Kelas : 4A
Tugas : Teamatik
RUMAH ADAT SUMATRA BARAT
(RUMAH GADANG)
Rumah Gadang kaya dengan makna yang merupakan gambaran umum dari
kehidupan masyarakat minangkabau secara keseluruhan. Dalam kehidupan sehari-
hari, rumah gadang memiliki fungsi-fungsi tersendiri, fungsi tersebut adalah:
1.Fungsi Adat
Sebuah rumah gadang, merupakan rumah utama yang dimiliki oleh sekelompok
masyarakat minangkabau yang diikat oleh suatu suku tertentu. Sebagai rumah
utama, rumah gadang merupakan tempat untuk melangsungkan acara-acara adat
dan acara-acara penting lain dari suku yang bersangkutan.
Fungsi-fungsi di atas dapat disebut juga fungsi temporer yang berlangsung pada
suatu rumah gadang, karena kegiatan tersebut tidak berlangsung setiap hari dan
berlangsung pada waktu-waktu tertentu saja.
2.Fungsi Keseharian
Fungsi inilah sebenarnya yang lebih dominan berlangsung pada suatu rumah
gadang. Sebagaimana lazimnya rumah tinggal bagi masyarakat umumnya, disinilah
interaksi antar anggota keluarga berlangsung. Aktifitas sehari-hari seperti makan,
tidur, berkumpul bersama anggota keluarga dan lain sebagainya lebih dominan
berlangsung disini, disamping kegiatan-kegiatan adat seperti yang telah diuraikan
diatas.
Publik, yaitu ruang tamu atau ruang bersama yang merupakan sebuah ruangan
lepas tanpa adanya pembatas apapun.
Semi Privat, yaitu ruang peralihan seperti bandua yang terdapat didepan kamar tidur
serta anjuang (ruang khusus) yang terdapat pada bagian ujung-ujung rumah gadang
yang dapat kita temukan pada beberapa jenis rumah gadang.
Privat, yaitu kamar-kamar tidur yang terdapat di dalam rumah gadang yang
dahulunya berdasarkan kepada jumlah anak gadis yang dimiliki oleh sipemilik
rumah. Servis, yaitu dapur yang pada dahulunya merupakan dapur tradisional yang
masih menggunkan kayu sebagai bahan bakarnya .
Beberapa karakteristik dari arsitektur rumah gadang dapat kita lihat,Tingkat / derajat
kespesifikan budaya atau tempat.
Rumah gadang merupakan bangunan khas daerah Sumatera Barat, seperti yang
tertulis pada buku Rumah Gadang Arsitektur Tradisional Minangkabau, bahwa
arsitektur bangunan rumah gadang merupakan peninggalan tidak tertulis yang
sampai pada kita, yang merupakan ciri dari kebesaran kebudayaan minangkabau
masa lalu. Betapapun perubahan itu terjadi, namun arsitektur bangunan rumah
gadang yang dapat kita saksikan sekarang adalah merupakan pengaruh langgam
bangunan masa lampau.
Seperti yang juga disebutkan oleh Turan dalam Vernacular Architecture, arsitektur
vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat
yang lahir dari masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi etnik, jadi bangunan
rumah gadang merupakan bangunan yang lahir pada masyarakat minangkabau dan
memang berjangkar pada kebudayaan masyarakat minangkabau itu sendiri.
Ciri dari model rumah gadang yang menggunakan sistem kelarasan Koto Piliang ini
adalah memiliki anjuang yang terdapat pada bagian kiri dan bangunan. Anjungan
merupakan tempat terhormat didalam suatu rumah gadang yang ditinggikan
beberapa puluh sentimeter dari permukaan lantai bangunan.
Sedangkan pada rumah gadang yang menggunakan sistem kelarasan Bodi Caniago
tidak mengenal istilah anjuang. Jadi bagian lantai rumah gadang mulai dari bangian
ujung sampai pangkal mempunyai ketinggian lantai yang sama.elemen-elemen
bangunan dalam rumah gadang.
Halaman suatu rumah gadang merupakan sebuah rumah terbuka yang penting bagi
suatu rumah gadang, biasanya sebuah halaman pada rumah gadang merupakan
tempat untuk melangsungkan acara-acara pada sebuah kekerabatan. Elemen-
elemen yang terdapat pada sebuah halaman rumah gadang, salah satunya
Rangkiang.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, rumah adat Sumatera Selatan ini memiliki
tingkatan dan setiap tingkatannya mengandung filosofi yang
mendalam.Melansir dari buku berjudul Rumah Limas Palembang Konsep Tata
Ruang dan Pengaruh Jawa (2008), rumah limas terdiri dari lima tingkatan
dengan arti, makna, dan fungsi yang berbeda-beda.Kelima tingkatan ruangan
tersebut diatur dengan filosofi kekijing, yang berarti setiap ruangannya diatur
berdasarkan anggota keluarga yang menghuni rumah tersebut.Mulai dari usia,
jenis kelamin, bakat, pangkat jabatan, dan martabat, Moms.Berikut ini
tingkatan dan makna filosofi rumah limas:
Pada tingkatan pertama ini, terdiri dari ruangan yang terhampar luas tanpa
dinding pembatas atau sekat.
Umumnya, pada tingkat pertama ini digunakan untuk menerima tamu saat
diadakan acara adat.Meskipun penuh sesak dengan tamu yang datang, orang
luar tidak dapat melihat aktivitas penghuni dan tamu dari luar.Sebaliknya, tamu
maupun tuan rumah yang ada di dalam bisa melihat aktivitas masyarakat di
luar rumah.Keunikan di ruangan tingkat pertama ini, terdapat pintu lawing
kipas dan ketika dibuka ia akan membentuk langit-langit ruangan yang indah
dengan ukiran khas Palembang.
Pada tingkat kedua rumah adat Sumatera Selatan ini, digunakan sebagai
tempat berkumpul untuk para anggota keluarga yang berjenis kelamin laki-laki.
Dibandingkan tingkatan pertama, pada tingkat kedua ini memiliki sekat dan
ruang-ruang yang lebih privasi dan lantainya pun lebih tinggi.
Sementara itu, pada tingkat ketiga rumah limas, dipakai untuk tamu khusus
ketika pemilik rumah mengadakan hajatan atau rapat.
Tingkat Keempat
Pada tingkat keempat rumah adat Sumatera Selatan, digunakan khusus untuk
orang-orang atau tetua yang dihormati atau memiliki ikatan darah dengan
pemilik rumah.
Contoh, dapunto atau datuk, yakni tamu yang dituakan dan dihormati dalam
keluarga.
Semantara itu, di tingkat kelima atau yang dikenal dengan gegajah ini
merupakan ruangan paling luas dibandingkan dengan ruangan lainnya.
Ruangan gegajah dianggap lebih istimewa dan privasi karena hanya orang-
orang tertentu saja yang boleh memasuki ruangan tersebut serta memiliki
kedudukan tinggi dalam keluarga maupun masyarakat.
RUMAH ADAT SUMATERA UTARA
(RUMAH BOLON)
Rumah dengan ketinggian 1,7 meter ini dahulu digunakan sebagai tempat tinggal
para raja. Seiring perubahan zaman, rumah ini banyak dibangun sebagai tempat
tinggal masyarakat suku Batak. Rumah adat ini kemudian berbentuk rumah
panggung, dengan tujuan bagian kolongnya sebagai tempat pemeliharaan hewan
seperti kambing atau ayam.
Uniknya dari rumah ini berbentuk rumah panggung, untuk dapat masuk ke rumah
adat ini harus menggunakan tangga yang terletak di bagian tengah bangunan,
dengan maksud agar tamu yang datang kemudian menunduk atau menghormati
sang empunya rumah. Rumah adat Bolon ini memiliki beberapa jenis seperti rumah
Bolon Toba, rumah Bolon Pakpak, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Simalungun,
rumah Bolon Mandailing, hingga rumah Bolon Angkola. Sayangnya, kini jumlahnya
berkurang banyak. Sehingga lebih sulit ditemukan.
(RUMAH NIAS)
adalah suatu bentuk rumah panggung tradisional orang Nias, yaitu untuk masyarakat pada
umumnya. Selain itu terdapat pula rumah adat Nias jenis lain, yaitu Omo Sebua, yang
merupakan rumah tempat kediaman para kepala negeri (tuhenöri), kepala desa (salawa), atau
kaum bangsawan
Rumah panggung ini dibangun di atas tiang-tiang kayu nibung (Oncosperma tigillarium) yang
tinggi dan besar, yang beralaskan rumbia (Metroxylon sagu). Bentuk denahnya ada yang bulat
telur (di Nias utara, timur, dan barat), ada pula yang persegi panjang (di Nias tengah dan
selatan) Bangunan rumah panggung ini tidak berpondasi yang tertanam ke dalam tanah, serta
sambungan antara kerangkanya tidak memakai paku, hingga membuatnya tahan goyangan
gempa. Ruangan dalam rumah adat ini terbagi dua, pada bagian depan untuk menerima tamu
menginap, serta bagian belakang untuk keluarga pemilik rumah
Di halaman muka rumah dahulu biasanya terdapat patung batu, tempat duduk batu untuk
berpesta adat, serta di lapangan desa ada batu-batu besar yang sering dipakai dalam upacara
lompat batu. Saat ini peninggalan batu dari masa Megalitik seperti itu yang keadaanya masih
baik dapek dilihat di desa-desa Bawomataluwo dan Hilisimaetano.
Ada sejenis rumah adat tertentu yang dahulu dipakai khusus untuk rumah berhala-berhala orang
Nias, yang dinamakan Osali Karena pada saat ini sebagian besar masyarakat Nias telah
memeluk agama Kristen, maka nama itu dipakai pula untuk menyebut gereja.[