Anda di halaman 1dari 55

MINI PROJECT

STRATEGI PENURUNAN ANGKA PENDERITA


SINDROM DISPEPSIA
DI PESANTREN HJ MARYAM DAN HM SAMAN
WILAYAH KERJA PUSKESMAS INDRAJAYA
KABUPATEN PIDIE
Oleh:

dr. TIWI QIRA AMALIA

Pembimbing: Pendamping:

dr. Dwi Wijaya dr. Yuli Zahrina


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PESAN-
institusi pendidikan generasi penerus bangsa
TREN aktivitas yang tinggi pola makan

Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh


seseorang dalam mengkonsumsi pangan setiap hari
POLA meliputi jadwal makan dan jenis makanan,
MAKAN
Pola makan yang salah cenderung meningkat
belakangan ini khususnya pada remaja perempuan.
Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal,
Ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala
dispepsia

Penelitian pada usia 14-17 tahun yang menderita dispe


DISPEPSIA remaja perempuan > remaja laki-laki,
yaitu 27% dan 16%
DISPEPSIA
LUAR NEGRI INDONESIA

Dalam Profil Kesehatan,


AMERIKA : 23-25,8%,
Tahun 2006 urutan ke 15 dari 50 penyakit
NDIA : 30,4%, urutan ke 35 dari 50 penyakit
NEW ZEALAND : 34,2%, penyebab kematian
HONGKONG Tahun 2010 urutan ke 5 dari 10 besar penyakit
: 18,4%,
NGGRIS : 38-41%
ACEH

Profil kesehatan provinsi Aceh,


Tahun 2012 urutan ke 1 dari daftar 20 penyakit
DISPEPSIA

PUSKESMAS INDRAJAYA

Dispepsia termasuk dalam daftar 5 penyakit terbesar


pada bulan Januari hingga bulan Juni 2016
Jumlah penderita dispepsia semakin meningkat pada tiga bulan terakhir.
Penderita dispepsia pada bulan :
Maret 2016 : 262 orang
April 2016 : 284 orang
Mei 2016 : 370 orang
dengan 57,6% berjenis kelamin perempuan
1.2 Rumusan Masalah

MASALAH
UMUM

Apakah faktor pola makan yang mempengaruhi ti


jumlah penderita sindrom dispepsia di wilayah ke
Indrajaya khususnya pada santri Pesantren HJ Ma
HM Saman Tahun 2016?
1.3 Tujuan Penelitian
getahui penyebab terjadinya sindrom dispepsia di wilayah kerja
esmas Indrajaya khususnya pada santri Pesantren HJ Maryam da
Saman untuk menunjang perumusan pemecahan masalah tinggin
ah penderita sindrom dispepsia.

TUJUAN
UMUM
TUJUAN
KHUSUS

1. Mengetahui keteraturan pola makan pada santri sebelum dan


intervensi
2. Mengetahui angka kejadian sindrom dispepsia pada santri s
dan sesudah intervensi
1.4 Manfaat Penelitian
Meningkatkan pengetahuan mengenai pengaruh pola
makan terhadap kejadian sindrom dispepsia yang terjadi
PENULIS di masyarakat sehingga penulis dapat melakukan
edukasi dan intervensi yang tepat pada pasien dengan
gejala dispepsia
Memberikan pengetahuan baru tentang pola makan
yang baik, sehingga dapat mencegah terjadinya
SANTRI sindrom dispepsia dan mempertahankan pola makan
yang baik agar penyakit yang diderita tidak
bertambah parah
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi
PESANTR pesantren untuk mengetahui seberapa banyak santri
EN yang mengalami sindrom dispepsia sehingga dapat
memperbaiki pola makan yang baik di lingkungan
pesantren
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
dalam perencanaan dan pelaksanaan program ke depan
PUSKESM yang berhubungan dengan Upaya Promosi Kesehatan
AS dan Usaha Kesehatan Sekolah terutama dalam upaya
menurunkan jumlah penderita sindrom dispepsia
dan menanamkan perilaku pola makan yang sehat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dispepsia
Definisi
Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu
sindrom (kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari :
nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah
lambung),
kembung,
mual,
muntah,
sendawa,
rasa cepat kenyang, dan
perut terasa penuh.

Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap penderita.


Bahkan pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat
berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan
maupun kualitas keluhan.
Jadi, dispepsia bukanlah suatu penyakit, melainkan
merupakan kumpulan gejala ataupun keluhan yang
harus dicari penyebabnya
Faktor Resiko
Jen
is - Makanan
Ma pedas
Pol - Makan Asam
ka
a - Rokok
n
mak - Kopi
&
an - Alkohol
Inf Mi - Minuman Soda
eks nu
i m
AI Usi
H. NS a
Pyl
ori

Str
es Stres
AINS
psi fisik
kis
Telah diketahui
adanya
kelainan
ORGANIK organik
sebagai
KLASIFI penyebabnya
KASI Tanpa disertai
kelainan atau
DISPEPS gangguan
IA NON
struktur organ
berdasarkan
ORGANIK pemeriksaan
klinis,
laboratorium,
radiologi, dan
endoskopi
PSCBA

ULKUS
KOMPLIKASI

PERFO-
RASI
2.1 Pola Makan
Definisi
Pola Makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan
jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau
membantu kesembuhan penyakit
(Depkes RI, 2009)

Kebiasaan hidup yang dianjurkan pada dispepsia adalah :


pola makan yang normal dan teratur,
pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan
jadwal makan yang teratur,
sebaiknya tidak mengonsumsi makanan yang berkadar
asam tinggi, cabai, alkohol dan pantang rokok,
bila minum obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit
kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung (Hartaty, 2012).
1. Makan utama
makanan pokok,
lauk pauk, sayur, buah
JENIS 2. Makan selingan
MAKANAN Makan yang
dikonsumsi sela makan
utama
KLASIFI
KASI
Jadwal makan :
POLA 1. Tepat Waktu
MAKAN 2. Teratur
Waktu Jam Makan
JADWAL Makan 07.00
MAKAN pagi
Snack pagi 10.00
Makan 13.00
siang
Snack 16.00
siang
Makan 19.00
Memiliki
body image Kebiasaan
Kebiasaan Kebiasaan
(citra diri) makan
tidak ngemil
yang makanan
sarapan yang rendah
mengacu siap saji
pagi gizi
pada idola (fast food)
mereka

Pola Makan Pada Remaja


Diet Penderita Dispepsia

Porsi Kecil
tapi Sering

Hindari
makan-
minum yang Tinggi Protein
merangsang

Cairan Lemak
Cukup Rendah
Kerangka Teori

Cepat
Rasa Penuh
Kenyang

Faktor Pola SINDRO


Resiko M
Makan
[POLA DISPEPSI
Remaja A
MAKAN]

Nyeri Mual dan


Epigastrium Muntah
BAB III
METODE
1.5 Hipotesis
Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode
deskriptif gambaran pola makan terhadap
kejadian sindrom dispepsia di wilayah kerja
Puskesmas Indrajaya

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Pesantren HJ Maryam
dan HM Saman wilayah kerja Puskesmas
Indrajaya, pada tanggal 9 Agustus 9 September
2016
Populasi dan Sampel

seluruh santri yang berjumlah


119 santri di pesantren HJ
Maryam dan HM Saman
wilayah kerja Puskesmas
Indrajaya pada Tahun 2016
POPULASI
SAMP
EL Diambil secara non probability
sampling, dengan menggunakan
purposive sampling
Kriteria Inklusi dan Eksklusi :

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

1. Bersedia 1. Memiliki penyakit


menjadi mendasari seperti
responden gastritis, tukak
peptik, dan
2. Mampu kolelitiasis.
menjawab
pertanyaan 2. Tidak bersedia
pada kuesioner menjadi responden
1.5Variabel
Hipotesis
Penelitian dan Definisi
Variabe Definisi
Operasional
Alat Skala
Cara Ukur Hasil Ukur
l Operasional Ukur Ukur
Keteratu Hitungan pola Menghitung skor Kue- 1. Teratur jika skor Ordinal
-ran Pola konsumsi dari pernyataan sione mean
Makan makanan per dengan r (mean = 16)
hari menggunakan
skala likert. Skor 2. Tidak Teratur
terendah adalah jika skor < mean
0 dan skor (mean = 16)
tertinggi adalah
21.
Apabila
responden
menjawab:
(a) Skornya
adalah 3
(b) Skornya
adalah 2
(c) Skornya
1.5Variabel
Hipotesis
Penelitian dan Definisi
Variabe Definisi
Operasional
Alat Skala
Cara Ukur Hasil Ukur
l Operasional Ukur Ukur
Sindrom Kumpulan Penilaian Kue- 1. Ada dispepsia Ordinal
a gejala yang dengan sione jika nilai
Dispepsi terdiri dari menggunakan r mean
a nyeri ulu hati, skala (mean = 2)
mual, Guttman.
kembung, 2. Tidak ada
muntah, rasa Untuk dispepsia jika
penuh, atau pernyataan nilai < mean
cepat positif : (mean = 2)
kenyang dan Ya (Y) = 1
sendawa. Tidak (T) = 0

Untuk
pernyataan
Negative :
Ya (Y) = 0
Tidak (T) = 1
Metode Pengumpulan Data

Data
Data
Sekund
Data Primer
er
Pesantren HJ Keusioner Pola
Maryam dan Makan
HM Saman

Data
Puskesmas
KuesionerSindr
Indrajaya
om Dispepsia
bulan Januari-
Juni 2016
Metode Analisis Data

Editing
Kode
Data
Tabulasi
Langkah Mini Project
Mecari Masalah Mencari Melakukan
Kesehatan Referensi Wawancara
Patofisiologi
Masyarakat

Faktor RisikoMenyusun
Penyebaran Mengumpulkan
Kuesioner kepada Metode dan menganalisa
Responden di Penelitian data sekunder
Pesantren
Klasifikasi
Menganalisis Data Memberi Memberikan
Primer dan Data Intervens kuesioner yang
Sekunder i sama

Penyusunan Analis data dan membandingkan


Laporan masalah sebelum dan sesudah
intervensi
BAB IV
HASIL
Profil Puskesmas
Fasilitas Wilayah Kerja Puskemas Indrajaya
No Fasilitas Wilayah Simbol Jumlah
1 Pustu 4
2 Polindes/Poskesdes 5
3 Klinik bersalin -
4 Praktek Dokter Swasta 3
5 Praktek Bidan Swasta 9
6 SD/MI 18
7 SMP/MTs 4
8 SMA/MA 2
9 Pesantren 4
10 PAUD 2
Pesantren Hj Maryam dan HM
Saman
Terletak di desa Tampieng Tunong, kecamatan
Indrajaya, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh yang didirikan
di tanah seluas 2,5 Ha
Jumlah santri pada tahun 2016 berjumlah 119 orang
santri perempuan yang mondok
Total lebih dari 250 orang santri yang pulang pergi
untuk mengikuti pengajian.
Tenaga pengajar sebanyak 20 orang.
Fasilitas yang dimiliki berupa asrama penginapan santri
dan balai pengajian.
Untuk makan para santri lebih dominan masak sendiri
dan sebagian kecil rantangan.
Distribusi Responden
Berdasarkan Usia
Usia (Tahun) Frekuensi (n) Persentase
(%)
12 21 33
13-24 43 67
Total 64 100
Distribusi Pola Makan
Sebelum Intervensi

35
30
25
20
15
10
5
0
Distribusi Ketidakteraturan
60
Pola Makan Sebelum Intervensi
55

50

40
36 36
31 32 31
30 29 29
30 28 28
23
20 18

10 9 8 7
4 3 4
2 2 1 2
0
0 0 0 0 0
Distribusi Kejadian Sindrom
Dispepsia Sebelum Intervensi

40

35

30

25

20

15

10

0
Ya (61%) Tidak (39%)
Distribusi Pola Makan
Setelah Intervensi

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Distribusi Ketidakteraturan
Pola Makan Setelah
Chart Title Intervensi
60
55

50 48

40 39 39

32 32
30
30 29 29
28
25

20
20

14

10
7
5
4 4
2 2 2
1 1
0
0 0 0 0 0 0
Distribusi Kejadian Sindrom
Dispepsia Setelah Intervensi

34

33

32

31

30

29

28
Ya (53%) Tidak (47%)
Perbandingan Pola Makan dan
Kejadian Sindrom Dispepsia
66
Sebelum dan Setelah53Intervensi
70

60

50

40

30
Persentase
20
Dispepsia
10 61
Pola Makan Teratur
0 45

Pola Makan Teratur Dispepsia


BAB V
DISKUSI
Pola Makan
Berdasarkan hasil analisis data primer sebagian besar santri
memiliki pola makan yang tidak teratur yaitu 55%

rutin (3x/hari) bukan faktor resiko


Frekue
nsi
Makan

Tidak ada yang diet Diet Makan


bukan faktor resiko Pagi

Pola

Tidak ada perbedaanMakan Mak
signifikan an
Tamba
an Makan
Siang
bukan faktor resiko
han

Jeda
Makan
Waktu
Malam
Makan
Makan Pagi
Namun untuk keteraturan makan pagi, santri lebih sering makan
pagi bila lapar saja yaitu sebesar 47%, bahkan ada santri yang
tidak pernah makan pagi sama sekali sebesar 3%.

Ini menjadi salah satu faktor resiko kejadian sindrom dispepsia


seperti yang dikemukakan oleh Rani (2011) dimana di pagi hari
kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak
sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Produksi
asam lambung berlangsung terus menerus akan merusak alat
pencernaan sehingga terjadi sindrom dispepsia (Ganong, 2008).

Dalam wawancara dengan santri yang menjadi responden


didapatkan jawaban bahwa alasan mengapa santri tidak sarapan
pagi adalah karena para santri tidak memiliki waktu yang cukup
untuk sarapan sebelum berangkat sekolah sehingga mereka tidak
sempat memasak dan sarapan dipagi hari.
Makan Siang
Keteraturan makan siang tidak terlalu menonjol dalam menentukan
faktor tingginya kejadian dispepsia karena ternyata para santri
selalu rutin makan di siang hari sebesar 56%.

Namun ketika di wawancara langsung, para santri lebih dominan


memilih fastfood di siang hari karena makanan jenis ini begitu
mudah didapatkan di lingkungan pesantren dan sekitar sekolah.

Selain itu para santri menjawab, mereka juga lebih sering makan
makanan yang pedas seperti bakso dengan sambal yang banyak.
Konsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang
sistem pencernaan, terutama lambung dan usus yang berkontraksi.
Keadaan ini menimbulkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang
disertai mual dan muntah (Oktaviani, 2011).
Makan Malam
Kebanyakan santri mengatakan bahwa mereka hanya makan
apabila lapar (49%).

Dalam wawancara langsung, didapatkan jawaban bahwa alasan


mengapa santri tidak makan malam adalah karena sudah terlalu
lelah dalam kegiatan sehari-hari sehingga lebih memilih untuk tidur.

Sehingga ini juga merupakan faktor risiko untuk kejadian sindrom


dispespsia dimana tuntutan pekerjaan yang tinggi, jarak tempuh
rumah dan sekolah yang jauh dan persaingan yang tinggi sering
menjadi alasan para profesional untuk menunda makan (Rani,
2011). Perut yang kosong atau ditunda pengisiannya, asam
lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, berakibat rasa
nyeri (Oktaviani, 2011).
Jeda Waktu Makan
Jeda waktu makan responden bervariasi, umumnya 6-7 jam (48%).
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dari segi frekuensi makan
responden sebagian besar menjawab rutin 3 kali sehari, namun dari
segi keteraturan, responden tetap tidak menunjukkan pola yang
sesuai.
Jeda waktu makan merupakan faktor yang berhubungan dengan
pengisian dan pengosongan lambung.
Penyebab asam lambung tinggi diantaranya adalah aktivitas padat
sehingga terlambat makan.
Secara alami lambung akan memproduksi asam lambung setiap
saat dalam jumlah kecil. Setelah 4-6 jam sesudah makan kadar
glukosa dalam darah telah banyak diserap dan terpakai sehingga
tubuh akan merasakan lapar dan saat itu jumlah asam akan
meningkat (Ganong, 2008). Bila asam lambung meningkat, produksi
HCl yang berlebihan dapat menyebabkan gesekan pada dinding
lambung dan usus halus, sehingga timbul nyeri epigastrum
(Oktaviani, 2011).
Pola Makan Setelah Intervensi . . .
Dari data diatas, dengan persentase yang tinggi terhadap pola
makan yang tidak teratur, termasuk : 1. jeda waktu makan,
2. jadwal makan pagi,
3. jadwal makan malam yang tidak teratur,

Maka diharapkan setelah dilakukan intervensi akan


meningkatkan pemahaman tentang penyakit yang ditimbulkan
akibat pola makan yang salah, dan santri mampu mempertahankan
pola makan yang baik.

Hal ini terlihat dimana terjadi peningkatan terhadap pola makan


yang teratur pada santri yaitu sebesar 66%.

Santri adalah generasi muda yang dapat dijadikan suatu


penggerak di lingkungan masyarakat sehingga dapat menyebarkan
informasi kepada keluarga dan lingkungan sekitarnya sehingga
program promosi kesehatan dan usaha kesehatan sekolah dapat
terselenggara efektif dan efisien yang berdampak pada penurunan
angka penderita sindrom dispepsia di wilayah kerja Puskesmas
Indrajaya.
Kejadian Sindrom Dispepsia
Berdasarkan hasil analisis data primer angka kejadian
sindroma dispepsia sebesar 61%

Penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6


bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38%, dimana
pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan
dispepsia banyak didapatkan pada usia yang lebih muda.
Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti
yang sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan
dispepsia 41%.

Angka ini menunjukkan perbedaan presentase dispepsia


yang sangat tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh penyebab
dispepsia yang multifaktorial, sehingga dapat menyebabkan
lebih tingginya tingkat kejadian di tempat yang satu dengan
yang lain. Selain itu, perbedaan operasional berdasarkan
jumlah responden juga dapat mempengaruhi hasil penelitian
pada presentase akhirnya.
Kejadian Sindrom Dispepsia Setelah Intervensi . . .
Besarnya angka penderita dispepsia di Pesantren HJ Maryam dan
HM Saman, maka diharapkan konsultasi pribadi pada santri yang
memiliki sindrom dispepsia dapat memberikan informasi agar
sindrom dispepsia yang diderita tidak menjadi penyakit yang
bertambah berat yang merugikan penderita.

Walaupun setelah dilakukan intervensi angka penderita dispepsia


lebih banyak namun angka ini sudah mengalami penurunan dari
sebelum dilakukan intervensi yaitu dari 61% menjadi 53%.

Sehingga diharapkan pada penderita agar dapat menjalankan diet


pada penyakit dispepsia (diet lambung) yang baik dan benar.
Sehingga pengobatan hanya diberikan pada penderita yang bersifat
darurat saja, dan tidak ketergantungan pada obat setiap harinya.
Dengan demikian, angka penderita dispepsia di wilayah kerja
Puskesmas Indrajaya dapat mengalami penurunan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Permasalahan tingginya kejadian sindrom dispepsia merupakan
masalah kesehatan yang sampai saat ini masih banyak terjadi di
berbagai daerah di Indonesia yang tidak terlalu diperhatikan
keberadaannya. Begitu juga yang terjadi di Pesantren HJ Maryam
dan HM Saman yang merupakan bagian dari wilayah kerja
Puskesmas Indrajaya, Kabupaten Pidie. Pada santri didapatkan
lebih banyak dijumpai pola makan yang tidak teratur yaitu
sebesar 55% sedangkan pola makan teratur 45%.

2. Ketidakteraturan pola makan menyebabkan persentase kejadian


sindroma dispepsia santri di Pesantren HJ Maryam dan HM
Saman cukup tinggi, yaitu sebesar 61%

3. Berdasarkan data yang didapat, faktor dasar yang paling


mempengaruhi tingginya kejadian sindrom dispepsia adalah tidak
makan pada pagi dan malam hari serta jeda waktu makan
yang tidak sesuai

4. Intervensi yang dilakukan berupa pembagian leaflet, penyuluhan


dan konsultasi pribadi terhadap santri dirasa dapat meningkatkan
pengetahuan pola makan teratur pada santri yaitu dari 55%
menjadi 66%.
Saran
1. Penyuluhan dan konsultasi pribadi terhadap para santri perlu
diusahakan tetap berjalan secara berkelanjutan. Sebaiknya juga
dilakukan penyuluhan ke sekolah wilayah kerja Puskesmas
Indrajaya sebagai target promosi kesehatan. Kegiatan yang dapat
disarankan untuk dilakukan adalah penyuluhan tentang dispepsia
dan penyuluhan tentang pola makan jajanan di sekolah.

2. Perlu dilakukan pemberian informasi melalui media poster,


spanduk atau leaflet yang ditempatkan di tempat tinggal para
santri atau di sekolah-sekolah guna memperhatikan pola dan jenis
makanan yang dikonsumsi.

3. Diperlukan peninjauan lebih mendalam kepada pihak pesantren


agar lebih memperhatikan pola makan santri dan membantu
mereka agar lebih disiplin dalam menjaga kesehatan secara aktif.
Dokumentasi
Leaflet
Leaflet .. (2)
Terima kasih ...

Anda mungkin juga menyukai