ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KEGAWATDARURATAN PREEKLAMSIA
A. Definisi Preeklamsia
Preeklampsia adalah suatu sindrom khas-kehamilan yang ditandai dengan
hipertensi, edema, proteinuria yang timbul pada masa kehamilan. Penyakit ini biasa
timbul pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
mola hidatidosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosis pre-eklampsia, maka kenaikan tekanan sistolik setidaknya
mencapai 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasa ditemukan atau mencapai
140 mmHg. Tekanan diastole juga bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis bila
tekanan naik 15 mmHg atau lebih dari biasanya atau mencapai 90 mmHg.
Edema atau penimbunan cairan yang berlebihan dalam tubuh dapat diketahui dari
kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema
pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa
berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia. Kenaiakan berat badan ½ kg setiap
minggu dalam kehamilan tetap dianggap normal, namun jika kenaikan 1 kg dalam
seminggu dan terjadi dalam beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan
terhadap timbulnya pr-eklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3
gr/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2 +
atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter yang
diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria biasa terjadi paling
lambat atau setelah timbulnya hipertensi dan edema, sehingga dianggap menajdi
gejala cukup serius pada pre-eklampsia.
Pre-Eklampsia diolongkan menjadi ringan dan berat. Penyakit ini digolongkan
berat bila satu atau lebih tanda/gejala di bawah ini ditemukan:
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolic 110 mmHg
atau lebih
2. Proteinuria 5g atau lebih dalam 24 jam, 3 atau 4 + pada pemeriksaan
kualitatif
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri pada epigastrium
5. Edema paru atau sianosis
B. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya pre-eklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respos
imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem
imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a. Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai
komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen
pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan
bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia,
tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis,
sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air
dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi PreeklampsiaEklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam
lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang
memicu terjadinya preeklampsia.
Jumlah primigravi, terutama primigravida muda
6. Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa
7. Penyakit yang menyertai hamil : diaetes melitus, kegemukan
8. Jumlah umur ibu diatas 35 tahun ( Ida Bagus. 1998).
9. Pre-eklampsia ringan jarang menyebabkan kematian ibu, namun dapat berisiko
menjadi pre-eklampsia berat bahkan timbul eklampsia. Pada primigravida
frekuensi pre-eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,
terutama primigravida muda. Diabetes militus, mola hidatidosa, kehamilan ganda,
hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya pre-eklampsia.
E. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin
setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih
berat jika persalinan ditunda lebih lama.
b. Penatalaksanaan pre-eklamsia Ringan
1. Kehamilan kurang dari 37 minggu. (Saifuddin et al. 2002) Lakukan penilaian 2
kali seminggu secara rawat jalan :
a. Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi janin.
b. Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsi
dan eklampsia.
c. Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan tekanan pada vena
cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan menambah
curah jnatung.
d. Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
e. Tidak perlu diberi obat-obatan.
f. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
Diet biasa
Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria) sekali
sehari.
Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada tanda-tanda
perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan
janin.
d) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
e) Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off
yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU
Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110
mmHg.
f) Pemberian glukokortikoid