Anda di halaman 1dari 16

Nama : Laily Talita Hasna

Kelas : 4A
Tugas : Tematik
 RUMAH ADAT SUMATRA BARAT
(RUMAH GADANG)

RUMAH ADAT PROVINSI SUMATERA BARAT ( RUMAH GADANG ) Rumah Gadang


adalah rumah tradisional dari suku minangkabau. Menurut bentuknya, rumah adat ini
disebut rumah gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya
yang bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, tergantung pada jumlah
lanjarnya ( ruas dari depan ke belakang )

Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah yang berlanjar
dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai dua gonjong.
Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya bergonjong
empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam).
Biasanya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih.

Fungsi dari Rumah Gadang

Rumah Gadang kaya dengan makna yang merupakan gambaran umum dari kehidupan
masyarakat minangkabau secara keseluruhan. Dalam kehidupan sehari-hari, rumah gadang
memiliki fungsi-fungsi tersendiri, fungsi tersebut adalah:
1.Fungsi Adat

Sebuah rumah gadang, merupakan rumah utama yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat
minangkabau yang diikat oleh suatu suku tertentu. Sebagai rumah utama, rumah gadang
merupakan tempat untuk melangsungkan acara-acara adat dan acara-acara penting lain
dari suku yang bersangkutan.

Kegiatan-kegiatan adat pada masyarakat minangkabau dapat kita uraikan berdasarkan


kepada siklus kehidupan mereka, yaitu: Turun Mandi, Khitan, Perkawinan, Batagak Gala
(Pengangkatan Datuak), dan Kematian.

Fungsi-fungsi di atas dapat disebut juga fungsi temporer yang berlangsung pada suatu
rumah gadang, karena kegiatan tersebut tidak berlangsung setiap hari dan berlangsung
pada waktu-waktu tertentu saja.

2.Fungsi Keseharian

Rumah gadang merupakan wadah yang menampung kegiatan sehari-hari dari penghuninya.
Rumah gadang adalah rumah yang dihuni oleh sebuah keluarga besar dengan segala
aktifitas mereka setiap harinya. Pengertian dari keluarga besar disini adalah sebuah
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu serta anak wanita, baik itu yang telah berkeluarga
ataupun yang belum berkeluarga, sedangkan anak laki-laki tidak memiliki tempat di dalam
rumah gadang.

Fungsi inilah sebenarnya yang lebih dominan berlangsung pada suatu rumah gadang.
Sebagaimana lazimnya rumah tinggal bagi masyarakat umumnya, disinilah interaksi antar
anggota keluarga berlangsung. Aktifitas sehari-hari seperti makan, tidur, berkumpul bersama
anggota keluarga dan lain sebagainya lebih dominan berlangsung disini, disamping
kegiatan-kegiatan adat seperti yang telah diuraikan diatas.

Pembagian ruang didalam rumah gadang adalah:

Publik, yaitu ruang tamu atau ruang bersama yang merupakan sebuah ruangan lepas tanpa
adanya pembatas apapun.

Semi Privat, yaitu ruang peralihan seperti bandua yang terdapat didepan kamar tidur serta
anjuang (ruang khusus) yang terdapat pada bagian ujung-ujung rumah gadang yang dapat
kita temukan pada beberapa jenis rumah gadang.

Privat, yaitu kamar-kamar tidur yang terdapat di dalam rumah gadang yang dahulunya
berdasarkan kepada jumlah anak gadis yang dimiliki oleh sipemilik rumah. Servis, yaitu
dapur yang pada dahulunya merupakan dapur tradisional yang masih menggunkan kayu
sebagai bahan bakarnya .

Beberapa karakteristik dari arsitektur rumah gadang dapat kita lihat,Tingkat / derajat
kespesifikan budaya atau tempat.
Rumah gadang merupakan bangunan khas daerah Sumatera Barat, seperti yang tertulis
pada buku Rumah Gadang Arsitektur Tradisional Minangkabau, bahwa arsitektur bangunan
rumah gadang merupakan peninggalan tidak tertulis yang sampai pada kita, yang
merupakan ciri dari kebesaran kebudayaan minangkabau masa lalu. Betapapun perubahan
itu terjadi, namun arsitektur bangunan rumah gadang yang dapat kita saksikan sekarang
adalah merupakan pengaruh langgam bangunan masa lampau.

Seperti yang juga disebutkan oleh Turan dalam Vernacular Architecture, arsitektur
vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir
dari masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi etnik, jadi bangunan rumah gadang
merupakan bangunan yang lahir pada masyarakat minangkabau dan memang berjangkar
pada kebudayaan masyarakat minangkabau itu sendiri.

Tinjauan terhadap model, denah, morfologi dan spesifikasi bangunan, hubungan antar
elemen serta kompleksitas bangunan berdasarkan tempat dimana sebuah bangunan
tersebut berada.
Secara garis besar model rumah gadang terbagi atas dua kelompok besar yang dibagi
berdasarkan kepada dua kelarasan atau hukum adat yang berlaku didalam masyarakat
minangkabau.
Kedua sistem kelarasan itu adalah:

• Sistem kelarasan Koto Piliang

Ciri dari model rumah gadang yang menggunakan sistem kelarasan Koto Piliang ini adalah
memiliki anjuang yang terdapat pada bagian kiri dan bangunan. Anjungan merupakan
tempat terhormat didalam suatu rumah gadang yang ditinggikan beberapa puluh sentimeter
dari permukaan lantai bangunan.

• Sistem kelarasan Bodi Caniago.

Sedangkan pada rumah gadang yang menggunakan sistem kelarasan Bodi Caniago tidak
mengenal istilah anjuang. Jadi bagian lantai rumah gadang mulai dari bangian ujung sampai
pangkal mempunyai ketinggian lantai yang sama.elemen-elemen bangunan dalam rumah
gadang.

Halaman suatu rumah gadang merupakan sebuah rumah terbuka yang penting bagi suatu
rumah gadang, biasanya sebuah halaman pada rumah gadang merupakan tempat untuk
melangsungkan acara-acara pada sebuah kekerabatan. Elemen-elemen yang terdapat pada
sebuah halaman rumah gadang, salah satunya Rangkiang.

Rangkiang merupakan suatu bangunan yang terdapat dihalaman sebuah rumah gadang
yang berbentuk bujur sangkar dan diberi atap ijuk bergonjong yang berfungsi sebagai
lumbung tempat penyimpanan padi yang didirikan di depan rumah gadang.
 RUMAH ADAT SUMATERA UTARA

(RUMAH BOLON)

Rumah adat suku Batak Toba disebut juga "Rumah Bolon". Rumah ini berbentuk panggung
dengan bahan utama bangunan berupa kayu. Hal yang paling menarik perhatian adalah
bentuk atapnya yang melengkung dan runcing di tiap ujungnya.

Dahulu, Ruma Bolon adalah tempat tinggal dari 13 raja yang tinggal di Sumatra Utara.13
Raja tersebut adalah Raja Ranjinman, Raja Nagaraja, Raja Batiran, Raja Bakkaraja, Raja
Baringin, Raja Bonabatu, Raja Rajaulan, Raja Atian, Raja Hormabulan, Raja Raondop, Raja
Rahalim, Raja Karel Tanjung, dan Raja Mogam.

 Bentuk

Ruma Bolon memilik bentuk persegi empat. Ruma Bolon mempunyai model seperti rumah
panggung. Rumah ini memiliki tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter dari tanah. Tingginya
Ruma Bolon menyebabkan penghuni rumah atau tamu yang hendak masuk ke dalam rumah
harus menggunakan tangga. Tangga Ruma Bolon terletak di tengah-tengah badan rumah.
Hal ini mengakibatkan jika tamu atau penghuni rumah harus menunduk untuk berjalan ke
tangga.

Bagian dalam Ruma Bolon adalah sebuah ruang kosong yang besar dan terbuka tanpa
kamar. Rumah berbentuk persegi empat ini ditopang oleh tiang-tiang penyangga. Tiang-
tiang ini menopang tiap sudut rumah termasuk juga lantai dari Ruma Bolon. Ruma Bolon
memiliki atap yang melengkung pada bagian depan dan belakang. Ruma Bolon memilik
atap yang berbentuk seperti pelana kuda.

 Ciri khas

Lantai Ruma Bolon terbuat dari papan dan atap Ruma Bolon terbuat dari ijuk atau daun
rumbia.Bagian dalam Ruma Bolon adalah ruangan besar yang tidak terbagi-bagi atas
kamar. Namun, tidak berarti bahwa tidak ada pembagian ruang di dalam Ruma Bolon.
Ruangan terbagi atas tiga bagian yaitu jabu bona atau ruangan belakang di sudut sebelah
kanan, ruangan jabu soding yang berada di sudut sebelah kiri yang berhadapan
dengan jabu bona, ruangan jabu suhat yang berada di sudut kiri depan, ruangan tampar
piring yang berada di sebelah jabu suhat, dan ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu
Bona. Ruangan jabu bona dikhususkan bagi kepala keluarga rumah. Ruangan jabu
soding dikhususkan bagi anak perempuan pemilik ruma, tempat para istri tamu yang datang
dan tempat diadakannya upacara adat Ruangan jabu suhat dikhususkan bagi anak lelaki
tertua yang telah menikah. Ruangan tampar piring adalah ruangan bagi tamu. ruangan Jabu
Tongatonga ni Jabu Bona dikhususkan bagi keluarga besar Sebagian besar dari Ruma
Bolon terbuat dari kayu. Ruma Bolon tidak menggunakan paku. Ruma Bolon hanya
menggunakan tali untuk menyatukan bahan-bahan rumah. Tali ini diikatkan kepada kayu
dengan kuat agar rangka rumah tidak longgar ataupun rubuh suatu saat. Pada badan Ruma
Bolon terdapat berbagai ukiran maupun gambar yang memiliki makna sesuai dengan
kehidupan masyarakat Suku Batak.
(RUMAH BALAI BATAK TOBA)

Rumah Balai Batak Toba merupakan rumah adat dari daerah Sumatera Utara (Sumut).
Sudah disingguh diatasm rumah ini terbagi atas dua bagian yaitu jabu parsakitan dan jabu
bolon.

Berdasarkan fungsi, Jabu parsakitan adalah tempat penyimpanan barang. Tempat ini juga
terkadang dipakai sebagai tempat untuk pembicaraan terkait dengan hal-hal adat.
Sedangkan Jabu bolon adalah rumah keluarga besar. Rumah ini tidak memiliki sekat atau
kamar sehingga keluarga tinggal dan tidur bersama. Rumah Balai Batak Toba juga dikenal
sebagai Rumah Bolon.

Berdasarkan sejarahnya, rumah bolon didirikan oleh Raja Tuan Rahalim. Beliau dikenal
perkasa dan memiliki 24 istri. Namun, yang tinggal di istana hanya puang bolon (permaisuri)
dan 11 orang nasi puang (selir) serta anaknya sebanyak 46 orang. Sisanya, yang 12 orang
lagi tinggal dikampung-kampung yang berada satu wilayah kerajaannya.
 ACEH

(RUMAH ACEH)

Rumah Aceh (Aksara Jawoë : ‫ )رومه عادة اچيه‬atau yang lebih dikenal dengan nama "Rumoh
Aceh" merupakan rumah adat dari suku Aceh. Rumah ini bertipe rumah panggung dengan 3
bagan utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë
keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi
belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur). Atap rumah
berfungsi sebagai tempat penyimpanan pusaka keluarga.

Bagi suku bangsa Aceh, segala sesuatu yang akan mereka lakukan, selalu berlandaskan
kitab adat. Kitab adat tersebut dikenal dengan Meukeuta Alam. Salah satu isi di dalam
terdapat tentang pendirian rumah. Di dalam kitab adat menyebutkan: ”Tiap-tiap rakyat
mendirikan rumah atau masjid atau balai-balai atau meunasah pada tiap-tiap tiang di atas itu
hendaklah dipakai kain merah dan putih sedikit”. Kain merah putih yang dibuat khusus di
saat memulai pekerjaan itu dililitkan di atas tiang utama yang di sebut tamèh raja dan tamèh
putroë”. Oleh karenanya terlihat bahwa Suku Aceh bukanlah suatu suku yang melupakan
apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Dalam kitab tersebut juga dipaparkan bahwa; dalam Rumoh Aceh, bagian rumah dan
pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Menurut adat Aceh,
rumah dan pekarangannya tidak boleh di pra-é, atau dibelokkan dari hukum waris. Jika
seorang suami meninggal dunia, maka Rumoh Aceh itu menjadi milik anak-anak perempuan
atau menjadi milik isterinya bila mereka tidak mempunyai anak perempuan.Untuk itu, dalam
Rumah Adat Aceh, istilah yang dinamakan peurumoh, atau jika diartikan dalam bahasa
Indonesia adalah orang yang memiliki rumah.

 MATERIAL

Rumah yang juga dikenal dengan nama Krong Bade bermaterial kayu pilihan. Kayu tersebut
digunakan sebagai tiang-tiang penyangga rumah yang berjumlah 16, 24 atau 32 tiang. 16
tiang untuk rumah bertipe 3 ruangan, 24 tiang untuk rumah bertipe 5 ruangan dan 32 tiang
untuk rumah bertipe 7 ruangan. Sedangkan dinding rumah bermaterial papan keras yang
dilengkapi ukiran khas Aceh. Begitu juga dengan alas rumah yang terbuat dari papan,
papan-papan tersebut hanya disematkan begitu saja tanpa dipaku sehingga mudah dilepas
dan memudahkan ketika pemandian jenazah karena air tumpah langsung ke tanah. Adapun
atap bermaterial daun rumbia. Daun rumbia bersifat ringan dan memberikan efek sejuk
kepada rumah, selain itu struktur anyaman yang ditali dapat dipotong dengan mudah jika
sewaktu-waktu terjadi kebakaran. Dalam memperkuat bangunan rumah aceh tidak
menggunakan paku, melainkan memakai pasak atau pengikat dari tali rotan.

 FUNGSI DAN FILOSOFI

Rumah Aceh tidak hanya berfungsi sebagai hunian. Tetapi juga mencerminkan keyakinan
kepada Tuhan. Hal tersebut terlihat dari bangunan rumah yang berbentuk segi empat dan
memanjang dari timur ke barat membentuk garis imajiner ke Ka'bah. Bagian sisi rumah yang
menghadap barat dan timur pun berfungsi mengantisipasi badai. Hal ini karena angin badai
di Aceh jika tidak bertiup dari barat, maka akan bertiup dari Timur.

Fungsi lainnya rumah aceh adalah menunjukan status sosial pemiliknya. Semakin banyak
hiasan maka semakin kaya pemiliknya. Sedangkan untuk pemilik yang sederhana
hiasannya relatif sedikit bahkan tidak ada sama sekali

Rumah yang berbentuk panggung menyebabkan terdapat jarak antara permukaan tanah
dengan lantai dasar. Biasanya jarak lantai dasar dari permukaan tanah terpisah 9 kaki atau
lebih. Desain ini memiliki fungsi keselamatan dari gangguan binatang buas dan bencana
banjir. Maksudnya, jika terjadi banjir maka penghuni rumah tidak ikut kebasahan atau pun
terbawa arus banjir. Sedangkan bagian pintu dibangun setinggi 120–150 cm, hal tersebut
membuat orang yang masuk harus sedikit menunduk ketika memasuki rumah. Filosofi
menunduk ini adalah sebuah bentuk penghormatan kepada pemilik rumah tanpa melihat
status sosial atau derajat sang tamu. Konsekuensi dari bentuk rumah yang panggung
menyebabkan rumah aceh mempunyai tangga, anak-anak tangganya sengaja berjumlah
ganjil. Menurut adat Aceh, angka ganjil bersifat unik dan sulit ditebak.

 BAGIAN-BAGIAN RUMAH

Bagian bawah

Bagian bawah rumah aceh disebut yup moh. Yup moh merupakan bagian kosong diantara
lantai rumah dengan permukaan tanah. Ruang kosong ini dimanfaatkan berbagai keperluan,
seperti arena bermain anak, tempat kadang hewan peliharaan, tempat membuat kain
songket khas Aceh dan tempat berjualan. Selain itu ruang kosong ini bisa dijadikan tempat
penyimpanan penumbuk padi dam krongs(tempat menyimpan padi berbentuk bulat dengan
tinggi dan diameter mencapai dua meter)[3]

Bagian tengah

Bagian tengah rumah aceh merupakan tempat utama penghuni, di mana didalamnya tempat
dilakukan segala aktivitas. Bagian ini terbagi menjadi tiga, yakni seuramoe
reungeun(serambi depan), sueramoe teungoh(serambi tengah) dan seuramoe likot(serambi
belakang)

Pertama serambi depan, ruangan ini tidak bersekat dan pintunya berada di ujung lantai
sebelah kanan. Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu, tempat tidur anak laki-laki dan
tempat mengaji. Sesekali ruangan ini difungsikan untuk menjamu tamu penting seperti
makan bersama dan acara keduri.

Kedua serambi tengah, ruangan ini merupakan bagian inti dari rumah biasa disebut juga
sebagai rumoh inong(rumah induk). Ruangan ini terletak lebih tinggi karena dianggap suci
dan bersifat pribadi. Di dalam ruangan ini terdapat dua kamar yang menghadap utara atau
selatan dengan pintu menghadap ke belakang. Kamar untuk kepala keluarga disebut rumoh
inong, sedangkan untuk anak perempuan disebut rumoh anjung. Ketika anak perempuan
menikah maka pengantin akan menempati rumoh inong sedangkan kepala keluarga di
rumah anjong. Jika anak perempuan kedua menikah, rumoh inong difungsikan untuk
pengantin dan kepala keluarga pindah ke rumoh likot sampai sang anak memiliki rumah
sendiri. Selain itu rumoh inong difungsikan juga sebagai tempat memandikan mayat ketika
ada peristiwa kematian keluarga.
Ketiga, serambi belakang. Serambi ini tingginya sama dengan serambi depan. Ruangnnya
tidak bersekat dan tidak ada kamar. Ruangan ini difungsikan sebagai ruang keluarga,
tempat makan bersama keluarga atau bahkan dapur maupun tempat menenun-menyulam.

Bagian atas

Bagian atas rumah berbentuk loteng segitiga yang mengerucut kebagian atas sehingga
tampak lancip. Bagian atas ini disebut bubong. Bubong yang menyatukan bubong bagian kiri
dengan bagian kanan disebut perabung. Letak bagian atas terletak tepat di atas serambi
tengah. Fungsinya sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga keluarga.

 KONTRUKSI DAN ELEMEN RUMAH

Konstruksi rumoh Aceh terbilang kokoh dan mempunya fungsi antisipasi bencana seperti
gempa dan banjir. Terbukti, ketika peristiwa tsunami tahun 2004, rumoh aceh tidak
bergeser sedikit pun dan tidak mengalami kerusakan berarti. Kekokohan rumoh aceh ini
ditopang oleh konstruksi tiang-tiang penyangga. Ukuran tiap tiangnya berkisar 20–35 cm, di
mana disetiap ujung bawah tiang dilengkapi batu landasan yang berguna mengantisipasi
kayu masuk ke tanah ketika banjir/tanahnya lembab. Di bagian lantai terdapat balok
penyangga. Balok-balok tersebut disusun rapat-rapat, sehingga kemungkinan roboh menjadi
kecil.

Selain konstruksi, rumoh Aceh pun mempunyai elemen-elemen yang berguna sebagai
penyangga dan penguat di setiap elemennya pun terdapat filosofinya. Berikut
pemaparannya:

 Tamèh merupakan tiang yang digunakan sebagai penyangga badan rumah. Dalam
peribahasa Aceh, ada ungkapan “Kreueh beu beutoi kreueh, beu lagee kreueh kayèe
jeuet keu tamèh rumoh; Leumoh beu beutoi leumoh, beu lagèe taloe seunikat
bubông rumoh” yang artinya, jika keras, haruslah sekeras kayu tiang penyangga
rumah; jika lentur, mesti selentur tali pengikat atap rumah. Hal ini bermakna hidup
orang Aceh adalah teguh pendirian, tetapi tetap berhati lembut.
 Tamèh raja atau tiang raja, merupakan tiang utama yang berada di sisi kanan pintu
masuk. Disebut tiang raja karena ukurannya lebih besar dan posisinya berada di
sebelah kanan. Tamsil terhadap tiang raja: “Kong titi saweueb seukukuh titi, kareuna
adat adé raja” yang artinya jembatan kukuh karena ada tempat berpegang, kukuh
adat karena adil raja.
 Tamèh putroe atau tiang putri, merupakan tiang utama yang berada sisi kiri pintu
masuk. Disebut tiang putri karena merupakan pasangan tiang raja dan posisinya
berdampingan dengan tiang raja.
 Gaki tameh atau kaki tiang, merupakan alas tiang yang biasanya berasal dari batu
sungai. Alas tiang ini berfungsi menyangga tiang kayu agar tidak masuk ke dalam
tanah.
 Rôk atau balok pengunci biasa. Sifatnya untuk menguatkan hubungan antar ujung
setiap balok.
 Tôi atau balok pengunci yang arahnya tegak lurus dengan rôk.
 Peulangan yaitu tempat bertumpu dinding dalam (interior).
 Kindang yaitu elemen tempat bertumpunya dinding luar (eksterior).
 Aleue yaitu lantai yang terbuat dari papan berbilah kecil.
 Ranté aleue yaitu elemen pengikat lantai yang biasanya terbuat dari rotan atau tali.
 Lhue yaitu balok rangka untuk penyangga lantai.
 Neuduek lhue, tempat bertumpu lhue
 Bintéh disebut juga dinding.
 Bintéh catô yaitu dinding catur, salah satu bentuk jalinan dinding.
 Boh pisang yaitu papan kecil di atas kindang.
 Tingkap disebut juga jendela. Jendela rumah Aceh dibuat ukuran kecil. Jendela
utama ada pada sisi rumah.
 Pintô disebut juga pintu.
 Rungkha disebut juga rangka atap.
 Tuleueng rueng atau balok wuwung adalah tempat bersandar kaso pada ujung atas.
Balok ini terbuat dari kayu ringan agar tidak memberatkan beban atap
 Gaseue gantong disebut juga kaki kuda-kuda.
 Puténg tamèh yaitu bagian ujung tiang yang dipahat, gunanya untuk menyambung
balok.
 Taloe pawai yaitu tali pengikat atap yang diikatkan pada ujung bui teungeut.
 Bui teungeut yaitu potongan kayu sebagai penahan neudhuek gaseue.
 Tulak angèn atau tulak angin, merupakan rongga tempat berlalu angin pada dinding
sisi rumah yang berbentuk segitiga pada dinding sisi rumah yang berbentuk segitiga.
Dalam proses pengukuran, seluruh elemen rumah Aceh pengukurannya menggunakan alat
ukur tradisional masyarakat Aceh, yaitu ukuran dengan anggota tubuhuh. Alat ukur tersebut
antara lain jaroe (jari), hah (hasta), jingkai (jengkal , deupa (depa), dan lain-lain.

Misalnya, untuk mengukur puting balok dilakukan beberapa jari, sijaroe, dua jaroe, dan
seterusnya; untuk mengukur panjang balok bisa dengan hasta seperti sihah, dua hah, dan
seterusnya; untuk mengukur sesuatu yang pendek bisa dengan jengkal atau depa.
Meengukur panjang balok bisa dengan hasta seperti sihah, dua hah, dan seterusnya; untuk
mengukur sesuatu yang pendek bisa dengan jengkal atau depa.

 FILOSOFI WARNA

Rumoh Aceh tidak sembarang dalam menggunakan warna, dalam setiap warnanya terdapat
filosofi tersendiri, yaitu:

 Warna kuning : Warna kuning digunakan di sisi segitiga perabung. Bagi adat aceh
kuning bermakna kuat, hangat sekaligus memberikan kesan cerah. Selain itu, warna
kuning tidak memantulkan sinar matahari.
 Merah : Warna merah dipilih untuk melengkapi garis ukiran rumoh aceh. Warna
merah bermaknakan emosi yang berubah-ubah dan naik turun. Sifat tersebut
mencerminkan gairah, senang dan semangat. Hal tersebut menunjukan emosi orang
Aceh naik turun sekaligus dipenuhi gairah dan semangat mengerjakan sesuatu.
Emosi sejenis ini selaras dengan hadih maja/paribahasa Aceh yang berbunyi:
"ureueng Aceh h'an jeuet teupèh, meunyo teupèh bu leubèh h'an jipeutaba, meunyo
hana teupèh bak marèh jeuet taraba". Artinya orang Aceh tidak boleh tersinggung,
jika tersinggung, nasi lebih pun tidak mau ia tawarkan, jika tidak tersinggung, nyawa
ia berikan’.
 Putih : Warna putih yang digunakan adalah putih netral yang bermaknakan suci dan
bersih.
 Jingga : Penggunaan orangnye dimaksudkan memberi makna kehangatan,
kesehatan pikiran dan kegembiraan.
 Hijau : Penggunakan warna hijau bermaknakan kesejukan, kesuburan dan
kehangatan. Hal tersebut berkaitan dengan hijau itu tumbuhan dan warna padi
sebelum matang
(RUMAH KRONG BADE)

Rumah Krong Bade adalah rumah adat dari Provinsi Aceh. Rumah Krong Bade juga biasa
dikenal dengan nama rumoh Aceh. Rumah ini mempunyai tangga depan yang digunakan
bagi tamu atau orang yang tinggal untuk masuk ke dalam rumah. [1] Rumah Krong Bade
adalah salah satu budaya Indonesia yang hampir punah.[1] Rumah Krong Bade saat ini
sudah jarang dipakai karena hampir sebagian masyarakat aceh memilih untuk tinggal di
rumah modern. Hal ini dikarenakan harga pembangunan rumah modern jauh lebih murah
dibandingkan dengan Rumah Krong Bade. Selain biaya pembangunan, biaya perawatan
Rumah Krong Bade juga memakan biaya yang tidak sedikit.

 CIRI KHAS

Rumah Krong Bade memiliki beberapa ciri khas. Tidak semua Rumah Krong Bade
mempunyai bentuk yang sama, tetapi ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari Rumah
Krong Bade. Rumah Krong Bade memiliki tangga di bagian depan rumah bagi orang-orang
yang akan masuk ke dalam rumah. Rumah Krong Bade memiliki tangga karena tinggi
rumah yang berada beberapa meter dari tanah. Umumnya, tangga Rumah Krong Bade dari
tanah adalah 2,5-3 meter. Jumlah anak tangga Rumah Krong Bade umumnya ganjil. Rumah
Krong Bade memiliki bahan dasar yaitu kayu. Rumah Krong Bade juga memiliki banyak
ukiran pada dinding rumahnya. Tetapi banyaknya ukiran pada Rumah Krong Bade
bergantung dari kemampuan ekonomi pemilik rumah. Ukiran ini pun tidak sama satu dengan
yang lain. Rumah Krong Bade berbentuk persegi panjang dan memanjang
dari timur ke barat. Atap Rumah Krong Bade terbuat dari daun rumbia.

 PEMBAGIAN RUANG

Pembagian ruangan dalam Rumah Krong Bade terdiri dari 4 bagian yaitu bagian bawah,
bagian depan, bagian tengah, dan bagian belakang. Setiap ruang memiliki fungsi masing-
masing.

Ruang Bawah

Bagian bawah Rumah Krong Bade digunakan untuk menyimpan barang-barang pemilik
rumah seperti padi atau hasil panen lainnya. ]Dapat dikatakan bahwa ruang bawah berfungsi
sebagai gudang. Ruang bawah juga dipakai untuk menaruh alat penumbuk padi. Selain itu,
ruang bawah juga pusat aktivitas bagi kaum perempuan yaitu membuat kain khas Aceh dan
sebagai tempat menjual kain tersebut

Ruang Depan

Ruang depan berfungsi sebagai ruang santai. Ruangan ini bisa dipakai untuk beristirahat
bagi anggota keluarga dan juga bagi kegiatan yang sifatnya santai seperti anak-anak
belajar. Ruang depan juga bisa dipakai untuk menerima tamu.Ruang depan tidak memiliki
kamar.

Ruang Tengah

Ruang tengah atau biasa disebut sebagai seuramoe teungoh adalah ruangan inti dari
Rumah Krong Bade dan karena itu, ruangan ini juga dikenal sebagai rumah inong. Berbeda
dengan ruang depan, ruang tengah memiliki beberapa kamar di sisi kiri dan sisi kanan.
Ruang tengah mempunyai letak lebih tinggi daripada ruang depan. Ruang tengah tidak
boleh dimasuki oleh tamu karena ruangan ini hanya khusus untuk anggota keluarga.
Anggota keluarga pun tidak semua bisa masuk ke ruang tengah.Umumnya, ruang tengah ini
dipakai sebagai ruang tidur kepala keluarga.Pada acara-acara khusus keluarga
seperti pernikahan, ruang tengah dipakai sebagai ruang tidur pengantin.[3] Ruang tengah
juga dipakai pada acara kematian sebagai ruang pemandian mayat.
Ruang Belakang

Ruang belakang atau yang biasa disebut sebagai seurameo likot adalah ruang santai untuk
keluarga.[3] Ruangan ini letaknya lebih rendah daripada ruang tengah dan berfungsi sebagai
dapur serta tempat keluarga bercengkramah. [3] Ruang belakang sama seperti ruang depan
yang tidak memiliki kamar

 PEMBANGUNAN RUMAH

Pembangunan rumah Krong Bade dilakukan tidak dengan sembarangan. Ada beberapa hal
yang dilakukan untuk membangun rumah ini, seperti penentuan hari baik, pengadaan
kenduri, dan pemilihan kayu. Penentuan hari baik dilaksanakan berdasarkan saran dari
seorang pemuka masyarakat. Demikian juga halnya dengan pemilihan kayu. Pemilihan kayu
didasarkan pada pengetahuan lokal masyarakat yang memandang bahwa ada beberapa
jenis kayu yang dapat bertahan lama jika dipakai untuk membangun rumah.Tahap-tahap
yang harus dilakukan untuk membangun rumah adalah rapat keluarga, pengumpulan bahan,
pengolahan bahan, dan perangkaian bahan.Rapat keluarga juga turun mengambil bagian
penting dalam membangun rumah agar tidak terjadi perpecahan dalam rumah.Dalam rapat
keluarga diundang seorang pemuka masyarakat untuk memberikan saran-saran yang patut
didengarkan oleh keluarga yang hendak membangun rumah.Pengumpulan bahan dilakukan
bersama-sama dengan melihat kayu yang baik untuk dijadikan bahan bangunan.Saat
penebangan kayu, masyarakat Aceh berusaha untuk tidak merusak akar pohon yang
lainnya sehingga sangat berhati-hati dalam penebangan kayu. Pengolahan bahan adaah
pengolahan kayu sesuai dengan kebutuhan.Kebutuhan yang dimaksud di sini adalah kayu-
kayu untuk peralatan rumah tangga maupun kayu-kayu untuk pondasi bangunan.Setelah
pengolahan kayu, kayu-kayu tersebut dirancang atau digunakan sebagai fungsinya dan ini
adalah tahap perangkaian bangunan. Kayu-kayu yang berfungsi sebagai tiang penyangga
rumah akan ditancapkan ke tanah terlebih dahulu.Kayu pertama yang ditancapkan dianggap
sebagai tiang utama dari rumah Krong Bade.Setelah tahap perangkaian bahan selesai,
maka tahap akhir yaitu menghias rumah dengan berbagai ornamen juga ukiran-ukiran pada
badan rumah Krong Bade

Anda mungkin juga menyukai