Anda di halaman 1dari 8

Mengkaji Seksualitas pada Anak, Remaja dan Lansia

Kelompok 7

Oleh:

1. An Nisa Juniarti (201910420311095)


2. Nurlaela (201910420311096)
3. Fischa Diajeng Alhaq (201910420311097)
4. Devia Ivanka Setiayaningrum (201910420311171)
5. Elna Dwi Putriani (201910420311187)
6. Maya Iriani (201910420311175)

Fakultas Ilmu Kesehatan


Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Malang
2019
I. Seksualitas Pada Anak

A. Pengertian seksualitas pada anak


Pendekatan atau metode yang digunakan orang tua dalam mendidik anak-anaknya
dengan metode otoriter permissif dan demokratis. Metode pembinaan orang tua secara
otoriter yaitu dengan menentukan dan memutuskan segala sesuatu tentang anak untuk
mengetahui alasan mengapa anak tersebut melakukannya. Cara otoriter ini akan lebih
banyak membawa dampak negatif pada anak diantaranya: anak menjadi pemalu, kurang
inisiatif, tidak percaya diri, dan tidak mandiri.

B. Pentingnya pendidikan seksual pada anak


Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu pada anak bahwa seks adalah sesuatu
yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu anak juga dapat diberitahu
mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat
menghindarinya.Selain itu pendidikan seks memberikan pengetahuan pada anak, karena
anak dapat mengetahui akibat dari perlakuan seks bebas di luar nikah yang dapat
menimbulkan penyakit HIV/AIDS dan penyakit lainnya. Seperti, herves genital, Sifilis,
kencing nanah, klamidia, kutil di kelamin, hepatitis B, kanker prostat, kanker serviks (leher
rahim) dan trichononiasis bagi pelakunya. Sementara Narkoba dapat merusak kesehatan
manusia, baik secara fisik, emosi, maupun perilaku pemakai.

Ada beberapa hal mengenai Pentingnya Pendidikan Seks bagi Anak, diantaranya
yaitu:
(1) Untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja
(2) Memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah
seksualitas
(3) Memiliki kesadaran akan fungsi-fungsi seksualnya
(4) Memahami masalah-masalah seksualitas anak
(5) Memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-
masalah seksualitas

Selain itu ada dua faktor mengapa pendidikan seks (sex education) sangat penting
bagi anak. Faktor pertama adalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka
belum paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa
membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Sehingga dari ketidak fahaman
tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi
reproduksinya.
Faktor kedua, dari ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi
reproduksi mereka, di lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya sebatas
komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang bersifat pornografi, antara
lain, VCD, majalah, internet, bahkan tayangan televise. Saat ini sudah mengarah kepada
hal yang seperti itu. Dampak dari ketidakfahaman remaja tentang sex education ini, banyak
hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak
diinginkan, penularan virus HIV dan sebagainya.
Pendidikan Seks ”Sex education” sangat perlu sekali untuk mengantisipasi,
mengetahui atau mencegah kegiatan seks bebas dan mampu menghindari dampak-dampak
negatif lainnya. Mungkin kita baru menyadari betapa pentingnya pendidikan seks karena
banyak kasus pergaulan bebas muncul di kalangan remaja dewasa ini. Kalau kita berbicara
tentang pergaulan bebas, hal ini sebenarnya sudah muncul dari dulu, hanya saja sekarang
ini terlihat semakin parah. Pergaulan bebas remaja ini bisa juga karena dipicu dengan
semakin canggihnya kemajuan teknologi, juga sekaligus dari faktor perekonomian global.
Namun hanya menyalahkan itu semua juga bukanlah hal yang tepat. Yang terpenting
adalah bagaimana kita mampu memberikan pendidikan seks (sex education) kepada
generasi muda.

