KELOMPOK 5 :
MOH.FADEL H SANE
F 221 14 104
RAFIQ REDIANSYAH
F 221 14 108
WARDA
F 221 14 114
MOH RIDWAN
F 221 14
ABDUL WAHID
F 221 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS TADULAKO
Bangunan Pancaratna
Berada di kiri depan kompleks
arah Barat, berdenah persegi panjang,
dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai tegel,
konstruksi
atap
ditunjang
empat
sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi,
dan 12 tiang pendukung di permukaan
lantai yang lebih rendah. Atap dari
bahan
genteng,
pada
puncaknya
terdapat
mamolo.
Bangunan
ini
berfungsi sebagai tempat seba atau
tempat
yang
menghadap
para
pembesar desa atau kampung yang
diterima oleh Demang atau Wedana.
Secara keseluruhan memiliki pagar besi.
3. Bangunan Pangrawit
Berada di kiri depan kompleks
menghadap arah Utara. Bangunan ini
berukuran 8 x 8 m, berantai tegel.
Bangunan ini terbuka tanpa dinding.
2. Halaman kedua
Halaman kedua dibatasi tembok bata.
Pada pagar bagian Utara terdapat dua gerbang,
yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng. Regol
Pengada merupakan pintu gerbang masuk
halaman ketiga dengan ukuran panjang dasar 5 x
6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini
menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu.
Gapura Lonceng terdapat di sebelah Timur
Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar
3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbentuk kori
agung (gapura beratap) menggunakan bahan
bata.
3. Halaman Ketiga
Halaman ketiga merupakan kompleks inti
Keraton Kasepuhan. Di dalamnya terdapat
beberapa bangunan seperti: Taman Bunderan
Dewandaru. Taman ini berdenah bulat, telur
terbuat dari batu cadas. Memiliki arti dari
TATA RUANG
Susunan
ruang
dalam
bangunan
tradisional Jawa pada prinsipnya terdiri
dari beberapa bagian ruang yaitu :
1.Pendapa, difungsikan sebagai
tempat
melakukan
aktivitas
yang
sifatnya formal (pertemuan, upacara,
pagelaran seni dan sebagainya).
2.Pringgitan, lorong penghubung
(connection
hall)
antara
pendapa
dengan omah njero. Bagian pringgitan
ini sering difungsikan sebagai tempat
pertunjukan wayang kulit / kesenian /
kegiatan publik
3.Omah njero, kadang disebut juga
sebagai omah-mburi, dalem ageng atau
omah. Kata omah dalam masyarakat
Jawa juga digunakan sebagai istilah
Joglo
Lambang
Sari
mempunyai ciri dimana gabungan
atap
Joglo dengan atap
Serambi disambung secara menerus,
Joglo
Lambang
Gantung
terdapat lubang angin dan cahaya,
hal ini melambangkan filosofi
kehidupan manusia, bahwa kehidupan