Disusun oleh:
Kelompok 5
Hana Qothrun Nada (21153010008)
Muwasilatul Yusra (21153010017)
Nadifatul Islamiyah (21153010018)
Novia Fitri (21153010023)
Risyetul Umami (21153010025)
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami
buat kurang tepat
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.
Penyusun
i
Daftar Isi
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia, dimana Indonesia menduduki peringkat kedua penyumbang insiden TB
terbesar di dunia setelah India. Insiden TB di Indonesia pada tahun 2015
didapatkan sebanyak 1.020.000 kasus, atau sekitar 0,4% populasi. Diperkirakan
pada 2011 terdapat sekitar 216.500 kasus TB aktif pada perempuan hamil di
seluruh dunia, dengan beban tertinggi di Afrika dengan 41,3% kasus dan Asia
Tenggara dengan 31% kasus. Negara dengan kasus TB tertengii di dunia adalah
India dengan jumlah 21% kasus dari seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada
kehamilan di Indonesia tercatat sebesar 4,4% dari seluruh kasus dunia.
1
5. Bagaimana cara mencegah penularan penyakit TBC?
6. Bagaimana penatalaksanaan ibu hamil dengan TB?
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Respon Imun Ibu Hamil dengan TB
Saat hamil, perempuan lebih beresiko terhadap infeksi TB karena adanya
perubahan fisiologis dan strees yang terjadi selama kehamilan, sehingga
menyebabkan terjadinya imunodefisiensi seluler yang memfasilitasi terjadinya
reaktivasi atau infeksi mycobacterium. Perempuan hamil terutama yang positif
HIV dan mengidap infeksi TB laten, lebih beresiko berkembang menjadi
penyakit TB aktif.
3
dapat menyingkirkan kecurigaan TB dengan nilai prediktif negatif yang tinggi
hingga 99,3% dan spesifitas 90,9%. Gejala lain seperti anemia juga dapat
mencerminkan penyakit kronis seperti TB. Penapisan dan penemuan kasus secara
aktif perlu dilakukan untuk mendapatkan sebanyak mungkin kasus TB yang
terdiagnosis untuk kemudian diobati.
Diagnosis TB saat ini masih bergantung pada temuan BTA (Basil Tahan
Asam) secara mikroskopis, kultur BTA dan deteksi DNA secara molekular (uji
GeneXpert MTB/RIF) M.tuberculosis terutama pada dahak. Walaupun
sensifitasnya rendah pada perempuan hamil, uji pewarnaan BTA masih banyak
digunakan terutama di wilayah yang kekurangan sumber daya, karena
pemeriksaan ini sederhana dan murah.
Infeksi TB dapat juga terjadi pada organ ekstraparu. Berbagai laporan kasus
mendokumentasikan berbagai manifestasi TB ekstraparu, misalnya perikarditis
TB, spondilitis TB, peritonitis TB, abses psoas, meningitis TB, dan
sebagainya.Banyak kasus yang didiagnosis terlambat, atau bahkan secara
retrospektif setelah identifikasi adanya TB pada neonatus maupun kehamilan
juga dalam mencapai lesi, serta risiko akibat paparan obat anestesi pada janin.
Dampak pada janin dilaporkan beragam, mulai dari asimtomatik, abortus
spontan, hingga abnormalitas kongenital yang serius.
Uji tuberkulin dan IGRA dapat digunakan untuk mendiagnosis TB laten pada
4
sudah divaksinasi BCG ataupun bila status vaksinasinya tidak diketahui serta
pada penderita HIV positif, pemeriksaan IGRA lebih dianjurkan untuk penapisan
2.3 Komplikasi
Berbagai studi di Afrika, Amerika Selatan, hingga Asia Selatan melaporkan
dampak obstetrik dan perinatal yang buruk pada kehamilan dengan infeksi TB
yang terdiagnosis terlambat, kasus yang berat, penderita yang tidak
mendapatkan pengobatan, pengobatan tidak lengkap atau tidak tuntas. Hal
ini semakin diperberat dengan adanya kemiskinan, gizi kurang, buruknya
dukungan sosial serta infrastruktur Kesehatan.
Perempuan hamil dengan infeksi TB lebih berisiko mengalami berbagai
komplikasi kehamilan seperti abortus, korio-amnionitis, persalinan prematur,
perdarahan pasca- persalinan, anemia, transfusi darah, pneumonia, sindrom
gagal napas akut, penggunaan ventilasi mekanik, hingga mortalitas
5
perinatal. Bahkan di negara dengan prevalensi TB yang rendah, TB maternal
TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman dan ditularkan melalui
percikan ludah pengidapnya. Penyakit ini lebih rentan menyerang orang yang
memiliki kekebalan tubuh rendah, misalnya pengidap HIV. Selain memicu
batuk, penyakit ini juga ditandai dengan gejala demam, lemas, penurunan berat
badan, tidak nafsu makan, nyeri dada, serta keluar keringat di malam hari.
Kabar baiknya, TBC adalah penyakit yang bisa dicegah. Salah satu cara
ampuh untuk mencegah penyakit ini adalah dengan menerima vaksinasi.
Tuberkulosis bisa dicegah dengan pemberian vaksin BCG (Bacillus Calmette-
Guerin). Vaksin ini termasuk dalam daftar vaksin wajib di Indonesia. Vaksin
untuk mencegah TBC diberikan pada bayi yang belum berusia 2 bulan.
Meski begitu, vaksin tetap bisa diberikan segera jika sebelumnya belum
pernah mendapat vaksin ini. Jika memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
ini, vaksin adalah hal yang penting untuk mencegah TBC. Setelah mendapatkan
vaksin, mencegah TBC juga bisa dilakukan dengan cara-cara sederhana, salah
satunya selalu mengenakan masker saat berada di tempat ramai.
6
Masker juga dianjurkan untuk selalu dikenakan saat berinteraksi dengan
pengidap TBC. Sebab, pengidap penyakit ini masih bisa menularkan kuman
penyebab penyakit, meskipun sudah menerima pengobatan awal. Biasanya,
pengidap TBC masih bisa menularkan penyakit pada 2 bulan pertama. Menjaga
kebersihan, yaitu dengan rutin mencuci tangan juga harus dilakukan untuk
mencegah TBC.
Mencegah penularan penyakit tuberkulosis juga bisa dilakukan oleh
pengidapnya. Bagi pengidap TBC, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan
untuk mencegah penularan TBC, di antaranya:
1. Hindari kontak dengan orang yang terinfeksi
Tuberkulosis adalah penyakit menular, sehingga sangat penting
untuk menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi. Jika kamu
memiliki teman atau anggota keluarga yang terinfeksi, pastikan untuk
tidak berdekatan dengan mereka, terutama saat mereka batuk atau
bersin.
2. Jangan membagikan barang-barang pribadi
Mycobacterium tuberculosis dapat menyebar melalui udara, tetapi
juga dapat menyebar melalui benda-benda yang terkontaminasi. Oleh
karena itu, jangan membagikan barang-barang pribadi seperti sikat gigi,
handuk, atau pakaian dengan orang lain.
3. Jaga daya tahan tubuh
Daya tahan tubuh yang baik akan membantu melawan infeksi
tuberkulosis. Pastikan untuk mengonsumsi makanan sehat, berolahraga
secara teratur, dan istirahat yang cukup. Jika Anda memiliki kondisi
kesehatan yang melemahkan daya tahan tubuh, konsultasikan dengan
dokter untuk mendapatkan saran lebih lanjut.
4. Gunakan masker saat berada di tempat umum
Jika Anda berada di tempat umum, terutama di tempat yang ramai
seperti transportasi umum atau pasar, gunakan masker untuk
7
mengurangi risiko terpapar Mycobacterium tuberculosis.
5. Ikuti pengobatan yang diberikan
Jika Anda terdiagnosis dengan tuberkulosis, pastikan untuk
mengikuti pengobatan yang diberikan oleh dokter. Jangan berhenti
minum obat meskipun gejala penyakit sudah hilang, karena hal ini dapat
menyebabkan bakteri tetap hidup dalam tubuh dan menyebabkan infeksi
yang lebih parah.
6. Segera periksakan diri jika mengalami gejala
Jika Anda mengalami gejala seperti batuk yang berlangsung lama, sesak
napas, demam, atau kelelahan yang tidak kunjung hilang, segera
periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan
yang tepat.
8
banyak wanita dengan keterbatasan akses ke pelayanan kesehatan, yang
cenderung hanya memeriksakan dirinya disaat kehamilan.Pada wanita hamil
yang didiagnosis TB, WHO menganjurkan pengobatan dengan OAT segera, ibu
tetap menyusui anaknya seperti biasa, anak diberikan terapi profilaksis
isoniazid selama 6 bulan, dan imunisasi BCG pada bayi setelah selesai
neurotoksisitas pada janin. Vitamin K perlu diberikan pada bayi baru lahir yang
ibunya mengkonsumsi rifampisin, karena adanya risiko perdarahan. Selain itu,
suplementasi besi juga dianjurkan pada TB dengan anemia ringan hingga sedang.
Streptomisin tidak boleh diberikan selama kehamilan, akibat potensi efek
samping ototoksisitas (tuli kongenital) pada janin. Perempuan hamil dengan
risiko infeksi (misalnya HIV positif) atau paparan kontak TB dapat memulai
profilaksis isoniazid sesegera mungkin pada trimester pertama, untuk mencegah
penyebaran M.tuberculosis secara hematogen ke plasenta. Pada perempuan
dengan risiko yang lebih rendah untuk progresi kepada infeksi aktif, terapi
9
pemantauan efek samping perlu diperhatikan. Beberapa studi menunjukkan
kepatuhan terapi profilaksis isoniazid pada perempuan hamil yang rendah yaitu
hanya 9,3% hingga 21,2% akibat kurangnya pemantauan, dan meningkatnya
risiko efek samping hepatitis. Pada perempuan hamil dengan TB laten dengan
risiko yang rendah untuk menjadi TB aktif maka terapi isoniazid profilaksis
dapat ditunda hingga 2-3 bulan pasca-persalinan.
Ibu menyusui yang menderita TB aktif harus segera juga memulai
pengobatan TB secara lengkap. Inisiasi segera terapi OAT merupakan cara
terbaik untuk mencegah penularan TB pada bayi. Setelah infeksi aktif pada
bayi dapat disingkirkan, bayi dapat diberikan profilaksis isoniazid selama 6
bulan, dilanjutkan dengan vaksinasi BCG. Isoniazid dapat diberikan pada tahap
manapun selama kehamilan, bahkan dalam trimester pertama, karena tidak
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Infeksi TB pada kehamilan dapat menyebabkan komplikasi yang buruk
bagi ibu dan janin jika tidak diobati. Intervensi untuk pencegahan, diagnosis,
dan pengobatan TB dapat membawa dampak yang besar sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas baik pada ibu dan anaknya.
Sesuai dengan epidemiologi TB serta kebijakan kesehatan setempat, intervensi
ini perlu dilakukan secara terintegrasi dalam pelayanan kesehatan maternal,
neonatal, serta anak. Beberapa kunci utama dalam optimalisasi intervensi
tersebut meliputi pelayanan kesehatan terintegrasi untuk ibu hamil dan anaknya,
pencegahan transmisi vertikal , program keluarga berencana, serta pelayanan
kesehatan terkait TB itu sendiri.
WHO merekomendasikan untuk pengobatan tuberkulosis pada kehamilan
sama seperti wanita yang tidak hamil. Namun, yang harus diperhatikan adalah
pemberian OAT yang dapat menimbulkan efek teratogenik terhadap janin.
OAT seperti isoniazid, rifampisin, etambutol digunakan secara luas pada wanita
hamil. Seksio sesaria tidak dilakukan atas indikasi tuberkulosis paru, kecuali
apabila ada indikasi obstetrik.
3.2 Saran
Adapun saran yaitu : Perlu pembekalan terhadap pasangan muda untuk cek
kesehatan menyeluruh sebelum melakukan program hamil guna deteksi dini
penyakit bawaan yang diderita oleh masing-masing pasangan, dan juga perlu
edukasi lebih terhadap masyarakat yang masih awam terkait bahayanya
penyakit tuberculosis apa lagi sampai pada tahap ibu hamil dengan penyakit TB
yang dapat memicu infeksi lain yang mungkin terbawa.
11
DAFTAR PUSTAKA
La Course SM, Cranmer LM, Bekker A, Steingart KR, Black D, Horne DJ, et
al. Symptomscreening for active tuberculosis in pregnant women
living with HIV [internet]. USA: Cochrane Database of Systematic
Reviews; 2018 [disitasi 12 April 2018].
Sudoyo AW. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, editor. Ilmu penyakit
dalam. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2021. hlm. 243-45.
12