C. Cara Orang Tua Memberikan Pendidikan seksual pada anak


Hal yang paling utama adalah mengubah cara berpikir kita sebagai orang tua dalam
memberikan pendidikan seksual pada anak. Ubahlah pola berpikir yang sebagian orang
mengganggap pendidikan seksual adalah hubungan seksual antara laki-laki dan
perempuan. Seks bukan hanya hubungan seksual melainkan hubungan manusia yang
didalamnya terdapat anatomi, fisiologi organ tubuh antara hubungan manusia yakni laki-
laki dan perempuan.
Ajarkan pula pendidikan seks sejak dini dengan cara membiasakan hidup rapi dan
sopan dalam berpakaian, terutama pada anak perempuan. Selanjutnya dengarkan apa yang
diceritakan anak dalam membuka diri pada orang tua, kemudian jangan suka berceramah,
karena anak tidak suka diceramahi, dan gunakan bahasa yang tepat. Selain itu, yang paling
utama adalah gunakan pendekatan secara agam yakni agama Islam. Pada anak usia balita
maka cara kita sebagai orang tua dalam memberikan pendidikan seksual pada anak yaitu
bisa mulai menanamkan pendidikan seks.
Caranya cukup mudah, yaitu dengan mulai memperkenalkan kepada si kecil organ-
organ seks miliknya secara singkat. Tidak perlu memberi penjelasan detail. Rentang waktu
atensi anak biasanya pendek. Misalnya saat memandikan si kecil, Anda bisa memberitahu
berbagai organ tubuh anak, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, dan jangan lupa
penis dan vagina atau vulva. Lalu terangkan perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya,
misalnya jika si kecil memiliki adik yang berlawanan jenis. Selain itu, tegaskan juga bahwa
alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan sembarangan, dan terangkan juga
jika ada yang menyentuhnya tanpa diketahui orang tua, maka si kecil harus berteriak keras-
keras dan melapor kepada orang tuanya. Dengan demikian, anak-anak bisa dilindungi
terhadap maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual terhadap anak. Pada
usia 3 sampai 10 tahun anak biasanya mulai aktif bertanya tentang seks. Misalnya anak
akan bertanya dari mana ia berasal. Atau pertanyaan yang umum seperti bagaimana asal-
usul bayi. Jawaban-jawaban yang sederhana dan terus terang biasanya efektif.
Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual pada anak antara lain:
(1) Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu/malu.
(2) Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-
tidak, seolah-olah bertujuan agara anak tidak akan bertanya lagi. Dangkal/mendalamnya
isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak.
(3) Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan
dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Pada
akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu
diulang-ulang (repetitive) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu
pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat
(reinforcement) (Singgih D. Gunarso, 2002).
(4) Hindari gaya mengajar seperti di sekolah. Pembicaraan hendaknya tidak hanya terbatas
pada fakta-fakta biologis, melainkan juga tentang nilai, emosi dan jiwa. Jangan khawatir
Anda telah menjawab terlalu banyak terhadap pertanyaan anak. Mereka akan selalu
bertanya tentang apa yang mereka tidak mengerti.
(5) Anak-anak usia pra sekolah juga perlu tahu bagaimana melindungi dari penyimpangan
dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa. Ini berarti bahwa orang tua harus
memberitahu anak bahwa mengatakan “tidak” kepada orang dewasa bukanlah sesuatu yang
dilarang. Jangan menunggu sampai anak mencapai usia belasan tahun untuk berbicara
tentang masa pubertas. Mereka harus sudah mengetahui perubahan yang terjadi pada masa
sebelumnya (Singgih D. Gunarso, 2002).

D. Dampak Minimnya Pendidikan Seksual yang diberikan Orang Tua


Pada zaman modenisasi ini, minimnya pendidikan seksual pada anak berakibat
perlakuan seks bebas merajalela. Perlakuan seks bebas merupakan sesuatu yang agak
umum di kalangan masyarakat. Seks merupakan desakan reproduktif yang semula jadi bagi
seseorang untuk memulakan satu keluarga dan juga tarikan seksual yang biasanya dikongsi
di antara satu pasangan. Perlakuan seks bebas ialah pergaulan seks tanpa mengira
pasangannya. Seks bebas merupakan aktivitas yang tidak sehat kerana membawa banyak
implikasi yang negatif. Persoalannya,apakah yang mendorong orang ramai terjebak dalam
perlakuan seks bebas ini? Maka jawabannya adalah minimnya pengetahuan pelaku tentang
akibat dari perlakuan seksual yang mereka lakukan. Akibat dari perlakuan seks bebas di
luar nikah yang dapat menimbulkan penyakit HIV/AIDS dan penyakit lainnya. Seperti,
herves genital, Sifilis, kencing nanah, klamidia, kutil di kelamin, hepatitis B, kanker
prostat, kanker serviks (leher rahim) dan trichononiasis bagi pelakunya. Sementara
Narkoba dapat merusak kesehatan manusia, baik secara fisik, emosi, maupun perilaku
pemakai.

E. Pandangan tentang Pendidikan Seks pada Anak


Pandangan pro-kontra pendidikan seks ini tergantung pada bagaimana kita
mendefinisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika pendidikan seks diartikan sebagai
pemberian informasi mengenai seluk beluk anatomi dan proses faal reproduksi manusia
dan tehnik-tehnik pencegahannya (alat kontrasepsi) maka timbul kecemasan.Tapi bila,
pendidikan seks di pandang seperti pendidikan lain pada umumnya yang mengandung
pengalihan nilai-nilai dari pendidik ke subjek didik maka, informasi tentang seks diberikan
secara kontekstual yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat serta berbagai hubungan pergaulan dan peran (Kohler, 2008).

II. SEKSUALITAS PADA REMAJA


A. Pentingnya Pendidikan Sexual pada Remaja
Pendidikan seks di Indonesia masih menjadi kontroversi, masih banyak anggota
masyarakat yang belum menyetujui pendidikan seks di rumah maupun di sekolah. Secara
umum pandangan masyarakat tentang pendidikan seks merupakan hal yang dianggap
"tabu" untuk dibicarakan terhadap anak, terutama anak usia dini. Masyarakat sering kali
berpandangan bahwa belum waktunya anak-anak usia dini untuk memahami tentang hal-
hal yang berhubungan dengan seksualitas. Pandangan yang kurang setuju dengan
pendidikan seks mengkhawatirkan bahwa pendidikan seks yang diberikan kepada anak
akan mendorong mereka melakukan huungan seks lebih dini.
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong
remaja untuk mengatasi masalah yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan
demikian pendidikan seksual ini bertujuan untuk menerangkan segala hal yang
berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Dalam hal ini
sebaiknya pendidikan seksual diberikan pertama kali oleh orang tua, tetapi tidak semua
orang tua mau terbuka terhadap anak dalam membicarakan masalah seksual.

B. Model Komunikasi Orangtua dalam Pendidikan Sexualitas pada Remaja


Cara mengkomunikasikan seks pada anak yang paling sering dijumpai di masyarakat
adalah dengan cara komunikasi intrapersonal. Komunikasi ini tidak hanya sebatas pesan
saja. Adanya umpan balik merupakan tanda bahwa komunikasi akan efektif jika memenuhi
komponen-komponen tertentu.
Menurut Widjaya (2002), unsur-unsur komunikasi meliputi communicator (pengirim
pesan), communicate (saluran atau media), Communicant (Penerima pesan) dan effect
hasil). Berdasarkan analisis data ditemukan bahwa tidak ada waktu khusus dalam
penyampaian pendidikan seks orang tua pada anak sesuai dengan pernyataan semua subyek
karena memang waktu penyampaian bersifat fleksibel. Hal ini terungkap pada kutipan
wawancara dengan subyek sebagai orang tua.
Penyampaian pendidikan seks juga dilakukan dengan memposisikan anak sebagai
sahabat. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan salah satu subyek. Dimana dalam
melakukan Pendidikan seks tersebut dilakukan sebagaimana seperti teman sendiri.
Pendidikan seks disampaikan tanpa harus diawali dengan sebuah peristiwa. Hal tersebut
karena orang tua menyadari bahwa pada masa sekarang ini pendidikan seks memang harus
diberikan kepada anak. Menjadi kewajiban orantua untuk membantu remaja memenuhi
kebutuhan akan rasa keingintahuan mereka agar mendapat ketenangan dan kebahagiaan.

C. Dampak Minimnya Pendidikan Seksual yang Diberikan Orang Tua


Pada zaman modernisasi ini, minimnya pendidikan seksual pada anak berakibat
perlakuan seks bebas merajalela. Perlakuan seks bebas merupakan sesuatu yang agak
umum di kalangan masyarakat. Seks merupakan desakan reproduktif seseorang untuk
memulakan satu keluarga dan juga tarikan seksual yang biasanya dikongsi diantara satu
pasangan. Perlakuan seks bebas ialah pergaulan seks tanpa mengira pasangannya. Seks
bebas merupakan aktivitas yang tidak sehat karena membawa banyak implikasi yang
negatif.
Akibat dari perlakuan seks bebas di luar nikah yang dapat menimbulkan penyakit
HIV/AIDS dan penyakit lainnya. Seperti hervea genital, sifilis, kencing nanah, klamidia,
kutil di kelamin, hepatitis B, kanker prostat, kanker serviks atau leher rahim dan
trichononiasis bagi pelakunya.

D. Pandangan tentang Pendidikan Seks pada Remaja


Respon anak terhadap pendidikan seks yang diberikan orangtua juga mendukung
cepatnya penyampaian informasi. Berdasarkan hasil penelitian respon anak didapat
beberapa hasil. Anak respon positif karena kondusif dan anak respon negatif karena
moment tidak tepat. Anak respon positif karena kondusif dapat dilihat dalam wawancara
pada salah satu subyek.
Selain itu dari hasil penelitian didapatkan bahwa anak senang karena orang tua selalu
peduli dengan anak sehingga anak pun antusias saat anak diajak berdiskusi tentang
persoalan seksual. Peran komunikasi sangat penting dalam menyampaikan informasi
mengenai pengetahuan seksualitas termasuk juga pemahaman akan moment yang tepat
(Prihartini, 2002). Adapun saat anak respon negatif dari hasil penelitian didapat berbagai
hasil yakni karena anak sedang capek ataupun moment tidak tepat. Keharusan memahami
kondisi anak inilah yang harus dimiliki orang tua. Beberapa cara yang dilakukan antara
lain dengan memberi jeda ataupun diajak berdiskusi di lain waktu sebagaimana terungkap
dalam wawancara.

III. SEKSUALITAS PADA LANSIA


A. Pengertian seksualitas pada lansia
Perubahan fisik meliputi dalam perubahan penampilan oleh Lansia , perubahan yang
berbeda pada sistem organ dalam, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan pada
sistem syaraf, dan perubahan penampilan dan kemampuan seksualitas. Menunjukkan
banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup lanjut
dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan
pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya (Martono & Pranarka, 2009).
Kesehatan seksual merupakan suatu hal yang sukar untuk diartikan, karena
kebanyakan masyarakat menganggap kesehatan seksual adalah suatu peristiwa yang sulit
untuk dijelaskan sehingga menimbulkan suatu anggapan yang salah. World Health
Organization, mendefinisikan kesehatan seksual sebagai pengintegrasian aspek somatik,
emosional, intelektual, dan aspek sosial dari kehidupan seksual dengan cara yang positif
untuk memperkaya pengetahuan seksualnya dalam bentuk kepribadian, dan perasaan cinta
(Bermanet al, 2015). Kehilangan seksualitas bukan merupakan aspek penuaan yang tidak
dapat dihindari dan sebagian besar orang yang sehat tetap aktif secara seksual secara teratur
sampai usia lanjut. Namun proses penuaan memang membawa perubahan tertentu dalam
respon seksual fisiologis pria dan wanita, dan disertai sejumlah medis yang menjadi lebih
prevalen pada usia lanjut yang berperan penting terjadinya gangguan seksual patogen
terhadap lansia (Stanley & Beare, 2016).

B. Dampak spiritual seksualitas pada lansia


Pada dasarnya hubungan seksualitas antara suami dan istri yang sah adalah bagian
dari ibadah. Sebagaimana Hadist yang diriwayatkan Muslim menyatakan bahwa
“Bukankah apabila seseorang melampiaskan syahwat nya pada tempat yang haram dia
mendapatkan dosa? Begitu pula jika dia melampiaskan syahwatnya tersebut pada tempat
yang halal, maka baginya pahala”.Kondisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bagi
sepasang suami-istri, berhubungan badan (jima‟) merupakan kebutuhan yang tidak
terlewatkan, dan bisa menjadi salah satu tolak ukur kebahagiaan dalam kehidupan rumah
tangga. Bahkan bukan hanya bernilai kebutuhan, hubungan ini pula pastinya merupakan
ibadah dihadapan Allah dan Dia akan memberikan bagi pelakunya pahala shadaqah.
Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda ketika ditanya tentang pernyataan beliau
bahwa hubungan suami-istri (jima‟) sedangkan hubungan badan itu adalah melampiaskan
syahwat, namun ini termasuk kedalam bentuk shadaqah.

DAFTAR PUSTAKA
Singgih D. Gunarso. (2008). Gaya Hidup Sehat. http://www.gayahidupsehat.com. (Asscesed,
4th April, http://belajarpsikologi.com/pentingnya-pendidikan-seks-sex-education/,
Rabu, 23 Oktober 2013. http://kumpulan.info/keluarga/anak/258-pendidikan-seks-
anak.html, Rabu, 23 Oktober 2013.
Kohler. (2008). Psikologi Anak. http://www.lifestyle.okezone.com. (Asscesed, 27th Maret,
12.00 pm).
Prihartini, Nuryoto, Aviatin. 2002. Hubungan antara komunikasi efektif tentang seksualitas
dalam keluarga dengan sikap remaja awal terhadap pergaulan bebas antar lawan
jenis. Jurnal Psikologi, (2), 124-139.
Martono, H., & Pranarka, K. (2009). Ilmu Kesehatan Usia Lanjut (4th ed.). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Berman, A., Kozier, B., Snyder, S. J., Snyder, C., Erb, G. L., Frandsen, G., & Pearson. 2015.
Kozier and Erb’s Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. Pearson
Education.
Stanley, M., & Beare, P. G. 2016. Buku Ajar Keperawatan Gerontik (2nd ed.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai