Anda di halaman 1dari 8

Bahasa Jawa

Jenis Jenis Rumah Adat Jawa ,Bagian Ruang


Dan Rangka Rumah Adat Jawa
XTp1







Anggota :
1. M.umar Khdavi
2. ?
3. ?
4. ?
5. ?
6. ?
7. ?

Smk n nusawungu
Tahun pelajaran 2014/2015
Jenis Jenis Rumah Adat Jawa ,Bagian Ruang
Dan Rangka Rumah Adat Jawa

1. Rumah Adat Jawa Tengah: Joglo

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penting di Pulau
Jawa. Selain karena hiruk-pikuk ekonominya, Provinsi ini juga
tersohor karena unsur kebudayaannya yang masih terjaga.
Salah satu warisan leluhur yang menjadi daya pikat provinsi ini
adalah Joglo. Apa Joglo itu? Hakekatnya Joglo adalah sebutan
bagi rumah adat Jawa Tengah. Bangunan ini menarik dikaji,
baik itu dari segi historis maupun arsitekturnya yang sarat
dengan nilai filosofis khas Jawa.

Joglo Dan Unsur Pembangunnya

Sangat menarik untuk mengkaji rumah adat Jawa Tengah ini sebab kita secara langsung akan
bersinggungan dengan nilai-nilai luhur. Jadi, Joglo bukan sekedar hunian. Lebih dari itu, ia
adalah simbol. Simak saja kerangka rumahnya yang berupa soko guru. Jika diamati, ada empat
pilar utama yang menjadi penyangga utama rumah. Tiang utama ini masing-masing mewakili
arah angin, barat-utara-selatan-timur. Lebih detil lagi, di dalam soko guru terdapat apa yang
dikenal dengan tumpangsari yang disusun dengan pola yang terbalik dari soko guru.

Simbol Status Sosial

Sama seperti rumah adat di daerah lainnya, Joglo juga bisa dijadikan acuan untuk menakar
status sosial seseorang. Meski diakui sebagai rumah adat Jawa Tengah, tapi tidak semua rakyat
atau masyarakat Jawa Tengah memiliki rumah ini. Mengapa? Sebab meski tampilannya cukup
sederhana, namun kerumitan bahan baku serta pembuatan menjadikan proses pembangunan
Joglo memakan biaya juga waktu yang melimpah. Dahulu, hanya kalangan priyayi dan
bangsawan yang memiliki rumah apin ini. Kini, mereka yang bukan bangsawan tapi berduit bisa
saja membangun rumah elegan dan klasik tersebut.

Bagian (Ruang) dalam rumah joglo

Jadi dalam pemetaan ruang rumah Joglo ada tiga peta ruang utama yaitu :
Pendopo
Pringgitan, dan
Dalem

Pendopo
Pendopo letaknya di depan, dan tidak mempunyai dinding atau terbuka, hal ini berkaitan
dengan filosofi orang Jawa yang selalu bersikap ramah, terbuka dan tidak memilih dalam hal
menerima tamu. Pada umumnya pendopo tidak di beri meja ataupun kursi, hanya diberi tikar
apabila ada tamu yang datang, sehingga antara tamu dan yang punya rumah mempunyai
kesetaraan dan juga dalam hal pembicaraan atau ngobrol terasa akrab rukun (rukun agawe
santosa).

Pringgitan
Pringgitan memiliki makna konseptual yaitu tempat untuk memperlihatkan diri sebagai
simbolisasi dari pemilik rumah bahwa dirinya hanya merupakan bayang-bayang atau wayang
dari Dewi Sri (dewi padi) yang merupakan sumber segala kehidupan, kesuburan, dan
kebahagiaan (Hidayatun, 1999:39). Menurut Rahmanu Widayat (2004: 5), pringgitan adalah
ruang antara pendhapa dan dalem sebagai tempat untuk pertunjukan wayang (ringgit), yaitu
pertunjukan yang berhubungan dengan upacara ruwatan untuk anak sukerta (anak yang
menjadi mangsa Bathara Kala, dewa raksasa yang maha hebat).

