PENDAHULUAN
Proses kehamilan sampai kelahiran merupakan rangkaian dalam satu kesatuan yang
dimulai dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi ibu terhadap nidasi, pemeliharaan kehamilan,
perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi dan persalinan dengan
kesiapan untuk memelihara bayi.
Dalam menjalani proses kehamilan tersebut, ibu hamil mengalami perubahan-perubahan
anatomi pada tubuhnya sesuai dengan usia kehamilannya. Mulai dari trimester I, sampai dengan
trimester III kehamilan.Perubahan-perubahan anatomi tersebut meliputi perubahan sistem
pencernaan, perubahan sistem perkemihan, dan perubahan sistem muskuloskeletal.
Dari masa kehamilan, persalinan dan nifas tentunya akan mengalami perbedaan dan
perubahan fisiologis pada sistem-sistem yang terjadi di dalamnya, salah satunya adalah
perubahan kadiovaskuler. Mengingat adanya perubahan itulah maka penyusun membuat
makalah yang membahas tentang perubahan sistem kardiovaskuler pada masa kehamilan.
1
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari sistem Kardiovaskuler
2. Untuk Mengetahui Perubahan Sistem Kardiovaskuler Masa Nifas
3. Untuk Mengetahui Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Kardiovaskuler
4. Untuk Mengetahui Patofisiologi Kardiovaskuler Pada Masa Nifas
5. Untuk Mengetahui Cara Melakukan Skrining Patologis Kardiovaskuler Pada Masa Nifas
6. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas yang Mempunyai
Kelainan pada Sistem Kardiovaskuler
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
penyusun sistem kardiovaskuler ini maka akan dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan
bisa mematikan. Ibu dengan kelainan jantung yang melalui masa kehamilan dan persalinan tanpa
masalah dapat bermasalah pada masa nifas. Oleh karena itu, lanjutkan pemantauan pada masa
nifas. Hal-hal yang dapat menimbulkan gagal jantung pada nifas perdarahan, anemia, infeksi,
dan tromboemboli.
Pada masa nifas kontrasepsi harus diberikan. Pada kondisi yang stabil, tubektomi dapat
dilakukan. Pada masa nifas Setelah bayi lahir, pederita dapat tiba-tiba jatuh kolaps, yang
disebabkan darah tiba-tiba membajiri tubuh ibu sehingga kerja jantung menjadi sangat
bertambah. Perdarahan merupakan komplikasi yang cukup berbahaya. Karena itu penderita harus
tetap diawasi dan dirawat sekurang-kurangnya 2 minggu setelah bersalin. Setelah bayi lahir,
pederita dapat tiba-tiba jatuh kolaps, yang disebabkan darah tiba-tiba membajiri tubuh ibu
sehingga kerja jantung menjadi sangat bertambah. Perdarahan merupakan komplikasi yang
cukup berbahaya. Karena itu penderita harus tetap diawasi dan dirawat sekurang-kurangnya 2
minggu setelah bersalin. (Saleha, 2009)
a. Pada masa laktasi
1. Laktasi diperbolehkan pada wanita dengan penyakit jantung kelas I dan II yang
sanggup melakukan kerja fisik.
2. Laktasi dilarang pada wanita dengan penyakit jantung kelas III dan IV.
(Medicine Stuffs,2016)
b. Prognosis
1. Bagi ibu. Bergantung pada beratnya penyakit, umur dan penyulit-penyulit lain.
Pengawasan pengobatan, pimpinan persalinan, dan kerjasama dengan penderita serta
kepatuhan dalam mentaati larangan, ikut menentukan prognosis. Angka kematian
maternal secara keseluruhan : 1-5%, Angka kematian maternal bagi penderita berat :
15%
3. Bagi bayi. Bila penyakit jantung tidak terlalu berat, tidak begitu mempengaruhi
kematian perinatal. Namun pada penyakit yang berat, prognosis akan buruk karena
akan terjadi gawat janin. (Medicine Stuffs,2016)
4
c. Kala 4 & Masa Nifas
Bila memerlukan tranfusi gunakan Pack Red Cell (Ben-Zion,1994) Pasang gurita
dan kantung pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk mencegah perubahaqn
mendadak pada sirkulasi abdomilalis. Lakukan pengawasan ketat pada TTV, perdarahan,
anemia, infeksi, tromboemboli. Beri antibiotika untuk mencegah endikarditis. Lakukan
pengawasan intensif (high care) dalam 24 jam post partum pada kondisi pasien dan tanda
dini decompensatio cordis. Pasien didukung untuk banyak tidur dan beristirahat. Pasien
dianjurkan untuk berlatih napas dalam guna mencegah kesulitan pada paru-paru. Laktasi
pada penderita jantung kelas 1 & 2 diperbolehkan. Penderita jantung kelas 3 & 4 tidak
diperbolehkan laktasi. Ibu bersalin dirawat sampai 2 minggu setealah persalinan.
(Prawiharjo, Sarwono.2009)
d. Prognosa
1. Ibu
a) Tergantung dari berat penyakit yang di derita, umur, dan penyulit, therapy,
pimpinan persalinan, kerjasama dengan pasien
b) AKI 1-5 %
c) AKI penderita berat 15 %
2. Bayi
a) Penyakit jantung ringan tidak terlalu mempengaruhi
b) Penyakit jantung berat biasa menimbulkan gawat janin (Medicine Stuffs,2016)
5
dan hermatokrit (haemoconcentration). Bila perasalinan pervaginan, hematokrit akan naik dan
pada seksio sesaria, hemaktokrit cendrung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Tiga perubahan fisiologi pascapartum yang melindungi wanita:
a) hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10%
sampai 15%
b) hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasolitasi
c) terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil
2. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang msa hamil.
Segera setelah wanita melahirkan, keadan ini meningkat bahkan lebih tinggiselamaa 30
sampai 60 menit karena darah yang biasaya melintasi sikuir uteroplasenta tiba-tiba kembali
kesirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran. Setelah terjadi diuresis
yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak
hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun
kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya
masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan
dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan
penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini. Penarikan kembali esterogen
menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi volume plasma kembali pada
proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa
ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin.
6
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah
kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan hemoglobin kembali normal
pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas,
namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu
mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus
dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
Penarikan kembali esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi
volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya
progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler
pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali
seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 post partum.
7
Pada Sistem Kardiovaskuler
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, namun normalnya adalah: 100/60 – 120/90 mmHg.
Kemudian akan ada peningkatan pada post partum dan normal selama beberapa hari.
Suhu normal 35,8 ºC-37,3 ºC suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum
dan terjadi bradikardi. Kemudian suhu naik setelah lahir menjadi ±0,5 ºC dan jika lebih
dari 38ºC kemungkinan infeksi.
2. Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu. Persalinan: normal:
200 – 500 cc, sesaria: 600 – 800 cc.
3. Perubahan hematologic
Hb meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
4. Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu. (Anisah,2009)
8
2.5 Skrining Patologis Kardiovaskuler Pada Masa Nifas
Skrining kardiovaskular adalah konsultasi medis dengan berbagai pemeriksaan untuk
mengukur atau menilai kesehatan jantung serta faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit
jantung. Sebagai salah satu organ tubuh yang paling penting, jantung berfungsi untuk memompa
darah dan mengedarkan nutrisi dan oksigen ke organ dan jaringan tubuh. Seperti organ tubuh
lainnya, jantung tidak kebal terhadap penyakit. Pembuluh darah dan katup jantung dapat
menyempit akibat penimbunan plak. Otot jantung dapat menjadi keras, kaku, atau terluka karena
terlalu keras memompa darah. Karena perannya yang penting, gangguan jantung dapat menjadi
penyakit yang serius atau membahayakan nyawa.
Saat ini, penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian nomor satu di dunia, dengan jumlah
korban 17 juta setiap tahunnya. American Heart Association (AHA) menyatakan jika hal ini
terus terjadi atau memburuk, jumlah korban dapat mencapai 23 juta setiap tahun pada tahun
2030. Di Amerika Serikat saja, setidaknya ada satu orang yang meninggal setiap 40 detik akibat
penyakit kardiovaskular. Tes skrining bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian dengan
mendeteksi gejala penyakit sebelum muncul atau bertambah parah. (docdoc.com, 2016)
a) Siapa yang Perlu Menjalani Skrining Kardiovaskular dan Hasil yang Diharapkan
Skrining kardiovaskular sangat disarankan bagi orang yang memiliki faktor resiko
penyakit kardiovaskular. AHA membedakan faktor ini menjadi dapat diubah dan tidak dapat
diubah. Faktor yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, dan genetik. Sedangkan
yang termasuk faktor yang dapat diubah adalah:
1. Kadar trigliserida, kolesterol, dan lipid
2. Kadar gula darah (glukosa)
3. Tekanan darah
4. Berat badan dan indeks massa tubuh (IMT)
5. Aktivitas fisik
6. Gaya hidup
7. Kebiasaan seperti merokok
8. Pola makan dan gizi
9. Stres
9
Berdasarkan faktor tersebut, orang yang sangat beresiko terkena penyakit kardiovaskular
adalah mereka yang:
1. Obesitas atau kelebihan berat badan – Ini adalah orang yang lingkar pinggang, rasio
pinggang-panggul, dan indeks massa tubuhnya melebihi batas normal
2. Merokok atau mengalami stres kronis
3. Pola makannya buruk
4. Kolesterol dan glukosa tinggi
5. Didiagnosis terkena diabetes, penyakit ginjal, atau hipertensi (tekanan darah tinggi)
6. Pernah terkena stroke
7. Berusia 65 tahun ke atas
8. Keluarganya memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
9. Jarang melakukan aktivitas fisik (gaya hidup sedentary)
10. Kurang olahraga
11. Pria
Mereka yang mulai menunjukkan pertanda dan gejala tertentu seperti nyeri dada serta
kesulitan bernapas juga perlu menjalani skrining kardiovaskular. Namun jika gejala tersebut
disebabkan oleh serangan jantung (infark miokard), pasien harus segera mendapatkan
pertolongan darurat.
10
b) Cara Kerja Skrining Kardiovaskular
Walaupun penyakit jantung harus diobati dan ditangani oleh spesialis kardiovaskular,
namun skrining ini dapat dilakukan oleh dokter lain. Misalnya, dokter umum dapat melakukan
tes glukosa, kolesterol, dan lipid sebagai bagian dari pemeriksaan fisik rutin. Pasien lansia juga
dapat diperiksa oleh spesialis geriatri, sedangkan orang yang obesitas dapat berkonsultasi dengan
spesialis gizi, pola makan, atau penurunan berat badan. Beberapa tes dapat dilakukan oleh ahli
medis tertentu, seperti ahli radiologi atau teknisi medis. Namun, dokter maupun ahli medis
mungkin perlu saling membantu untuk lebih memahami kesehatan kardiovaskular pasien.
Sebelum pemeriksaan, pasien harus mengetahui persiapan yang diperlukan. Persiapan ini
dapat berupa puasa, berhenti mengonsumsi obat, atau mengenakan baju yang longgar. Pasien
yang takut untuk menjalani pemeriksaan sebaiknya ditemani oleh teman atau keluarga.
Tes yang dilakukan kemungkinan bersifat non-invasif (misalnya uji pencitraan) atau minim
invasif (misalnya finger prick untuk tes darah). Tergantung pada jumlah tes yang dibutuhkan,
pasien dapat diminta untuk menginap di rumah sakit.
Semua tes tersebut sangat ideal bagi pasien yang berusia 20 tahun ke atas, terutama mereka
yang memiliki faktor resiko. Kecuali tes gula darah, yang sebaiknya dilakukan saat pasien telah
berusia 45 tahun.
11
c) Kemungkinan Komplikasi dan Resiko Skrining Kardiovaskular
Tes skrining bukanlah prosedur yang wajib, yang berarti pasien boleh memilih untuk menjalani
tes ini atau tidak. Namun bila orang yang sangat beresiko terkena penyakit kardiovaskular
memilih tidak menjalani skrining, hal ini dapat menyebabkan penyakit terlambat di diagnosis.
(docdoc.com, 2016)
2.6 Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan dan Pendidikan Kesehatan pada Ibu Nifas yang
Mempunyai Kelainan pada Sistem Kardiovaskuler
1. Menjelaskan pada ibu bahwa ibu mengalami kelainan pada sistem kardiovaskuler.
2. Memberitahu ibu tentang tanda dan gejala penyakit jantung seperti : Aritmia,
Pembesaran jantung, Mudah lelah, Dispenea, Nadi tidak teratur, Edema pulmonal,
Sianosis
3. Memberikan konseling pada ibu nifas tentang apa saja yang tidak boleh dilakukan pada
masa nifas sesuai klasifikasi penyakit system kardiovaskuler.
4. Apabila ibu nifas menderita penyakit jantung kelas III dan kelas IV maka bidan
memberi tahu ibu untuk tidak memberikasi ASI kepada bayinya.
5. Bidan menyarakankan tentang pemakaian alat kontrasepsi yang aman bagi ibu nifas
yang mempunyai penyakit jantung
6. Bidan memberitahu ibu untuk tidak melakukan kegiatan yang berat apalagi untuk ibu
yang menderita penyakit jantung kelas III dan IV.
7. Memberitahu ibu untuk makan, makanan yang bergizi yang mengadung protein
misalnya tahu, tempe, telor dan ikan. Karbohidrat misalnya nasi, roti, jagung, singkong
dan lain-lain. Vitamin misalnya buah-buahan dan sayuran. Mineral misalnya susu dan
sayuran hijau-hijauan. Memberitahu ibu agar tidak makan makanan yang mengganggu
kesehatan misalnya bahan makanan yang banyak mengadung bahan pengawet, minum
minuman.
8. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap untuk penanganan
penyakit jantung.
9. Bidan melakukan pengawasan pada ibu nifas sekurang-kurangnya dua minggu setelah
melahirkan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa nifas adalah masa setealah lahirnya hasil konsepsi sampai pulihnya organ reproduksi
seperti sebelium hamil, pada masa ini banyak terjadi perubahan yang di alami oleh wanita
postpartum pada sistem endokrin terjadi perubahan peningkatan dan penurunan hormon-hormon,
pada sistem kardiovaskuler terjadi perubahan pada volume darah dan curah jantung
Perubahan-perubahan tersebut ada yang bersifat fisiologis dan patologis. Oleh karena itu,
tenaga kesehatan terutama bidan harus memehami perubahan-perubahan tersebut agar dapat
memberikan penjelasan dan intervensi yang tepat kepada pasien.
3.2 Saran
1. Keluarga
Bagi suami maupun keluarga diharapkan agar lebih aktif, turut serta dalam menjaga kesehatan
ibu. Dan dapat memberikan dukungan secara psikis maupun moril terhadap ibu yang
menghadapi masa post partum. Mendukung kinerja pemerintah dalam menurunkan AKI.
2. Tenaga kesehatan
Bagi tenaga kesehatan, khususnya bidan di harapkan agar meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan asuhan kebidanan, serta lebih peka untuk mengidentifikasi tanda bahya dalam
persalinan agar dapat segera di tangani.
13
DAFTAR PUSTAKA
Kumala, Popy. 2006. Kamus saku kedokteran Dorland E/25. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Prawiharjo, Sarwono.2009. ILMU KEBIDANAN SARWONO PRAWIHARJO. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiharjo
Rukiyah, A., dkk. 2014. Asuhan Kebidanan III Nifas. Jakarta: Trans Info Media.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
www.docdoc.com
www.edukia.org
www.mediastore.com
www.medicine Stuffs.com
14