PENDAHULUAN
Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks pada saat
komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran informasi
diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran.
Metodenya antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis,
menari, bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya
penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi
juga gerakan tubuh atau gesture (non-verbal), adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan
dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu:
mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat
digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi,
pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna
(menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi
merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan,
baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau
hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang
menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai.
Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan.
Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam komunikasi
yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim pesan)
menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan (penerima
pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu,
komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah
suatu komunikasi yang lebih lanjut.
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat,
karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan
data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien
untuk mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman,
menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga
disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam
mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi
pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan
kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses
keperawatan.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan
antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan
bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli
terhadap pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah
berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan
merugikan orang lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang
perawat dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni
komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan
dalam Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan
yakni komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi
antara dua orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
A. Pengertian
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien.
Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa
komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam
hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa
hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku,
perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.
A. Fungsi
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah
komunikasi yang berjenjang. Masing-masing jenjang komunikasi tersebut memiliki fungsi
sebagai berikut:
1. Komunikasi Intrapersonal
Digunakan untuk berpikir, belajar, merenung, meningkatkan motivasi, introspeksi diri.
2. Komunikasi Interpersonal
Digunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal, menggali data atau masalah,
menawarkan gagasan, memberi dan menerima informasi.
3. Komunikasi Publik
Mempengaruhi orang banyak, menyampaikan informasi, menyampaikan perintah atau
larangan umum (publik).
B. Tujuan
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih
positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang
menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya,
ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri,
penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain.
Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat
meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000).
Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan
mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area
untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan
koping.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang
merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan
individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya
diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat
dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
D. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi mempunyai lima komponen,
demikian pula dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya sebuah komunikasi terapeutik
antara perawat dan klien dimulai dari penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan baik secara verbal maupun non verbal, dengan menggunakan media atau tidak.
Pesan yang diterima oleh komunikan kemudian akan diproses oleh komunikan, proses ini
disebut dengan decoding. Setelah komunikan memahami pesan yang diterimanya, ia pun
melakukan proses encoding (transformasi informasi menjadi sebuah bentuk pesan yang dapat
disampaikan kepada orang lain) dalam dirinya untuk menyampaikan umpan balik (feedback)
terhadap pesan yang diterimanya. Demikian proses ini akan terus berulang sampai pada
akhirnya tujuan dari komunikasi yang dilakukan tercapai oleh keduanya.
apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi,
membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi
nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap
hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan
ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau
ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat
membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya
(Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat
dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut
berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis
dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang
sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat
harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata
dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan
dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada
kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring
sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan
interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang
diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien,
apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi
juga bagi dirinya sendiri.
REFERENSI
Hilton. A.P.(2004).Fundamental Nursing Skills. USA: Whurr Publisher Ltd
Kozier,et.al.(2004). Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh
edition. United States: Pearson Prentice Hall
Potter, P.A & Perry, A.G.(1993). Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice.
Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Sears.M.(2004). Using Therapeutic Communication to Connect with Patients.
http://www.NonviolentCommunication.com
Stuart, G.W & Sundeen S.J.(1995). Pocket guide to Psychiatric Nursing. Third edition.
Berikut adalah daftar ICD-10 untuk kode klasifikasi, untuk versi tahun 2007 didapat
tersambung pada [3]
Bab
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
Blok
Judul
A00-B99 Penyakit Infeksi dan parasit
C00-D48 Neoplasma
D50-D89 Penyakit darah dan organ pembentuk darah termasuk ganguan sistem imun
E00-E90 Endokrin, nutrisi dan ganguan metabolik
F00-F99 Ganguan jiwa dan prilaku
G00-G99 Penyakit yg mengenai sistem syaraf
H00-H59 Penyakit mata dan adnexa
H60-H95 Penyakit telinga dan mastoid
I00-I99 Penyakit pada sistem sirkulasi
J00-J99 Penyakit pada sistem pernapasan
K00-K93 Penyakit pada sistem pencernaan
L00-L99 Penyakit pada kulit dan jaringan subcutaneous
M00XIII
Penyakit pada sistem musculoskletal
M99
XIV N00-N99 Penyakit pada sistem saluran kemih dan genital
XV O00-O99 Kehamilan dan kelahiran
XVI P00-P96 Keadaan yg berasal dari periode perinatal
XVII Q00-Q99 Malformasi kongenital, deformasi dan kelainan chromosom
Gejala, tanda, kelainan klinik dan kelainan lab yg tidak ditemukan pada
XVIII R00-R99
klasifikasi lain
XIX S00-T98 Keracunan, cedera dan beberapa penyebab yg dari luar
XX V01-Y98 Penyebab morbiditas dan kematian eksternal
XXI Z00-Z99 Faktor faktor yg memengaruhi status kesehatan dan hubungannya dengan
jasa kesehatan
XXII U00-U99 Kode kegunaan khusus