Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PLASENTA PREVIA

Oleh:

TRI ADHARIA SEKARWATI NIM. 011711223031


ESTI ISYROOFANAA NIM. 011511233031
NUR INDAH DWI YANTI NIM. 011511233033

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

 Pokok Bahasan : Plasenta Previa


 Sasaran : Ibu hamil di Poli Hamil 1 RSUD Dr. Soetomo
 Hari, Tanggal : Selasa, 15 Oktober 2019
 Waktu : 30 menit
 Tempat : Ruang Tunggu Poli Hamil 1 RSUD Dr. Soetomo
 Tujuan Instruksional
a. TIU : Setelah mengikuti penyuluhan ini, diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan motivasi ibu dan
keluarga untuk mengenali kondisi kehamilan dengan
plasenta previa.
b. TIK Setelah mendapatkan penyuluhan, peserta penyuluhan
dapat:
 Menjelaskan pengertian plasenta previa
 Menyebutkan klasifikasi plasenta previa
 Menyebutkan faktor predisposisi dari plasenta previa
 Menyebutkan diagnosis plasenta previa
 Menyebutkan komplikasi previa
 Menjelaskan tindakan awal pada plasenta previa.
 Media : Leaflet, Poster
 Metode : Ceramah, tanya jawab
 Materi : Terlampir (Lampiran 1)
 Pengorganisasian
a. Pembawa acara : Esti Isyroofanaa
b. Pembicara : Tri Adharia Sekarwati
Nur Indah Dwi Yanti
c. Fasilitator : Esti Isyroofanaa
 Kegiatan Penyuluhan :

No Kegiatan Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Sasaran Media


1. Pembukaan 5 menit a. Mengucapkan a. Menjawab a. Poster
salam salam b. Leaflet
b. Memperkenalkan b. Memperhatikan
diri
c. Menyampaikan c. memperhatikan
topik dan tujuan
yang akan dicapai

2. Penyuluhan 20 menit a. Memberikan a. Peserta


pertanyaan pada menjawab
peserta
b. Menjelaskan b. Memperhatikan
- Pengertian
plasenta previa
- Klasifikasi c. Memperhatikan
plasenta previa
- Faktor
predisposisi d. Memperhatikan
plasenta previa
- Diagnosis
plasenta previa e. Memperhatikan
- Komplikasi
plasenta previa
- Penatalaksanaan
awal plasenta f. Peserta bertanya
previa
c. Membuka sesi
tanya jawab

3. Penutup 5 menit a. Memberikan a. Peserta


pertanyaan kepada menjawab
peserta pertanyaan
b. Memberikan b. Peserta
reward kepada menerima
peserta penyuluhan reward
c. Menyimpulkan isi c. Memperhatikan
materi
d. Mengucapkan d. Menjawab
salam salam
 Kriteria Evaluasi
1. Struktur
a. Materi, SAP dan media penyuluhan telah disiapkan dan siap untuk digunakan.
b. Daftar hadir telah disiapkan dan dapat diisi oleh peserta penyuluhan.
c. Tempat penyuluhan dilakukan di ruang tunggu Poli Hamil 1 RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
d. Pengorganisasian penyuluhan telah disusun sebelum penyuluhan
diselenggarakan.
2. Proses
a. Salah satu peserta mengajukan dan menjawab pertanyaan
b. Suasana penyuluhan cukup kondusif
c. Jumlah peserta yang hadir ±50% dari target peserta (20 orang)
d. Durasi waktu kegiatan penyuluhan selama 30 menit
3. Hasil
a. Peserta yang dipilih secara acak mampu:
- Menjelaskan pengertian plasenta previa
- Menyebutkan klasifikasi, faktor predisposisi, diagnosis serta komplikasi
plasenta previa
- Menjelaskan penatalaksanaan awal plasenta previa

 Absensi peserta terlampir (Lampiran 2)

 Dokumentasi terlampir (Lampiran 3)


 Referensi / Daftar Pustaka

Anderson-Bagga FM., Sze, A. (2019) Placenta Previa. [online] ncbi.nlm.gov.


diperoleh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539818/#article-
27262.s2 [13 Oktober 2019]
Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans and
Gynecologists, July 2012.
Cunningham,Leveno, Bloom, Hauth, Rouse,Spong, Williams Obstetrics 23 edition,
Chapter 35: Obstetrics Haemorrhage, pp 776-780, 2010.
Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute of
Ultrasound in Medicine, 2013, USA.
Fraser, DM., Cooper, MA. (2011) Myles Buku Ajar Bidan. Edisi 14. Jakarta: EGC, pp.
294-297
Green – top Guideline No 27, Placenta praevia, placenta praevia accreta and vasa
praevia: diagnosis and management, Royal College of Obstetricans and
Gynaecologists,January 2011.
Kementrian kesehatan republik Indonesia. (2013) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi 1. Jakarta: Kemenkes RI, pp
96-98.
Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta Accreta,
American Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2010,Washington DC.
Saifuddin, AB., Rachimhadhi, T., dan Wiknjosastro, GH. (2016) Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohadjo. Edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo,
pp. 495-502.
Sivasankar Chitra, Perioperative management of undiagnosed placenta percreta: case
report and management strategies, International Journal of Women’s
Health,2012, USA.
Lampiran 1
MATERI PLASENTA PREVIA TOTALIS

A. Plasenta Previa
1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum/OUI (Saifuddin, et
al., 2016). Lokasi implantasi plasenta dapat terjadi di dinding anterior maupun dinding
posterior segmen bawah rahim (Fraser & Cooper, 2011). Plasenta previa merupakan
faktor risiko utama untuk perdarahan postpartum dan dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas ibu dan neonatus (Anderson-Bagga & Sze, 2019).

2. Klasifikasi
Terdapat empat macam plasenta previa berdasarkan lokasinya (Kemenkes RI, 2013),
yaitu:

a. Plasenta previa totalis, yaitu OUI ditutupi seluruhnya oleh plasenta


b. Plasenta previa parsialis, yaitu OUI ditutupi sebagian oleh plasenta
c. Plasenta previa marginalis, yaitu tepi plasenta terletak di tepi OUI
d. Plasenta previa letak rendah, yaitu plasenta berimplantasi di segmen bawah uterus
sehingga tepi plasenta terletak dekat dengan OUI

3. Faktor Predisposisi
Penyebab mendasar dari plasenta previa tidak diketahui. Namun, ada hubungan antara
kerusakan endometrium dan jaringan parut uterus.
a. Kehamilan dengan ibu usia ≥ 35 tahun
b. Multiparitas,
c. Riwayat seksio sesarea sebelumnya (Kemenkes, 2013)
d. Kehamilan ganda/multipel (Saifuddin et al., 2016)
e. Riwayat plasenta previa
f. Merokok
g. Konsumsi narkotika (kokain)
h. Kuretase (Anderson-Bagga & Sze, 2019).

4. Diagnosis
a. Sebagian besar kasus didiagnosis sejak awal kehamilan melalui sonografi
(Anderson-Bagga & Sze, 2019).
Trimester Pertama (11 minggu – 13 minggu 6 hari), yang diperiksa saat ini adalah:
 Skrinning Dini Kelainan Kromosom. Dengan USG bisa dilakukan
pengukuran dari ketebalan tengkuk bayi yang disebabkan penumpukan
cairan di daerah tengkuk. Daerah ini dikenal dengan nama “Nuchal
Translucency (NT)”. NT biasanya akan menebal pada bayi-bayi dengan
kelainan Sindrom Down (Trisomi 21) dan Sindrom Edward (Trisomi 18).
Tingkat akurasi untuk deteksi kelainan kromosom adalah sekitar 85%
dengan false positive sekitar 5%, yang artinya sekitar 85 dari setiap 100
bayi akan terdeteksi memiliki kelainan kromosom, dan setiap 5% dari
kehamilan yang sebetulnya normal akan terdeteksi kondisi abnormal pada
saat USG seperti penebalan NT.
 Menentukan usia kehamilan dengan mengukur crown-rump length
(CRL) atau biparietal diameter (BPD).
 Jumlah Bayi, dengan USG bisa menentukan kehamilan tunggal ataupun
kembar.
 Mengidentifikasi adanya kelainan pada janin, seperti kelainan jantung.
Trimester Kedua (18 minggu – 23 minggu), yang diperiksa saat ini adalah:
 Struktur Anatomi Bayi, dilihat untuk mendeteksi adakah kelainan struktur
bayi mulai dari kepala dan otak, muka dan bibir, jantung, dada, perut,
ginjal, kandung kencing, tulang belakang serta kaki dan tangan.
 Pengukuran Bayi, yang rutin diukur adalah:
o kepala bayi – biparietal diameter (BPD) dan head circumference (HC).
o Perut bayi – abdominal circumference (AC)
o Kaki bayi – femur length (FL)
Setiap pengukuran akan dibandingkan dengan referensi range yang normal,
yang akan bervariasi di setiap usia kehamilan. Semua pengukuran ini
dikombinasikan untuk menentukan usia kehamilan dan berat badan bayi
saat itu. Pengukuran usia kehamilan dengan USG dibandingkan dengan
mens terakhir biasanya akan ada sedikit perbedaan, bisa kurang lebih 10
hari.
 Detak dan irama Jantung Bayi, akan bervariasi, biasanya antara 120 – 180
denyut per menit.
 Jumlah Bayi, bisa dilihat dengan USG apabila di Trimester pertama belum
pernah dilakukan pemeriksaan USG.
 Posisi Plasenta, akan dievaluasi dekat atau tidaknya dengan cervix (leher
rahim), karena bila plasenta menutupi cervix maka akan menimbulkan
risiko perdarahan saat kehamilan yang disebabkan oleh Placenta Praevia.
Bila dokter menemukan lokasi plasenta letak rendah (dekat dengan cervix)
biasanya ibu akan diminta USG ulang di usia kehamilan 32 – 34 minggu.
 Jumlah cairan ketuban.
 Panjang cervix, ini biasanya penting apabila ada riwayat kelahiran
premature sebelumnya, perdarahan ataupun nyeri saat hamil. Untuk
pengukuran panjang cervix biasanya dilakukan dengan USG Transvaginal.
 Uterus (Rahim) dievaluasi untuk kondisi seperti adanya Mioma (suatu
tumor jinak yang tumbuh di rahim), bila ada Mioma maka akan dilakukan
pengukuran besar dan posisinya dimana. Mioma ini tidak mengganggu
kehamilan.
Trimester Ketiga (31 minggu – 32 minggu 6 hari), yang diperiksa saat ini adalah:
 Menilai pertumbuhan dan kesejahteraan janin.
 Memeriksa ada tidaknya kelainan congenital mayor.
 Posisi plasenta.
b. Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan>22 minggu
c. Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia
d. Syok
e. Tidak ada kontraksi uterus
f. Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul
g. Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin (Kemenkes RI, 2013)
5. Komplikasi
Janin dan Bayi
a. Gawat janin
b. Kematian janin
c. Prematur
d. Bayi berat lahir rendah (BBLR)
e. Asfiksia neonatorum
f. Respiratory distress syndrome (RDS)
Ibu
a. Perdarahan yang masif
b. Plasenta akreta, inkreta dan perkreta
c. Septikemia
d. Histerektomi (Anderson-Bagga & Sze, 2019)
e. Anemia
f. Syok akibat hypovolemia
g. Embolisme udara
h. Kematian ibu (Saifuddin, et al., 2016)

B. Plasenta Akreta
1. Definisi
Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh plasenta, menginvasi dinding
rahim sehingga sulit terlepas. Ketika villi chorialis menginvasi hanya miometrium,
dikatakan plasenta inkreta; sedangkan plasenta perkreta menggambarkan invasi
miometrium dan serosa, dan kadang-kadang ke organ-organ yang berdekatan, seperti
kandung kemih.
Istilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke dinding
rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Plasenta akreta adalah
plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke miometrium; plasenta
inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi ke dalam miometrium; dan
plasenta perkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi lebih dalam dari
miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya misalkan
kandung kemih. Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18%
inkreta, dan 7% adalah plasenta perkreta. Kedalaman dari invasi plasenta merupakan
hal yang penting secara klinis karena managemen intervensi bergantung padanya.
Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta akreta total, plasenta akreta parsial,
dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang terlibat dalam
invasi ke miometrium.
Patogenesis plasenta akreta tidak jelas; namun ada beberapa teori yang diusulkan.
Abnormal vaskularisasi yang dihasilkan dari proses jaringan parut setelah operasi
dengan sekunder hipoksia lokal yang mengarah ke rusaknya desidualisasi dan invasi
trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal yang paling menonjol, atau
setidaknya merupakan teori yang paling didukung sampai saat ini, menjelaskan
patogenesis plasenta akreta pada tahap ini.3

2. Insiden dan faktor risiko


Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus dengan
tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Peneliti telah melaporkan kejadian plasenta
akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-2002 di Amerika. Hal ini
meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1 dari 4.027 kehamilan pada tahun
1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510 kehamilan pada tahun 1980.
Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta akreta adalah mereka yang telah
mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi sesar sebelumnya
dengan baik plasenta previa anterior atau posterior yang melintasi parut uterus. Para
penulis dari sebuah studi menemukan bahwa dengan adanya suatu plasenta previa,
risiko plasenta akreta adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% untuk pertama, kedua,
ketiga, keempat, dan kelima atau lebih pada masing-masing riwayat operasi kelahiran
sesar.1 Faktor risiko tambahan yang dilaporkan untuk plasenta akreta meliputi usia ibu
dan multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya, kuretase uterus sebelumnya, ablasi
endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi dalam
kehamilan, dan merokok. Meskipun ini dan faktor risiko lain telah dijelaskan,
kontribusi nyata akan frekuensi plasenta akreta tetap belum diketahui.
3. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis
Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala. Gejala
yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk perdarahan vaginal
dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa,
yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Meskipun jarang, kasus
dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik dari ruptur uteri
sekunder bisa karena plasenta perkreta. Skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat
selama kehamilan dari trimester pertama hingga kehamilan aterm dengan tidak
adanya tanda-tanda persalinan.
Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-organ
lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah, sindrom
gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas karena infeksi,
kegagalan multisistem organ, dan kematian. Komplikasi genital, saluran kemih yang
umum dan termasuk cystotomy pada sekitar 15% kasus dan cidera ureter sekitar 2%
kasus. Oleh karena itu diagnosis prenatal yang akurat sangat penting untuk
meminimalkan risiko ini.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik
pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman untuk
pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam hal
pemeriksaan segmen bawah rahim.
Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis
plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi
positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler, warna
Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan
sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh ultrasonografi
grayscale saja.
b. Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi dan
membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta
abnormal. Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi diagnostik yang
sebanding MRI dan USG untuk plasenta akreta, MRI dianggap sebagai modalitas
tambahan dan menambahkan sedikit dengan akurasi diagnostik ultrasonografi.
Namun, ketika ada temuan USG ambigu atau kecurigaan dari akreta plasenta
posterior, dengan atau tanpa plasenta previa, ultrasonografi mungkin tidak cukup.
Sebuah studi prospektif seri dari 300 kasus yang dipublikasikan pada tahun 2005
menunjukkan bahwa MRI mampu menguraikan anatomi invasi dan
menghubungkannya dengan sistem vaskular anastomosis daerah sekitar. Selain itu,
penelitian ini menunjukkan bahwa menggunakan MRI irisan aksial dapat
mengkonfirmasi invasi dari parametrium dan kemungkinan keterlibatan ureter.
c. Pemeriksaan laboratorium
Ada faktor risiko plasenta akreta yang dapat diperiksa dengan skrining
MSAFP seperti untuk cacat tabung saraf dan aneuploidies. Hung dan temannya
(1999) menganalisis lebih dari 9300 wanita diskrining untuk
Down syndrome pada 14 sampai 22 minggu. Mereka melaporkan 54 kali
lipat meningkat risiko untuk akreta pada wanita dengan plasenta previa.
d. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil
dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi. Diagnosis
definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau
tertanam pada miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara
mereka.
C. Tatalaksana Plasenta Previa dan Plasenta Akreta
Penatalaksanaan plasenta previa bergantung pada jumlah perdarahan, kondisi ibu dan
janin, letak plasenta dan tahap kehamilan (Fraser & Cooper, 2011).
a. Tatalaksana Umum
 Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia kesiapan
untuk seksio sesarea.
 Pemerik¬saan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk menentukan sumber
perdarahan.
 Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl 0,9%
atau Ringer Laktat).
 Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
 Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan
 Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur,
pertimbangkan terapi ekspektatif
b. Tatalaksana Khusus
Terapi Konservatif
 Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara
noninvasif.
 Syarat terapi ekspektatif:
 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
dengan atau tanpa pengobatan tokolitik
 Belum ada tanda inpartu
 Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)
 Janin masih hidup dan kondisi janin baik
 Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.
 Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta.
 Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
 MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, atau
 Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 12 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru janin
 Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg
selama 1 bulan.
 Pastikan tersedianya sarana transfusi.
 Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi
perdarahan.
Terapi Aktif
 Rencanakan terminasi kehamilan jika:
 Usia kehamilan cukup bulan
 Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
 Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang usia kehamilan
 Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi
kepala, maka dapat dilakukan pemecahan selaput ketuban dan persalinan
pervaginam masih dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea.
 Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari
tempat plasenta:
 Jahit lokasi perdarahan dengan benang,
 Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat) dengan kecepatan 60 tetes/menit
 Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang sesuai,
seperti ligasi arteri dan histerektomi (Kemenkes RI, 2013).
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR HADIR PESERTA


PENYULUHAN PLASENTA PREVIA

Tempat : Poli Hamil 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya


Tanggal : 15 Oktober 2019

TANDA
NO NAMA ALAMAT
TANGAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR HADIR PESERTA


PENYULUHAN PLASENTA PREVIA

Tempat : Poli Hamil 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya


Tanggal : 15 Oktober 2019

TANDA
NO NAMA ALAMAT
TANGAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DOKUMENTASI PENYULUHAN PLASENTA PREVIA


DI POLI HAMIL 1 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
SELASA, 15 OKTOBER 2019

Anda mungkin juga menyukai