Dalem (Ruang Utama)
Dalem atau ruang utama dari rumah joglo ini merupakan ruang pribadi pemilik rumah. Dalam
ruang utama dalem ini ada beberapa bagian yaitu ruang keluarga dan beberapa kamar atau
yang disebut senthong. Pada masa dulu, kamar atau senthong hanya dibuat tiga kamar saja,
dan peruntukkan kamar inipun otomatis hanya menjadi tiga yaitu kamar pertama untuk tidur
atau istirahat laki-laki kamar kedua kosong namun tetap diisi tempat tidur atau amben lengkap
dengan perlengkapan tidur, dan yang ketiga diperuntukkan tempat tidur atau istirahat kaum
perempuan.
Kamar yang kedua atau yang tengah biasa disebut dengan krobongan yaitu tempat untuk
menyimpan pusaka dan tempat pemujaan terhadap Dewi Sri. Senthong tengah atau krobongan
merupakan tempat paling suci/privat bagi penghuninya.
Di dalam dalem atau krobongan disimpan harta pusaka yang bermakna gaib serta padi hasil
panen pertama, Dewi Sri juga dianggap sebagai pemilik dan nyonya rumah yang sebenarnya. Di
dalam krobongan terdapat ranjang, kasur, bantal, dan guling, adalah kamar malam pertama
bagi para pengantin baru, hal ini dimaknai sebagai peristiwa kosmis penyatuan Dewa Kamajaya
dengan Dewi Kama Ratih yakni dewa-dewi cinta asmara perkawinan(Mangunwijaya, 1992:
108). Di dalam rumah tradisi Jawa bangsawan Yogyakarta, senthong tengah atau krobongan
berisi bermacam-macam benda-benda lambang (perlengkapan) yang mempunyai kesatuan arti
yang sakral (suci). Macam-macam benda lambang itu berbeda dengan benda-benda lambang
petani. Namun keduanya mempunyai arti lambang kesuburan, kebahagiaan rumah tangga yang
perwujudannya adalah Dewi Sri (Wibowo dkk., 1987 : 63).

Bagian Rangka Rumah Adat Joglo

Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo dapat
dibedakan menjadi 4 bagian :
Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi (melar).
Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang) dan atapnya
tidak tegak / cenderung rebah (nadhah).
Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal.
Perempuan (wadon / padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis / pipih.

2. Rumah Adat Jawa Limasan

Limasan adalah salah satu jenis rumah arsitektur
tradisional Jawa. Rumah tradisional sudah ada sejak
nenek moyang suku Jawa sejak lama. Terbukti dengan
adanya relief yang menggambarkan keberadaannya.
Tidak hanya asal bangun, rumah Limasan mengandung
falsafah yang sarat makna dan nilai-nilai sosiokultural.
Selain itu, rumah Limasan juga dikenal memiliki desain
yang sederhana dan indah. Kelebihan lain pada
arsitektur bangunan limasan rumah ini juga dapat
meredam gempa.




Bangunan ini dicirikan dengan pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan berbentuk
lengkungan-lengkungan yang terpisah pada satu ruang dengan ruang lainnya. Sebuah rumah
limasan terbangun dari empat tiang utama.

Bangunan tradisional limasan banyak memakai elemen natural. Kemampuannya dalam
meredam gempa karena sistim struktur yang digunakan. Struktur limasan berupa rangka yang
memperlihatkan batang-batang kayu yang disusun dengan menerapkan bentuk kubus beratap
limas. Hal ini didasarkan pada sistem dan sifat sambungan kayu yang digunakan, semuanya
bersifat mengantisipasi gaya tarik.

Singkatnya, kemampuannya meredam gempa adalah karena antarstruktur dan materialnya
saling berkait, dan juga karena sambungan antarkayunya yang tidak kaku. Hal ini membuat
bangunannya fleksibel dan memiliki toleransi tinggi terhadap gempa.

