Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“ PRESEPSI REMAJA TERHADAP HUBUNGAN SEKS BEBAS PADA


MAHASISWA BARU“

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Sweety Mandey (2020029) Gideon Kereh (20200


Valentina Ramoh (2020030) Agatha Konarop (2020035)
Vira Tumewan (2020031) Angelica Palit (2020036)
Virginia Rumondor (2020032) Aurelia Mamahit (2020037)
Yeriko Sedeng (2020033) Brayen Palit (2020038)
Yulieta Mamuaja (2020034)

Dosen pengampu :

Vina P. Patandung,Ners.,M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG MARIA TOMOHON

2022
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi seks


bebas pada remaja di lingkungan sekolah,linkungan kampus atau di lingkungan
masyarakat dan tempat tinggal.Guna, dan untuk mengetahui bentuk-bentuk seks
bebas yang dilakukan oleh remaja.Dalam penelitian ini menggunakan teknik
snowball sampling atau dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada
orang yang telah diwawancarai atau dihubungi sebelumnya,dan juga
menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan informan dilakukan
kepada para informan kunci. Informan adalah orang yang dianggap mengetahui
permasalahan yang akan dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang
dibutuhkan. 2) Data sekunder dalam penelitian ini menggunakan: a) Dokumentasi,
b) Kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu: 1) Wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data mempunyai
fungsi sangat banyak antara lain sebagai pengumpul data keterangan, menguji
kebenaran informasi meminta pendapat dari berbagai pihak yang dipakai sebagai
sumber informasi. 2) Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan
cara mencatat arsip-arsip, surat-surat, pendapat dan dokumen lain yang
mendukung. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa perilaku seks bebas sudah menjadi fenomena di kalangan
remaja, tidak terkecuali pada remaja di lingkungan kampus Stikes Gunung Maria
Tomohon terutama untuk mahasiswa baru.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak
menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan,
baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik,
diaman tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa
yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja
juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang
dewasa yang termasuk dalam kelompok ini adalah anak berusia 13-25. Sedangkan
menurut world Health organization (WHO), remaja merupakan individu yang
sedang mengalami peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai pematangan
seksual, mengalami perubahan seksual, mangalami perubahan jiwa, dari jiwa
anak-anak menjadi dewasa, keadaan dari ketergantungan menjadi relative
mandiri. Dalam masa peralihan menuju kedewasaan remaja sering memperoleh
masalah seksual remaja yang tentuakan memberikan dampak terhadap kehidupan
mereka.

Perilaku seks bebas remaja saat ini sudah cukup parah. Peranan agama dan
keluarga sangat penting mengantisipasi perilaku remaja,BKKBN (2009)
mengumumkan hasil survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga survei yang
mengambil sampel di 33 propinsi di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 63%
remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan sex. Remaja Indonesia
masih minim mendapatkan pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan
reproduksi, karena untuk penyampaian informasi mengenai hal itu masih
dianggap tabu. Selain itu, lebih dari 80% remaja merasa lebih nyaman
membicarakan masalah seksual dengan teman. Sehingga tidak menutup
kemungkinan informasi yang mereka terima masih belum jelas. Kehidupan seks
bebas atau pra-nikah kini bukan lagi dianggap sebagai hal yang baru di beberapa
kota besar di Indonesia. Kepala dinas dan olahraga Mecky M Onibala meminta
kepada generasi muda yang ada di sulawesi utara agar menjauhi sex bebas.Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh sejumlah dokter di jakarta menunjukkan bahwa 10
– 12 % remaja di jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Dalam kaitan
dengan hubungan seksual, misalnya, ada remaja yang berpendapat kalau hanya
sekali bersetubuh, tidak bakal terjadi kehamilan. Atau meloncat-loncat atau mandi
sampai bersih segera setelah melakukan hubungan seksual biasa mencegah
kehamilan.

Beberapa akibat yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya


penguguran kandungan dengan berbagai resikonya, perceraian pasangan keluarga
muda, atau terjangkitnya penyakit menular seksual, termasuk HIV yang kini
sudah menjangkit ditubuh ratusan orang di Indonesia

B. RUMUSAN MASALAH

Perumusan MasalahBerdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas


dapat diasumsikan rendahnya tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada
remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pengetahuan dan
pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja sehingga dapat dirumuskan
sebagai berikut: “Apa Pengaruh Penyuluhan Tentang Kesehatan Reproduksi
Terhadap Sikap Seks Pranikah Pada Remaja.

1. Apa yang dimaksud dengan Sex Bebas

2. Apa yang di maksud dengan Healthy literacy

3. Edukasi apa saja yang di berikan

4. Mengetahui Model precede-proceed

5. Apa itu Healthy coaching

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang seks bebas
di Stikes Gunung Maria Tomohon
2. Tujuan Khusus
a. Bagaimana pengetahuan remaja tentang pengertian seks bebas

b. Bagaimana pengetahuan remaja tentang bentuk-bentuk seks bebas

c. Bagaimana pengetahuan remaja tentang faktor yang mempengaruhi keinginan


seksual remaja

d. Bagaimana pengetahuan remaja tentang dampak perilaku seksual pranikah


pengertian seks bebas

e. Bagaimana pengetahuan remaja tentang cara untuk menghindari perilaku seks


bebas.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat Penelitian

1. Bagi Remaja

Hasil penelitian ini untuk meningkatkan pengetahuan remaja untuk lebih


mengenal bahaya dari seks bebas,terutama pada kesehatan reproduksi.

2. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini sebagai tambahan pembelajartan bagi tenaga kesehatan
terutama perawat agar lebih meningkatkan perhatian dalam memberikan informasi
atau penyuluhan atau penkes tentang kesehatan reproduksi terutama pada remaja.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan


pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam menyusun makalah ini. Hasil
penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan masukan, bahan referensi atau
sumber data untuk penelitian sejenis selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan literatue

1. Sex Bebas

Dalam kehidupan sehari-hari, kata seks secara harfiah berarti jenis


kelamin. Pengertian seks kerap hanya mengacu pada aktivitas biologis
yang berhubungan dengan alat kelamin (genitalia), meski sebenarnya
seks sebagai keadaan anatomi dan biologis, sebenarnya hanyalah
pengertian sempit dari yang dimaksud dengan seksualitas. Seksualitas
yakni keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian, dan sikap
seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta orientasi seksualnya
(Gunawan dalam Soekatno, 2008).
Berbicara tentang perilaku seks bebas tidak pernah terlepas dari berbagai
faktor yang melatarbelakangi dan akibat negatif yang ditimbulkannya.
Perilaku seks bebas merupakan sebuah kritik sosial yang sangat
mencemaskan orang tua, pendidik, ulama, tokoh masyarakat serta aparat
pemerintah. Menurut Kartono (2008), pada umumnya perilaku seks bebas
yang terjadi berdasarkan kepada dorongan seksual yang sangat kuat serta
tidak sanggup mengontrol dorongan seksual. Selanjutnya perilaku seks
bebas atau free sex dipandang sebagai salah satu perilaku seksual yang
tidak bermoral dan sangat bertentangan dengan nilainilai agama dan adat
istiadat. Disamping itu, para penganut perilaku seks bebas kurang
memiliki kontrol diri sehingga tidak bisa mengendalikan dorongan
seksualnya secara wajar. Dengan demikian perilaku seks bebas
kemungkinan dapat menyebabkan dan menumbuhkan sikap yang tidak
bertanggung jawab tanpa kedewasaan dan peradaban.
2. Healthy literacy
Remaja sangat rentan dengan masalah kesehatan reproduksi seperti
kehamilan tidak dinginkan, aborsi, penyakit menular seksual, menjaga
kebersihan organ reproduksi. Diperkirakan pada tahun 2030-2035
Indonesia akan mengalami bonus demografi, remaja saat ini akan
memasuki usia produktif dalam jumlah yang lebih banyak dari usia non
produktif. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya dan pendekatan
untuk meningkatkan literasi kesehatan reproduksi remaja. literasi
kesehatan adalah kemampuan pengetahuan, motivasi untuk mengakses,
memahami, menilai dan menerapkan informasi kesehatan berdasarkan
dimensi perawatan kesehatan, pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
dalam kehidupan sehari-hari.
Remaja yang memiliki tingkat literasi rendah memiliki perilaku
berisiko lebih buruk dibandingkan yang tingkat literasinya tinggi.
Beberapa faktor
Yang signifikan mempengaruhi tingkat literasi kesehatan
reproduksi adalah motivasi, Dukungan Orang tua , peran sekolah.
Sementara variabel yang idak berpengaruh pada usia, jenis kelamin, uang
saku, pengetahuan, pengalaman pelatihan, dukungan teman sebaya,
pelayanan kesehatan, paparan media, budaya dan bahasa. Kesimpulan
tingkat literasi kesehatan reproduksi merupakan faktor penentu perilaku
seksual berisiko remaja. Remaja yang memiliki tingkat literasi kesehatan
yang rendah memiliki perilaku pranikah yang tinggi dibandingkan dengan
tingkat literasi kesehatannya.

3. Edukasi
Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas
manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan
kemasyarakatan. Pendidikan Seks adalah suatu pengetahuan yang kita
ajarkan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis
kelamin. Ini mencakup mulai dari pertumbuhan jenis kelamin (Laki-laki
atau wanita). Bagaimana fungsi kelamin sebagai alat reproduksi.
Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-
laki. Tentang menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada
timbulnya birahi karena adanya perubahan pada hormon-hormon.
Termasuk nantinya masalah perkawinan, kehamilan dan sebagainya.
Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau
yang lebih trend-nya “sex education” sudah seharusnya diberikan kepada
anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui
pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya
pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di
kalangan remaja. Beberapa Hal Pentingnya Pendidikan Seks bagi Remaja
• Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja
• Memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah seksualitas
• Memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi seksualnya
• Memahami masalah-masalah seksualitas remaja
• Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah
Seksuali
Ada dua faktor mengapa sex education sangat penting bagi remaja. Faktor
pertamaadalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum
paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa
membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Sehingga dari
ketidak fahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab
dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya. Faktor kedua, dari
ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi
mereka, di lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya
sebatas komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang
bersifat pornografi, antara lain, VCD, majalah, internet, bahkan
tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti
itu. Dampak dari ketidakfahaman remaja tentang sex education ini,
banyak hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar
nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, penularan virus HIV dan
sebagainya.
4. Model precede-proceed
Model PRECEDE-PROCEED merupakan model promosi dan
pendidikan Kesehatan yang dikemukakan pertama kali oleh Green dan
Kreuter pada tahun 1991. Green mengembangkan PRECEDE pada tahun
1974 dan kemudian Green dan Kreuter menambahkan PROCEED pada
tahun 1991. Model ini memberikan suatu format untuk mengidentifikasi
faktor - faktor yang berhubungan dengan masalah kesehatan, perilaku,
serta pelaksanaan program. Penerapan model PRECEDE-PROCEED
terbagi menjadi dua tahap, yaitu PRECEDE dan PROCEED. PRECEDE
(Predisposing Reinforcing and Enabling Constructs in Ecosystem
Diagnosis and Evaluation) merupakan tahap yang dilakukan untuk
mendiagnosis masalah, penetapan prioritas, dan tujuan program. Setelah
itu, baru dilakukan tahapan PROCEED (Political Regulatory and
Organizational Constructs that influence Education and Environmental
Development) sebagai tahapan untuk menentukan tujuan dan kriteria
kebijakan, pelaksanaan program, serta evaluasi. PRECEDE merupakan
akronim dari Predisposing, Reinforcing, and Enabling Constructs in
Educational/Environmental Diagnosis and Evaluation. PRECEDE
merupakan proses yang mempersiapkan atau pada suatu intervensi.
PROCEED merupakan akronim dari Kebijakan, Regulasi, dan Bina
Organisasi dalam Pembangunan Pendidikan dan Lingkungan, yang
mendeskripsikan penerapan intervensi. PRECEDE memiliki tiga kategori
berupa Predisposing, Enabling, dan Reinforcing yang dapat digunakan
untuk menggolongkan berbagai perilaku yang berkaitan dengan kesehatan
menjadi beberapa segmen. Hal ini dilakukan untuk menyusun suatu
program.
Faktor predisposisi merupakan faktor yang menjelaskan alasan
atau motivasi dari suatu perilaku. Hal-hal yang berkaitan dengan faktor
ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai dan budaya, adat
istiadat, serta keterampilan yang sudah ada dalam diri individu. Faktor
pemungkin merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan
pribadi serta sumber daya yang tersedia dalam terbentuknya suatu
perilaku. Hal-hal yang tercakup dalam faktor ini adalah hal-hal yang
memungkinkan terjadinya suatu tindakan. Tidak adanya faktor ini akan
terjadinya suatu tindakan. Faktor penguat merupakan faktor yang
mendorong bertahannya perilaku kesehatan saat telah terbentuk nantinya.
Contoh dari faktor yang memperkuat ini adalah tindakan memuji, selalu,
meredakan gejala, serta memberikan dukungan sosial.
Tahapan PRECEDE/PROCEED, yang pertama PRECEDE terdiri
dari 5 Tahap yaitu : Tahap 1. Diagnosis sosial, Tahap 2. Diagnosis
epidemiologi, Tahap 3. Diagnosis perilaku dan lingkungan, Tahap 4.
Diagnosis pendidikan dan organisasi, Tahap 5. Diagnosis administrasi
dan kebijakan. yang kedua PROCEED terdiri dari 4 Tahap yaitu :
Tahap 6. Implementasi Tahap, 7. Proses Evaluasi Tahap, 8. Evaluasi
dampak Tahap, 9. Evaluasi hasil. (Green, L., Kreuter, M. (2005).
Pada Tahap 1. Diagnosis sosial, dilakukan keinginan dan
komunitas kebutuhan untuk meningkatkan kualitas hidup. Pada Tahap 2.
Diagnosis epidemiologi, dilakukan masalah kesehatan yang paling
mempengaruhi hasil yang diharapkan. Dalam dua tahap ini, ditetapkan
tujuan dari intervensi. Pada Tahap 3. Diagnosis perilaku dan
lingkungan, dilakukan perilaku dan atau faktor lingkungan yang harus
diubah terkait dengan masalah yang diidentifikasi pada Tahap 2. Dan
menentukan faktor yang paling mungkin dapat diubah. Pada Tahap 4.
Diagnosis pendidikan dan organisasi, dilakukan mengetahui faktor
predisposisi, memungkinkan dan memperkuat yang bertindak sebagai
penyokong atau hambatan untuk mengubah perilaku dan faktor
lingkungan yang diidentifikasi pada Tahap 3. Pada Tahap 5. Diagnosis
administrasi dan kebijakan dilakukan (penyesuaian jika perlu) masalah
administrasi internal dan masalah kebijakan internal dan eksternal yang
dapat mempengaruhi keberhasilan intervensi. Administrasi dan kebijakan
antara lain terkait dengan sumber daya dan sumber daya lain untuk
intervensi. Pada Tahap 6. Pelaksanaan, dilakukan intervensi. Pada Tahap
7. Evaluasi proses, evaluasi proses intervensi – yaitu, menentukan apakah
berjalan sesuai rencana, dan dilakukan penyesuaian. Pada Tahap 8.
Evaluasi dampak, evaluasi dilakukan evaluasi apakah intervensi
memberikan dampak yang diharapkan pada perilaku dan lingkungan yang
menjadi sasaran, dan dilakukan penyesuaian. Dan yang terakhir Tahap 9.
Evaluasi hasil

5. Healthy coaching
Definisi bimbingan berarti pemberian bantuan kepada seseorang
atau kepada sekelompok orang di dalam membuat pilihan-pilihan secara
bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntunan-
tuntunan hidup. Bantuan itu bersifat ”psikis” (kejiwaan), bukan
”pertolongan” finansial, medis dan sebagainya. Dengan adanya bantuan
ini seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya
sekarang dan menjadi lebih mampu untuk menghadapi masalah yang akan
dihadapinya kelak kemudian.

Bimbingan merupakan pertolongan yang diberikan seseorang kepada


orang lain dalam membuat pilihan, mengadakan penyesuaian, dan dalam
memecahkan masalah.Istilah konseling dapat dipahami sebagai bagian
dari bimbingan baik sebagai pelayanan maupun sebagai teknik. Konseling
merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih
berkenaan dengan masalah individu secara pribadi yang dilakukan secara
individual antara klien dan konselor. Dalam kamus konseling dan terapi,
konseling diartikan sebagai suatu hubungan profesional yang dilakukan
oleh konselor untumemperjelas pandangannya untuk dipakai sepanjang
hidup sehingga klien pada tiap kesempatan dapat menentukan pilihan yang
berguna, konseling merupakan suatu proses belajar membelajarkan pada
kedua pihak klien dan konselor. Konseling juga diartikan sebagai upaya
bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan
berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar
individu tersebut mampu mengatasi masalahnya dan mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.
Tujuan adanya bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya
seoptimal mungkin.
b. Mampu memilih memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara
bijaksana baik dalam bidang pendidikan pekerjaan dan sosial pribadi.
c. Mampu mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun
lingkungan kerja.
d. Memahami dan mengarahkan diri dalam bersikap dan bertindak sesuai
keadaan lingkungannya.
e. Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif,
menyelesaikan segala sesuatu dengan bijaksana.

Adapun fungsi dari bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:


a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu
sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
b. Fungsi Penyaluran, yaitu membantu peserta didik dalam memilih
jurusan sekolah, jenis sekolah dan lapangan pekerjaan yang sesuai
dengan minat, bakat dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Kegiatan fungsi
penyaluran ini meliputi ketentuan untuk memantapkan kegiatan
belajar.
c. Fungsi Adaptasi, yaitu membantu petugas sekolah khususnya guru
untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap minat,
kemampuan dan kebutuhan para peserta didik.
d. Fungsi Penyesuaian, yaitu membantu peserta didik untuk memperoleh
penyesuaian pribadi dan memperoleh kemajuan dalam
perkembangannya secara optimal. Fungsi ini dilaksanakan dalam
rangka mengidentifikasi, memahami dan memecahkan masalah.
e. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan yaitu akan menghasilkan
terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif
peserta didik dalam perkembangan secara berkelanjutan.

B. Kerangka teori

- Pengrtahuan
Faktor Pendukung
- Meningkatnya
(Predisposing Factors) : libido seksual
- Pengetahuan - Media
informasi
- Sikap Masyarakat
- Norma agama
terhadap kesehatan - Orangtua
- Pendapatan - Teman sebaya
- Pekerjaan - Sosial ekonomi

Faktor Pemungkin

(Enabling Factors)

- Ketersediaan sarana Perilaku seksual remaja


dan prasarana
- Pola Tinggal
- Tarif atau biaya akses

Faktor Penguat HIV/IMS

(Reinforcing Factors)

- Siikap petugas
kesehatan
- Pola asuh orangtua
- Kehiduoan beragama
yang lemah
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu rrealitas agar dapat di
komunikasikan dan membentuk suatu teori yangmenjelaskan keterkaitan dengan
variabel (baik variabel yang di teliti maupun yang tidak di teliti) (Nur salam
2017). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Islamic Sesuai Edukasi
sedangkan variabel dependennya perilaku seksual remaja.

Dari gambaran kerangka konsep di atas dapat di ketahui banyak faktor


yang dijadikan predisposisi penyimpangan seksual, pertama adalah faktor
biologis kondisi medis sesorang dan obat-obatan yang mempengaruhi hasrat
seksual seseorang dapat berpengaruh untuk terjadinya penyimpangan seksual,
kedua adalah faktor psikososial penyimpangan hasrat seksual dapat
berhubungan dengan sejumlah konflik perkembangan awal yang telah
membiarkan individu dengan hubungan bawah sadarantara implus seksual dan
perasaan malu (bersalah) dengan berlebihan, selanjutnya adalah faktor perilaku,
prespektif ini memandang perilaku seksual sebagai suatu respon yang dapat di
ukur dengan komponen fisiologis maupun psikologis terhadap stimulis yang di
pelajari atau kejadian yang mendukung, dan yang terakhir adalah faktor
psikoanalitik perkembangan seksualitas secara spesifik berhubungan dengan
perkembangan hubung objek selama perkembangan fase psikoseksual dan
perkembangan fase lainnya, fase tersebut adalah fase yang harus di lalui oleh tiap
individu ( Andarmoyo, 2012). Seperti yang di jelaskan sebelumnya terdapat fase-
fase yang berpengaruh terhadap perilaku seksual seseorang, fase tersebut terbagi
menjadi lima fase/periode, periode yang pertama adalah infant(0-1 tahun), kedua
adalah periode toilet (1-3 tahun, periode yang ketiga adalah preschool (3-6 tahun),
periode selanjutnya adalah school (6-12 tahun), dan yang terakhir adalah
periode remaja (Putra, 2014).

B. Variabel Penelitian
Perkembangan pada remaja sesuai dengan beberapa fase mulai dari para
remaja, pada masa praremaja ini mereka sedah senang mencari tahu informasi
tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber
lainnya, remaja awal merupakan tahap awal/permulaan, remaja sudah mulai
tampak ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang,
remaja menengah pada masa ini remaja telah mengalami pematangan fisik,
remaja akhir. Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami perkembangan
fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Selain
karena faktor penyimpangan atau perilaku seksual yang negatif pada remaja,
faktor tersebut yaitu : perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual
remaja, penyaluran dorongan seksual yang tidak dapat segera di lakukan karena
adanya undang-undang usia perkawinan atau norma sosial, norma agama yang
berlaku, penyebaran konten pornografi, orang tua yang masih menta bukan
pembicaraan mengenai seks dengan anakny dan adanya kecenderungan yang
makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat (Sarnowo, 2010
dalam Dewi, 2012). Setelah semua periode di jalani remaja barulah terbentuk
perilaku seksual remaja, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di
dorong oleh hasrat seksual, baik dalam lawan jenis maupun maupun sesama
jenis (Dew, 2012). Saat ini ada banyak perilaku seksual yang dilakukan remaja,
perilaku seksual remaja dapat berpegangan tangan, ada yang saling berciuman,
dan remaja yang berpacaran tidak malu untuk saling merabah (petting) bagian
tubuh kekasihnyakekasihnya (BKKBN, 2010). Walaupun islam banyak
melarang perilaku seksual yang di lakukan remaja namun ada beberapa
perilaku yang di perbolehkan, seperti pacaran, melihat sekali wajah wanita yang
dinikahinya, pergi bersama dengan wanita yang akan dinikahinya dengan di
temani keluarganya. Selain perilaku tersebut terdapat perilaku seksual yang di
anggap menyimpang beberapa penyimpangan seksual yang di lakukan oleh
antaralain masturbasi atau onani menyalurkan seks dengan tangan ataupun
dapat dengan barang atau alat lain hingga dapat mencapai kepuasan seksual,
fethisisme kepuasan seksual dengan cara memakai pakaian atau perlengkapan
untuk wanita exhibisionisme perasaan senang dan puas dengan memperlihatkan
kemaluannya pada orang lain, veyeurisme kepuasan seksual dengan mengintip
lawan jenis baik ketika mandi ataupun sedang tidur, homoseksual penyuka
sesama jenis, prostitusi melakukan hubungan seksual gonta ganti dengan bukan
pasangan sahnya, perkosaan kepuasan seksual dengan melakukan hubungan
intim dengan lelaki/perempuan tanpa persetujuannya, pergaulan bebas, hidup
bersama, sadisme, makonisme, bestialty, pedophillia dan mikropilia (Chomaria,
2008 dalam Dewi 2012)
C. Definisi Operasional
Perilaku seksual remaja merupakan segala bentuk tingkah laku yang
didorong dengan hasrat seksual yang berupa bergandengan, berciuman, berkencan
hingga bersenggama, yang dilakukan oleh individu yang berada dalam masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perilaku seksual remaja
diukur menggunakan skala perilaku seksual remaja yang meliputi necking,
berciuman, memegang payudara, petting, saling meraba alat kelamin,
intercourse,oral seks. Peneliti tidak membuat ranking intensitas perilaku seksual.
Semakin tinggi nilai atau skor yang diperoleh oleh subjek dalam skala perilaku
seksual remaja, maka semakin sering perilaku seksual dilakukan oleh subjek.
Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai skor yang diperoleh oleh subjek,
maka semakin jarang perilaku seksual dilakukan oleh subjek.

D. Hipotesis Penelitian
Penelitian ini mengambil 3 faktor yang diduga menjadi penyebab sikap
remaja terhadap perilaku seksual yaitu pendidikan seks oleh orangtua, pola asuh
orangtua dan pendidikan agama dari orangtua. Melalui kajian teoritis tentang
sikap remaja terhadap perilaku seksual diajukan empat hipotesis untuk diuji
kebenarannya. Penelitian ini dilakukan dengan responden sebanyak ( 114 ) orang
yang diambil secara acak. Hasil pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: Tiga
hipotesis ditolak dan satu hipotesis diterima. Hipotesis yang ditolak adalah
hipotesis satu, dua., dan empat, sedangkan hipotesis yang diterima adalah
hipotesis ketiga.Dengan demikian terungkaplah hasil penelitian sebagai berikut:
 Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan seks dari
orangtua dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual.
 Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua
dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual.
 Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara pendidikan agama
dari orang tua dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual.
 Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan seks, pola
asuh, pendidikan agama dari orangtua dengan sikap remaja terhadap
perilaku seksual.

Untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang ini perlu memperhitungkan


variabel lain yang diduga barpengaruh antara lain, pengaruh media cetak dan
elektronik. Begitu Pula dalam menentukan sampel hendaknya dibedakan tempat
tinggal, perbedaan jenis kelamin serta usia. Selain itu pendidikan seks perlu
diberikan di sekolah. Bagi orangtua hendaknya menjaga hubungan dengan anak
remajanya agar tetap hangatdan mengontrol secara bijaksana.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penggumpulan data yang berperan
penting dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian.Dalam
penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau
kuisioner merupakan teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau
sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi
yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008: 66). Penelitian ini menggunakan
angket atau kuisioner, daftar pertanyaan dibuat secara berstruktur dengan bentuk
pertanyaan pilihan ganda dan essay. Metode ini digunakan untuk memperoleh
data tentang persepsi desain interior dari responden.

B. Tempat dan Waktu penelitian


Lokasi penelitian adalah tempat diadakan penelitian. Lokasi penelitia
berada di STIKES GUNUNG MARIA TPMOHON. Penelitian di adakan pada 12
September 2022.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu mahasiswa STIKES GUNUNG
MARIA TOMOHON prodi D3 Keperawatan dan S1 Administrasi
jumlah total: 114 ,Dengan rincian sebagai berikut:
 Tingkat/semester
D3 :
I/I,64,9%
S1:
I/I,35,1%

 Umur
16-19th 90.2%
20-24th 8,6%
2. Sampel
Menurut sugiyono(2008 :81),sampel adalah bagian dari jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.sampel yang diambil
dari populasi harus representatif.sampel penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa STIKES GUNUNG MARIA TOMOHON.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probality
sampling dengan simpel random sampling. Teknik simpling random menurut
Sugiyono (2009 : 120)” teknik pngambilan data yang palng simpel atau sederhana
karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strategi yang ada dalam populasi ini.

E. Instrumen dan Prosedur Pengambilan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui kuisioner. Subjek
dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat I STIKES GUNUNG
MARIA TOMOHON. Penyebaran kuisioner dilakukan melalui bantuan
GOOGLE DOC memperolah data mengenai PERSEPSI REMAJA TERHADAP
DIMENSI SEKSUALITAS HUBUNGAN SEKS PADA MAHASISWA
BARU STIKES
GUNUNG MARIA. Proses penyebaran kuisioner dilakukan menggunakan
fasilitas WhatsApp seharusnya responden diharuskan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti melalui kuisioner online (google doc).
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat

Program Studi Frekuensi Presentase


D3 Keperawatan 72 64,9%
S1 Administrasi Rumah 42 35,1%
Sakit

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berasal dari


program studi D3 Keperawatan yaitu sebanyak 72 Responden , dan dari program
studi S1 Administrasi Rumah Sakit sebanyak 42 Responden.
B. Analisa Bivariat
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil responden program studi D3
Keperawatanyaitu sebanyak 72 orang dan program studi S1 Administrasi rumah
Sakit sebanyak Responden. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa faktor
utama yang menyebabkan responden melakukan seks bebas yakni karena rasa
ingin tahu yang tinggi tentang seks bebas dan juga pengaruh di lingkungan
sekitar. Dari hasil analisis diperoleh bahwa seluruh responden mengerti dan
memahami tentang Seks Bebas. Namun ada sebagian responden yang masih
kurang mengetahui dampak seks bebas bagi kesehatan.
BAB VI
DISKUSI

A. Diskusi Hasil

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan hasil penelitian yang


dilakukan oleh peneliti maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian
mengenai persepsi remaja terhadap dimensi seksualitas hubungan seks pada
mahasiswa baru STIKes Gunung Maria Tomohon dan pengetahuan tentang
penyakit Menular Seksual pada mahasiswa baru STIKes Gunung Maria Tomohon
berada dalam kategori hasil tertinggi, yaitu kategori cukup.

B. Implikasi Keperawatan

Oleh pelayanan kesehatan misalnya pendidikan kesehatanoleh intansi


kesehatan atau petugas kesehatan terdekat dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
tentang penyakit menular seksual dan pentingnya memahami bagaimana seks
bebas pada remaja terutama pendidikan kesehatan mengenai jenis penyakit
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa implikasi yang dapat digunakan
untuk peningkatan dalam keperawatan khususnya pelayanan kesehatan.
Program berkelanjutan dari penelitian ini adalah memberikan pendidikan
kesehatan menular seksual, cara penularan dan pengobatan penyakit menular
seksual.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun


dengan demikian masih memiliki banyak keterbatasan, diantaranya keterbatasan
waktu. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 hari saat peneliti melakukan
penelitian mahasiswa baru STIKes Gunung Maria Tomohon khususnya kelas A,
B DIII Keperawatan dan S1 Administrasi Rumah Sakit sedang dalam proses
pembelajaran serta lokasi gedung kampus yang berbeda.

D. Rekomendasi Penelitian

Penelitian ini diharapkan untuk menambah wawasan tentang bahayanya


seks bebas dikalangan remaja, dan untuk dosen melakukan pencerahan tentang
larangan seks bebas oleh agama serta ceramah-ceramah disekitar lingkungan
kampus.

BAB VII
KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan data yang telah peneliti
analisis, Dalam memaknai perilaku seks pranikah di kalangan remaja adalah
ketika informan memaknai secara positif dan memaknai secara negatif tentang
maraknya perilaku seks pranikah pada remaja saat ini. Informan yang menanggapi
secara positif tentang perilaku seks pranikah dengan alasan diantaranya yaitu
menghindari dampak yang muncul yaitu hamil di luar nikah dan iman yang kuat
yang dimiliki oleh informan tersebut,sedangkan bagi informan yang menanggapi
secara negatif mengenai perilaku seks pranikah karena beberapa alasan yaitu
sudah menjadi pola perilaku remaja yang sulit untuk dihindari, adanya
keuntungan tertentu yang diperoleh dan adanya kesempatan yang mereka
gunakan untuk melakukan seks.
DAFTAR PUSTAKA

Eria Putri, E., Juliawati, D., & Yandri, H. (2021). Persepsi Siswi Perempuan terhadap Perilaku
Seks Bebas. Indonesian Journal of Counseling and Development, 3(2), 126–134.
https://doi.org/10.32939/ijcd.v3i2.1032
Kontesa, M. (2020). Edukasi Penyuluhan “SAYANGI TUBUHKU” Untuk Pencegahan Perilaku
Seksual Pada Anak Usia Sekolah di SDN 20 Kurao Pagang Padang. Jurnal Peduli
Masyarakat, 2(3), 95–104. http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM
rosalinda dalima. (2021). faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual. Wawasan
Kesehatan, 6(1).
Suryanti, D., Kebidanan, P. S., Bina, S., & Palembang, H. (2021). ANALISIS PERILAKU SEKS
BEBAS MAHASISWA BERDASARKAN LINGKUNGAN PERGAULAN PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan periode terjadi pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik ,
psikologis maupun Sifat khas remaja yang kembali pengetahuan dan sikap tentang peril. 6,
216–230.

Anda mungkin juga menyukai