Anda di halaman 1dari 5

Rumah Adat Batak, Penjelasan Rumah Bolon, Bentuk dan Bahannya

Suku Batak merupakan salah satu suku yang ada di negara ini dan berada di Provinsi
Sumatera Barat. Sama halnya seperti suku lain, yang kaya akan tradisi dan adat, di Suku
Batak pun dikenal rumah adat yang menjadi simbol kehidupan masyarakatnya. 

Rumah Bolon merupakan sebutan untuk rumah adat tersebut. Awalnya rumah adat ini
digunakan sebagai tempat tinggal para raja. Saat itu, rumah Bolon telah ditempati oleh 14
orang raja, mereka adalah Raja Pangultop Ultop, Raja Nanggaraja, Raja Ranjinman.
Kemudian Raja Batiran, Raja Bakkaraja, Raja Baringin, juga Raja Bona Batu, Raja Raja
Ulan. 

Selain itu, ada Raja Atian, Raja Horma Bulan, Raja Raondop. Berikutnya adalah Raja
Rahalim, Raja Karel Tanjung dan yang terakhir menempati rumah tersebut adalah raja
terakhir, yaitu Raja Mogang. 

Rumah Adat Batak

Zaman dahulu, masyarakat Sumatera Utara pada umumnya tinggal di rumah Bolon. Namun
seiring berjalannya waktu, rumah ini semakin berkurang, hingga sulit ditemukan. Masih
banyak hal menarik yang perlu Anda ketahui mengenai rumah adat ini, mulai dari ciri khas,
filosofi, dan yang lain dan berikut ini informasinya.

Ciri Khas Rumah Adat Batak

Adapun ciri khas Rumah Bolon ini adalah berbentuk persegi panjang. Dilengkapi dengan
banyak tiang penyangga, sehingga rumah ini mirip dengan rumah panggung.
Menariknya, rumah adat Batak ini juga dibangun dengan anak tangga yang jumlahnya
ganjil. 

Rumah Bolon juga memiliki atap yang lancip, baik di bagian depan maupun belakangnya.
Pada bagian depannya dibuat lebih panjang dibandingkan dengan bagian belakangnya. Hal
ini dipercaya bahwa keturunan dari pemilik rumah akan sukses. 

Ciri khas lainnya terletak pada ornamen yang digunakan. Dimana Anda bisa menemukan
ornamen khas Batak yang melambangkan penolak bala ataupun penyakit. 

Ornamen atau ukiran tersebut disebut juga Gorga. Inilah salah satu alasan, mengapa rumah
adat tersebut disebut juga Rumah Gorga. Gorga sendiri bisa ditemukan di bagian luar atau
dalam rumah. 

Ada tiga jenis Gorga yang bisa Anda lihat, seperti Gorga cicak, Gorga kerbau, dan Gorga
ular. Gorga berbentuk cicak menggambarkan bahwa suku Batak ini bisa hidup dan mudah
beradaptasi di manapun tinggal. Harapannya adalah, setiap mereka yang bersuku Batak dan
jauh dari tanah asalnya, bisa menjalin persaudaraan dengan suku lainnya. 

Berikutnya adalah Gorga Kerbau yang menggambarkan ungkapan terimakasih pada hewan
tersebut. Suku Batak percaya bahwa kerbau telah membantu kehidupan manusia. Sementara
untuk ornamen ular, suku ini juga percaya bahwa jika rumah dimasuki ular, akan
mendatangkan keberkahan. 

Ornamen lain yang juga diletakkan di rumah adat Batak ini seperti, motif pakis nipahu juga
rota berduri yang dikenal sebagai madusi, yang biasanya diletakkan di baian atas dinding
pintu masuk. 

Berikutnya di setiap sudut rumah, Anda bisa mendapati hiasan gajah. Kemudian juga wajah
bermotif binatang buas, yang digunakan untuk menolak bala. Ornamen lain yang juga
digunakan adalah kepala singa, kadal, yang berfungsi menolak sihir yang datang. Gorga ini
ada diaplikasi pada ukiran yang diwarnai, namun ada juga yang hanya berbentuk ilustrasi. 

Di bagian depan rumah, Anda juga bisa melihat ciri tradisional dengan rentang geografis dan
motif spiral. Selain itu akan ditemui pula ornamen wanita menyusui yang juga dikenal
sebagai Adep-adep atau Adop-adop. Gorga ini melambangkan kesuburan.

Ada sebutan lain untuk rumah adat yang memiliki banyak hiasan atau Rumah Gorga tadi.
Yaitu Rumah Gorga Sarimunggu atau Jabu Batara Siang. Bila Anda mendapati rumah adat
tanpa hiasan, maka rumah disebut Jabu Batara Suang atau Jabu Ereng.

Sementara untuk Rumah Bolon sendiri sebetulnya merupakan rumah adat yang memiliki
ukuran paling besar. Untuk rumah dengan ukuran kecil disebut juga Jabu Parbale-balean.
Rumah adat Batak biasanya berwarna merah, putih dan hitam yang melambangkan kejujuran,
kecerdasan dan kewibawaan. 

Desain Rumah Adat Batak

Rumah adat ini dibuat dengan dua bangunan utama, yaitu ruma dan sopo. Ruma adalah
bangunan tempat tinggal sementara Sopo adalah lumbung padi. Bentuk rumah dibangun
persegi empat dengan jarak antara rumah dan tanah adalah 1,75 meter. 

Bagian bawah rumah, biasanya digunakan unruk kandang hewan peliharaan, seperti ayam
atau babi. Sementara bentuk daun pintunya adalah horizontal dan vertikal. Namun untuk daun
pintu dengan bentuk horizontal sudah tidak digunakan lagi. 

Setiap orang yang akan masuk ke dalam rumah harus menundukkan kepala karena ada palang
yang melintang. Dimana tujuan dari balok atau palang tersebut adalah, agar siapapun yang
masuk ke dalam rumah, menghormati pemiliknya. 
Meskipun, di dalam rumah tidak terdapat kamar-kamar dan dibuat terbuka, namun rumah
biasanya didiami oleh lima hingga enam keluarga. Meskipun tidak ada pembagian area
namun penghuni rumah patuh pada aturan adat yang berlaku. 

Pondasi, Atap dan Dinding Rumah Bolon

Rumah adat Batak ini, memiliki pondasi tipe cincin, yaitu adanya penggunaan batu yang
disebut dengan batu oahan yang dijadikan tumpuan. Sementara di bagian atasnya diletakkan
kolom kayu. 

Di atas batu ojahan, diletakkan 18 buah tiang yang berdiameter 42 cm hingga 50 cm.
Sementara filosofi dari tiang-tiang tersebut adalah kebersamaan dan kekuatan. Tiang rumah
juga memiliki struktur yang fleksibel sehingga tahan gempa. 

Berikutnya pada bagian atapnya digunakan ijuk atau daun rumbia. Desain bagian atapnya
dibuat seperti punggung kerbau atau pelana kuda. Bentuknya lancip di bagian depan dan
belakangnya. 

Bagi masyarakat suku Batak, atap rumah juga dianggap sebagai bagian yang suci. Ini
dibuktikan dengan kebiasaan mereka menyimpan barang berharga di sana. Tidak hanya itu,
ternyata desain dengan atap melengkung tersebut, bisa membantu terpaan angin kencang. 

Untuk bagian dinding rumah, biasanya dibuat dengan sangat hati-hati. Karena memang
dinding rumah dibuat dengan posisi miring. Tujuannya dimaksudkan agar angin bisa mudah
masuk ke dalam rumah. Dinding juga menggunakan tali pengikat yang disebut ret-ret dan
terbuat dari rotan dan ijuk.

Rumah tidak menggunakan paku untuk menghubungkan setiap bagian rumah. Ret-ret atau
tali pengikat dipercaya akan lebih kuat, sehingga rumah tidak akan roboh meski terserang
angin. 

Melihat penjelasan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa bahan untuk membuat Rumah
Bolon, terdiri atas, kayu, tali, ijuk dan batu. Kayu sendiri dianggap sebagai material yang
kuat dan tahan lama. Sementara ijuk yang digunakan untuk atap juga tahan lama dan bisa
membuat ruangan menjadi lebih sejuk.

Bagian Rumah Bolon

Rumah adat Batak dibuat dengan tiga bagian, yaitu bagian atas, tengah dan bawah. Bagian
atas atau atap rumah disebut dengan ginjang. Kemudian bagian tengah atau badan rumah,
merupakan bagian tempat tinggal penghuni rumah. Sementara di bagian bawah, disebut
tombara, tempat para hewan peliharaan tinggal. 
Mereka juga percaya bahwa bagian atas atau atap merupakan dunia dewa. Kemudian bagian
tengah adalah dunia manusia dan bagian bawah rumah mencerminkan kematian. Pada
dinding rumah juga akan ditemui pola ret-ret yang mengartikan bahwa manusia akan saling
membutuhkan selama mereka hidup, sehingga diingatkan agar selalu saling menghormati dan
memahami perannya di dunia. 

Di bagian dalam rumah, terdiri atas beberapa fungsi. Seperti di bagian depan sudut kiri yang
dikenal dengan Jabu Suhat. Sisi ini diperuntukkan bagi anak laki-laki tertua yang sudah
berkeluarga. Sementara ruangan yang letakknya di sudut belakang disebut juga Jabu Bonga
atu Porjabu Bong. 

Ruangan tersebut dihuni oleh anggota keluarga tertinggi bersama dengan seorang istri dan
anak-anaknya. Berikutnya di bagian dalam sut kiri atas rumah, disebut Jabu Soding yang
digunakan untuk wanita yang sudah menikah namun belum memiliki rumah. 

Bagian luar rumah adat Batak yang disebut Slap Plate digunakan untuk para tamu. Namun
ruangan tersebut akan digunakan jika dibutuhkan, hingga terbentuk ruangan baru yang
disebut juga Jabu Tonga Ni-Ronga Jabu Hue.

Makna dan Filosofi Rumah Adat Batak

Tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal dan berteduh, rumah adat batak memiliki
filosofi yang tinggi dan digunakan sebagai pedoman hidup masyarakatnya. 

Setiap pembangunan rumah, maka akan dilakukan secara gotong royong. Dimana bahan
untuk membangun akan dilakukan oleh para pande dengan memilih bahan terbaik. Mereka
akan memilih kayu dengan cara yang unik, yaitu memukul kayu dengan alat. 

Bila terdengar bunyi nyaring saat dipukul, itu menandakan kayu yang baik dan akan
digunakan untuk membangun rumah. Pondasi rumah dibuat persegi empat yang dipadukan
dengan tiang dan dinding yang kuat. Pondasi yang dibuat memiliki makna untuk saling
bekerjasama, saat memikul beban berat. 

Pada bagian atas rumah, yang ditopang menggunakan tiang, disebut dengan Ninggor. Tiang
yang berdiri lurus dan tinggi tersebut, bermakna kejujurn. Tiang yang menahan atap rumah
disebut juga Songsong Boltak yang bermakna, jika ada tuan rumah yang kurang baik dalam
melayani, maka sebaiknya dipendam di dalam hati dan tidak diutarakan. 

Di bagian dalam rumah juga terdapat panggung kecil yang serupa dengan balkon. Panggung
kecil ini digunakan untuk menyimpan padi. Adapun makna yang terkandung di dalamnya
adalah, sebagi bentuk pengharapan untuk memperoleh rezeki.  
Setiap masyarakat suku Batak juga kerap membersihkan rumah dengan cara menyapu semua
kotoran, kemudian dibuang melalui lubang yang berada di dekat tungku masak, yang disebut
dengan nama Talaga. 

Maknanya sendiri adalah agar kita semua bisa membuang semua keburukan di dalam rumah,
serta melupakan kelakuan buruk. 

Bagi masyarakat Batak, rumah yang dibangun melambangkan kelas atau status sosial
pemiliknya. Sehingga Rumah Bolon pun terdiri atas beberapa jenis. Rumah-rumah tersebut
memiliki namanya masing-masing, seperti Rumah Bolon Simalungun, Rumah Bolon
Mandailing, Rumah Bolon Karo, Rumah Bolon Angola, Rumah Bolon Pakpak, juga Rumah
Bolon Toba. 

Setiap bangunan dari masing-masing Rumah Bolon tersebut, tentunya memiliki ciri khasnya
masing-masing dengan bentuk yang juga tidak sama. Terdapat fakta menarik lainnya
mengenai Rumah Bolon ini, di mana rumah adat Batak ini terdapat juga di negara Jerman.

Rumah tersebut dibangun oleh warga setempat sebagai simbol keakraban antara Jerman dan
Indonesia. Rumah tersebut diberi naman Batakhaus. Demikianlah penjelasan
mengenai rumah adat Batak yang bisa Anda ketahui. Yang pasti filosofi lain dari rumah
tersebut adalah, sebagai bentuk cagar budaya yang bisa dijadikan sarana pelestarian budaya
di negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai