Anda di halaman 1dari 14

Alasan Pentingnya Memberikan Pendidikan Seks untuk Anak

https://www.halodoc.com/artikel/alasan-pentingnya-memberikan-pendidikan-seks-untuk-

anak
3 menit
Ditinjau oleh: dr. Rizal Fadli : 07 Desember 2021

“Pengetahuan seks sangat penting untuk diberitahukan kepada anak sejak dini. Ada beberapa
alasan mengapa pendidikan seks penting untuk anak laki-laki, yaitu untuk memenuhi rasa ingin
tahu anak, mencegah anak melakukan aktivitas seksual yang tidak benar, agar anak tidak terkejut
saat memasuki usia pubertas, menyadarkan anak tentang menjaga organ reproduksi, dan
mencegah kehamilan usia dini.”

Belakangan ini kasus pelecehan ataupun kekerasan seksual semakin meningkat di pemberitaan
media massa. Jumlah kasus yang terjadi pun sekarang ibarat fenomena gunung es. Kebanyakan
para korban lebih memilih untuk diam. Kasus pelecehan ataupun kekerasan seksual tidak hanya
terjadi pada orang dewasa, tetapi juga banyak terhadap anak-anak.

Di Indonesia, pengetahuan seks masih dianggap sebagai satu hal yang tabu untuk diberikan
kepada anak-anak dan remaja. Orangtua dan orang dewasa merasa risih saat anak-anak dan
remaja menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan seks, sehingga memilih untuk mengalihkan
pembicaraan.

Pengetahuan seks penting diajarkan sejak dini pada anak. Baik anak laki-laki maupun perempuan
harus mendapatkan itu, terutama dimulai dari keluarga lebih dulu.

Hal ini diperlukan agar mereka mengetahui bagaimana perilaku seksual yang sehat serta
mencegah terjadinya pelecehan seksual. Jangan sampai anak terlanjur mendapatkan informasi
yang kurang tepat seputar seks dari sumber yang tidak dapat dipercaya, misalnya teman sebaya
atau internet.

Anak juga perlu tahu bahwa sebagai orangtua, kamu bisa diajak berdiskusi seputar topik
tersebut. Ketika anak sudah diberikan edukasi seks atau pendidikan seksual sejak dini, di masa
remaja ia pun tidak merasa canggung dan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Saat berusia 3 atau 4 tahun, anak akan mulai memperhatikan dunia di sekitarnya dan  mulai
belajar untuk mengenali tubuhnya sendiri dan membandingkan diri dengan teman-temannya.
Anak mungkin akan mulai menyadari bahwa perempuan dan laki-laki itu berbeda. Saat anak
mulai mengeksplorasi lingkungannya, ini merupakan kesempatan bagi orangtua untuk
memberikan pemahaman dasar mengenai seksualitas.

Ada beberapa alasan pentingnya memberikan pendidikan seks terutama untuk anak laki-laki:

 Memenuhi rasa ingin tahu anak 

Setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, apalagi saat memasuki usia remaja. Peran
pengetahuan seks sangat penting untuk menghilangkan rasa penasaran anak. Pengetahuan seks
juga dapat menjadi bekal bagi anak untuk menyaring berbagai informasi seks yang simpang-siur
di luar sana.

 Mencegah anak melakukan aktivitas seksual yang tidak benar

Sekarang ini banyak anak remaja yang melakukan aktivitas seksual sebelum menikah.
Kebanyakan dari mereka melakukan hal ini hanya untuk coba-coba atau terpengaruh terhadap
lingkungan yang tidak sehat. Bila telah mendapatkan pengetahuan seks sejak dini, diharapkan
anak dapat menghindari aktivitas seksual sebelum menikah.

 Agar anak tidak terkejut saat memasuki usia pubertas

Banyak perubahan yang terjadi pada fisik anak saat memasuki usia pubertas. Hal ini terkadang
membuat anak terkejut. Pada anak perempuan mengalami menstruasi pertama kali, atau anak
laki-laki kali pertama kali mimpi basah. Agar anak dapat menerima perubahan ini dengan
mudah, orang tua perlu memberikan pengetahuan tentang seks sejak dini.

 Menyadarkan anak tentang menjaga organ reproduksi

Anak juga perlu tahu tentang betapa penting menjaga organ kelamin agar ia tidak disentuh oleh
orang lain. Anak juga perlu tahu perihal menjaga kebersihan dan kesehatan organ reproduksi.
Semakin usia anak bertambah, semakin dia perlu membersihkan organ intimnya sendiri. 

 Mencegah kehamilan usia dini

Angka kehamilan usia dini semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh pergaulan bebas pada
remaja. Terkadang, para remaja melakukan hubungan intim sebelum menikah tanpa mengerti
konsekuensi dari perbuatan tersebut, seperti kehamilan 

Itulah beberapa alasan mengapa anak perlu mendapatkan pengetahuan seks sejak dini. Sebagai
orangtua, kamu dapat memberikan pendidikan seks secara bertahap dengan cara yang tepat. 

Jika butuh bantuan ahli untuk mengatasi anak yang sakit, kamu bisa menghubungi ahli dokter
melalui aplikasi Halodoc. Hubungi dokter spesialis anak melalui Video/Voice
Call atau Chat dan sampaikan keluhan yang dialami. Ayo, download  Halodoc sekarang di App
Store dan Google Play! 
Referensi:
Darmawan, M. Ikatan Dokter Anak Indonesia (2014). Mengajari Kewaspadaan Kekerasan
Seksual Pada Anak.
About Kids Health Canada. Diakses pada 2021. Sex Education for Children: Why Parents
Should Talk to Their Kids About Sex.
Lindberg, S. Verywell Family. Diakses pada 2021. How to Talk to Your Kids About Sex.
Raising Children Network Australia. Diakses pada 2021. Sex Education and Talking About Sex
to Children: 0-8 Years.
Mayo Clinic. Diakses pada 2021. Sex Education: Talking to Toddlers and Preschoolers About
Sex.
Victoria State Government Australia. Diakses pada 2021. Betterhealth Channel. Talking to
Children and Young People About Relationships, Sex, and Sexuality.
WebMD. Diakses pada 2021. Talking to Your Kids About Sex.
Ditulis oleh:

dr. Rizal Fadli

Edukasi Seks pada Anak Sejak Dini, Ini 9 Manfaatnya!


https://www.parenting.co.id/usia-sekolah/edukasi-seks-pada-anak-sejak-dini-ini-9-manfaatnya-

Mengenalkan pendidikan seksualitas pada anak sebaiknya dilakukan sejak usia dini. Tidak


perlu ada keraguan, merasa tabu, risi, atau saru ketika mengajarkan mereka. Apalagi jika anak
sudah mulai bertanya mengenai hal-hal yang ada kaitan dengan aspek seksualitas atau hubungan
pernikahan, Anda harus tanggap. Anda dapat mengambil kesempatan belajar dari setiap momen
dalam keseharian anak. Misalnya saat anak sedang mandi, Anda dapat memberikan informasi
bagaimana cara membersihkan bagian alat vital anak dengan tepat. Atau, saat sedang duduk
bersama anak perempuan, berikan informasi mengenai cara berpakaian yang sopan.

Dengan demikian, secara tidak langsung Anda mengajarkan anak untuk lebih menghargai
tubuhnya sendiri. Untuk menjadi mentor sekaligus guru untuk anak, Anda sebagai orang tua
perlu mempersiapkan diri dan membekali diri dengan ilmu seputar seksualitas. Selain lewat
membaca, Anda bisa mendapatkan ilmu-ilmu tersebut dengan mengikuti sesi-sesi
kelas parenting untuk mempertajam keahlian berinteraksi dengan anak. Ketika sudah memiliki
bekal ilmu pendidikan seksualitas, maka Anda harus menjadi orang tua yang siap ditanya. Untuk
itu, kepercayaan diri ketika menjawab pertanyaan anak sangat penting untuk Anda miliki. Jangan
lagi merasa gugup atau gagap ketika anak melontarkan pertanyaan yang ‘menjurus’. Jika masih
tak yakin, tidak ada salahnya meminta bantuan pada ahlinya, seperti dokter atau psikolog.

Tak sekadar menjawab rasa penasaran anak, ilmu seputar seksualitas punya manfaat lain untuk
anak. Ini beberapa di antaranya:
 Menimbulkan pemahaman pada anak bagaimana tiap anggota tubuh bekerja sesuai dengan
tahap-tahap pertumbuhan yang diharapkan.
 Memberikan informasi dan arahan mengenai bagaimana anak harus menjaga kebersihan serta
merawat organ seksualnya.
 Anak dapat memahami perubahan yang terjadi pada tubuhnya sesuai perkembangan, sehingga
melewati fase perkembangan dengan nyaman dan sehat.
 Menjadikan anak mengerti tentang proses berketurunan.
 Mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan terjadi akibat pertumbuhannya
 Menguatkan proses identitas dirinya terkait dengan jenis kelaminnya.
 Menciptakan kesadaran bahwa hubungan seksualitas adalah hal yang sakral dan hanya dilakukan
dalam konteks pernikahan.
 Mempersiapkan anak agar mampu membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung
jawab
 Mencegah anak dari perilaku seksual menyimpang, seks bebas, pernikahan dini, PMS,
HIV/AIDS.

Oleh: Dewi Rahayu


NIM: P2A121009
Program Pascasarjana Magister Teknologi Pendidikan Universitas Jambi

https://www.unja.ac.id/pentingnya-pendidikan-seks-pada-anak-usia-dini-di-era-digital/

Kekerasan seksual pada anak usia dini beberapa tahun belakangan ini semakin marak terjadi
sehingga membuat miris bagi orang tua, pendidik, maupun praktisi pendidikan, karena hal
tersebut pasti akan berdampak bagi masa depan anak. Pemicu kekerasan seksual yang terjadi
pada anak selama pandemi Covid-19 meningkat 60%, pelakunya adalah orang terdekat. Hal
tersebut disebabkan pola asuh orang tua yang belum tepat. Disamping itu anak korban perceraian
serta orang tua yang meninggalkan anak juga menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual
pada anak. Tak hanya itu, orang tua yang belum matang akibat pernikahan dini juga berpotensi
menciptakan kekerasan pada anak. Semua itu didasarkan pada minimnya pemahaman parenting
mengenai pendidikan seksual pada anak.
Pendidikan seksual merupakan suatu keterampilan dan pengetahuan yang perlu diberikan sedini
mungkin kepada anak mengenai perilaku seksual untuk menghadapi hal-hal yang akan terjadi di
masa depan seiring bertambahnya usia serta membentuk karakter dan pola perilaku agar mampu
terhindar dari perilaku-perilaku yang beresiko terhadap pelecehan seksual maupun perilaku
seksual menyimpang. Sigmund Freud ahli psiko analisa menyatakan bahwa terdapat 5 fase atau
tahapan perkembangan seks diantaranya fase oral, fase anal, fase phallic, fase laten dan fase
genital. 1). Fase Oral (0-2 tahun), pada tahap ini pemenuhan kenikmatan seksualitas awal anak
berada di daerah sekitar mulut seperti saat menyusu pada ibu atau pun memasukkan benda-benda
kedalam mulut 2). Fase Anal (2-3 tahun) fase ini berlangsung saat pemenuhan kenikmatan
seksual anak berada pada daerah anus dan sekitarnya contohnya ketika anak buang air besar atau
kecil 3). FasePhallic (3-6 tahun) menjelaskan bahwa kenikmatan seksual dialami anak saat alat
kelaminnya mengalami sentuhan atau rabaan dan fase ini anak telah mulai mengenali perbedaan
lawan jenis, 4). Fase Laten (6-11 tahun), fase ini aktivitas seksual yang dialami anak telah mulai
berkurang dikarenakan anak sedang focus pada perkembangan fisik dan kognitifnya karena
mereka mulai memasuki masa sekolah, 5). Fase genital (12 tahun keatas), merupakan fase
terakhir tahap perkembangan psiko seksual, hal ini dikarenakan organ seksual dan hormone
seksual pada diri anak mulai aktif sehingga anak sudah menikmati aktivitas seksual secara sadar.

Tahapan perkembangan seks ini saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri. Perkembangan
manusia selalu terhubung antara perkembangan aspek biologis, social dan emosional. Aspek-
aspek ini mendukung terbentuknya kematangan seksual.

Adapun persoalan bagi anak usia dini mengenai pendidikan seks yaitu mendapatkan pengetahuan
dan pengajaran pun hanya sebatas announcement  (pemberitahuan) dalam perbedaan toilet laki-
laki dan perempuan. Untuk pengenalan pendidikan seks hanya melalui media boneka. Disamping
itu orangtua dan guru kebingungan untuk mengajar pendidikan seks ke anak karena dirasa tabu
serta minimnyapengetahuandan media tentangpendidikanseksdalammengajarkankepadaanak.

Cara sederhana untuk mengenalkan pendidikan seks pada anak yang pertama bisa melalui
boneka, nanti melalui boneka kita bisa tunjuk dan menjelaskan tentang nama organ
reproduksinya apa, selanjutnya kegunaan atau fungsinya apa, kemudian bagaimana cara kita
untuk menjaganya serta bagaimana cara untuk membersihkannya.

Jadi memberikan pengenalan pendidikan seksual kepada anak harus dilakukan sedini mungkin.
Selanjutnya yang kedua kita bisa melakukan aktivitas sehari-hari contohnya seperti pada waktu
anak mandi, disana dijelaskan juga bahwa yang boleh melihat itu hanya orangtua dan dokternya
saja. Kemudian yang ketiga caranya juga bisa melalui permainan sederhana yang orangtua atau
pendidik ciptakan mengenai pengenalan organ reproduksi, seperti bisa dari kartu bermain
pengenalan organ reproduksi pada anak, bisa juga menggunakan stiker organ reproduksi, bahkan
dari lagu atau nyanyian juga boleh mengenai bagian tubuh mana yang boleh disentuh dan dilihat
serta bagian tubuh mana yang tidak boleh dilihat dan disentuh oleh oranglain. Sebab anak usia
dini itu mudah mengingat suatu informasi dengan cara bermain sambil belajar.

Pendidikan seksual sangat penting bagi anak karena hal tersebut merupakan proses pengajaran
dan pembelajaran yang difokuskan pada pengajaran dan pembelajaran berbasis kurikulum
tentang aspek kognitif, emosional, fisik dan sosial seksualitas. Tujuan pendidikan seksual untuk
membekali dan menyadarkan anak pentingnya menjaga kesehatan, kesejahteraan dan martabat
mereka dengan cara penanaman perlindungan diri dalam mengembangkan hubungan sosial dan
seksual yang baik.Di era digital yang serba teknologi canggih seperti saat ini, anak dengan cepat
dan bebas dapat mengakses media diberbagai aplikasi tanpa bimbingan orang tua atau pun
pendidik yang tanpa kita sadari dan ketahui mayoritas aplikasi tersebut terdapat iklan-iklan yang
belum cukup umur yang dapat anak lihat setiap membuka aplikasi. Oleh karena itu penting
pendidikan seks untuk anak mengenai pengetahuan dan pembelajaran diberikan sedini mungkin.

Edukasi mengenai pendidikan seks pada anak ini akan sangat dibutuhkan bagi setiap orangtua,
pendidik maupun ahli kependidikan dalam memberikan parenting kepada anak mengingat zaman
akan selalu berkembang di era digital seperti saat ini. Hal tersebut juga dapat memberikan
manfaat dalam persiapan dimasa pubertas anak.

Oleh karena itu setiap proses pendidikan pada prinsipnya memerlukan materi yang disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik, karakteristik usia, kematangan psikologi serta intelektualnya.
Pada anak usia dini, hendaknya materi pendidikan seks diberikan oleh pendidik maupun orang
tua dengan memahami rasa ingin tahu anak, memberikan penjelasan sesuai dengan kemampuan
kognitif, memberikan tanggapan dengan jujur dan bersikap proporsional, serta dapat
diintegrasikan dengan pembelajaran lainnya.

Post navigation
 Wujudkan Implementasi Program SMART, UNJA Jalin Kerja Sama dengan Universiti Teknologi MARA Serawak
MalaysiaMemeriahkan Dies Natalis ke-59, UNJA Adakan Lomba Mewarnai untuk Anak-Anak 

Kamis 19 Desember 2019, 15:05 WIB


Pentingnya Pendidikan Seks Kepada Anak Usia Dini
mediaindonesia.com | Humaniora   Istimewa Acara Kuliah Peduli Negeri yang
dilaksanakan Universitas Mercu Buana.  
https://mediaindonesia.com/humaniora/279002/pentingnya-pendidikan-seks-kepada-anak-
usia-dini

MARAKNYA kasus kekerasan seksual kepada anak-anak beberapa waktu terakhir, cukup
menyita perhatian masyarakat. Tidak sedikit tindakan-tindakan asusila tersebut dilakukan
oleh orang terdekat. Tanpa adanya pemahaman mengenai pendidikan seksual, anak akan
sulit untuk melawan perlakuan menyimpang tersebut. Sayangnya, masih banyak orang tua
dan masyarakat yang merasa tabu dan apatis untuk membicarakan seksualitas kepada
anak. Padahal, mengajarkan pendidikan seks kepada anak sejak dini bisa menjadi imun
yang akan membantu anak untuk membentengi diri dari risiko kekerasan maupun
pelecehan seksual di kemudian hari. Apalagi dengan semakin transparannya berbagai
informasi yang bisa diakses lewat internet, sangat memungkinkan bagi sebagian besar
anak dan remaja memanfaatkannya sebagai media penolong dalam memenuhi rasa
keingintahuannya mengenai seks. Berangkat dari pemikiran tersebut, mahasiwa Fakultas
Ilmu Komunikasi Public Relations, Universitas Mercu Buana (UMB), menggelar Workshop
Kuliah Peduli Negeri dengan tema 'Pendidikan Seksual Pada Anak Usia Dini' di RPTRA
Manuver, Meruya Selatan, Jakarta. Kegiatan Workshop Kuliah Peduli Negeri mendapat
dukungan dari MR Group, milik pengusaha Maya Miranda Ambarsari.  Ester Elvina
Pakpahan, panita acara Kuliah Peduli Negeri UMB mengatakan pendidikan seks bisa
ditanamkan sejak dini saat anak mulai mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan seksualitas.  Dari hal tersebut, menurut Ester, orang tua mulai
menanamkan pendidikan seks mulai dari tingkat yang paling dasar seperti pengenalan
organ tubuh dan fungsinya. "Sejak kecil anak-anak harus diberikan edukasi seksualitas,
kenapa tidak boleh atau dilarang melakukan ini dan itu, apa yang harus dilakukan dan
dijaga, supaya mereka punya integritas diri, tahu ada bagian penting dari tubuhnya yang
tidak boleh dipegang orang lain atau diekspos," jelas Ester.  "Agar anak tumbuh menjadi
generasi muda yang berkualitas, ada baiknya orang tua memberikan informasi seputar seks
sejak dini,” tuturnya. Kegiatan Workshop tentang pendidikan seks kepada anak sejak dini
menjadi pintu gerbang bagi anak-anak untuk lebih tahu bagaimana berprilaku dan berperan
sesuai dengan gendernya. Selain itu, mereka juga akan lebih memahami prilaku seksual
yang seharusnya dilakukan, memahami kesehatan dan perkembangan reproduksi,
hubungan laki - laki dan perempuan serta batasan-batasan yang tidak boleh diabaikan
"Kami menghimbau orang tua, mari kita mulai menjaga anak, memberikan edukasi
seksualitas kepada anak, tidak hanya orang tua tapi orang-orang di sekitar juga
berkewajiban untuk melindungi anak-anak,” tutur Ester.. Kegiatan yang dilaksanakan 11
Desember 2019 itu dihadiri sejumlah siswa/i serta orang tua dari Pendidikan Anak Usia
Dinan (PAUD) Amari serta PAUD Kenanga. Peran orang tua sangat penting untuk
mendampingi anak memberikan arahan-arahan yang baik agar anak memahami serta
mampu menjaga organ seksualnya dengan baik dan benar. Sementara itu, dosen
pengampu Kuliah Peduli Negeri UMB, Nurhayani Saragih, mengatakan kegiatan ini
merupakan salah satu bentuk pengimplementasian nyata Tri Darma Perguruan Tinggi yang
diberikan mahasiswa kepada masyarakat. "Dengan mereka terjun langsung ke masyarakat
menjadi bagian dari tri darma yaitu Pengabdian Pada Masyarakat. Dalam hal ini,
mahasiswa sendiri yang harus memberikan pelatihan atau pendidikan kepada masyarakat,
salah satunya dalam tema Pendidikan Seks Pada Anak Usai Dini," ujarnya. Menurut
Nurhayani, tema mengenai pendidikan seksual kepada anak usia dini menarik dan dapat
menjadi  pembentukan akhlak sejak dini agar anak-anak Indonesia memiliki benteng yang
kuat untuk menjaga dirinya dari berbagai kekerasan seksual dan pornografi yang dapat
merusak masa depannya. (OL-09)

Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/279002/pentingnya-pendidikan-seks-
kepada-anak-usia-dini
Keterbukaan Pendidikan Seks di
Indonesia: Hambatan dan
Implementasi
Aurellia Nadhira, Kinasha Nadindya & Resha Putra Maheswara

 11 September 2020

https://www.economica.id/2020/09/11/keterbukaan-pendidikan-seks-di-indonesia-hambatan-dan-implementasi/

In-Depth, Umum

“Di level penentu kebijakan masih belum berani (menerapkan kurikulum


formal pendidikan seks), karena masih terbawa wacana dari kelompok
tertentu yang hanya melihat pendidikan seks sebagai isu moral dan bukan
sebagai kebutuhan,” ujar Sri Wiyanti, Ketua Law and Gender Society (LGS)
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Pembicaraan tentang seks di masyarakat Indonesia tidak henti-hentinya menjadi perbincangan
yang tabu. Sifat tabu ini diturunkan pula pada muatan pendidikan yang membahas tentang
seksualitas dan reproduksi manusia. Saat ini sekolah memang mengajarkan aspek-aspek
kesehatan reproduksi, namun masih terbatas pada ancaman untuk tidak melakukan seks sebelum
menikah. Materi yang fokus pada seksualitas, persetujuan hubungan badan dan
sentuhan (consent), dan isu lain mengenai gender masih sangat minim. (Baca juga: Sexual
Consent: Hal yang Wajib Dibicarakan Sebelum Berhubungan)
“Persepsi publik yang masih menganggap bahwa pendidikan seks lebih memberikan dampak
negatif dibandingkan dampak positif membuat penolakan terhadap pendidikan seks menjadi
opini yang kuat di kalangan masyarakat,” ujar dr. Hasto Wardoyo, Kepala Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Pendidikan Seks vs. Pendidikan Reproduksi
Menurut dr. Hasto, masyarakat masih banyak yang salah memahami konsep pendidikan seksual.
Pendidikan seks seringkali dipukul rata atau disamakan dengan pendidikan kesehatan reproduksi,
padahal kenyataannya tidak demikian. Pendidikan seksual merupakan bagian dari pendidikan
reproduksi. Dalam penyampaian tentang pendidikan kesehatan reproduksi, konten mengenai
seksualitas juga dapat disampaikan.
“Kesehatan reproduksi memiliki banyak aspek, salah satunya seksualitas. Namun, jangan
dipukul ratakan antara pendidikan seks dan pendidikan reproduksi,” pungkas dr. Hasto. Apa
yang disampaikan kepada para siswa di sekolah sejatinya merupakan pendidikan reproduksi.
Pada dasarnya, pendidikan reproduksi dapat disampaikan kepada siapa saja,  termasuk anak-
anak. Tetapi untuk pendidikan seksual, dr. Hasto menilai target penyampaiannya perlu dibatasi
karena secara awam masyarakat masih menganggap seks hanya sebatas sexual
intercourse. “Penyampaian pendidikan seks perlu dibatasi karena pandangan masyarakat yang
masih awam ini menjadi sebuah constraint dalam pembahasannya,” jelas dr. Hasto. Perbedaan
kedua konsep ini juga dapat menjadi pemahaman bagi para konselor yang hendak
menyampaikan pendidikan seks ini, sehingga nantinya dapat menyambungkan public
knowledge dan academic knowledge. 
Tidak Adanya Pemisahan State dan Religion
Menurut seorang aktivis sekaligus mantan anggota DPR Komisi VIII, Rahayu Saraswati yang
akrab dipanggil Sara, sulitnya penyampaian pendidikan seksualitas di Indonesia ini juga akibat
tidak adanya pemisahan antara state dan religion. Artinya, semua kebijakan akan ada kaitannya
dengan iman dan keyakinan, termasuk kebijakan tentang pendidikan seksual. Ajaran agama yang
melarang berhubungan seks sebelum menikah juga menjadi salah satu resistensi penyampaian
pendidikan seksual secara komprehensif. 
“Masalah dari pendidikan seksualitas dan reproduksi adalah masyarakat yang sering
mengkonotasikannya sebagai ajakan untuk melakukan seks atau semacamnya, yang tentunya
bertentangan dengan ajaran agama,” ujar dr. Hasto. Ia pun menilai muatan pendidikan seks di
Indonesia harus dengan strategi penyampaian yang tidak terlalu vulgar agar dapat diterima setiap
tokoh masyarakat. “Karena besar kemungkinan jika terlalu vulgar maka akan mendapat
penolakan dari masyarakat,” tambah dr. Hasto.
Sara juga berbagi cerita mengenai proses penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
(PKS) di DPR yang juga tak luput dari persoalan state dan religion ini. Dalam prosesnya, DPR
sempat menghadirkan neuropsychologist  dan akademisi yang menyatakan akan bahayanya
pengesahan RUU PKS karena akan melegalkan LGBT di Indonesia. “Jadi, ini bukan hanya dari
sisi pemerintah (anggota DPR), melainkan juga akademisi yang memiliki pemahaman berbeda,”
pungkas Sara. Menurutnya, satu-satunya cara adalah dengan menunjukkan bagaimana beberapa
suku di Indonesia mengakui adanya lebih dari dua gender secara budaya. “Tetapi, pasti hal
tersebut juga akan dinyatakan sesat oleh tokoh-tokoh agama di pemerintahan,” tambahnya. 
Penyesuaian dan Modifikasi Pendidikan Seksual
Menurut dr. Hasto, di tengah pola pikir masyarakat yang masih dominan dengan doktrin agama
dan budaya sehingga seks masih dianggap tabu, penting untuk bisa memilah apa yang sebaiknya
disampaikan secara eksplisit maupun implisit agar tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Menurutnya, materi pendidikan seks dan reproduksi ini harus dikemas secara menarik agar dapat
diterima masyarakat. “Alangkah lebih baik kita menggodok topik secara intense baru
disampaikan kepada masyarakat setelah dikemas dengan baik,” tuturnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Sara juga berpendapat bahwa untuk dapat masuk ke dalam
kurikulum sekolah, pendidikan kesehatan reproduksi harus disesuaikan secara multilevel, yaitu
dengan memperhatikan usia dan konteks level kritis dari setiap daerah di Indonesia karena setiap
daerah memiliki tanggapan yang berbeda-beda akan pendidikan seksual. “Pendidikan reproduksi
sebaiknya ada di seluruh jenjang pendidikan, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan tahap
pengembangan anak,” ujar Sara. Untuk menentukan materi dalam setiap tahapannya, Sara
menilai sebaiknya hal ini diserahkan kepada ahli dari segi psikologis, karena psikolog lebih
mengerti development stage  dari setiap generasi. Hal ini senada dengan pendapat dr. Hasto yang
mengatakan bahwa kuncinya adalah penguasaan konten dan konteks dengan baik.
Mengacu pada International Technical Guidance of Comprehensive Sexuality Education
(CSE) dari United Nations Population Fund (UNFPA), dr. Hasto mengatakan hal tersebut dapat
diaplikasikan, namun perlu ada sebuah modifikasi dengan strategi penyampaian yang tidak
terlalu vulgar agar tidak terjadi penolakan di masyarakat. “Kita harus mengadaptasi apa yang kita
adopsi dari materi UNFPA tersebut. Perubahan bukan karena pemerintah, tetapi karena
masyarakatnya yang berkeinginan untuk berubah,” pungkasnya.
Seksolog Zoya Amirin pun turut menanggapi hal ini. Menurutnya, penerapan pendidikan seksual
tidak seharusnya masuk ke dalam kurikulum pendidikan—melainkan ekstrakurikuler. “Kalau
dimasukkan ke kurikulum, nanti ada penilaian raport misalnya nilai 9 atau 10. Tapi apakah
artinya seseorang yang mendapat nilai 10 lebih sehat (terkait pendidikan seks) dibanding
seseorang yang mendapat nilai 8? Pendidikan seks itu lebih kualitatif daripada kuantitatif,”
jelasnya. 
Pendidikan Seksual dalam Menjawab Kekerasan Seksual
Menurut Rahayu Saraswati, pendidikan kesehatan reproduksi juga perlu mencakup perlindungan
dari kekerasan seksual, kelanjutan penyelesaian kasus kekerasan seksual, serta apa yang harus
dilakukan sebagai korban kekerasan seksual. “Pendidikan kesehatan reproduksi sendiri berkaitan
dengan pencegahan kekerasan seksual,” ujarnya.
Ia memberikan contoh anak berusia di bawah 18 tahun melakukan kekerasan seksual karena
mempelajari hubungan seks melalui pornografi. “Mereka belajar dari konteks pornografi yang
keras hingga menyerupai pemerkosaan, lalu hal tersebut dinormalisasi. Mereka tidak dapat
membedakan antara konsensual dan paksaan,” ujar Sara. Ia pun berpendapat jika dalam
pendidikan kesehatan reproduksi perlu mengajarkan tentang consent, sehingga masyarakat bisa
membedakan mana yang boleh dan tidak. 
Comprehensive Sexuality Education menekankan pentingnya menempatkan consent dan etika
berhubungan dengan orang lain sebagai fondasi kurikulumnya. Namun pada kenyataannya di
Indonesia, pembicaraan tentang consent adalah sesuatu yang masih menuai perdebatan. Menurut
Sara, akar dari perdebatan ini adalah ideologi, dimana lagi-lagi tidak adanya pemisahan
antara state dan religion. “Sulit untuk move on dari (pendidikan
seksual) abstinence  ke consent kalau memang ideologi Indonesia tidak dipisahkan
antara state dan religion,”  tuturnya.
Dalam hal ini,   Sara menilai jika konsep consent penting dalam konteks perlindungan hak
seseorang terhadap kekerasan seksual. Tindak kekerasan seksual tidak dapat dibenarkan dalam
hal apapun karena melanggar konsep consent ini. “Contohnya, beberapa negara sudah
mengesahkan jika hubungan intim dalam kondisi mabuk dapat dikenakan pasal pemerkosaan
karena orang yang berhubungan intim tidak memiliki kendali penuh atas kesadarannya, sehingga
dianggap false consent. That’s how far they protect the victims,” jelas Sara. 
Sejatinya, tujuan dari pendidikan kesehatan reproduksi adalah mengajarkan tentang hak dan
perlindungan korban, serta mengajarkan bagaimana mereka bisa mengumpulkan bukti jika
mendapatkan kekerasan. Senada dengan Sara, Kepala BKKBN juga menyampaikan bahwa 
edukasi tentang kesehatan reproduksi juga akan mencakup aspek-aspek emotional disorder yang
berkaitan dengan kekerasan seksual , salah satunya pedofilia.
“Sebenarnya, yang paling komprehensif itu adalah memberikan rehabilitasi dan intervensi
kepada korban, demikian juga hal yang sama untuk si pelaku supaya si pelaku tidak melakukan
perbuatan itu lagi. Kalau pelaku dipenjara tetapi tidak ada rehabilitasi, bisa jadi dia akan
melecehkan di penjara juga,” tutur Zoya. Ia pun memberi contoh dari suatu konferensi terapis
seksualitas di Denver, Amerika Serikat tahun 2018, yang memiliki panel berjudul “Sex
Education for Sexual Predators”. “Sebagian besar pelaku seks menyimpang (atypical sexual
behaviour/sex predator) itu tidak memiliki social skills seperti mengetahui kapan harus
mengekspresikan hasrat seksualnya karena tidak pernah diedukasi, “ ujar Zoya. 
Meskipun perilaku seks yang menyimpang adalah salah satu dampak dari minimnya pendidikan
seks, hal ini tetap tidak bisa dijustifikasi sebagai alasan untuk melakukan pelecehan seksual.
“Alasannya adalah you need to own it. Kita perlu mengakui bahwa sebelum adanya pendidikan
seksual, ada pembelajaran etika dari keluarga—mengenali batasan. Kalau sampai mereka
melecehkan karena tidak mendapatkan pendidikan seks, pertanyaannya
bagaimana boundaries yang diajarkan di rumah?” jelas Zoya.
Pendidikan Seksual dalam Menjawab Pernikahan Anak
Permasalahan tingginya angka pernikahan anak di Indonesia seharusnya juga dapat dicegah
dengan pendidikan seksual. Hal ini selaras dengan opini dr. Hasto yang mengatakan,
“Pernikahan usia dini seharusnya dicegah, dan jika memang tidak bisa dicegah maka pendidikan
seksualitas perlu diberikan kepada mereka yang memang ingin serius menikah, sehingga
pembahasan yang berkaitan dengan sexual intercourse bisa disampaikan.” BKKBN sendiri
memiliki program kerja yang menargetkan remaja dan mereka yang ingin menikah, yakni berupa
situs web bernama siapnikah.org. Situs ini berisikan layanan edukasi untuk mempersiapkan
pasangan-pasangan yang ingin menikah.
Rahayu Saraswati merupakan salah satu tokoh yang memperjuangkan batas usia minimum
perkawinan dinaikkan. Ia mengatakan jika di jajaran DPR pun banyak yang tidak setuju akan
pembatasan usia pernikahan. “Artinya memang ada beberapa anggota (DPR) yang setuju dengan
perkawinan anak. Alasan yang mereka gunakan adalah bahwa pernikahan anak dilakukan untuk
menghindari dosa dan hal tersebut merupakan hak mereka,” ungkap Sara. Senada dengan
pernyataan tersebut, dr. Hasto berpendapat jika menghalalkan pernikahan dini untuk mencegah
zina merupakan sesuatu yang salah dan sangat merugikan.
Dalam sebuah penelitian  mengenai “Implementasi Pendidikan Seks berbasis Sekolah”,
dinyatakan bahwa program pendidikan seks meningkatkan pengetahuan siswa, mengubah sikap
terhadap seks pranikah, dan mengurangi intensi untuk terlibat dalam seks pranikah. Hal ini dapat
menjadi faktor pencegah kasus pernikahan anak akibat kehamilan di luar pernikahan karena
hubungan seks pranikah. Senada, dr. Hasto menjelaskan jika memang materi kesehatan
reproduksi ini bertujuan untuk mencegah pernikahan dini dan menjelaskan risiko jika terjadi
hubungan seks di usia dini.
Pendidikan Seksual dalam Isu Gender
Mengenai isu gender seperti misalnya orientasi seksual lain di luar heteroseksual, Sara dengan
tegas menyatakan opininya bahwa masyarakat Indonesia tidak akan pernah bisa menerima hal
tersebut (orientasi seksual lain selain heteroseksual). “Selama state dan religion masih satu
kesatuan, tidak akan pernah bisa. Sulit untuk mencari validasi dari ajaran agama yang
mengizinkan atau tidak menyatakan hal tersebut (LGBT) sebagai dosa,” tuturnya.
Dr. Hasto sendiri mengatakan, “Ini (isu orientasi seksual) sebenarnya sudah termasuk ke dalam
pendidikan kesehatan reproduksi yang mencakup patologi (ilmu yang mempelajari penyakit)
reproduksi, yang salah satunya bisa anatomis maupun psikis.” Ia kemudian memaparkan bahwa
orientasi seks non-heteroseksual tergolong deviasi seksual, yang kemudian dapat digolongkan ke
dalam gangguan jiwa ringan.
Di sisi lain, Zoya menyebutkan bahwa berdasarkan Diagnostic Statistical Manual for Mental
Disorders (DSM) yang ke-3, sudah tidak ada lagi klaim yang menyebut klasifikasi seksualitas
non-hetero sebagai disorder, melainkan sudah termasuk sebagai orientasi seks. Mengutip dari
Alm. Prof. Sarlito Wirawan Sarwono, Zoya menyebutkan bahwa orientasi seksual non-hetero
termasuk ke dalam kategori penyimpangan normal (sosial)—bukan
berarti disorder. Penyimpangan sosial yang dimaksud adalah tekanan masyarakat terhadap kaum
minoritas yang tidak bisa menerima keberagaman (homofobia). Pendidikan seks yang beragam,
tambah Zoya, bukan berarti mengajar seseorang untuk menjadi LGBT melainkan mengajar
tentang keanekaragaman; tentang Bhinneka Tunggal Ika.
 

Editor: Ruthana Bitia, Renadia Kusuma, Rani Widyaningsih


Foto oleh Gaelle Marcel di Unsplash
Referensi
Maimunah, S. (2019). Implementasi pendidikan seks berbasis sekolah. Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan, 7(2). doi:10.22219/jipt.v7i2.8989
New survey shows violence against women widespread in Indonesia. (2017, May 10). Retrieved
September 10, 2020, from https://www.unfpa.org/news/new-survey-shows-violence-against-
women-widespread-indonesia
Sasongko, J. (2016, May 21). Kemdikbud: Pendidikan Seks Sudah Masuk Kurikulum. Retrieved
September 10, 2020, from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160521083036-20-
132374/kemdikbud-pendidikan-seks-sudah-masuk-kurikulum
Yi, B. (2016, July 25). Over 90 percent rape cases go unreported in Indonesia: Poll. Retrieved
September 10, 2020, from https://www.reuters.com/article/us-indonesia-crime-women/over-90-
percent-rape-cases-go-unreported-in-indonesia-poll-idUSKCN1051SC

Anda mungkin juga menyukai