Anda di halaman 1dari 6

Laporan Kasus Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

F.1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat


Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pencegahan Seks Bebas
pada Remaja di SMK Muhammadiyah Kalitidu

Oleh :
dr. Veryne Ayu Permata M.

Pembimbing :
dr. Wahyu Widarti

Pusat Kesehatan Masyarakat Kalitidu


Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2017
A. Latar Belakang
Remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa dalam peralihan
atau di atas jembatan goyang, yang menghubungkan masa kanak- kanak yang
penuh kebergantungan dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri
(Daradjat, 2005: 85). Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan berbagai perubahan baik fisik,
psikis, maupun sosial. Berbagai perubahan tersebut dapat menimbulkan
persoalan-persoalan yang kemungkinan dapat mengganggu perkembangan remaja
selanjutnya. Diantara persoalan tersebut yang dihadapi remaja adalah masalah
kesehatan reproduksi.

Menurut survei yang diselenggarakan oleh NBC News dan majalah People,
terdapat 27% dari remaja yang berumur antara 13 sampai 16 tahun telah terlibat
dalam aktivitas intim atau seksual, 8% telah memiliki hubungan seksual. Survei
yang dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat tahun 2011,
mempunyai angka kehamilan remaja yang masih tinggi yaitu remaja hamil usia
15-19 tahun sebesar 95/1000 (Sarwono, 2011). Indonesia menduduki rangking ke-
12 di dunia dalam hal seks bebas setelah Yunani, Brazil, Russia, China, Polandia,
Italia, Malaysia, Spanyol, Switzerland, Mexico, Jepang, dan Belanda (Durex,
2008). Di Indonesia pada tahun 1970-1980, sekitar 5% remaja melakukan seks
bebas diluar nikah, di tahun 1990, naik menjadi 20-25%, dan tahun 2010 nyaris
50% menunjukkan adanya penurunan batas usia hubungan seks pertama kali.
Sebanyak 18% fenomena ini terjadi pada seluruh wilayah yang ada di Indonesia.
Dan remaja melakukuan hubungan seks pertama di usia 18 tahun dan usia
termuda usia 13 tahun (Boyke, 2012). Total kasus HIV/AIDS di Indonesia yang
dilaporkan pada 1 Januari-30 Juni 2012 tercatat sebanyak 9.883 kasus HIV dan
2.224 kasus AIDS, dengan 45 persen di antaranya diidap oleh kaum muda
(Purwanti, 2013)

Di Jawa Timur perilaku seksual pranikah pada remaja usia 15 hingga 24


tahun terus meningkat setiap tahun, menurut (SDKI, 2012) dibandingkan dengan
SDKI tahun 2002 dan 2007, terjadi peningkatan hubungan seks pranikah remaja
usia 15-24 tahun. Survei yang menggunakan data sekunder SDKI 2012 tentang
Kesehatan Reproduksi Remaja ini dilakukan terhadap remaja perempuan dan laki-
laki yang belum menikah. Hasilnya, 8,3 persen remaja laki-laki dan 1 persen
remaja perempuan melakukan hubungan seks pranikah. Hubungan seksual
terbanyak dilakukan pada remaja usia 15-19 tahun sebesar 2,7% (Agustin, 2014).

Pencegahan seksual pada remaja dengan memberikan pendidikan seks dini


oleh orang tua dan meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi
mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang diberikan
sedini mungkin, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai
kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan,
kejiwaan dan kemasyarakatan (Sarwono, 2004). Bagi remaja dengan
memperdalam keimanan, mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat,
berteman yang shalih, menjauhi dan menghindari media massa yang buruk, dan
berpuasa (Pratiwi, 2004). Bagi petugas kesehatan dengan memberikan promosi
kesehatan dengan materi pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik,
mental, proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual
pada remaja, dan Memberikan pengetahuan tentang kesalahan, penyimpangan
seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat
mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya (Maghfirah, 2012).
Dari fenomena-fenomena diatas membuat penulis tertarik untuk meneliti
permasalahan tersebut dengan judul “Penyuluhan Remaja Tentang Kesehatan
Reproduksi dan Pencegahan Seks Bebas Di SMK Muhamadiyah Kalitidu”

B. Permasalahan di Masyarakat
Rendahnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan akibat
pergaulan bebas meliputi gejala, faktor risiko serta komplikasi akibat seks dini.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Dari permasalahan di atas maka penulis merencanakan untuk melakukan
suatu intervensi berupa penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja dan
penyakit akibat seks bebas di SMK Muhammadiyah Kalitidu yang menyasar pada
anak kelas 8 dan 9. Tujuan penyuluhan ini adalah untuk menambah pengetahuan
remaja mengenai kesehatan reproduksi dan akibat seks bebas meliputi gejala,
faktor risiko serta komplikasi penyakit kelamin. Prioritas masalah yang akan
dibahas adalah pengertian kesehatan reproduksi remaja, alat reproduksi,
kehamilan dan infeksi saluran reproduksi akibat seks bebas meliputi gejala yang
timbul dan upaya pencegahannya berupa menghindari seks sebelum menikah.

D. Pelaksanaan
Proses intervensi dilakukan pada hari Rabu, 19 Juli 2017. Intervensi yang
dilakukan adalah memberikan penyuluhan kepada remaja sekolah berupa anak
kelas 10 di SMK Muhammadiyah Kalitidu. Penyuluhan dihadiri oleh 60 orang.
Pemaparan materi berlangsung selama 40 menit. Materi penyuluhan yang
diberikan melingkupi definisi kesehatan reproduksi remaja, alat reproduksi
remaja, gejala awal kehamilan, bahayanya keguguran, dan infeksi kelamin akibat
seks bebas. Setelah pemaparan materi dilakukan sesi tanya jawab yang
berlangsung sekitar 20 menit. Karena para peserta tidak menanyakan sesuatu
maka pembicara bertanya mengenai gejala penyakit kelamin dan upaya
pencegahan apa yang dapat dilakukan agar tidak terjadi penyakit kelamin, peserta
dapat menjawab dengan baik. Peserta juga ditanya mengenai pentingnya untuk
menghindari berhubungan seks dini mengingat masih usia sekolah dan rawan
terkena infeksi.

E. Monitoring dan Evaluasi


Evaluasi pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan penyakit kelamin
dilakukan oleh penulis sejak awal penyuluhan dimulai dengan melempar
pertanyaan kepada audience dengan hasil evaluasi awal bahwa kebanyakan
audience belum mengerti secara detail mengenai kesehatan reproduksi dan
penyakit kelamin. Selanjutnya juga dilakukan evaluasi di akhir dengan cara
membuka sesi tanya jawab dimana penulis mendapatkan respon yang baik yaitu
audience aktif menjawab pertanyaan yang diajukan pembicara.

F. Kesimpulan
Kasus penyakit kelamin terutama HIV ternyata seperti fenomena gunung es.
Meskipun data yang tercatat di puskesmas tentang prevalensi HIV yaitu sekitar
500 penderita, namun orang-orang yang berhubungan dengan 500 orang tersebut
tidak terdata dengan baik dengan alasan malu melapor dan takut akan pengobatan.
Rendahnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan penyakit
kelamin dapat menjadi salah satu faktor penyebab hal tersebut. Dengan
diberikannya penyuluhan tentang penyakit kelamin dan kesehatan reproduksi
diharapkan pada peserta yang belum berhubungan seksual dapat menghindarinya
sebelum pernikahan dan yang sudah pernah melakukan berhubungan seksual
dapat secara aktif ke puskesmas untuk memeriksakan laboratorium ataupun VCT.

Kalitidu, 19 Juli 2017


Dokter Internsip Dokter Pendamping

dr. Veryne Ayu P.M. dr. Wahyu Widarti

Komentar/Umpan Balik

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai