Dosen pengampu :
Vina P. Patandung,Ners.,M.Kep
2022
ABSTRAK
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak
menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan,
baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik,
diaman tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa
yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja
juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang
dewasa yang termasuk dalam kelompok ini adalah anak berusia 13-25. Sedangkan
menurut world Health organization (WHO), remaja merupakan individu yang
sedang mengalami peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai pematangan
seksual, mengalami perubahan seksual, mangalami perubahan jiwa, dari jiwa
anak-anak menjadi dewasa, keadaan dari ketergantungan menjadi relative
mandiri. Dalam masa peralihan menuju kedewasaan remaja sering memperoleh
masalah seksual remaja yang tentuakan memberikan dampak terhadap kehidupan
mereka.
Perilaku seks bebas remaja saat ini sudah cukup parah. Peranan agama dan
keluarga sangat penting mengantisipasi perilaku remaja,BKKBN (2009)
mengumumkan hasil survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga survei yang
mengambil sampel di 33 propinsi di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 63%
remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan sex. Remaja Indonesia
masih minim mendapatkan pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan
reproduksi, karena untuk penyampaian informasi mengenai hal itu masih
dianggap tabu. Selain itu, lebih dari 80% remaja merasa lebih nyaman
membicarakan masalah seksual dengan teman. Sehingga tidak menutup
kemungkinan informasi yang mereka terima masih belum jelas. Kehidupan seks
bebas atau pra-nikah kini bukan lagi dianggap sebagai hal yang baru di beberapa
kota besar di Indonesia. Kepala dinas dan olahraga Mecky M Onibala meminta
kepada generasi muda yang ada di sulawesi utara agar menjauhi sex bebas.Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh sejumlah dokter di jakarta menunjukkan bahwa 10
– 12 % remaja di jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Dalam kaitan
dengan hubungan seksual, misalnya, ada remaja yang berpendapat kalau hanya
sekali bersetubuh, tidak bakal terjadi kehamilan. Atau meloncat-loncat atau mandi
sampai bersih segera setelah melakukan hubungan seksual biasa mencegah
kehamilan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang seks bebas
di Stikes Gunung Maria Tomohon
2. Tujuan Khusus
a. Bagaimana pengetahuan remaja tentang pengertian seks bebas
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat Penelitian
1. Bagi Remaja
2. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini sebagai tambahan pembelajartan bagi tenaga kesehatan
terutama perawat agar lebih meningkatkan perhatian dalam memberikan informasi
atau penyuluhan atau penkes tentang kesehatan reproduksi terutama pada remaja.
3. Bagi Peneliti
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan literatue
1. Sex Bebas
3. Edukasi
Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas
manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan
kemasyarakatan. Pendidikan Seks adalah suatu pengetahuan yang kita
ajarkan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis
kelamin. Ini mencakup mulai dari pertumbuhan jenis kelamin (Laki-laki
atau wanita). Bagaimana fungsi kelamin sebagai alat reproduksi.
Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-
laki. Tentang menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada
timbulnya birahi karena adanya perubahan pada hormon-hormon.
Termasuk nantinya masalah perkawinan, kehamilan dan sebagainya.
Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau
yang lebih trend-nya “sex education” sudah seharusnya diberikan kepada
anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui
pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya
pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di
kalangan remaja. Beberapa Hal Pentingnya Pendidikan Seks bagi Remaja
• Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja
• Memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah seksualitas
• Memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi seksualnya
• Memahami masalah-masalah seksualitas remaja
• Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah
Seksuali
Ada dua faktor mengapa sex education sangat penting bagi remaja. Faktor
pertamaadalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum
paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa
membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Sehingga dari
ketidak fahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab
dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya. Faktor kedua, dari
ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi
mereka, di lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya
sebatas komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang
bersifat pornografi, antara lain, VCD, majalah, internet, bahkan
tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti
itu. Dampak dari ketidakfahaman remaja tentang sex education ini,
banyak hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar
nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, penularan virus HIV dan
sebagainya.
4. Model precede-proceed
Model PRECEDE-PROCEED merupakan model promosi dan
pendidikan Kesehatan yang dikemukakan pertama kali oleh Green dan
Kreuter pada tahun 1991. Green mengembangkan PRECEDE pada tahun
1974 dan kemudian Green dan Kreuter menambahkan PROCEED pada
tahun 1991. Model ini memberikan suatu format untuk mengidentifikasi
faktor - faktor yang berhubungan dengan masalah kesehatan, perilaku,
serta pelaksanaan program. Penerapan model PRECEDE-PROCEED
terbagi menjadi dua tahap, yaitu PRECEDE dan PROCEED. PRECEDE
(Predisposing Reinforcing and Enabling Constructs in Ecosystem
Diagnosis and Evaluation) merupakan tahap yang dilakukan untuk
mendiagnosis masalah, penetapan prioritas, dan tujuan program. Setelah
itu, baru dilakukan tahapan PROCEED (Political Regulatory and
Organizational Constructs that influence Education and Environmental
Development) sebagai tahapan untuk menentukan tujuan dan kriteria
kebijakan, pelaksanaan program, serta evaluasi. PRECEDE merupakan
akronim dari Predisposing, Reinforcing, and Enabling Constructs in
Educational/Environmental Diagnosis and Evaluation. PRECEDE
merupakan proses yang mempersiapkan atau pada suatu intervensi.
PROCEED merupakan akronim dari Kebijakan, Regulasi, dan Bina
Organisasi dalam Pembangunan Pendidikan dan Lingkungan, yang
mendeskripsikan penerapan intervensi. PRECEDE memiliki tiga kategori
berupa Predisposing, Enabling, dan Reinforcing yang dapat digunakan
untuk menggolongkan berbagai perilaku yang berkaitan dengan kesehatan
menjadi beberapa segmen. Hal ini dilakukan untuk menyusun suatu
program.
Faktor predisposisi merupakan faktor yang menjelaskan alasan
atau motivasi dari suatu perilaku. Hal-hal yang berkaitan dengan faktor
ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai dan budaya, adat
istiadat, serta keterampilan yang sudah ada dalam diri individu. Faktor
pemungkin merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan
pribadi serta sumber daya yang tersedia dalam terbentuknya suatu
perilaku. Hal-hal yang tercakup dalam faktor ini adalah hal-hal yang
memungkinkan terjadinya suatu tindakan. Tidak adanya faktor ini akan
terjadinya suatu tindakan. Faktor penguat merupakan faktor yang
mendorong bertahannya perilaku kesehatan saat telah terbentuk nantinya.
Contoh dari faktor yang memperkuat ini adalah tindakan memuji, selalu,
meredakan gejala, serta memberikan dukungan sosial.
Tahapan PRECEDE/PROCEED, yang pertama PRECEDE terdiri
dari 5 Tahap yaitu : Tahap 1. Diagnosis sosial, Tahap 2. Diagnosis
epidemiologi, Tahap 3. Diagnosis perilaku dan lingkungan, Tahap 4.
Diagnosis pendidikan dan organisasi, Tahap 5. Diagnosis administrasi
dan kebijakan. yang kedua PROCEED terdiri dari 4 Tahap yaitu :
Tahap 6. Implementasi Tahap, 7. Proses Evaluasi Tahap, 8. Evaluasi
dampak Tahap, 9. Evaluasi hasil. (Green, L., Kreuter, M. (2005).
Pada Tahap 1. Diagnosis sosial, dilakukan keinginan dan
komunitas kebutuhan untuk meningkatkan kualitas hidup. Pada Tahap 2.
Diagnosis epidemiologi, dilakukan masalah kesehatan yang paling
mempengaruhi hasil yang diharapkan. Dalam dua tahap ini, ditetapkan
tujuan dari intervensi. Pada Tahap 3. Diagnosis perilaku dan
lingkungan, dilakukan perilaku dan atau faktor lingkungan yang harus
diubah terkait dengan masalah yang diidentifikasi pada Tahap 2. Dan
menentukan faktor yang paling mungkin dapat diubah. Pada Tahap 4.
Diagnosis pendidikan dan organisasi, dilakukan mengetahui faktor
predisposisi, memungkinkan dan memperkuat yang bertindak sebagai
penyokong atau hambatan untuk mengubah perilaku dan faktor
lingkungan yang diidentifikasi pada Tahap 3. Pada Tahap 5. Diagnosis
administrasi dan kebijakan dilakukan (penyesuaian jika perlu) masalah
administrasi internal dan masalah kebijakan internal dan eksternal yang
dapat mempengaruhi keberhasilan intervensi. Administrasi dan kebijakan
antara lain terkait dengan sumber daya dan sumber daya lain untuk
intervensi. Pada Tahap 6. Pelaksanaan, dilakukan intervensi. Pada Tahap
7. Evaluasi proses, evaluasi proses intervensi – yaitu, menentukan apakah
berjalan sesuai rencana, dan dilakukan penyesuaian. Pada Tahap 8.
Evaluasi dampak, evaluasi dilakukan evaluasi apakah intervensi
memberikan dampak yang diharapkan pada perilaku dan lingkungan yang
menjadi sasaran, dan dilakukan penyesuaian. Dan yang terakhir Tahap 9.
Evaluasi hasil
5. Healthy coaching
Definisi bimbingan berarti pemberian bantuan kepada seseorang
atau kepada sekelompok orang di dalam membuat pilihan-pilihan secara
bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntunan-
tuntunan hidup. Bantuan itu bersifat ”psikis” (kejiwaan), bukan
”pertolongan” finansial, medis dan sebagainya. Dengan adanya bantuan
ini seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya
sekarang dan menjadi lebih mampu untuk menghadapi masalah yang akan
dihadapinya kelak kemudian.
B. Kerangka teori
- Pengrtahuan
Faktor Pendukung
- Meningkatnya
(Predisposing Factors) : libido seksual
- Pengetahuan - Media
informasi
- Sikap Masyarakat
- Norma agama
terhadap kesehatan - Orangtua
- Pendapatan - Teman sebaya
- Pekerjaan - Sosial ekonomi
Faktor Pemungkin
(Enabling Factors)
(Reinforcing Factors)
- Siikap petugas
kesehatan
- Pola asuh orangtua
- Kehiduoan beragama
yang lemah
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu rrealitas agar dapat di
komunikasikan dan membentuk suatu teori yangmenjelaskan keterkaitan dengan
variabel (baik variabel yang di teliti maupun yang tidak di teliti) (Nur salam
2017). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Islamic Sesuai Edukasi
sedangkan variabel dependennya perilaku seksual remaja.
B. Variabel Penelitian
Perkembangan pada remaja sesuai dengan beberapa fase mulai dari para
remaja, pada masa praremaja ini mereka sedah senang mencari tahu informasi
tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber
lainnya, remaja awal merupakan tahap awal/permulaan, remaja sudah mulai
tampak ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang,
remaja menengah pada masa ini remaja telah mengalami pematangan fisik,
remaja akhir. Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami perkembangan
fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Selain
karena faktor penyimpangan atau perilaku seksual yang negatif pada remaja,
faktor tersebut yaitu : perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual
remaja, penyaluran dorongan seksual yang tidak dapat segera di lakukan karena
adanya undang-undang usia perkawinan atau norma sosial, norma agama yang
berlaku, penyebaran konten pornografi, orang tua yang masih menta bukan
pembicaraan mengenai seks dengan anakny dan adanya kecenderungan yang
makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat (Sarnowo, 2010
dalam Dewi, 2012). Setelah semua periode di jalani remaja barulah terbentuk
perilaku seksual remaja, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di
dorong oleh hasrat seksual, baik dalam lawan jenis maupun maupun sesama
jenis (Dew, 2012). Saat ini ada banyak perilaku seksual yang dilakukan remaja,
perilaku seksual remaja dapat berpegangan tangan, ada yang saling berciuman,
dan remaja yang berpacaran tidak malu untuk saling merabah (petting) bagian
tubuh kekasihnyakekasihnya (BKKBN, 2010). Walaupun islam banyak
melarang perilaku seksual yang di lakukan remaja namun ada beberapa
perilaku yang di perbolehkan, seperti pacaran, melihat sekali wajah wanita yang
dinikahinya, pergi bersama dengan wanita yang akan dinikahinya dengan di
temani keluarganya. Selain perilaku tersebut terdapat perilaku seksual yang di
anggap menyimpang beberapa penyimpangan seksual yang di lakukan oleh
antaralain masturbasi atau onani menyalurkan seks dengan tangan ataupun
dapat dengan barang atau alat lain hingga dapat mencapai kepuasan seksual,
fethisisme kepuasan seksual dengan cara memakai pakaian atau perlengkapan
untuk wanita exhibisionisme perasaan senang dan puas dengan memperlihatkan
kemaluannya pada orang lain, veyeurisme kepuasan seksual dengan mengintip
lawan jenis baik ketika mandi ataupun sedang tidur, homoseksual penyuka
sesama jenis, prostitusi melakukan hubungan seksual gonta ganti dengan bukan
pasangan sahnya, perkosaan kepuasan seksual dengan melakukan hubungan
intim dengan lelaki/perempuan tanpa persetujuannya, pergaulan bebas, hidup
bersama, sadisme, makonisme, bestialty, pedophillia dan mikropilia (Chomaria,
2008 dalam Dewi 2012)
C. Definisi Operasional
Perilaku seksual remaja merupakan segala bentuk tingkah laku yang
didorong dengan hasrat seksual yang berupa bergandengan, berciuman, berkencan
hingga bersenggama, yang dilakukan oleh individu yang berada dalam masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perilaku seksual remaja
diukur menggunakan skala perilaku seksual remaja yang meliputi necking,
berciuman, memegang payudara, petting, saling meraba alat kelamin,
intercourse,oral seks. Peneliti tidak membuat ranking intensitas perilaku seksual.
Semakin tinggi nilai atau skor yang diperoleh oleh subjek dalam skala perilaku
seksual remaja, maka semakin sering perilaku seksual dilakukan oleh subjek.
Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai skor yang diperoleh oleh subjek,
maka semakin jarang perilaku seksual dilakukan oleh subjek.
D. Hipotesis Penelitian
Penelitian ini mengambil 3 faktor yang diduga menjadi penyebab sikap
remaja terhadap perilaku seksual yaitu pendidikan seks oleh orangtua, pola asuh
orangtua dan pendidikan agama dari orangtua. Melalui kajian teoritis tentang
sikap remaja terhadap perilaku seksual diajukan empat hipotesis untuk diuji
kebenarannya. Penelitian ini dilakukan dengan responden sebanyak ( 114 ) orang
yang diambil secara acak. Hasil pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: Tiga
hipotesis ditolak dan satu hipotesis diterima. Hipotesis yang ditolak adalah
hipotesis satu, dua., dan empat, sedangkan hipotesis yang diterima adalah
hipotesis ketiga.Dengan demikian terungkaplah hasil penelitian sebagai berikut:
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan seks dari
orangtua dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua
dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual.
Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara pendidikan agama
dari orang tua dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan seks, pola
asuh, pendidikan agama dari orangtua dengan sikap remaja terhadap
perilaku seksual.
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penggumpulan data yang berperan
penting dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian.Dalam
penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau
kuisioner merupakan teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau
sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi
yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008: 66). Penelitian ini menggunakan
angket atau kuisioner, daftar pertanyaan dibuat secara berstruktur dengan bentuk
pertanyaan pilihan ganda dan essay. Metode ini digunakan untuk memperoleh
data tentang persepsi desain interior dari responden.
Umur
16-19th 90.2%
20-24th 8,6%
2. Sampel
Menurut sugiyono(2008 :81),sampel adalah bagian dari jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.sampel yang diambil
dari populasi harus representatif.sampel penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa STIKES GUNUNG MARIA TOMOHON.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah probality
sampling dengan simpel random sampling. Teknik simpling random menurut
Sugiyono (2009 : 120)” teknik pngambilan data yang palng simpel atau sederhana
karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strategi yang ada dalam populasi ini.
A. Analisa Univariat
A. Diskusi Hasil
B. Implikasi Keperawatan
C. Keterbatasan Penelitian
D. Rekomendasi Penelitian
BAB VII
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan data yang telah peneliti
analisis, Dalam memaknai perilaku seks pranikah di kalangan remaja adalah
ketika informan memaknai secara positif dan memaknai secara negatif tentang
maraknya perilaku seks pranikah pada remaja saat ini. Informan yang menanggapi
secara positif tentang perilaku seks pranikah dengan alasan diantaranya yaitu
menghindari dampak yang muncul yaitu hamil di luar nikah dan iman yang kuat
yang dimiliki oleh informan tersebut,sedangkan bagi informan yang menanggapi
secara negatif mengenai perilaku seks pranikah karena beberapa alasan yaitu
sudah menjadi pola perilaku remaja yang sulit untuk dihindari, adanya
keuntungan tertentu yang diperoleh dan adanya kesempatan yang mereka
gunakan untuk melakukan seks.
DAFTAR PUSTAKA
Eria Putri, E., Juliawati, D., & Yandri, H. (2021). Persepsi Siswi Perempuan terhadap Perilaku
Seks Bebas. Indonesian Journal of Counseling and Development, 3(2), 126–134.
https://doi.org/10.32939/ijcd.v3i2.1032
Kontesa, M. (2020). Edukasi Penyuluhan “SAYANGI TUBUHKU” Untuk Pencegahan Perilaku
Seksual Pada Anak Usia Sekolah di SDN 20 Kurao Pagang Padang. Jurnal Peduli
Masyarakat, 2(3), 95–104. http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM
rosalinda dalima. (2021). faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual. Wawasan
Kesehatan, 6(1).
Suryanti, D., Kebidanan, P. S., Bina, S., & Palembang, H. (2021). ANALISIS PERILAKU SEKS
BEBAS MAHASISWA BERDASARKAN LINGKUNGAN PERGAULAN PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan periode terjadi pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik ,
psikologis maupun Sifat khas remaja yang kembali pengetahuan dan sikap tentang peril. 6,
216–230.