Hal lain yang membuatnya dapat meredam guncangan gempa adalah sistem tumpuan dan
sambungannya. Sistem tumpuan bangunan Limasan menggunakan sendi. Hal ini berfungsi
mengimbangi struktur atas yang bersifat jepit. Sistem sambungannya yang tidak memakai paku,
tetapi menggunakan lidah alur yang memungkinkan toleransi terhadap gaya-gaya yang bekerja
pada batang-batang kayu. Toleransi ini menimbulkan friksi, sehingga bangunan dapat
akomodatif menerima gaya-gaya gempa.

Tidak hanya itu, kemampuannya meredam gempa adalah juga karena material yang
digunakan.Limasan menggunakan kayu untuk dindingnya, dan genteng tanah liat untuk
atapnya. Material ini baik karena bersifat ringan sehingga relatif tidak terlalu membebani
bangunan. Penutup atap yang digunakan juga berupa jerami, daun kelapa, daun tebu, sirap,
dan ilalang yang sifatnya ringan. Di bawah ini beberapa jenis Limasan :

Jenis Limasan Lambang Gantung Rangka Kutuk Ngambang
Jenis Limasan Lambang Sari
Jenis Limasan Trajumas Lawakan
Jenis Limasan Trajumas
Jenis Limasan Lambang Gantung
Jenis Limasan Semar Tinandhu
Jenis Limasan Lambang Teplok

Bagian Ruang Pada Rumah Limasan

Secara horisontal, omah limasan terbagi menjadi beberapa petak ruang. Di bagian paling depan
merupakan tritikan atau teras. Teras merupakan bagian rumah terbuka dan menjadi area
publik. Di tempat ini sering dipasang lincak, seperangkat kursi, ataupun amben kecil, untuk
berbagai keperluan. Aktivitas keseharian yang bersifat santai dan nonformal banyak dilakukan
di tempat ini, mulai dari sekedar duduk dan berbincang, pepetan mencari kutu rambut bagi
kaum ibu, hingga tempat leyeh-leyeh melepas penat sehabis seharian bekerja di sawah sambil
nglaras uyon-uyon atau campur sari.

Batas bagian luar dan dalam omah limasan dibatasi dengan papan blabak ataupun anyaman
dinding gedhek. Melalui pintu utama di bagian depan, dari tritikan kita akan memasuki ruang
dalam utama. Ruang utama merupakan bagian terluas dari omah limasan. Ruang utama
menjadi ruang keluarga, sekaligus tempat untuk menerima tamu secara formal. Di tengah ruang
utama, berdiri kokoh soko guru yang mengajarkan kekuatan untuk bersatu padu diantara
semua anggota keluarga. Di samping terdapat seperangkat kursi tamu, di ruang inipun biasa
terdapat amben gedhe.

Sedikit masuk lebih ke dalam, terdapat tiga buah ruang bilik atau kamar dalam yang sering
disebut sebagai senthong, ada senthong tengah yang diapit oleh senthong tengen dan kiwo.
Senthong tengah merupakan pusat kesakralan dan kesucian rumah tangga. Tempat ini biasa
dipergunakan untuk beribadah, atau mushola di dalam rumah. Adapun senthong tengen
ataupun kiwo biasa difungsikan sebagai kamar tidur kaum perempuan maupun tempat
penyimpanan barang berharga ataupun persediaan bahan makanan. Melengkapi struktur
bangunan omah limasan di sisi belakang ataupun samping adalah dapur dan pakiwon. Di
pakiwon biasanya terdapat sumur dan padasan untuk mengambil air wudhu. Di masa kini,
pakiwon kebanyakan berwujud kamar mandi yang dilengkapi sarana kakus.

Di dalam omah limasan terdapat pembagian ruang aktivitas yang berimbang untuk anggota
keluarga laki-laki dan perempuan. Seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga memiliki tugas
utama mencari nafkah di luar rumah. Sedangkan kaum perempuan lebih banyak memegang
peranan untuk mengurus rumah tangga dengan segala hal yang terkait. Ruang utama,
senthong, pawon hingga pakiwon merupakan domain perempuan yang bertanggung jawab
untuk merawat dan memelihara kebersihan serta kerapiannya. Seorang ibu rumah tangga
memiliki kekuasaan penuh dalam hal pengaturan rumah tangga secara internal. Di sinilah
sebenarnya nenek moyang kita telah mengajarkan pembagian peran antara kaum pria dan
perempuan secara sejajar, adil, serta berimbang untuk secara terpadu menjunjung tinggi
kebersamaan sebuah keluarga yang harmonis.

Bagian Rangka Dalam Rumah Limasan

Omah limasan merupakan satu bangunan tunggal, dengan ciri utama bagian atap terdiri atas
empat sisi empyak. Dua sisi empyak di bagian paling depan dan belakang lebih mendatar,
sedangkan sepasang empyak di bagian tengah lebih curam, bertemu di bagian puncak omah
keong, sekaligus membentuk struktur limas dengan lima sisi.

Sebagai penopang struktur atap, di pusat bangunan terdapat empat buah soko guru yang
dilengkapi dengan 14 soko pendamping. Hal ini melambangkan keberadaan sekawan keblat
gangsal pancer, yang merupakan perlambang empat arah mata angin dan penjuru dunia
kehidupan manusia. Secara vertikal, bangunan omah limasan dapat dibagi menjadi tiga bagian
utama, masing-masing bantala atau tanah, struktur penegak, dan bagian atap. Gambaran ini
secara filosofi merupakan warisan nilai-nilai Budha dengan perlambang alam kamadhatu,
rupadhatu, dan arupadhatu. Struktur itupun juga menyimpan nilai ajaran Hindu mengenai
konsep tri hita karana, pembagian jagad menjadi jagad palemahan, pawongan, dan
parahyangan.

3. RUMAH KAMPUNG

Rumah tradisional jenis kampung ini dapat
dikatakan rumah standart yang sampai
sekarang masih diminati oleh masyarakat
jawa. Bentuknya yang sederhana ternyata
mempunyai ciri khas dan karakter kuat
sebagai bangunan sederhana yang sempurna
secara struktural. Bangunan pokoknya terdiri
dari tiang-tiang atau saka yang berjumlah
4,6 atau bisa juga 8 buah dan seterusnya
karena bentuknya dapat memanjang sesuai
keinginan si pemiliknya. Biasanya yang dipakai
sebagai tiang struktur utama sampai dengan 8
buah saka. Hal ini menandakan bahwa
bangunan model kampung merupakan bangunan standart yang dapat dimodifikasi menjadi
bentukan lain atau dikombinasikan dengan model-model baru yang lebih ekstrim atau classic.
Bentukan atap hanya berbentuk segitiga jika dilihat dari sisi samping dengan atap terdapat
pada kedua belah sisinya dan menggunakan bubungan atau wuwungan. Keseluruhan
struktur rumah dari tiang-tiang penyangga,balok,kayu usuk sampai kayu reng menggunakan
kayu jati atau kayu kuat jenis lain seperti kayu nangka,kayu mahoni atau kayu jawa lainnya.
Rumah tradisional Jenis Kampung Pacul Gowang
Rumah Tradisional Jenis Kampung Srotong
Rumah Tradisional Jenis Kampung Dara Gepak
Rumah Tradisional Jenis Kampung Klabang Nyander
Rumah tradisional Jenis Kampung Gajah Njerum
Rumah Tradisional Jenis Kampung Cere Gancet
Rumah Tradisional Jenis Kampung Semar Pinondhong
Rumah Tradisional Jenis Kampung Lambang Teplok Semar Tinandhu
RUMAH KAMPUNG LAMBANG TEPLOK

Bagian Ruang Rumah Kampung

secara tidak langsung mencerminkan penghuninya yang terbiasa hidup tertib. Kedua kampung
sama-sama memiliki tata ruang paranti tempat beresih atau umpluk wangunan beresih serta
paranti tempat kokotor atau umpluk wangunan kokotor dengan definisi dan fungsi yang sama.
Dalam pengaturannya, tata ruang atau zoning bersih menempati bagian depan dari pola
kampung, sedangkan zoning kotor berada pada bagian belakangnya. Tata ruang yang berada
pada bagian depan (lapis kesatu) berfungsi untuk melayani kebutuhan primer bagi penghuni
dan tamu, sedangkan yang menempati bagian belakang (lapis kedua) untuk melayani
kebutuhan sekunder. Pada tata ruang Kampung Ciptarasa dan Ciptagelar, rumah tinggal
sesepuh girang sama-sama berada pada daerah yang lebih tinggi, sedangkan rumah tinggal
warganya menempati daerah yang lebih rendah. Bumi ageung di Ciptarasa dan Ciptagelar
sama-sama menghadap ke selatan, sedangkan rumah serta massa bangunan yang berada di
sekitarnya berorientasi ke bumi ageung sebagai pusatnya. Selatan dan bumi ageung memiliki
makna simbolik sesuai dengan kepercayaan warga kasepuhan, demikian juga arah timur dan
barat. Perletakan massa bangunan pada tata ruang bumi ageung dan bumi warga, sama-sama
berorientasi kepada bumi ageung yang berada pada sumbu utara-selatan. Berdasarkan
perletakan tersebut, maka kedua kampung memiliki pola yang memusat.

Bagian Rangka Rumah Kampung

Rumah panggung terdiri dari tiga bagian: suku atau calana merupakan bagian paling bawah
menyimbolkan kematian (dunia bawah), awak atau pakaya adalah bagian tengah-tengah
sebagai simbol kehidupan (dunia tengah), sedangkan hulu atau mahkuta melambangkan
hubungan manusa ka Gustina, artinya hubungan vertikal manusia kepada Tuhan (dunia atas).
Menurut Adimihardja (1987:89-90), dunia tengah merupakan pusat alam semesta dan manusia
menempatkan diri sebagai pusatnya, karena itulah tempat tinggal manusia harus terletak di
tengah- tengah, tidak ke dunia bawah (bumi) dan dunia atas (langit). Dengan demikian, rumah
harus memakai tiang yang di beri alas di bawahnya berupa batu umpak, sehingga lantai rumah
tidak menempel langsung pada tanah.

4. RUMAH PANGGANG PE
Panggang artinya dipanaskan, Epe artinya dijemur. Karena
namanya rumah ini biasanya oleh masyarakat pedesaan digunakan
untuk menjemur barang barang seperti daun teh, pati, ketela
pohon, dsb. Sedangkan menurut istilahnya Rumah Panggang-Pe
adalah rumah yang berdenah persegi panjang dengan atap yang
terdiri dari satu sisi atap miring serta dengan bentuk yang amat
sangat sederhana. Selain itu sering pula digunakan untuk warung,
pasar untuk berjualan ( bango ), gubuk kecil ditengah sawah untuk
mengusir burung, gudang, dsb.


Bagian Ruang Rumah Panggang PE
Kalaupun untuk rumah tinggal ruangan bagian dalamnya lebih sebagai ruang serba guna yang
pembagian antar ruang menggunakan dinding berupa sekat sekat seperti anyaman bambu,
dsb. Jenis bangunan ini sangat mudah dibuat dan ringan sehingga bila rusak sangat mudah
untuk diperbaiki.

Bagian Rangka Rumah Panggang PE

Hanya terbentuk oleh satu atap yang miring

5. Masjidan

Mesjidan/Tajugan, yaitu bangunan dengan Soko Guru
atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing.
Bentuk Rumah TajugDipergunakan sebagai tempat suci,
semisal : Masjid, tempat raja bertahta, makam. Tidak
ada yang untuk tempat tinggal.





Bagian Ruang Masjidan

berdenah bujur sangkar, lantainya selalu di atas tanpa bertingkat.

Bagian Rangka Masjidan

pada atap berbentuk runcing, soko guru dengan blandar-blandar tumpang sari

Anda mungkin juga menyukai