Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Perubahan Fisiologi Ibu Hamil dengan TBC


Dosen Pengampu : Dr. Zakkiyatus Zainiyah, M.Keb

Disusun oleh:
Kelompok 5
Hana Qothrun Nada (21153010008)
Muwasilatul Yusra (21153010017)
Nadifatul Islamiyah (21153010018)
Novia Fitri (21153010023)
Risyetul Umami (21153010025)

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


STIKES NGUDIA HUSADA MADURA
TAHUN 2023
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga kita bisa menyelesaikan makalah
dengan tepat waktu.

Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul


“Perubahan Fisiologi Ibu Hamil dengan TBC", yang menurut kami dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita guna mengelola kebutuhan masyarakat
agar memberikan dampak positif.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami
buat kurang tepat
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.

Bangkalan 18 Mei 2023

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................. i


Daftar Isi ...................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah....................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...............................................................................................3
2.1 Respon Imun Ibu Hamil dengan TB....................................................................3
2.2 Manifestasi Klinis dan Diagnosis........................................................................3
2.3 Komplikasi...........................................................................................................5
2.4 Faktor risiko terjadinya TB pada ibu hamil...........................................................6
2.5 Cara Mencegah Penularan Penyakit TBC............................................................6
2.6 Penatalaksanaan TBC pada ibu hamil..................................................................8
BAB 3 PENUTUP.......................................................................................................11
3.1 Simpulan............................................................................................................11
3.2 Saran..................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia, dimana Indonesia menduduki peringkat kedua penyumbang insiden TB
terbesar di dunia setelah India. Insiden TB di Indonesia pada tahun 2015
didapatkan sebanyak 1.020.000 kasus, atau sekitar 0,4% populasi. Diperkirakan
pada 2011 terdapat sekitar 216.500 kasus TB aktif pada perempuan hamil di
seluruh dunia, dengan beban tertinggi di Afrika dengan 41,3% kasus dan Asia
Tenggara dengan 31% kasus. Negara dengan kasus TB tertengii di dunia adalah
India dengan jumlah 21% kasus dari seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada
kehamilan di Indonesia tercatat sebesar 4,4% dari seluruh kasus dunia.

Prevalensi TB aktif pada perempuan hamil berkisar 0,06-0,25% di negara


dengan kejadian TB rendah. Pada negara dengan beban kasus TB yang lebih
tinggi, prevalensi berkisar 0,07-0,5% pada perempuan hamil negatif HIV, serta
0,7-11% dengan positif HIV. Bahkan di negara dengan bebas kasus TB rendah
seperti Amerika Serikat, insidens perawatan perempuan hamil dengan TB terus
meningkat secara signifikan, terutama akibat TB ekstraparu. Dibangdingkan
dengan perempuan tanpa TB, perempuan dengan TB lebih banyak ditemukan
pada ras hispanik, berusia produktif rendah, dengan status ekonomi lebih rendah.
Infeksi HIV juga lebih banyak ditemukan pada penderita TB dibandingkan
dengan yang tidak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana respon imun ibu hamil dengan TB?
2. Bagaimana manifestasi klinis dan diagnosis?
3. Bagaimana mengetahui dan mengatasi komplikasi TB?
4. Bagaimana faktor risiko terjadinya TB pada ibu hamil?

1
5. Bagaimana cara mencegah penularan penyakit TBC?
6. Bagaimana penatalaksanaan ibu hamil dengan TB?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui respon imun ibu hamil dengan TB
2. Mengetahui manifestasi klinis dan diagnosis
3. Mengetahui komplikasi ibu hamil dengan TB
4. Mengetahui faktor risiko terjadinya TB pada ibu hamil
5. Mengetahui cara mencegah penularan penyakit TBC
6. Mengetahui penatalaksanaan ibu hamil dengan TB

2
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Respon Imun Ibu Hamil dengan TB
Saat hamil, perempuan lebih beresiko terhadap infeksi TB karena adanya
perubahan fisiologis dan strees yang terjadi selama kehamilan, sehingga
menyebabkan terjadinya imunodefisiensi seluler yang memfasilitasi terjadinya
reaktivasi atau infeksi mycobacterium. Perempuan hamil terutama yang positif
HIV dan mengidap infeksi TB laten, lebih beresiko berkembang menjadi
penyakit TB aktif.

Akibat pengaruh progesteron maka terjadi perubahan respon imun seluler


yang ditandai dengan adanya peningkatan aktifitas fagosit dan sel dendritik
plasmatosit, dengan penurunan aktivitas sitotoksisitas sel NK (natural killer)
serta menurunnya produksi IFN-y sehingga secara umum akan menekan respon
imun alami (innate immunity). Pada respon selular adaptif didapatkan juga
penurunan regulasi sitokin Th1 (IFN-y dan IL-12), yang akan mencapai titik
terendah pada akhir trimester kedua dan ketiga. Perubahan pada imunitas
humoral meliputi peningkatan kadar komplemen dan reaktan fase akut, serta
peningkatan produksi imunoglobion.

2.2 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Permaslahan utama pada TB dengan kehamilan adalah adanya keterlambatan
dalam mendiagnosis. Hal yang disebabkan oleh kebanyakan perempuan hamil
baru memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan pada tahap lanjut dari
kehamilannya, serta diagnosis klinis cenderung sulit karena kehamilan dapat
mengaburkan gejala klinis infeksi TB. Beberapa gejala seperti lelah, lesu,
penurunan nafsu makan, sesak dan berkeringat juga banyak dijumpai pada
kehamilan. Pada penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus) penilaian
klinis tidak ditemui batuk, demam, penurunan berat badan dan keringat malam

3
dapat menyingkirkan kecurigaan TB dengan nilai prediktif negatif yang tinggi
hingga 99,3% dan spesifitas 90,9%. Gejala lain seperti anemia juga dapat
mencerminkan penyakit kronis seperti TB. Penapisan dan penemuan kasus secara
aktif perlu dilakukan untuk mendapatkan sebanyak mungkin kasus TB yang
terdiagnosis untuk kemudian diobati.

Diagnosis TB saat ini masih bergantung pada temuan BTA (Basil Tahan
Asam) secara mikroskopis, kultur BTA dan deteksi DNA secara molekular (uji
GeneXpert MTB/RIF) M.tuberculosis terutama pada dahak. Walaupun
sensifitasnya rendah pada perempuan hamil, uji pewarnaan BTA masih banyak
digunakan terutama di wilayah yang kekurangan sumber daya, karena
pemeriksaan ini sederhana dan murah.

Infeksi TB dapat juga terjadi pada organ ekstraparu. Berbagai laporan kasus
mendokumentasikan berbagai manifestasi TB ekstraparu, misalnya perikarditis
TB, spondilitis TB, peritonitis TB, abses psoas, meningitis TB, dan
sebagainya.Banyak kasus yang didiagnosis terlambat, atau bahkan secara
retrospektif setelah identifikasi adanya TB pada neonatus maupun kehamilan

ektopik pada TB genital hingga paraplegia pada TB spinal. Kesulitan dalam


mendiagnosis TB ekstraparu ini dapat disebabkan baik kesulitan dalam teknis
biopsi yang dilakukan melalui tindakan pembedahan maupun endoskopi dan

juga dalam mencapai lesi, serta risiko akibat paparan obat anestesi pada janin.
Dampak pada janin dilaporkan beragam, mulai dari asimtomatik, abortus
spontan, hingga abnormalitas kongenital yang serius.

Uji tuberkulin dan IGRA dapat digunakan untuk mendiagnosis TB laten pada

perempuan hamil, namun bukan untuk mendiagnosis TB aktif. Sensitivitas


uji tuberkulin tidak dipengaruhi oleh kehamilan, namun dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain seperti keadaan imunokompromais yang dapat
memberikan hasil negatif palsu atau vaksinasi BCG yang memberikan hasil
positif palsu. Oleh karena itu, pada wilayah dimana mayoritas penduduknya

4
sudah divaksinasi BCG ataupun bila status vaksinasinya tidak diketahui serta
pada penderita HIV positif, pemeriksaan IGRA lebih dianjurkan untuk penapisan

dan diagnosis TB. Terlepas dari faktor-faktor tersebut, WHO masih


menganjurkan uji tuberkulin untuk penapisan TB laten pada daerah endemik TB,
karena sama baik dan lebih murah dari pada tes IGRA. Namun perlu diperhatikan
adanya studi yang menunjukkan 4-29% pasien yang tidak kembali ke fasilitas
kesehatan untuk pembacaan hasil, padahal mayoritas pasien ini mempunyai hasil
positif pada pemeriksaan IGRA.

2.3 Komplikasi
Berbagai studi di Afrika, Amerika Selatan, hingga Asia Selatan melaporkan
dampak obstetrik dan perinatal yang buruk pada kehamilan dengan infeksi TB
yang terdiagnosis terlambat, kasus yang berat, penderita yang tidak
mendapatkan pengobatan, pengobatan tidak lengkap atau tidak tuntas. Hal
ini semakin diperberat dengan adanya kemiskinan, gizi kurang, buruknya
dukungan sosial serta infrastruktur Kesehatan.
Perempuan hamil dengan infeksi TB lebih berisiko mengalami berbagai
komplikasi kehamilan seperti abortus, korio-amnionitis, persalinan prematur,
perdarahan pasca- persalinan, anemia, transfusi darah, pneumonia, sindrom
gagal napas akut, penggunaan ventilasi mekanik, hingga mortalitas

maternal. Kematian maternal yang tinggi terutama terjadi pada perempuan


dengan koinfeksi TB dan HIV. Infeksi TB merupakan penyebab kematian pada
20-32% perempuan hamil dengan HIV positif di berbagai negara di Afrika.
Demikian juga lebih dari 50% perempuan meninggal akibat TB selama
kehamilan maupun pasca-persalinan menderita infeksi HIV positif.
Infeksi TB pada kehamilan berkaitan dengan peningkatan angka kelahiran
prematur, pertumbuhan janin terhambat, berat lahir rendah, dan kematian
perinatal. Tuberkulosis ekstraparu (kecuali TB limfadenopati) pada kehamilan
juga menyebabkan dampak yang cenderung lebih buruk, ditandai dengan
peningkatan perawatan antenatal terkait komplikasi neonatal hingga mortalitas

5
perinatal. Bahkan di negara dengan prevalensi TB yang rendah, TB maternal

tetap berkaitan dengan berat lahir rendah. Inisiasi segera pengobatan TB


merupakan cara terbaik untuk mencegah komplikasi kehamilan. Dibandingkan
perempuan hamil tanpa TB, perempuan hamil dengan TB yang menjalankan
pengobatan tidak memiliki risiko lebih tinggi terhadap morbiditas dan
mortalitas peripartum.

2.4 Faktor risiko terjadinya TB pada ibu hamil


Faktor Ibu hamil dengan TB aktif memiliki risiko ukuran janinnya lebih
kecil, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dibanding bayi lain yang ibunya tidak
memiliki TB. dalam kondisi khusus yang sangat langka, TB pada anak bisa
terjadi karena bawaan dari sang ibu., risiko perdarahan, dan risiko keguguran.
bahkan kematian janin. 
2.5 Cara Mencegah Penularan Penyakit TBC

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman dan ditularkan melalui
percikan ludah pengidapnya. Penyakit ini lebih rentan menyerang orang yang
memiliki kekebalan tubuh rendah, misalnya pengidap HIV. Selain memicu
batuk, penyakit ini juga ditandai dengan gejala demam, lemas, penurunan berat
badan, tidak nafsu makan, nyeri dada, serta keluar keringat di malam hari.
Kabar baiknya, TBC adalah penyakit yang bisa dicegah. Salah satu cara
ampuh untuk mencegah penyakit ini adalah dengan menerima vaksinasi.
Tuberkulosis bisa dicegah dengan pemberian vaksin BCG (Bacillus Calmette-
Guerin). Vaksin ini termasuk dalam daftar vaksin wajib di Indonesia. Vaksin
untuk mencegah TBC diberikan pada bayi yang belum berusia 2 bulan.
Meski begitu, vaksin tetap bisa diberikan segera jika sebelumnya belum
pernah mendapat vaksin ini. Jika memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
ini, vaksin adalah hal yang penting untuk mencegah TBC. Setelah mendapatkan
vaksin, mencegah TBC juga bisa dilakukan dengan cara-cara sederhana, salah
satunya selalu mengenakan masker saat berada di tempat ramai.

6
Masker juga dianjurkan untuk selalu dikenakan saat berinteraksi dengan
pengidap TBC. Sebab, pengidap penyakit ini masih bisa menularkan kuman
penyebab penyakit, meskipun sudah menerima pengobatan awal. Biasanya,
pengidap TBC masih bisa menularkan penyakit pada 2 bulan pertama. Menjaga
kebersihan, yaitu dengan rutin mencuci tangan juga harus dilakukan untuk
mencegah TBC.
Mencegah penularan penyakit tuberkulosis juga bisa dilakukan oleh
pengidapnya. Bagi pengidap TBC, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan
untuk mencegah penularan TBC, di antaranya:
1. Hindari kontak dengan orang yang terinfeksi
Tuberkulosis adalah penyakit menular, sehingga sangat penting
untuk menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi. Jika kamu
memiliki teman atau anggota keluarga yang terinfeksi, pastikan untuk
tidak berdekatan dengan mereka, terutama saat mereka batuk atau
bersin.
2. Jangan membagikan barang-barang pribadi
Mycobacterium tuberculosis dapat menyebar melalui udara, tetapi
juga dapat menyebar melalui benda-benda yang terkontaminasi. Oleh
karena itu, jangan membagikan barang-barang pribadi seperti sikat gigi,
handuk, atau pakaian dengan orang lain.
3. Jaga daya tahan tubuh
Daya tahan tubuh yang baik akan membantu melawan infeksi
tuberkulosis. Pastikan untuk mengonsumsi makanan sehat, berolahraga
secara teratur, dan istirahat yang cukup. Jika Anda memiliki kondisi
kesehatan yang melemahkan daya tahan tubuh, konsultasikan dengan
dokter untuk mendapatkan saran lebih lanjut.
4. Gunakan masker saat berada di tempat umum
Jika Anda berada di tempat umum, terutama di tempat yang ramai
seperti transportasi umum atau pasar, gunakan masker untuk

7
mengurangi risiko terpapar Mycobacterium tuberculosis.
5. Ikuti pengobatan yang diberikan
Jika Anda terdiagnosis dengan tuberkulosis, pastikan untuk
mengikuti pengobatan yang diberikan oleh dokter. Jangan berhenti
minum obat meskipun gejala penyakit sudah hilang, karena hal ini dapat
menyebabkan bakteri tetap hidup dalam tubuh dan menyebabkan infeksi
yang lebih parah.
6. Segera periksakan diri jika mengalami gejala
Jika Anda mengalami gejala seperti batuk yang berlangsung lama, sesak
napas, demam, atau kelelahan yang tidak kunjung hilang, segera
periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan
yang tepat.

2.6 Penatalaksanaan TBC pada ibu hamil


Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah tersendiri karena selain
mengenai ibu, juga dapat menular pada janin yang dikandung dan berpengaruh
buruk terhadap janin melalui berbagai macam cara terutama pada masa
perinatal. Keterlambatan diagnosis tuberkulosis pada neonatus sering terjadi
karena keterlambatan diagnosis tuberkulosis pada ibu. Oleh karena itu riwayat
perjalanan penyakit ibu hamil sangat penting diketahui untuk mencegah
keterlambatan diagnosis. Gejala klinis tuberkulosis pada kehamilan berupa
batuk (74%), penurunan berat badan (41%), demam (30%), nafsu makan
menurun (30%) dan hemoptisis (19%). Sebagian besar tuberkulosis pada
kehamilan sering kali tanpa gejala yang khas, maka sekitar 30% ibu
terdiagnosis tuberkulosis setelah bayi yang dilahirkan diketahui menderita
tuberkulosis kongenital
Perawatan antenatal merupakan saat yang baik untuk penapisan dan
deteksi kemungkinan adanya TB, serta pemantauan pengobatan, terutama bagi

8
banyak wanita dengan keterbatasan akses ke pelayanan kesehatan, yang
cenderung hanya memeriksakan dirinya disaat kehamilan.Pada wanita hamil
yang didiagnosis TB, WHO menganjurkan pengobatan dengan OAT segera, ibu
tetap menyusui anaknya seperti biasa, anak diberikan terapi profilaksis
isoniazid selama 6 bulan, dan imunisasi BCG pada bayi setelah selesai

pengobatan. Selama pengobatan TB, kepatuhan pasien, efek samping obat,


dan ada tidaknya gejala gangguan fungsi hati, perlu dipantau ketat. Dengan
kesembuhan TB, prognosis ibu dan anak akan lebih baik.
Terapi OAT yang dianjurkan pada perempuan hamil tidak berbeda dengan
terapi TB pada umumnya yaitu dengan regimen standar yang terdiri dari
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang diminum selama 2
bulan (fase intensif), dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin selama 4

bulan (fase lanjutan).Regimen standar ini aman diberikan selama kehamilan.


Suplementasi piridoksin 10 mg/hari dianjurkan pada semua perempuan hamil
dan menyusui dalam pengobatan isoniazid untuk mencegah potensi

neurotoksisitas pada janin. Vitamin K perlu diberikan pada bayi baru lahir yang
ibunya mengkonsumsi rifampisin, karena adanya risiko perdarahan. Selain itu,

suplementasi besi juga dianjurkan pada TB dengan anemia ringan hingga sedang.
Streptomisin tidak boleh diberikan selama kehamilan, akibat potensi efek
samping ototoksisitas (tuli kongenital) pada janin. Perempuan hamil dengan
risiko infeksi (misalnya HIV positif) atau paparan kontak TB dapat memulai
profilaksis isoniazid sesegera mungkin pada trimester pertama, untuk mencegah
penyebaran M.tuberculosis secara hematogen ke plasenta. Pada perempuan
dengan risiko yang lebih rendah untuk progresi kepada infeksi aktif, terapi

profilaksis isoniazid dapat ditunda hingga setelah persalinan. Terapi yang


dianjurkan adalah isoniazid dengan dosis 300 mg per hari disertai piridoksin
10-25 mg per hari selama 6 bulan.
Perempun hamil dengan TB laten juga dianjurkan menerima terapi
profilaksis dengan isoniazid. Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan

9
pemantauan efek samping perlu diperhatikan. Beberapa studi menunjukkan
kepatuhan terapi profilaksis isoniazid pada perempuan hamil yang rendah yaitu
hanya 9,3% hingga 21,2% akibat kurangnya pemantauan, dan meningkatnya

risiko efek samping hepatitis. Pada perempuan hamil dengan TB laten dengan
risiko yang rendah untuk menjadi TB aktif maka terapi isoniazid profilaksis
dapat ditunda hingga 2-3 bulan pasca-persalinan.
Ibu menyusui yang menderita TB aktif harus segera juga memulai
pengobatan TB secara lengkap. Inisiasi segera terapi OAT merupakan cara
terbaik untuk mencegah penularan TB pada bayi. Setelah infeksi aktif pada
bayi dapat disingkirkan, bayi dapat diberikan profilaksis isoniazid selama 6

bulan, dilanjutkan dengan vaksinasi BCG. Isoniazid dapat diberikan pada tahap
manapun selama kehamilan, bahkan dalam trimester pertama, karena tidak

bersifat teratogenik. Namun, kemungkinan efek samping isoniazid misalnya


hepatitis harus tetap dideteksi selama pengobatan terutama selama masa
peripartum.

10
BAB 3

PENUTUP
3.1 Simpulan
Infeksi TB pada kehamilan dapat menyebabkan komplikasi yang buruk
bagi ibu dan janin jika tidak diobati. Intervensi untuk pencegahan, diagnosis,
dan pengobatan TB dapat membawa dampak yang besar sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas baik pada ibu dan anaknya.
Sesuai dengan epidemiologi TB serta kebijakan kesehatan setempat, intervensi
ini perlu dilakukan secara terintegrasi dalam pelayanan kesehatan maternal,
neonatal, serta anak. Beberapa kunci utama dalam optimalisasi intervensi
tersebut meliputi pelayanan kesehatan terintegrasi untuk ibu hamil dan anaknya,
pencegahan transmisi vertikal , program keluarga berencana, serta pelayanan
kesehatan terkait TB itu sendiri.
WHO merekomendasikan untuk pengobatan tuberkulosis pada kehamilan
sama seperti wanita yang tidak hamil. Namun, yang harus diperhatikan adalah
pemberian OAT yang dapat menimbulkan efek teratogenik terhadap janin.
OAT seperti isoniazid, rifampisin, etambutol digunakan secara luas pada wanita
hamil. Seksio sesaria tidak dilakukan atas indikasi tuberkulosis paru, kecuali
apabila ada indikasi obstetrik.

3.2 Saran
Adapun saran yaitu : Perlu pembekalan terhadap pasangan muda untuk cek
kesehatan menyeluruh sebelum melakukan program hamil guna deteksi dini
penyakit bawaan yang diderita oleh masing-masing pasangan, dan juga perlu
edukasi lebih terhadap masyarakat yang masih awam terkait bahayanya
penyakit tuberculosis apa lagi sampai pada tahap ibu hamil dengan penyakit TB
yang dapat memicu infeksi lain yang mungkin terbawa.

11
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional TB. Jakarta:


Depkes RI; 2014

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan


tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan DokterParu
Indonesia; 2017.

Dinas Kesehatan. Profil kesehatan provinsi Lampung tahun 2019. Bandar


Lampung: Pemerintah Provinsi Lampung; 2020.

La Course SM, Cranmer LM, Bekker A, Steingart KR, Black D, Horne DJ, et
al. Symptomscreening for active tuberculosis in pregnant women
living with HIV [internet]. USA: Cochrane Database of Systematic
Reviews; 2018 [disitasi 12 April 2018].

Sudoyo AW. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, editor. Ilmu penyakit
dalam. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2021. hlm. 243-45.

Harries AD, Jahn A, Smith AB, Gadabu J, GP Douglas, Khader A, et al.


Cohort analysis of antenatal care and delivery outcomes in
pregnancy: a basis for improving maternal health. International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease Health solutions for
the poor. 2022; 4(2):75–78.

12

Anda mungkin juga menyukai