Anda di halaman 1dari 35

HUBUNGAN REGULASI EMOSI DENGAN DISMENORE PADA REMAJA

Proposal penelitian

Oleh:

Kelompok 2

Nurhayati Ibrahim 841416027

Deby Cintia Dewi L. Nusi 841416058

Marwiyah Ibrahim 841416051

Heslindah Apriliani Indah Slamet 841416060

Ni Kadek Oka Piyadayanti 841416085

Sisilia Himam 841416133

Tedriyanto Hula 841416010

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata remaja mempunyai banyak arti yang berbeda-beda, ada yang
mengartikan remaja sebagai sekelompok orang yang sedang beranjak dewasa, ada
yang mengartikan remaja sebagai anak-anak yang penuh dengan gejolak dan
masalah, ada pula yang mengartikan remaja sebagai sekelompok anak-anak yang
penuh dengan semangat dan kreativitas. Remaja yang dalam bahasa aslinya
disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescare yang artinya tumbuh
atau tumbuh untuk mencapai kematangan (Ali & Asrori, 2006).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan
fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa
pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa
(Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum, 2009). Pubertas (puberty) adalah
masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan kematangan
fungsi seksual. Istilah pubertas dapat digunakan untuk menyatakan perubahan
biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari
masa anak menuju dewasa, terutama pada perubahan kelamin dari tahap anak ke
dewasa. Pertumbuhan organ reproduksi mengalami perubahan yang sangat cepat
dan sudah memiliki kemampuan untuk berproduksi (Suparyanto, 2012).
Salah satu tanda pubertas pada remaja putri yaitu terjadinya menstruasi
(Batubara, 2012). Pada saat menstruasi, masalah yang dialami oleh hampir
sebagian besar wanita adalah rasa tidak nyaman atau rasa nyeri yang hebat. Hal
ini biasa disebut dengan nyeri haid (dismenore). Menurut data WHO (dalam
Fahmi, 2014), di Indonesia, angka kejadian dismenore sebanyak 55% dikalangan
usia produktif, dimana 15% diantaranya mengeluhkan aktivitas menjadi terbatas
akibat dismenore.
Dismenore adalah menstruasi yang disertai dengan rasa nyeri (Hillard,
2006). Nyeri haid (dismenore) merupakan gangguan fisik yang sangat menonjol
pada wanita yang sedang mengalami menstruasi berupa gangguan nyeri/kram
pada perut (Lestari, 2011). Dismenore terjadi karena pelepasan prostaglandin
yang berlebihan mengakibatkan kenaikan kontraksi uterus sehingga terjadi rasa
nyeri saat menstruasi.
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan (Tamsuri,2007). Salah satu dampak dari nyeri haid yakni perubahan
perilaku pada remaja. Seperti yang di katakan sebelumnya, masa remaja tidak
hanya di tandai dengan perubahan fisik tetapi merupakan puncak emosionalitas
yang ditandai dengan perkembangan emosi yang tinggi. Menurut Goleman
(dalam Ali & Asrori, 2011: 62), emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap.
Dimana pada masa ini biasanya remaja memiliki emosi yang besar dan berkobar-
kobar, sedangkan pengendalian dirinya belum sempurna.
Emosi-emosi yang sering terjadi pada saat terjadi haid antara lain mudah
marah, medah tersinggung, malu, sedih, tidak percaya diri, ingin menangis,
sensitive, dan merasa gelisah atau cemas (Dakir,1993). Jika emosi tidak stabil,
salah satu dampaknya konsentrasi remaja terganggu. Hal ini mempengaruhi
pikiran seseorang, termasuk dalam berfokus pada sesuatu hal. Jika konsentrasi
terganggu, seseorang akan sulit melakukan aktivitas seperti biasanya juga
interaksi dengan lingkungan sekitar terganggu. Untuk mengatasi hal tersebut,
diperlukan pengendalian emosi pada remaja. Proses pengendalian emosi ini
disebut juga sebagai proses regulasi emosi.
Regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi
yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.
Tepatnya meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis,
kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan
emosi. (Shaffer, dalam Anggraeny, 2014).
Regulasi emosi merujuk pada kemampuan untuk menghalangi perilaku
yang tidak tepat akibatnya kuatnya intensitas emosi positif atau negative yang
dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengaruh psikologis yang timbul akibat
intensitas yang kuat dari emosi, dapat memusatkan perhatian kembali dan
mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku yang tepat untuk mencapai
tujuan. (Gottman dan Katz, dalam Anggraeny, 2014). Gross (2007: 5)
menjelaskan aspek-aspek regulasi emosi sebgai berikut, pertama dapat mengatur
emosi dengan baik yaitu emosi positif dan emosi negative. Kedua, dapat
mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis. Ketiga, dapat menguasai situasi
stress yang menekan akibat dari masalah yang dihadapinya.
Adapun penelitian yang mendukung dalam hal ini yaitu penelitian yang
dilakukan mahasiswa Jurusan Psikologi, Universitas Negeri Semarang yang
berjudul “Hubungan Regulasi Emosi Dengan Rasa Nyeri Haid Pada Remaja” ini
mengungkapkan bahwa “semakin tinggi regulasi emosi remaja maka nyeri haid
pada remaja semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah regulasi
emosi remaja maka nyeri haid pada remjaa semakin tinggi”.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti bermaksud untuk
mengajukan judul penelitian “Hubungan Regulasi Emosi dengan Disminore Pada
Remaja”

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, kami mengidentifikasi beberapa
masalah yang akan di jadikan bahan penelitian selanjutnya.
1.2.1 Timbulnya rasa tidak nyaman atau rasa nyeri hebat yang dialami remaja
saat menstruasi.
1.2.2 15% wanita yang mengalami disminore, aktivitasnya akan terbatas.
1.2.3 Saat pubertas, remaja memiliki emosi yang besar tetapi pengendalian
emosinya tidak sempurna.
1.2.4 Kurangnya pengetahuan remaja tentang pengendalian emosi yang baik
saat disminore.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1.3.1 Apakah ada hubungan regulasi emosi dengan disminore?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini terbagi atas 2
yakni tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Umum
1.4.1.1 Untuk mengidentifikasi dan menganalisa hubungan regulasi emosi
dengan disminore pada remaja.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Mengidentifikasi regulasi emosi pada remaja.
1.4.2.2 Mengidentifikasi disminore pada remaja.
1.4.2.3 Menganalisa hubungan regulasi emosi dengan disminore pada
remaja.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara umum hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu psikologi pada umumnya, khususnya psikologi klinis
dan psikologi social dalam mengkaji regulasi emosi remaja saat
mengalami nyeri haid. Mengingat pentingnya regulasi emosi dalam proses
interaksi. Secara khusus, penelitian ini memberikan kontribusi pada dunia
sosial dan klinis berupa pengetahuan mengenai apakah ada hubungan
antara regulasi emosi dengan nyeri haid pada remaja.
1.5.2 Manfaat Praktis
1.5.2.1 Bagi para remaja, penelitian ini dapat memberikan gambaran
secara khusus mengenai emosi sehingga para remaja dapat
meregulasi emosinya terutama saat mengalami nyeri haid agar
nyeri haid yang dirasakan tidak semakin parah.
1.5.2.2 Bagi para orang tua, penelitian ini dapat gambaran tentang regulasi
emosi yang dapat menimbulkan nyeri haid menjadi lebih parah.
1.5.2.3 Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah
satu bahan acuan yang dapat membantu remaja untuk
meminimalisasi timbulnya emosi, agar remaja tidak mengalami
nyeri yang lebih hebat saat menstruasi.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Remaja
2.1.1.1 Pengertian Remaja
Remaja adalah mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan
perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek
fungsional. WHO memberikan definisi masa remaja mulai dari usia 10-24
tahun. Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan
perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak
perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah
masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai
pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman
berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi
kehidupan mereka kelak {Nugraha & Windy, 1997).
Pada remaja pertumbuhan fisik merupakan pertumbuhan yang paling
pesat. Remaja tidak hanya tumbuh dari segi ukuran (semakin tinggi atau
semakin besar), tetapi juga mengalami kemajuan secara fungsional, terutama
organ seksual atau "pubertas". hal ini ditandai dengan datangnya menstruasi
pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki.
Pada remaja perempuan Pertumbuhan pesat umunya pada usia 10 - 11
tahun. Perkembangan payudara merupakan tanda awal dari pubertas, dimana
daerah puting susu dan sekitarnya mulai membesar, Petumbuhan buah dada
dapat dipakai sebagai salah satu indicator maturitas perempuan. Salah satu
buah dada dapat tumbuh lebih besar dari yang lain, namun perbedaannya tidak
terlalu mencolok. Harus diingat, besar kecilnya payudara dipengaruhi factor
keturunan, dan dapat berbeda dari generasi ke generasi dalam keluarga.
Kemudian rambut pubis muncul. pada sepertiga anak remaja, pertumbuhan
rambut pubis terjadi sebelum tumbuhnya payudara rambut ketiak dan badan
mulai tumbuh pada usia 12-13 tahun, tumbuhnya rambut badan bervariasi
luas. Problem lain yang mungkin terjadi pada pubertas adalah pertumbuhan
rambut. Beberapa anak perempuan dapat tumbuh rambut atau tumbuh kumis
yang tipis, hal ini merupakan variasi yang normal. Rambut yang lepas secara
berlebihan dapat terjadi, dan akan hilang dengan sendirinya. Kemudian
pengeluaran secret vagina terjadi pada usia 10- 13 tahun. Keringat ketiak
mulai diproduksi pada usia 12 - 13 tahun, karena berkembangnya kelenjar
apokrin yang juga menyebabkan keringat ketiak mempunyai bau yang khas.
Menstruasi terjadipada usia 11-14 tahun dan Pematangan seksual penuh
remaja perempuan terjadi pada usia 16 tahun.
2.1.1.2 Tugas Perkembangan Masa Remaja
Anak-anak harus melakukan tugas perkembangan pada masa remaja
sebelum menjadi individu dewasa yang matang. Tugas-tugas ini bervariasi
sesuai budaya, individu itu sendiri dan tujuan hidup mereka. Tugas-tugas
perkembangan terdiri dari :
1. Menerima citra tubuh
2. Menerima identitas seksual
3. Mengembangkan sistem nilai personal
4. Membuat persiapan untuk hidup mandiri
5. Menjadi mandiri/bebas dari orang tua
6. Mengembangkan keterampilan mengambil keputusan
7. Mengembangkan identitas seseorang yang dewasa
Tugas lain pada masa remaja ialah menetapkan identitas seseorang
yang dewasa. Kombinasi perubahan tubuh yang dramatis, matirasi seksual,
perpindahan dari pemikiran konkret ke abstrak, emansipasi dari orang tua, dan
peningkatan keterlibatan dengan teman saya, semua ini dapat menimbulkan
rasa bingung tentang siapa mereka sebenarnya.
2.1.1.3 Perkembangan Remaja
A. Remaja tahap awal (Usia 10-14 tahun)
1. Berpikir konkret
2. Ketertarikan utama adalah pada teman sebaya dengan jenis kelamin
sama, di sisi lain ketertarikan pada lawan jenis di mulai
3. Mengalami konflik dengan orang tua
4. Remaja berperilaku sebagai seorang anak pada waktu tertentu dan
sebagai orang dewasa pada waktu selanjutnya.
B. Remaja tahap menengah (Usia 15-16 Tahun)
1. Penerimaan kelompok sebaya merupakan isu utama dan sering kali
menentukan harga diri.
2. Remaja mulai melamun, berfantasi, dan berpikir tentang hal-hal magis.
3. Remaja berjuang untuk mandiri/bebas dari orang tuanya.
4. Remaja menunjukan perilaku idealis dan narsisistik.
5. Remaja menunjukan emosi yang labil, sering meladak-ledak, dan
mood sering berubah.
6. Hubungan heteroseksual merupakan hal yang penting.
C. Remaja tahap akhir (Usia 17-21 Tahun)
1. Remaja mulai berpacaran dengan lawan jenisnya.
2. Remaja mengembangkan pikiran absrak
3. Remaja mulai mengembangkan rencana untuk masa depan
4. Remaja berusaha untuk mandiri secara emosional dan finansial dari
orang tua.
5. Cinta adalah bagian dari hubungan heteroseksual yang intim
6. Kemampuan untuk mengambil keputusan telah berkembang
7. Perasaan kuat bahwa dirinya adalah seorang dewasa berkembang.

2.1.1.4 Seksualitas Remaja


Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak
terpisahkan dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan
individu. Seksualita tidak sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-
faktor biologi, psikologi personal dan lingkungan. Fungsi biologis mengacu
pada kemampuan individu untuk memberi dan menerima kenikmatan dan
untuk bereproduksi. Identitas dan konsep diri seksual psikologis mengacu
pada pemahaman diri individu tentang seksualitas, seperti citra diri
identifikasi sebagai pria atau wanita, dan pembelajaran peran-peran maskulin
atau feminim. Nilai atau aturan sosio-budaya membantu dalam membentuk
individu berhubungan dengan dunia dan bagaimana mereka
memilihberhubungan seksual dengan orang lain.
2.1.2 Menstruasi
2.1.2.1 Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai
sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, 2004). Menstruasi adalah perdarahan
vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Fungsi
menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis dan
ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada
saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses
ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-
perubahan siklus maupun lama siklus menstruasi (Greenspan,1998).
2.1.2.2 Fisiologi Menstruasi
Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis
merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur).
Pada umumnya hanya 1 folikel yang terangsang namun dapat berkembang
menjadi lebih dari 1, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf
yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga
hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH.
Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh
releasing hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH
dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus.
Produksi hormone gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan
pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen
mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium. Di bawah pengaruh LH,
folikel de graaf menjadi matang sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi,
dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum, di bawah
pengaruh hormon LH dan LRH, Korpus luteum menghasilkan progesteron
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada
pembuahan maka korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan
kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon ini menyebabkan
degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari endometrium. Proses ini disebut
menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus
luteum tersebut dipertahankan (Novaks Gynecology,1996).
2.1.3 Dismenore
2.1.3.1 Pengertian Dismenore
Dismenorea disebut juga kram menstruasi atau nyeri menstruasi.
Dalam bahasa Inggris, dismenorea sering disebut sebagai “painful period”
atau menstruasi yang menyakitkan (American College of Obstetritians and
Gynecologists, 2015). Nyeri menstruasi terjadi terutama di perut bagian
bawah, tetapi dapat menyebar hingga ke punggung bagian bawah, pinggang,
panggul, paha atas, hingga betis. Nyeri juga bisa disertai kram perut yang
parah. Kram tersebut berasal dari kontraksi otot rahim yang sangat intens saat
mengeluarkan darah menstruasi dari dalam rahim. Kontraksi otot yang sangat
intens ini kemudian menyebabkan otot-otot menegang dan menimbulkan
kram atau rasa sakit atau nyeri. Ketegangan otot ini tidak hanya terjadi pada
bagian perut, tetapi juga pada otot-otot penunjang yang terdapat di bagian
punggung bawah, pinggang, panggul, paha hingga betis.
Dismenore ini umumnya terjadi sekitar 2 atau 3 tahun setelah
menstruasi pertama dan mencapai klimaksnya saat wanita berusia 15-25 tahun
(Simanjuntak, 2008). Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap
nyeri. Pada bentuk nyeri yang berat, disertai mual, muntah, diare, pusing,
nyeri kepala, kadang-kadang pingsan dan mudah tersinggung (Anurogo,
2011).
Proses ini sebenarnya merupakan bagian normal proses menstruasi,
dan biasanya mulai dirasakan ketika mulai perdarahan dan terus berlangsung
hingga 32-48 jam. Sebagian besar perempuan yang menstruasi pernah
mengalami dismenorea dalam derajat keparahan yang berbeda-beda. Keluhan
nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat.
Keparahan nyeri haid berhubungan langsung dengan lama dan jumlah darah
haid. Seperti diketahui haid hampir selalu diikuti dengan rasa mulas/nyeri
(Prawirohardjo & Wiknjosastro, 2011: 182).
Dismenorea yang dialami remaja umumnya bukan karena penyakit,
dan disebut dismenorea primer. Pada wanita lebih tua, dismenorea dapat
disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya fibroid uterus, radang panggul,
endometriosis atau kehamilan ektopik. Dismenorea yang disebabkan oleh
penyakit disebut dismenorea sekunder. Berbeda dengan dismenorea primer,
rasa sakit dan nyeri pada dismenorea sekunder biasanya berlangsung lebih
lama dari pada dismenorea primer. Apabila pada dismenorea primer, rasa sakit
akan makin berkurang seiring dengan makin bertambahnya umur, pada
dismenorea sekunder, makin bertambah umur biasanya makin bertambah
parah. (Sinaga, dkk., 2017: 58).
2.1.3.2 Jenis-jenis Dismenorea
A. Disminore Primer
Dismenore primer adalah nyeri haid tanpa ditemukan keadaan patologi
pada panggul. Disminore primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan
disebabkan oleh kontraksi myometrium sehingga terjadi iskemia akibat
adanya prostaglandin yang diproduksi oleh endometrim fase sekresi.
Peningkatan kadar prostaglandin tertinggi saat haid terjadi pada 48 jam
pertama. Hal ini sejalan dengan awal muncul dan besarnya intensitas nyeri
haid. Keluhan mual, muntah, nyeri kepala, atau diare sering menyertai
disminore yang diduga karena masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistemik
(M. Anwar , 2014). Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya
terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan
paha (Simanjuntak, 2008).
B. Disminore Sekunder
Disminore sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan berbagai
keadaan patologis di organ genitalia, misalnya endrometriosis, adenomiosis,
mioma uteri, stenosis serviks, penyakit radang panggul, perlekatan
panggul,atau irritable bowel syndrome (M. Anwar, 2014). Disminore biasanya
ditemukan jika terdapat penyakit atau kelainan pada alat reproduksi. Nyeri
dapat terasa sebelum, selama, dan sesudah haid (Laila, 2011). Proverawati dan
misaroh (2009), menyebutkan bahwa disminore atau yang sering disebut juga
disminore ekstrinsik terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami
disminore.

2.1.3.3 Faktor Penyebab Dismenore


Penyebab anatomik tak jarang dinilai berlebihan dan salah pakai
sebagai patokan penyebab nyeri haid. Juga faktor-faktor fungsional dan psikis
seringkali sukar untuk dipastikan. Selain itu faktor psikis juga sering
berkombinasi dengan gejala neurotik lain. Perbedaan dismenore sekunder dan
dismenore primer adalah penting karena penanganannya berbeda, adapun
faktor-faktor penyebab dari masing-masing dismenore (Jacoeb, 1990: 7-9),
yaitu :
A. Dismenorea primer
Sebagaimana yang sudah disampaikan, dismenorea primer adalah
proses normal yang dialami ketika menstruasi. Kram menstruasi primer
disebabkan oleh kontraksi otot rahim yang sangat intens, yang
dimaksudkan untuk melepaskan lapisan dinding rahim yang tidak
diperlukan lagi. Dismenorea primer disebabkan oleh zat kimia alami yang
diproduksi oleh sel-sel lapisan dinding rahim yang disebut prostaglandin.
Prostaglandin akan merangsang otot otot halus dinding rahim
berkontraksi. Makin tinggi kadar prostaglandin, kontraksi akan makin
kuat, sehingga rasa nyeri yang dirasakan juga makin kuat. Biasanya, pada
hari pertama menstruasi kadar prostaglandin sangat tinggi. Pada hari
kedua dan selanjutnya, lapisan dinding rahim akan mulai terlepas, dan
kadar prostaglandin akan menurun. Rasa sakit dan nyeri haid pun akan
berkurang seiring dengan makin menurunnya kadar prostaglandin.
B. Dismenorea sekunder
Dismenorea sekunder umumnya disebabkan oleh kelainan atau
gangguan pada sistem reproduksi, misalnya fibroid uterus, radang
panggul, endometriosis atau kehamilan ektopik. Dismenorea sekunder
dapat diatasi hanya dengan mengobati atau menangani penyakit atau
kelainan yang menyebabkannya.
1. Fibroid adalah pertumbuhan jaringan di luar, di dalam, atau pada
dinding rahim. Banyak kasus fibroid yang tidak menimbulkan gejala,
artinya perempuan yang memiliki fibroid tidak merasakan gangguan
atau rasa sakit yang nyata. Gejala fibroid bisa muncul atau tidak
bergantung pada lokasi, ukuran dan jumlah fibroid. Fibroid yang
terdapat pada dinding rahim dapat menyebabkan rasa sakit dan nyeri
yang parah. Fibroid yang menimbulkan gejala biasanya ditandai
dengan perdarahan menstruasi yang berat, durasi atau periode
menstruasi lebih dari satu minggu, sakit atau pegal pada panggul, dan
sering berkemih.
2. Endometriosis adalah suatu kelainan di mana jaringan dari lapisan
dalam dinding rahim atau endometrium tumbuh di luar rongga rahim.
Lokasi endometriosis yang paling sering adalah pada organorgan di
dalam rongga panggul (pelvis), seperti indung telur (ovarium), dan
lapisan yang melapisi rongga abdomen (peritoneum), atau pada tuba
fallopii dan disamping rongga rahim. Jaringan tersebut juga
mengalami proses penebalan dan luruh, sama dengan endometrium
normal yang terdapat di dalam rongga rahim. Tetapi karena terletak
di luar rahim, darah tersebut akhirnya mengendap dan tidak bisa
keluar. Perdarahan ini menimbulkan rasa sakit dan nyeri, terutama di
sekitar masa menstruasi. Endapan perdarahan tersebut juga akan
mengiritasi jaringan di sekitarnya, dan lama-kelamaan jaringan parut
atau bekas iritasi pun terbentuk. Rasa sakit luar biasa saat menstruasi
yang menjadi gejala utama penyakit ini dapat dikurangi dengan obat
pereda sakit atau terapi hormon. Penanganan dengan operasi juga
bisa dilakukan untuk mengangkat jaringan endometriosis, terutama
untuk penderita yang berencana untuk memiliki anak.
3. Adenomiosis adalah adalah suatu keadaan dimana jaringan
endometrium tumbuh di dalam dinding otot rahim. Biasanya terjadi
di akhir masa usia subur dan pada wanita yang telah melahirkan.
4. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berkembang di luar rahim,
biasanya di dalam tuba falopii. Situasi ini membahayakan nyawa
karena dapat menyebabkan pecahnya tuba falopii jika kehamilan
berkembang. Penanganannya harus dilakukan dengan cara operasi
atau melalui obat-obatan.
2.1.3.4 Gejala Dismenore
Menurut manuaba (2009), gejala disminore terdiri dari nyeri abdomen
bagian bawah kemudian menjalar ke daerah pinggang dan paha, dan
terkadang disertai mual, muntah, sakit kepala dan diare.
Menurut Maulana (2008) mengatakan bahwa gejala dan tanda dari
disminore adalah nyeri pada bagian bahwa yang bias menjalar ke punggung
bagian bawah dismenore sekunder berarti nyeri panggul yang disebabkan oleh
(sekunder) gangguan atau penyakit, penyebab dismenore sekunder meliputi
penyakit radang panggul, endometriosis, adenomiosis, dan penggunaan alat
kontrasepsi. Pada umumnya wanita merasakan keluhan berupa nyeri atau
kram perut menjelang haid yang dapat berlangsung hingga 2-3 hari, dimulai
sehari sebelum mulai haid.
Berdasarkan data dari berbagai negara, angka kejadian disminore di
dunia cukup tinggi. Diperkirakan 50% dari seluruh wanita di dunia menderita
disminore dalam sebuah siklus menstruasi (Calis, 2011). Di Amerika Serikat
diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenore dan 10-15%
diantaranya mengalami dismenore berat, yang menyebabkan mereka tidak
mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas hidup
pada individu masing-masing dari tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram
yang hilang timbul atau sebagian nyeri tumpul yang terus menerus ada.
Biasanya nyeri timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, serta mencapai
puncaknya dala 24 jam dan setelah 2 hari akan hilang. Disminore juga sering
disertai sakit kepala, mual, sembelit, diare dan sering berkemih. Kadang
terjadi sampai muntah.
2.1.3.5 Derajat Nyeri Haid
Berdasarkan indikasinya, nyeri haid memiliki tingkatan sehingga
penderita dapat mengetahui sesuai dengan yang dirasakan saat menstruasi.
A. Tingkatan nyeri haid (dalam Jacoeb dkk, 1990: 2), yaitu :
1. Nyeri Haid Ringan
Rasa nyeri yang berlangsung beberapa saat, sehingga hanya
diperlukan istirahat sejenak (duduk, berbaring) untuk
menghilangkannya, tanpa disertai obat. Dapat melakukan kerja atau
aktivitas sehari-hari.
2. Nyeri Haid Sedang
Diperlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu
meninggalkan aktivitas sehari-hari. Dismenore ini biasanya nyeri
berlangsung antara satu hari atau lebih.
3. Nyeri Haid Berat
Diperlukan istirahat beberapa lama dengan akibat
meninggalkan aktivitas sehari-hari selama satu hari atau lebih.
B. Andersch dan Milson (dalam Jacoeb dkk, 1990: 18) membagi tingkatan
nyeri haid dalam 4 derajat :
Tabel 1.1 Tingkatan Nyeri Haid dan Perubahannya
Derajat Perubahan
Tanpa rasa nyeri, aktivitas sehari-hari tidak
0
terpengaruh.
Nyeri ringan, jarang memerlukan analgenetika,
I
aktivitas sehari-hari jarang terpengaruhi.
Nyeri sedang, memerlukan analgenetika,
II aktivitas sehari-hari terganggu tetapi jarang
absen dari sekolah atau pekerjaan.
Nyeri berat, nyeri tidak banyak berkurang
dengan
analgenetika, tidak dapat melakukan kegiatan
III seharihari,
timbul keluhan vegetatif, misalnya nyeri
kepala,
kelelahan, mual, muntah, dan diare.

C. Tamsuri (2007) intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang


seberapa parah nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri
sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas
yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda, yaitu :
1. Verbal Rating Scale (VRS)
Alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan
level intensitas nyeri yang berbeda, range dari “no pain” sampai
“extreme pain” (nyeri hebat). VRS dinilai dengan memberikan angka
pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas nyerinya.
Sebagai contoh, dengan menggunakan skala 5 point yaitu none
(tidak ada nyeri) dengan skor “0”, mild (kurang nyeri) dengan skor “1”,
moderate (nyeri yang sedang) dengan skor “2”, severe (nyeri keras)
dengan skor “3”, very severe (nyeri yang sangat keras) dengan skor “4”.
Keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk
menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level intensitas nyerinya,
dan ktidakmampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat
yang digunakan (Potter & Perry, 2005).

Skala Penilaian Nyeri Verbal Rating Scale (VRS)

Tidak nyeri Nyeri ringanNyeri sedang Nyeri berat Nyeri tidak tertahankan

2. Visual Analog Scale (VAS)


VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa
intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap
ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda
“no pain” dan ujung kanan diberi tanda “bad pain” (nyeri hebat).
VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri
yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengindentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukur
keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi
setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu
angka (McGuire dalam Potter & Perry, 2005).

Skala Penilaian Nyeri Visual Analog Scale (VAS)


Tidak nyeri Nyeri tidak tertahankan

3. Numeral Rating Scale (NRS)


Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya
sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0-10 atau
0-100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti “severe pain”
(nyeri hebat). NRS lebih digunakan sebagai alat pendeskripsian kata.
Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan setelah intervensi terapeutik (Potter & Perry, 2005).
Skala Penilaian Nyeri Numeral Rating Scale (NRS)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Sangat Nyeri

4. Faces Pain Score


Terdiri dari 6 gambar skala wajah kartun yang bertingkat dari
wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” dampai wajah yang
berlinang air mata untuk “nyeri paling buruk”. Kelebihan dari skala
wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa nyeri dialaminya
sesuai dengan gambar yang telah ada dan membuat usaha
mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana (Wong & Baker dalam
Potter & Perry, 2005).
Skala Penilaian Nyeri Faces Pain Score
5. Oucher
Skala nyeri Oucher terdiri dari dua skala yang terpisah yaitu
sebuah skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak
yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk
anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa
tidak nyaman dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak
pengertian sehingga dapat memahami makna dan tingkat keparahan nyeri
(Bayer dkk dalam Potter & Perry, 2005).

2.1.2.6 Penanganan Dismenore


Adanya beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani disminore
sehingga menurunkan angka kejadian disminore dan mencegah disminore tidak
bertambah berat (Wiknjosastro, 2010):
A. Penerangan dan nasehat
Perlu dijelaskan kepaa penderita bahwa disminore primer adalah
gangguan siklus menstruasi yang tidak berbahaya untuk kesehatan.
Hendaknya dalam masalah ini diadakan penjelasan dan diskusi mengenai
informasi disminore, penanggulangan yang tepat serta pencegahan agar
disminore tidak mengarah pada tingkat yang sedang bahkan ketingkat
berat. Penjelasan tentang pemenuhan nutrisi yang baik perlu diberikan,
karena dengan pemenuhan nutrisi yang baik maka status gizi remaja
menjadi baik. Tidak menutup kemungkinan bahwa ketahanan tubuh
meningkat dan gangguan menstruasi dapat dicegah dapat berguna dan
terkadang juga diperlukan psikoterapi.
B. Pemberian obat analgesik
Obat analgesik yang sering digunakan adalah preparat kombinasi
aspirin, fenasetin, kafein. Contoh obat yang beredar di pasarkan antara
lain ponstan, novalgin, acetaminophen dan sebagainya.
C. Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini
bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan
benar berupa disminore primer, sehingga wanita dapat tetap melakukan
aktifitas sehari-hari. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian pil
kombinasi kontrasepsi.
D. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
Obat ini memegang peranan penting terhadap disminore primer.
Termasuk indometasin dan naproksen. Kurang lebih 70% penderita
mengalami perbaikan. Hendaknya pengobatan diberikan sebelum haid
mulai, satu sampai tiga hari sebelum haid dan pada hari pertama.

Penanganan disminore menggunakan terapi nonfarmakologi menurut


Smeltzer & Bare (2002), mengemukakan bahwa upaya yang digunakan
adalah:
1. Stimulasi dan Masase Kutaneus,
masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering di
pusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih
nyaman karena masase membuat relaksasi otot. Terapi es dapat
menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor nyeri
dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi. Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri
dengan mempercepat penyembuhan.
a. Transcutaneus Elektrikal Nerve Stimulation (TENS),
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor
tidak nyeri (non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut
yang menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan
oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk
menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada
area nyeri.
b. Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang
menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi, berdoa, menceritakan gambar
atau foto dengan kertas, mendengar musik dan bermain satu
permainan.
c. Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan
ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas
abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas
dalam. Contoh:bernafas dalam-dalam dan pelan.
d. Imajinasi
Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang
lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
e. Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas
secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan darah (Smeltzer & Bare, 2002). Pada kondisi rileks
tubuh akan menghentikan produksi hormon adrenalin dan semua
hormon yang diperlukan saat stress. Karena hormon seks esterogen
dan progesteron serta hormon stres adrenalin diproduksi dari blok
bangunan kimiawi yang sama.
Ketika kita mengurangi stres maka mengurangi produksi kedua
hormon seks tersebut. Jadi, perlunya relaksasi untuk memberikan
kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon yang penting
untuk mendapatkan haid yang bebas dari nyeri (Smeltzer & Bare,
2002). Smeltzer & Bare (2002), menyatakan bahwa tujuan teknik
relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan
efisiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional
yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
f. Kompres Hangat
Perry & Potteer (2005), mengemukakan bahwa kompres
hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan mempergunakan
buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana
terjadi pemindahan panas dari bulibuli ke dalam tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan
ketegangan otot sehingga nyeri haid yang dirasakan akan berkurang
atau hilang. Menurut Smeltzer & Bare (2002), kompres hangat
mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan.
Bobak (2005) menyatakan bahwa kompres hangat berfungsi
untuk mengatasi atau mengurangi nyeri, dimana panas dapat
meredakan iskemia dengan menurunkan konstraksi uterus dan
melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan
mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera,
meningkatkan aliran menstruasi, dan meredakan vasokongesti pelvis.
Menurut Perry & Potteer (2005) tujuan dari kompres hangat adalah
pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks,
menurunkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan aliran darah dan
memberikan ketenangan pada klien. Kompres hangat yang digunakan
berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi
darah, dan mengurangi kekakuan.

2.1.4 Regulasi Emosi


2.1.4.1 Pengertian Regulasi Emosi
Regulasi itu sendiri adalah bentuk kontrol yang dilakukan seseorang
terhadap emosi yang dimilikinya. Regulasi dapat mempengaruhi perilaku dan
pengalaman seseorang. Hasil regulasi dapat berupa perilaku yang
ditingkatkan, dikurangi, atau dihambat dalam ekspresinya. Sedangkan emosi
adalah perasaan yang melibatkan kombinasi antara gejolak fisiologis dan
perilaku yang tampak.
Pengendalian atau regulasi emosi adalah cara individu
mengekspresikan emosi dengan mengarahkan energy emosi ke dalam ekspresi
yang dapat mengkomunikasikan perasaan emosionalnya dengan cara
seseorang untuk menilai pengalaman emosinya dan kemampuan, mengontrol,
mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
(Bonanno & Mayne, 2001).
Champi et al. (2015), mendefinisikan regulasi emosi adalah suatu
kemampuan individu untuk tetap positif ketika individu menghadapi
tantangan, tenang ketika mengalami tekanan, dan mencegah diri mereka
terpuruk dalam perasaan negatif, seperti marah, rasa tidak nyaman dan sedih.
Thompson (dalam Gross, 2007), menambahkan bahwa regulasi emosi juga
dapat diartikan sebagai seluruh proses ekstrinsik dan intrinsik yang
bertanggungjawab untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi
emosi untuk mencapai tujuan tertentu.
Gross dan Thomson menyatakan bahwa regulasi emosi adalah
serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik
dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan
melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu.
Regulasi emosi melibatkan perubahan dalam dinamika emosi atau waktu
munculnya, besarnya, lamanya dan mengimbangi respon perilaku,
pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mempengaruhi,
memperkuat atau memelihara emosi, tergantung pada tujuan individu.
Gross menyatakan, regulasi emosi sebagai suatu proses seseorang
dalam memberikan rangsangan emosi yang dimilikinya, kapan individu
merasakan dan bagaimana individu mengalami dan mengekspresikan emosi
tersebut (Gross 1998: 271). Proses tersebut meliputi menurunkan dan
meningkatkan emosi yang positif maupun negative (Gross, 1999).
2.1.4.2 Strategi Regulasi Emosi
Menurut Gross regulasi emosi dapat dilakukan individu dengan banyak
cara, yaitu:
1. Seleksi Situasi (Situation Selection)
Suatu cara dimana individu mendekati/menghindari orang atau situasi
yang dapat menimbulkan emosi yang berlebihan. Contohnya, seseorang
yang lebih memilih nonton dengan temannya daripada belajar pada malam
sebelum ujian untuk menghindari rasa cemas yang berlebihan
2. Modifikasi Situasi (Situation Modification)
Suatu cara dimana seseorang mengubah lingkungan sehingga akan
ikut mengurangipengaruh kuat dari emosi yang timbul.Contohnya,
seseorang yang mengatakankepada temannya bahwa ia tidak
maumembicarakan kegagalan yang dialaminyaagar tidak bertambah sedih.
3. Mengalihkan Perhatian (AttentionDeployment)
Suatu cara dimana seseorang mengalihkan perhatian mereka dari
situasi yang tidak menyenangkan untuk menghindari timbulnya emosi
yang berlebihan. Contohnya, seseorang yang menonton film lucu,
mendengar musik atau berolahraga untuk mengurangi kemarahan atau
kesedihannya.
4. Perubahan Kognitif (Cognitive Change)
Suatu strategi dimana individu mengevaluasi kembali situasi
denganmengubah cara berpikir menjadi lebihpositif sehingga dapat
mengurangipengaruh kuat dari emosi. Contohnya,seseorang yang berpikir
bahwa kegagalanyang dihadapi sebagai suatu tantangandaripada suatu
ancaman.
2.1.4.3 Aspek-aspek Regulasi Emosi
Menurut Gross ada empat aspek yangdigunakan untuk menentukan
kemampuanregulasi emosi seseorang yaitu:
1. Kemampuan strategi regulasi emosi (Strategies to emotion regulation
(strategies)) ialah keyakinan individu untuk dapat mengatasi suatu
masalah, memiliki kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat
mengurangi emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri
kembali setelah merasakan emosi yang berlebihan.
2. Kemampuan tidak terpengaruh emosi negatif (Engaging in goal directed
behavior (goals)) ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh
emosi negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan
melakukan sesuatu dengan baik.
3. Kemampuan mengontrol emosi (Controlemotional responses (impulse))
ialah kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang
dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon fisiologis,
tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan
emosi yang berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.
4. Kemampuan menerima respon emosi (Acceptance of emotional response
(acceptance)) ialah kemampuan individu untuk menerima suatu peristiwa
yang menimbulkan emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi
tersebut.
2.1.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi
Brener dan Salovey (dalam Salovey & Sluyter, 1997) mengungkapkan
beberapa faktor yang dapat mempengaruh regulasi emosi. Faktor pertama
adalah usia. Semakin bertambahnya usia seseorang maka relatif semakin
baiklah regulasi emosinya. Faktor kedua adalah keluarga. Individu awalnya
belajar dengan melihat orang tuanya dalam mengungkapkan emosinya. Orang
tua juga mengajari cara melatih mengatur emosi dan konflik yang terjadi.
Faktor terakhir adalah lingkungan. Teman sepermainan, televisi dan video
game dapat mempengaruhi emosinya. Khususnya apabila tidak ada
pengawasan yang ketat oleh orang tua.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan


Peneliti (tahun) Judul Metode Penelitian Hasil
Dwi Anna Hubungan regulasi 1. Lokasi: Hasil penelitian menunjukkan
2. Desain penelitian:
Khoerunisya emosi dengan rasa ada hubungan negatif antara
kuantitatif
(2015) nyeri haid regulasi emosi dengan nyeri
korelasional
(dismenore) pada haid (dismenore) pada remaja
3. Sampel: 100 remaja
remaja (nilai r = -0,489 dengan p <
berusia 17-21 tahun
0,01). Penelitian ini
yang sudah
menyimpulkan bahwa ada
mengalami
hubungan negatif yang
menstruasi dan
signifikan antara regulasi
mengalami nyeri haid
4. Analisa data: emosi dengan nyeri haid. Jika
korelasi/bivariat regulasi emosi tinggi maka
nyeri haid yang dirasakan
akan rendah, begitupun
sebaliknya.
Septi Turu Hubungan 1. Lokasi: Program Terdapat hubungan
Allo, Jimmy mekanisme koping Studi Ilmu mekanisme koping dengan
Rumampuk, dengan regulasi Keperawatan regulasi emosi pada
Hendro Bidjuni emosi pada Fakultas Kedokteran mahasiswi semester V yang
(2017) mahasiswi semester Universitas Sam mengalami dismenore di
V yang mengalami Ratulangi Program Studi Ilmu
2. Desain Penelitian:
dismenore di Keperawatan Fakultas
survey analitik cross
Program Studi Ilmu Kedokteran Universitas Sam
sectional
Keperawatan Ratulangi.
3. Sampel: mahasiswa
Fakultas Kedokteran
semester V, 51 orang
Universitas Sam 4. Analisa data: uji chi-
Ratulangi square
Anisah Regulasi emosi 1. Lokasi: yayasan Hasil dari penelitian
Zaqiyatuddinni remaja putri tunanetra kesejahteraan menunjukkan bahwa informan
(2015) ketika mengalami tunanetra islam, mampu meregulasi emosinya
menstruasi Yogyakarta ketika menstruasi. Adapun
2. Sampel: 2 informan
usaha yang dilakukan
dengan karakteristik
informan untuk menstabilkan
remaja putri
emosi adalah dengan berusaha
tunanetra bawaan dan
untuk berpikir positif pada
non-bawaan yang
suatu kejadian yang sedang di
sudah mengalami
alami.
menstruasi dan
menetap di asrama

2.3 Kerangka Berpikir

Remaja

Perkembangan & seksualitas remaja

Menstruasi

prostaglandin
Kontraksi

Nyeri haid (Disminore)

Nosiseptor mengirim sinyal ke formatio


reticularis dan thalamus

Pusat kesadaran dan afek

Area limbic

Individu sadar

Merangsang pusat emosi

Emosi meningkat

Perlu regulasi emosi

Emosi Menurun Dismenore berkurang

2.4 Kerangka Konsep

Regulasi emosi Disminore

Keterangan :
: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan

2.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dan kerangka konsep yang telah di
paparkan di atas, maka penelitian ini ada hubungan antara regulasi emosi
dengan dismenore pada remaja.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi penelitian dan Waktu penelitian


Lokasi yang akan di lakukan penelitian di semua SMA yang ada di Kota
Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Penelitian akan di lakukan pada bulan Maret
2019, sedangkan waktu dilakukannya penelitian menyesuaikan dengan jam
istirahat siswi SMA.
3.2 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu metode survey analitik dan desain
penelitian menggunakan pendekatan Cross sectional. Penelitian survey analitik
adalah penelitian yang diarahkan mencari hubungan antara variable dependen
yaitu regulasi emosi dengan variable independen yaitu disminore
Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan
secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis
data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 14).
Desain penelitian cross sectional diartikan sebagaisuatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan
cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach) (Notoatmodjo, 2012).
3.3 Variabel Penelitian
Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel
utama daam penelitian dan penentuan fungsinya masing-masing (Azwar, 2012:
61). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Variabel dependen (Y) : nyeri haid (dismenore)
Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
2. Variabel independen (X) : regulasi emosi
Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat).

3.4 Defenisi Operasional


Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Regulasi Regulasi emosi Kuisioner dengan Baik = 5-10 Skala
Emosi adalah pengontrolan 10 pertanyaan Kurang = 0-4 Ordinal
emosi dari remaja positif. Pilihan
yang sedang jawaban dan nlai
meningkat karena yang diberikan:
dismenore yang di Ya = 1
alaminya agar emosi Tidak = 0
remaja dapat di
kendalikan. Untuk mengukur
hasilnya
menggunakan skala
Guttman
Dismenore Dismenore adalah Kuisioner dengan Ringan = 10-16 Skala
nyeri yang di rasakan 10 pertanyaan Sedang = 17-23 Ordinal
remaja saat dia positif. Pilihan Berat = 24-30
sedang menstruasi. jawaban dan nilai
yang akan di
berikan:
Ringan = 1
Sedang = 2
Berat = 3
Untuk mengukur
hasilnya
menggunakan skala
Likert.

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)
yang memenuhi criteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2015: 169).
Populasi yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 300 remaja di SMA
se-kota Gorontalo yang berada di kelas XI.
3.5.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui smpling. Sementara
sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat
mewakili populaasi yang ada (Nursalam, 2015: 171). Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 171 responden yang di peroleh menggunakan rumus
slovin.
N
n=
1+ N ( d)2
300
n=
1+300(0.05)2
n=171

3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel


Penelitian ini menggunakan simple random sampling, dimana
merupakan teknik pengambilan sample dari anggota populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan starata yang ada dalam
populasi tersebut (Sugiyono,2001: 57).

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data di rancang oleh peneliti dan mengacu pada
kerangka konsep yang telah dibuat.
3.6.1 Jenis data
Berdasarkan sumber datanya, maka data yang dikumpulkan
menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari subjek penelitian, dalam hal ini peneliti memperoleh data
atau informasi langsung dalam bentuk kuisioner meliputi data tentang
hubungan regulasi emosi dengan disminore.
3.6.2 Alat penelitian
Pada penelitian ini digunakan beberapa alat yakni:
1) Lembar kuisioner
Lembar kuisioner dalam penelitian ini berisi 10 pertanyaan
positif tentang regulasi emosi dengan 2 pilihan jawaban
menggunakan skala Guttman. Sedangkan lembar kuisioner untuk
dismenore berisi 10 pertanyaan positif dengan 3 pilihan pertanyaan
menggunakan skala Likert.
2) Alat tulis menulis
Alat tulis menulis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
bolpoin dari siswa yang bersangkutan.

3.7 Teknik Analisa Data


3.7.1 analisa univariat
Untuk mengetahui dan memperlihatkan distribusi dan frekuensi serta
presentase dari tiap variable yang di teliti.

3.7.2 analisa bivariat


Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen yang di teliti menggunakan uji statistic chi-square.
3.8 Hipotesis Statistik
H0: tidak ada hubungan regulasi emosi dengan dismenore pada remaja
H1: ada hubungan regulasi emosi dengan dismenore pada remaja
3.9 Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin
kepada pihak sekolah terkait untuk mendapatkan persetujuan, kemudian lembar
observasi diberikan kepada subjek yang diteliti dengan menekankan pada
masalah etika yang meliputi:
3.9.1 Informed Consen
Lembar persetujuan diberikan pada subjek, tujuannya adalah subjek
mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang di teliti
selama pengumpulan data. Subjek yang bersedia di teliti menandatangani
lembar persetujuan dan peneliti tidak memaksa serta tetap menghormati
haknya.
3.9.2 Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak
mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data (kuisioner)
yang diisi oleh subjek. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
3.9.3 Confidentiality
Kerahasiaan informasi subjek yang di jadikan sampel dalam
penelitian di jamin oleh peneliti dan hanya informasi tertentu saja yang di
tampilkan.

Anda mungkin juga menyukai