasanya sdh cukup
utk menyembuhkan sipenderita.

Tindakan International
 Segera laporkan kepada WHO
 Wisatawan mancanegara: Tdk satupun negara yg mewajibkan para wisatawan utk
mendapatkan imunisasi sblm memasuki negara tsb
Tindakan khusus terhadap penyakit Tifus
 Pemeriksaan kesehtan semua penumpang dan awak kapal.
 Penderita diturunkan, diisolasi, dihapusseranggakan dan dirawat
 Mereka yg tersangka dihapusseranggakan dan diawasi selama-lamanya 14 hr.
 Bagasi, barang2 lain dan bag.kapal yg dianggap mengandunghama, dihapushamakan.
Cara Pencegahan
 Didaerah yg lingk kutunya tinggi, teburkan bubuk insektisida pd pakaian.
 Perbaikan kondisi kesehatan lingkungan
 Lakukan tindakan thdp mereka yg tinggal didaerah risiko tinggi dgn menaburkan
insektisida.

5) DEMAM BOLAK BALIK


Etiologi : Yang ditularkan oleh tungau disebabkan oleh Borrelia recurrentis
Gejala :
- Ditandai demam berlangsung 2-9 hr diikuti periode tanpa demam slm 2-4 hr.
- Jumlah kekambuhan bervariasi dari 1-10x bahkan lebih.
Cara Penularan : Ditularkan oleh vektor.
Masa inkubasi : 5-15 hr, biasanya 8 hari
Pengawasan penderita
- Isolasi : Penderita beserta pakaian dan semua kontak serumah dan lingk sekitarnya hrs
dibebaskan dr tungau dan kutu.
- Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: temukan kasus-kasus tambahan dan
sumber infeksi
- Pengobatan yg spesifik: dgn tetracycline
Tindakan khusus terhadap penyakit
- Pemeriksaan kesehtan semua penumpang dan awak kapal.
- Penderita diturunkan, diisolasi, dihapusseranggakan dan dirawat
- Mereka yg tersangka dihapusseranggakan dan diawasi selama-lamanya 8 hr.
- Bagasi, barang barang lain dan bag.kapal yg dianggap mengandunghama,
dihapushamakan.
Cara Pencegahan
- Berantas tungau dan kutu
- Gunakan perlindungan diri sbg peganti repellent
- Antibiotik dpt digunakan stlh terpajan.

LO 2 Penyakit Global

Penyakit global adalah penyakit yang merujuk kepada penyakit yang terjadi akibat
adanya sebaran kuman patogen baik dari hewan atau manusia yang tingkat kejadiannya
meliputi beberapa negara baik negara berkembang maupun negara maju. Penyakit global
berkaitan dengan penyakit infeksi yang menular lewat udara, air, kontak langsung, atau
melalui vektor. Kejadian penyakit ini bersifat global dan menjadi ancaman terhadap
kesehatan global. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit global:
 Konflik dan bencana yang terjadi menyebabkan terjadinya mobilisasi penduduk dari
suatu wilayah ke wilayah yang lain;
 Kemudahan dalam sistem transportasi;
 Peningkatan suhu dan perubahan iklim dunia;
 Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti penyebaran yang tidak merata dan
menyebabkan permasalahan yang berhubungan dengan kepadatan penduduk;
 Perubahan lingkungan yang mengakibatkan migrasi pada vektor penyakit dari suatu
daerah ke daerah lain;
 Mutasi dari berbagai jenis mikroba penyebab penyakit;
 Terjadi peningkatan urbanisasi di suatu negara;
 Meningkatnya kontak langsung antara manusia dan binatang yang menjadi penyebab
terjadinya penyakit.
Perlu adanya keterlibatan dari semua pihak dalam rangka mengatasi wabah yang terjadi
serta mengurangi risiko yang terjadi akibat penyakit global. Salah satu upaya yang dilakukan
sebagai respon terhadap penyakit global adalah program deteksi penyakit global. Adapun
tujuannya yaitu sebagai berikut:
 Mencegah munculnya penyakit infeksi yang mampu menjadi ancaman pada daerah
asal penyakit;
 Mendeteksi kejadian suatu penyakit secara cepat;
 Memberikan respon yang cepat terhadap suatu kejadian outbreak sehingga mampu
mengatasi konsekuensi yang besar terhadap populasi.

