Anda di halaman 1dari 23

ARSITEKTUR TRADISIONAL

(RUMAH ADAT JAWA)

KELOMPOK 5 :
MOH.FADEL H SANE

F 221 14 104

RAFIQ REDIANSYAH

F 221 14 108

WARDA

F 221 14 114

MOH RIDWAN

F 221 14

ABDUL WAHID

F 221 14

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS TADULAKO

Rumah Adat jawa barat (Kasepuhan


Cirebon)

Rumah Adat Provinsi Jawa Barat


atau yang dikenal dengan sebutan
Rumah Adat Kasepuhan Cirebon adalah
Keraton Kasepuhan yang di dirikan
sekitar tahun 1529 oleh Pangeran
Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi dari
Kerajaan Padjajaran. Keraton ini
merupakan perluasan dari Keraton
Pakungwati, yang merupakan keraton

yang telah ada sebelumnya. Walaupun


telah berusia tua, kompleks bangunan
tradisional ini masih terawat dengan
baik.

Bagian-bagian Keraton Kasepuhan


Cirebon
Pintu Gerbang Utama Keraton
Kasepuhan
pintu gerbang utama yang berada
di utara di sebut dengan kreteg
pangrawit
yang
berarti
sebuah
jembatan, sedangkan yang di sebelah
selatan di sebut lawang sanga yang
berarti pintu sembilan. Setelah melewati
Kreteg pangrawit akan sampai di bagian
depan keraton. di bagian ini terdapat
dua bangunan, yaitu Pancaratna dan
Pancaniti.

Bangunan Pancaratna
Berada di kiri depan kompleks
arah Barat, berdenah persegi panjang,
dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai tegel,
konstruksi
atap
ditunjang
empat
sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi,
dan 12 tiang pendukung di permukaan
lantai yang lebih rendah. Atap dari
bahan
genteng,
pada
puncaknya

terdapat
mamolo.
Bangunan
ini
berfungsi sebagai tempat seba atau
tempat
yang
menghadap
para
pembesar desa atau kampung yang
diterima oleh Demang atau Wedana.
Secara keseluruhan memiliki pagar besi.

3. Bangunan Pangrawit
Berada di kiri depan kompleks
menghadap arah Utara. Bangunan ini
berukuran 8 x 8 m, berantai tegel.
Bangunan ini terbuka tanpa dinding.

Tiang-tiang yang berjumlah 16 buah


mendukung atap sirap. Bangunan ini
memiliki pagar terali besi. Nama
Pancaniti berasal dari panca berarti
jalan, dan niti yang berarti mata atau
raja atau atasan. Bangunan ini berfungsi
sebagai tempat perwira melatih prajurit,
tempat istirahat, dan juga sebagai
tempat pengadilan.

Halaman/kompleks dalam keraton


kasepuhan Cirebon dibagi menjadi
3 bagian, yaitu:
1. Halaman Pertama
Halaman pertama merupakan
kompleks Siti Inggil, di kompleks
terdapat beberapa bangunan, antara
lain:
Mande Pendawa Lima, yang berfungsi
untuk tempat duduk pengawal raja.
Mande Malang Semirang, yang berfungsi
sebagai tempat duduk raja timadu
menyaksikan acara di alun-alun.
Mande Semar Timandu, adalah
bangunan yang berfungsi sebagai
tempat duduk penghulu atau penasehat
raja.
Mande Karesmen, yaitu bangunan sebagi
tempat menampilkan kesenian untuk
raja.
Mande Pengiring yaitu bangunan sebagai
tempat mengiring raja. Selain
bangunan tersebut masih ada satu
bangunan lagi yaitu bangunan Pengada.
Bangunan ini berukuran 17 x 9,5 m,

berfungsi sebagai tempat membagi


berkat dan tempat pemeriksaan sebelum
menghadap raja.

2. Halaman kedua
Halaman kedua dibatasi tembok bata.
Pada pagar bagian Utara terdapat dua gerbang,
yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng. Regol
Pengada merupakan pintu gerbang masuk
halaman ketiga dengan ukuran panjang dasar 5 x
6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini
menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu.
Gapura Lonceng terdapat di sebelah Timur
Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar
3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbentuk kori
agung (gapura beratap) menggunakan bahan
bata.

3. Halaman Ketiga
Halaman ketiga merupakan kompleks inti
Keraton Kasepuhan. Di dalamnya terdapat
beberapa bangunan seperti: Taman Bunderan
Dewandaru. Taman ini berdenah bulat, telur
terbuat dari batu cadas. Memiliki arti dari

namanya, bunder, yang berarti sepakat. Dewa


berarti dewa dan ndaru artinya cahaya.

Rumah Adat jawa tengah (joglo)

Rumah adat jawa adalah salah


satu warisan leluhur yang menjadi
daya
pikat
propinsi.
bangunan
inisangat menarik dari segi historis
maupun arsitekturnya yang sangat
erat dengan nilai nilai filosofis khas
jawa.

Rumah adat jawa tengah terdiri


dari 3 bagian ya itu:
1. Pendhopo adalah bagian Joglo yang
lazim dipakai untuk menjamu tetamu.
Sementara itu,
2. Pringgitan sendiri merupakan bagian
dari ruang tengah yang umum dipakai
menerima tamu yang lebih dekat.
3. Sementara itu, yang dikenal dengan
istilah Omah Ndalem atau Omah Njero

adalah ruang dimana keluarga bisanya


bercengkrama
Simbol status sosial
joglo merupakan acuan untuk
menakar status sosial seseorang. meski
diakui sebagai rumah adat jawa tengah,
tapi
tidak
semua
rakyat
atau
masyarakat
jawa tengah memiliki
rumah ini. Sebab meski tampilannya
cukup sederhana, namun kerumitan
bahan
baku
serta
pembuatan
menjadikan proses pembangunan joglo
memakan biaya juga waktu yang
melimpah. dahulu, hanya kalangan
priyayi dan bangsawan yang memiliki
rumah apin ini.
Rumah Adat jawa timur(joglo)

Rumah adat joglo adalah salah


satu rumah adat yang dimiliki oleh
daerah Jawa Timur. Rumah adat joglo
di Jawa Timur banyak ditemukan di
daerah Ponorogo. Kebanyakan rumah
joglo yang terdapat di Ponorogo adah
rumah adat joglo yang memiliki dua
ruangan yaitu :

1. Ruang depan (pendopo) yang


difungsikana
sebagai:
tempat
menerima
tamu,
balai
pertemuan (karena awalnya hanya
dimiliki oleh bangsawan, dan kepala
desa) tempat untuk mengadakan
upacara upacara adat.
2. Ruang belakang yang terdiri dari :
a. kamar kamar
b. dapur (pawon)
Sedangkan ruang utama atau
ruang induk pada rumah joglo dibagi
menjadi 3 ruangan, yaitu :
a.
b.
c.

sentong kiwo (kamar kiri)


sentong tengan (kamar tengah)
sentong tangen (kamar kanan)

TATA RUANG
Susunan
ruang
dalam
bangunan
tradisional Jawa pada prinsipnya terdiri
dari beberapa bagian ruang yaitu :
1.Pendapa, difungsikan sebagai
tempat
melakukan
aktivitas
yang
sifatnya formal (pertemuan, upacara,
pagelaran seni dan sebagainya).
2.Pringgitan, lorong penghubung
(connection
hall)
antara
pendapa
dengan omah njero. Bagian pringgitan
ini sering difungsikan sebagai tempat
pertunjukan wayang kulit / kesenian /
kegiatan publik
3.Omah njero, kadang disebut juga
sebagai omah-mburi, dalem ageng atau
omah. Kata omah dalam masyarakat
Jawa juga digunakan sebagai istilah

yang mencakup arti kedomestikan, yaitu


sebagai sebuah unit tempat tinggal.
4. Senthong-kiwa, dapat digunakan
sebagai kamar tidur keluarga atau
sebagai tempat penyimpanan beras dan
alat bertani.
5. Senthong tengah (krobongan),
sering juga disebut sebagai boma,
pedaringan, atau krobongan. Dalam
gugus bangunan rumah tradisional
Jawa, letak senthong-tengah ini paling
dalam, paling jauh dari bagian luar.
6. Senthong-tengen, fungsinya sama
dengan sentong kiwa
7. Gandhok, bangunan tambahan yang
mengitari sisi samping dan belakang
bangunan inti.

Struktur ruang pada rumah tradisional


Jawa

STRUKTUR DAN KONSTRUKSI


Berdasarkan bentuk keseluruhan
tampilan dan bentuk
kerangka, bangunan joglo dapat
dibedakan menjadi 4 bagian :
1.Muda (Nom) : Joglo yang bentuk
tampilannya cenderung memanjang dan
meninggi (melar).
2.Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk
tampilannya cenderung pendek (tidak

memanjang) dan atapnya tidak tegak /


cenderung rebah (nadhah).
3.Laki-laki (lanangan) : Joglo yang
terlihat kokoh karena rangkanya relatif
tebal.
4.Perempuan (wadon / padaringan
kebak) : Joglo yang rangkanya relatif
tipis / pipih.

Di bagian tengah pendapa terdapat


empat tiang utama yang dinamakan
sakaguru. ukurannya harus lebih tinggi
dan lebih besar dari tiang-tiang / sakasaka yang lain. di kedua ujung tiang-

tiang ini terdapat ornamen / ukiran. dan


bagian
atas
sakaguru
saling
dihubungkan
oleh
penyambung
/
penghubung yang dinamakan tumpang
dan sunduk. Posisi tumpang di atas
sunduk.

CIRI KHAS ATAP JOGLO

Ciri khas atap joglo, dapat dilihat


dari bentuk atapnya yang merupakan
perpaduan antara dua buah bidang atap
segi tiga dengan dua buah bidang atap
trapesium,
yang
masing-masing
mempunyai sudut kemiringan yang
berbeda dan tidak sama besar. Atap
joglo selalu terletak di tengah-tengah
dan selalu lebih tinggi serta diapit oleh
atap serambi. Bentuk gabungan antara
atap ini ada dua macam, yaitu: Atap
Joglo Lambang Sari dan Atap Joglo
Lambang Gantung.

Joglo
Lambang
Sari
mempunyai ciri dimana gabungan
atap
Joglo dengan atap
Serambi disambung secara menerus,

Joglo
Lambang
Gantung
terdapat lubang angin dan cahaya,
hal ini melambangkan filosofi
kehidupan manusia, bahwa kehidupan

semakin sukses (berada diatas) maka


cobaan pun akan semakin berat,

semakin kuat diterpa angin, dan selalu


rawan untuk jatuh apabila tidak hatihati, dan alangkah baiknya jika hidup
kita seperti kontruksi Rumah dan
Penataan Ruang pada Rumah joglo ini,
yang saling mengikat satu sama lain,
mengormati, bantu membatu, dan tidak
ada yang dirugikan.
FILOSOFI ATAP RUMAH JOGLO
Bentuk atap rumah joglo
mengambil stilasi dari sebuah gunung,
karena mengambil filosofi yang ada di
dalamnya yang bernama tajug. Tajug itu
sendiri terbagiatas dua yaitu tajug loro
dan joglo.

dalam kehidupan orang jawa


gunung merupakan sesuatu yang tinggi
dan di sakralkan dan banyak di
tuangkan
ke
dalam
simbol-simbol
dengan sesuatu yang magis atau mistis.
hal ini karena adanya pengaruh
kuat keyakinan bahwa gunung atau
tempat yang tinggi merupakan tempat
yang di anggap suci dan tempat tinggal
para dewa.
ELEMENT DAN SIMBOL RUMAH ADAT
JAWA
bangunan rumah joglo merupakan
refleksi nilai dan norma masyarakat
pendukungnya soko guru berupa empat
tiang utama dengan pengeret tumpang
songo
(tumpang
sembilan)
atau
tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya.
Struktur
joglo
yang
seperti
itu,
merupakan penopang struktur utama
rumah, juga sebagai tumpuan atap

rumah agar atap rumah bisa berbentuk


pencu. hal ini melambangkan bahwa,
pada
hakekatnya
manusia
adalah
makhluk
sosial
yang
tidak
bisa
menjalani hidup seorang diri, melainkan
harus saling bantu membantu satu
sama lain, selain itu soko guru juga
melambangkan
empat
hakikat
kesempurnaan
hidup
dan
juga
ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat
manusia.

Anda mungkin juga menyukai