LO 3 Penyakit Berbasis Lingkungan

Penyakit berbasis lingkungan yaitu ilmu yang mempelajari proses kejadian penyakit
yang terjadi pada kelompok masyarakat yang berhubungan dengan satu atau lebih komponen
lingkungan.
Patogenesis terjadinya penyakit berbasis lingkungan
 Simpul 1, sebagai sumber penyakit. Sumber penyakit digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu sumber penyakit alamiah seperti gas beracun dari gunung berapi,
proses pembusukan dan hasil kegiatan manusia seperti industri, knalpot kendaraan
bermotor atau penderita penyakit menular.
 Simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit. Media
transmisi yakni udara ambien, air yang dikonsumsi atau keperluan lain, tanah/pangan,
binatang atau serangga penular penyakit atau vektor.
 Simpul 3, penduduk dengan berbagai latar belakang seperti pendidikan, perilaku,
kepadatan, gender yang berbeda-beda.
 Simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi
atau pajanan dengan komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit.
 Simpul 5, semua variabel yang mempengaruhi keempat simpul seperti iklim,
kebijakan, suhu, dan topografi.
Pencegahan munculnya atau timbulnya penyakit yang sama perlu dilakukan dengan cara
pengurangan atau pengendalian faktor risiko lingkungan. Patogenesis atau proses kejadian
penyakit berbasis lingkungan perlu dipahami untuk menentukan pada titik mana atau simpul
mana yang dapat dilakukan pencegahan.
Kejadian penyakit pada sekelompok individu bermula dari sebuah agen penyakit yang
dikeluarkan dari sumbernya. Menurut Achmadi (2012), agen penyakit dikelompokkan
menjadi tiga yakni :

a. Agen mikroorganisme
Mikroorganisme yang mampu menimbulkan gangguan penyakit khususnya penyakit
menular. Kelompok mikroorganisme yaitu virus, bakteri, jamur dan parasit. Penyakit yang
timbul akibat agen mikroorganisme seperti influenza, demam berdarah dengue, malaria,
kolera, diare dan tuberkulosis.
b. Agen bahan kimia toksik
Bahan kimia berbahaya dan digunakan dalam waktu lama dapat menimbulkan
gangguan timbulnya penyakit. Contoh bahan kimia tersebut seperti pestisida, timah hitam
(Pb), kadmium, merkuri.dampak dari agen bahan toksik bagi tubuh yaitu gangguan sistem
ginjal, gangguan fungsi organ tubuh, hipertensi, leukemia dan gangguan lain.
c. Agen fisik
Gangguan fungsi pada jaringan tubuh akibat keterpaparan manusia terhadap agen
yang dikelompokkan sebagai agen fisik. Agen fisik yaitu kebisingan, getaran, cahaya, radiasi
pengion dan radiaso nonpengion. Gangguan yang ditimbulkan akibat keterpaparan agen fisik
adalah gangguan pendengaran, vertigo, gangguan syaraf, kerato konjuctivitis atau radang
akut kornea.

LO 4 Penyakit Akibat Agen Kimia

Agen kimia dapat didefinisikan sebagai zat-zat kimia yang berada di lingkungan yang
dapat memberikan efek kepada manusia.
1. Eugenik: efek menguntungkan
2. Disgenik: efek merugikan

Di udara bebas terdapat beberapa agen kimia yang berpengaruh pada sistem
pernafasan, kulit, selaput lendir dan sistemik (pembuluh darah), yaitu:
1. Karbon Monoksida (CO)
Sifat: gas, tidak berwarna dan tidak berbau.
Sumber: pembakaran yang tidak sempurna (80% kendaraan bermotor).
Efek: pusing, disorientasi, gangguan sistem saraf pusat, jantung, pingsan dan dapat
meninggal.

2. Sulfur Dioksida (SO2)


Sifat: gas, tidak berwana, iritan kuat.
Sumber: gunung merapi, pembusukan, batu bara dan buangan industri.
Efek: iritasi kuat terhadap kulit, selaput lendir, dan peradangan.

3. Nitrogen Oksida (NO)


Sifat: gas yang beracun.
Sumber: pembakaran dan kendaraan bermotor (50%).
Efek: radang paru-paru, bronchiolitis fibrosa obliterans dan meninggal.

4. Hidrokarbon (CH2O)
Sifat: gas beracun dan karsinogenik.
Sumber: kendaraan bermotor dan tanaman.
Efek: tergantung reaksi fotokimianya dan beresiko tinggi menimbulkan kanker.

Di lingkungan air juga terdapat beberapa agen kimia, diantaranya:


1. Air raksa (Hg)
Sifat: metal, menguap pada temperatur kamar dan racun sistemik (hati, ginjal, limpa,
tulang).
Sumber: industri.
Efek: gejala ssp (tremor, pikun, insomnia) penyebab penyakit minamata.

2. Cadmium (Cd)
Sifat: metal, kristal putih keperakan, lunak.
Sumber: industri dan pestisida.
Efek: hati, ginjal, paru-paru, tulang, otot polos, hipertensi, sakit pinggang sampai
perlunakan tulang, kematian karena gagal jantung.

3. Cobalt (Co)
Sifat: metal, warna biru cerah, tahan oksidasi dan magnetik yang baik.
Sumber: pabrik elektronik dan bir.
Efek: sesak napas, batuk, edema, lesu, shock, gondok, polisitemia, hipertensi, dan
kematian karena gagal jantung.

4. Arsen (As)
Sifat: metal, mudah patah, warna keperakan dan sangat toksik.
Sumber: alam dan pabrik.
Efek: muntaber (darah), ginjal, kanker kulit, alergi, dan kematian.

5. Dichloro-diphenil-trichloroethane (DDT)
Sifat: persisten, mudah terakumulasi.
Sumber: pestisida.
Efek: pusing, mual, tremor, kejang, rusak hati, ssp, ginjal dan menghambat enzim
asetil kolin esterase terutama di otot rangka.

Kemudian ada juga zat-zat kimia sebagai bahan makanan atau aditif yang bersifat
racun, seperti:
1. Sakarin
Sakarin adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-kira 550 kali
lebih manis dari pada gula biasa. Kebanyakan para epidemiolog dan peneliti
berpendapat bahwa sakarin memang meningkatkan derajat kejadian kanker kandung
kemih, khususnya pada laki-laki.

2. Siklamat
Siklamat adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan kira-kira 30 kali lebih manis
dari pada gula tebu. Apabila kadar larutan dinaikkan sampai dengan 0.5%, maka akan
terasa getir dan pahit. Siklamat dengan kadar 200 mg/ml dalam medium biakkan sel
leukosit dan monolayer manusia (in vitro) dapat mengakibatkan kromosom sel-sel
tersebut pecah.

3. Monosodium Glutamat (MSG)


Monosodium glutamat (MSG) atau vetsin adalah penyedap masakan. Pada hewan
percobaan, MSG dapat menyebabkan degenerasi dan nekrois sel-sel saraf lapisan
dalam retina, menyebabkan mutasi sel, mengakibatkan kanker kolon dan hati, kanker
ginjal, kanker otak, dan merusak jaringan lemak.

Pestisida
Pestisida merupakan golongan bahan kimia yang umum digunakan untuk membasmi
hama dan gulma atau tanaman penganggu. Pestisida digunakan di berbagai bidang atau
kegiatan, mulai dari rumah tangga, kesehatan, pertanian, dan lainlain. Disamping manfaatnya,
pestisida juga berpotensi juga meracuni dan membasmi makhluk hidup lainnya, termasuk
tanaman dan serangga yang berguna, binatang serta manusia.
WHO (2014) mencatat 1-5 juta kasus keracunan terjadi tiap tahun khususnya pada
pekerja pertanian.
Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara, diantaranya absorpsi melalui
kulit, melalui oral baik disengaja atau kecelakaan, dan melalui pernafasan.
Pestisida meracuni manusia melalui berbagai mekanisme kerja.
a. Mempengaruhi kerja enzim dan hormon. Pestisida tergolong sebagai
endocrine disrupting chemicals (EDCs), yaitu bahan kimia yang dapat
mengganggu sintesis, sekresi, transport, metabolisme, pengikatan dan
eliminasi hormon-hormon dalam tubuh yang berfungsi menjaga homeostasis,
reproduksi dan proses tumbuh kembang.
b. Merusak jaringan. Masuknya pestisida menginduksi produksi serotonin dan
histamin, hormon ini memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa
baru yang lebih toksik.

Penggolongan pestisida
1. Insektisida: organoklorin, organofosfat, karbamat, dan piretroid.
2. Herbisida: senyawa klorofenoksi, herbisida biperidil, dll.
3. Fungisida: senyawa merkuri, senyawa dikarboksimida, derivat ftalimida, senyawa
aromatik, dll.
4. Rodentisida: warfarin, tiourea, natrium fluoroasetat, dll.
5. Fumigan

Keracunan pestisida
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain:
a. Dosis. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu
sendiri.
b. Toksisitas senyawa pestisida. Kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya.

Cara kerja pestisida


a. Pestisida golongan organoklorin
Insektisida organoklorin bekerja dengan merangsang sistem syaraf dan menyebabkan
paratesia, peka terhadap rangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor
dan kejang.
b. Pestisida golongan organofosfat dan karbamat.
Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan karbamat sama yaitu menghambat
penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase, sehingga tidak terjadi
hidrolisis asetilkolin.
Petunjuk yang harus diikuti bagi pengguna pestisida
1. Selalu menyimpan pestisida dalam wadah asli yang berlabel.
2. Jangan menggunakan mulut untuk meniup lubang pada alat semprot.
3. Jangan makan, minum atau merokok pada tempat penyemprotan dan sebelum
mencuci tangan.

Penanganan keracunan pestisida


1. Kenali gejala dan tanda keracunan pestisida dan pestisida yang sering digunakan.
2. Jika diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat.
3. Identifikasi pestisida yang memapari korban, berikan informasi ini pada rumah sakit
atau dokter yang merawat.
4. Bawa label kemasan pestisida tersebut. Pada label tertulis informasi pertolongan
pertama penanganan korban.
5. Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban dibawa ke
rumah sakit.

Pertolongan pertama
1. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dan sumber paparan, lepaskan
pakaian korban dan cuci/mandikan korban.
2. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban
diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk
menolong korban.
3. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang
pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida.
4. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/ penyuluhan tentang pestisida sehingga jika
terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.

LO 5 Karantina Kesehatan

Kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau


masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Kekarantinaan Kesehatan berasaskan:


a. perikemanusiaan
b. manfaat
c. pelindungan
d. keadilan
e. nondiskriminatif
f. kepentingan umum
g. keterpaduan
h. kesadaran hukum
i. kedaulatan negara

Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan bertujuan untuk:


a. melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang
berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat;
b. mencegah dan menangkal penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang
berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat;
c. meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan masyarakat
d. memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan petugas kesehatan.
Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah dilakukan melalui kegiatan
pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap alat angkut, orang,
barang, dan/atau Iingkungan, serta respons terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat dalam
bentuk tindakan kekarantinaan kesehatan.

Tindakan kekarantinaan kesehatan berupa:


a. Karantina, isolasi, pemberian vaksinasi atau profilaksis, rujukan, disinfeksi, dan/atau
dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi
b. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
c. Disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau deratisasi terhadap Alat Angkut dan barang
d. penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media lingkungan.

Kekarantinaan Kesehatan di pintu masuk diselenggarakan di pelabuhan, bandar udara,


dan pos lintas batas darat negara.

Kekarantinaan kesehatan di wilayah diselenggarakan di tempat atau lokasi yang


diduga terjangkit penyakit menular dan/atau terpapar faktor risiko kesehatan masyarakat yang
dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Penentuan tempat atau lokasi
didasarkan pada hasil penyelidikan epidemiologi dan/atau pengujian laboratorium. Tempat
atau lokasi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah dapat berupa rumah, area,
dan rumah sakit.

Dokumen karantina kesehatan


Dokumen karantina kesehatan harus dimiliki oleh setiap alat angkut, orang, dan
barang yang masuk dan/atau keluar dari dalam atau luar wilayah negara Indonesia. Dokumen
karantina kesehatan dimaksudkan sebagai alat pengawasan dan pencegahan masuk dan/atau
keluarnya penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat yang menjadi sumber penularan
penyakit yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Dokumen karantina
kesehatan memuat penjelasan suatu keadaan yang diketahui secara pasti sebagai hasil
pengawasan kekarantinaan kesehatan. Dokumen karantina kesehatan untuk alat angkut terdiri
atas:
a. deklarasi kesehatan
b. sertifikat persetujuan karantina kesehatan
c. sertifikat sanitasi
d. sertifikat obat-obatan dan alat kesehatan
e. buku kesehatan untuk kapal
f. surat persetujuan berlayar karantina kesehatan (Port Health Quarantine Clearance) untuk
kapal.

Informasi Kekarantinaan Kesehatan


Informasi kekarantinaan kesehatan diselenggarakan sebagai upaya pencegahan dan
pemberantasan masuk dan/atau keluarnya kejadian dan/atau faktor risiko yang dapat
menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Penyelenggaraan informasi kekarantinaan kesehatan dilaksanakan oleh pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan informasi kekarantinaan kesehatan dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga kesehatan, baik dalam negeri maupun luar
negeri. Penyelenggaraan informasi kekarantinaan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber:
Depkes, 2000. Manual pemberantasan penyakit menular
PP No. 82 thn 2000 ttg katantina hewan.
UU RI No. 1 thn 1962 ttg karantina udara.
Dr. h. masriadi, s.km., s.pd.i. S kg. Epidemiologi Penyakit Menular. Vol. 109, Pengaruh
Kualitas Pelayanan… Jurnal EMBA. 2016. 109–119 p.
Pamungkas OS. Bahaya Paparan Pestisida terhadap Kesehatan Manusia. Bioedukasi.
2016;XIV(1):27–31.
Raini M. Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media Heal
Res Dev. 2012;17(3 Sept):10–8.
UU RI nomor 6 tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai