Anda di halaman 1dari 22

1.

Joglo
Joglo adalah nama rumah adat dan bentuk atap paling dikenal dari arsitektur Jawa. Rumah dengan
model atap seperti ini umumnya digunakan oleh keluarga bangsawan. [1]

 Joglo Lawakan
 Joglo Sinom
 Joglo Jompongan
 Joglo Pangrawit
 Joglo Mangkurat
 Joglo Hageng
 Joglo Semar Tinandhu
2. Limasan
Rumah dengan atap tipe limasan dengan samping kanan-kiri yang kecil
Limasan adalah model atap yang dikembangkan dari rumah kampung, tetapi digunakan oleh
keluarga yang memiliki status lebih tinggi. Rancangan rumah dikembangkan ke empat sisi samping
dari atap utama sehingga tampak seperti atap perisai. [1]

 Limasan Lawakan
 Limasan Gajah Ngombe
 Limasan Gajah Njerum
 Limasan Apitan
 Limasan Pacul Gowang
 Limasan Cere Gancet
 Limasan Trajumas
 Limasan Gajah Mungkur
 Limasan Klabang Nyander
 Limasan Lambang Teplok
 Limasan Semar Tinandu
 Limasan Lambang Sari
 Limasan Semar Pinondhong, contohnya Bangsal Kama, Kraton Cirebon
3. Kampung
 Kampung Pokok
 Kampung Trajumas
 Kampung Pacul Gowang
 Kampung Srotong
 Kampung Cere Gancet
 Kampung Gotong Mayit
 Kampung Semar Pinondhong
 Kampung Apitan
 Kampung Gajah Njerum
 Kampung Gajah Ngombe
 Kampung Doro Gepak
 Kampung Klabang Nyander
 Kampung Jompongan Lambang Teplok Semar Tinandhu (untuk tobong kapur)
 Kampung Lambang Teplok (untuk gudang genteng)
4. Panggang Pe
Rumah panggang pe diambil dari kata panggang dan pe (pepe, menjemur) yang pada zaman
dahulu atapnya dimanfaatkan untuk menjemur hasil bumi.

 Panggang Pe Pokok
 Panggang Pe Trajumas
 Panggang Pe Empyak Setangkep
 Panggang Pe Gedhang Selirang
 Panggang Pe Gedhang Setangkep
 Panggang Pe Cere Gancet
 Panggang Pe wujud kios
 Panggang Pe Kodokan (jengki)
 Panggang Pe Barengan
 Panggang Pe Cere Gancet
5. Tajugan

Masjid Soko Tunggal beratap tajug


Atap tajugan juga dikenal dengan istilah mesjidan karena digunakan untuk bangunan masjid/rumah
ibadah.

 Mesjidan Cungkup Pokok


 Mesjidan Lawakan (langgar)
 Mesjidan Lambang Teplok, contoh: Bangsal Gianyar, Bali
 Mesjidan payung agung (meru), susun 3 untuk rakyat biasa, 5 untuk keluarga raja, 7 untuk
pangeran, 11 untuk raja, contoh Pamujaan Besakih, Bali
 Tajug Tawon Boni, contoh: Bangsal Pajajaran
 Tajug Tiang Satu Lambang Teplok, conto:h Masjid rakyat Gombong
 Masjid Pathoknegara PlasakuningTajug Semar Sinongsong Lambang Teplok, contoh: Langgar
Kecil Kraton Cirebon
 Tajug Pendawa, contoh: Kraton Cirebon
 Tajug Lambang Gantung, contoh: Bangsal Ponconiti Kraton Yogyakarta
 Tajug Lambangsari, contoh: Bangsal Pertemuan para Wali, Gunung Sembung
 Tajug Lawakan Lambang Teplok, contoh: Pasarean Suwargan, Imogiri
 Tajug Semar Tinandhu, Dukuh, Yogyakarta
 Tajug Semar Sinongsong Lambang Gantung, contoh: Masjid Soko Tunggal (gabungan
Pajajaran dan Sultan Agungan, Taman, Kraton Yogyakarta)
 Tajug Ceblokan Lambang Teplok, Masjid Agung Yogyakrata
 Tajug Mangkurat, Bangsal Witono, Kraton Yogyakarta
 Tajug Sinom Semar Tinandhu, Lawang Sanga-sanga, Kraton Cirebon
Joglo
LIMASAN

KAMPUNG
PANGGANG PE
TAJUG
TAJUG = Langgar (omah-omahan, cungkup),
Wanguning payone omah kaya ompak
Dari segi bentuk bangunannya atap Joglo berbentuk Tajug yang
menyerupai gunung. Kemudian itu ciri khas rumah Joglo adalah bentuk
atapnya. Atap rumah joglo merupakan gabungan dari dua atap segitiga
dengan dua atap trapesium. Atap memiliki sudut kemiringan yang
berbeda. Atap Joglo selalu berada di tengah dan dikelilingi oleh atap.
rumah joglo ini berbentuk persegi dengan empat tiang di tengahnya.
Tiang disebut saka guru. Terdapat juga tiang untuk menopang.
PERANGAN OMAH TRADISIONAL JAWA
1. Regol
Regol awujud omah cilik mawa kori(lawing) dumunung ing
gapuraning pomahan (daleme para luhur lan kraton)
Regol adalah pintu masuk atau gerbang. Letaknya tentu saja di
bagian paling depan. Bagi orang yang berpunya regol ini diberi
pintu dan disertai bangunan sederhana disamping kiri dan kanan.
Bangunan tersebut bisa dipakai menginap tamu umum, misalnya
orang tak dikenal yang kemalaman atau orang lewat yang ingin
menumpang istirahat. Di desa jarang rumah penduduk yang
mempunyai regol. Umumnya regol hanya dimiliki oleh pejabat
setingkat bekel ke atas.
2. Rana
Aling aling, slintru
Terletak di belakang regol
3. Sumur
Merupakan kelengkapan bangunan utama yang digunakan untuk
mencuci dan berwudlu. Posisi sumur terletak di depan bangunan
utama, berorientasi ke halaman tengah. Sumur terletak di ruang
terbuka, berupa sumur bong berdinding batu bata setinggi 90 cm
(setinggi pinggang orang dewasa). Sekeliling sumur diperkeras
dengan batu lempeng andesit atau plesteran untuk kegiatan
mencuci. Untuk menutup pandangan dari halaman sumur
berpagar dinding setinggi sekitar 150 cm (setinggi leher orang
dewasa).
4. Langgar
Papan kanggo shalat
Langgar adalah tempat shalat. Letaknya di muka rumah sebelah
kanan, dekat dengan sumur depan dan pekiwan. Langgar ini
umumnya berupa rumah panggung kecil ukuran 4×4 m. Fungsi
langgar memang bukan untuk menggantikan masjid, melainkan
hanya untuk beribadah dan berdoa, misalnya untuk shalat malam,
berkhalwat dengan Allah.

5. Kuncung
Omah cilik ing sangareping pendhapa
adalah bangunan terdepan dari rumah tradisional jawa. Lantai
kuncung lebih rendah dari lantai Pendhapa berfungsi sebagai
tempat pemberhentian kendaraan tamu atau pemilik rumah,
sedangkan lantai kuncung yang sebidang dengan lantai
pendhapa berfungsi sebagai tmepat bersantai pemilik rumah dan
tamu, serta berfungsi sebagai tempat pertunjukan yang dapat
dinikmati masyarakat yang hadir di halaman rumah.
6. Gedhogan (kandang kuda)
Kandhang jaran, yen jaman saiki garasi mobil
adalah kandang kuda dengan konstruksi kayu, beratap dan
berlantai kayu yang tidak sebidang dengan muka tanah
(panggung). kuda bagi pemiliknya merupakan binatang gegedhug
(binatang yang diandalkan oleh pemiliknya) karena sifatnya yang
multifungsi, sehingga dari kata gegedhug ini kandang kuda
disebut dengan gedhongan. Adapula yang berpendapat bahwa
kata gedhongan ini diambil dari suara yang ditimbulkan
beradunya tracak (kuku kaki kuda) dengan lantai gedhongan
yang berupa papan.
7. Pendhapa
Omah ing ngarep saburine kuncung lumrah adapur
Limasan/Joglo, umume bladhahan(Tanpa dingding)
adalah bangunan terbuka, terletak dibelakang kuncung dan
serambi depan yang berfungsi sebagai tempat ruang tamu atau
tempat penyelenggaraan upacara adat sehingga merupakan
ruang publik yang bersifat provan. pendhapa berasal dari kata
dasar pa-andhap-an. Andhap berarti rendhah dari lantai Dalem
Ageng. bentuk dan arsitektur mencerminkan status sosial pemilik
rumah. pendhapa berbentuk joglo dengan tumpang sari banyak
dan disertai ragam hiasan, maka pemilik rumah merupakan orang
dengan status sosial yang tinggi. sedangkan bagi orang
kebanyakan bentuk pendhapa basanya limasan.
8. Longkangan
Sela-selaning omah loro
adalah sebuah jalan yang memisahkan antara pendhapa dan
pringgitan. longkangan berfungsi sebagai tempat pemberhentian
kendaraan bagi pemilik rumah atau keluarga, yang disebut juga 
dengan paretan, berarti tempat pemberhentian kereta. dalam
perkembanganyya halaman terbuka antara gandhok dengan
dalem ageng juga disebut longkangan, namun tidak berfungsi
sebagai tempat pemberhentian kendaraan.
9. Seketheng
Tembok pembatas mawa gapura loro kang anjog ing
bangunan liyane
Yakni dinding pembatas yang terbuat dari batu bata dan
mempunyai 2 buah gerbang kecil. Fungsi dari bangunan ini untuk
menghubungkan antara halaman luar sama halaman dalam
rumah.
10. Pringgitan
Omah antarne pendhapa karo omah gedhe kangge
nggelar wayang kulit
adalah ruangan diantara pendhapa dan dalem ageng yang
berfungsi sebagai tempat pementasan wayang kulit. pringgitan
berasal dari kata rinngit yang berarti wayang. karena letak
pringgitan berada diantara pendhapa yang bersifat profan dan
dalem ageng yang bersifat sakral/privat, maka pringgitan bersifat
semi publik atau semi privat. pertunjukan wayang kulit dapat
dinikmati dari pendhapa bagi tamu dan masyarakat umum,
sedang bagi keluwarga dan saudara menikmati pertunjukan dari
Dalem Ageng atau belakang kelir/layar
11. Dalem
Perangane omah kanggo aktivitas keluwarga kang sipate
pribadi
Dalem menurut bahasa berarti “saya”, tapi rumah juga sering
disebut dengan kata dalem. Penyamaan ini mengandung
pengertian bahwa rumah adalah identitas kedua dari seseorang.
Setiap kita berkenalan dengan seseorang setelah menanyakan
namanya pasti kita bertanya, “Rumahnya di mana?” Dan setelah
kita melihat rumah yang bersangkutan kita sudah bisa
menyimpulkan tentang orang itu.
Namun kata “dalem” yang dimaksud di sini adalah bagian rumah
yang dipakai sebagai tempat untuk aktivitas rumah tangga yang
sifatnya pribadi seperti tidur, makan, bercengkerama dengan
keluarga dan beristirahat. Letak dalem dalam susunan rumah
tradisional berada di belakang pendhapa. Jika kebetulan ada
pringgitan maka letak dalem berada di belakang pringgitan.
Dalem biasanya memakai dinding dari gebyok atau dinding batu-
bata. Atap rumah biasanya berbentuk kampung, meski tidak
selalu begitu. Adakalanya berbentuk joglo yang diberi dinding
gebyok. Di dalam dalem sendiri ada beberapa sekat sebagai
pemisah antar ruangan. Sekat pemisah ini juga mirip gebyok dan
dinamakan patangaring. Kamar-kamar yang disekat tersebut
disebut senthong. Fungsi senthong selain sebagai kamar tidur
juga sebagai tempat menyimpang harta berharga seperti
perhiasan dan uang.
Di dalam dalem ini juga ada ruang besar sebagai tempat untuk
mengobrol. Adakalanya dipakai untuk menerima tamu wanita.
Misalnya sang empunya rumah kedatangan tamu suami istri
maka suami diterima di pendhapa dan istrinya diajak oleh nyonya
rumah untuk bercengkerama di dalem ini.  Hal itu karena para istri
tempo dulu tidak terlibat dalam urusan kaum lelaki sehingga
mereka perlu bercakap-cakap secara terpisah.
Bagi orang pedesaan yang tidak mampu membuat pendhapa,
dalem ini diberi perpanjangan atap di depan membentuk emper.
Fungsinya mirip dengan pendhapa, sebagai area publik dan
sebagai tempat santai. Di emper biasa ditaruh satu set kursi
sederhana untuk duduk-duduk.
12. Senthong kiwa
Guthekan ing sajroning omah ing sisih kiwa, Gunane
kanggo gudang kebutuhan pokok saben dina
Senthong Kiwo ialah kamar yang letaknya pada bagian kiri Omah
Ndalem, persis dengan namanya “KIWA” dalam bahasa yang
berarti kiri. Posisinya pun sangat dekat dengan dapur.
Pada umumnya senthong kiwo dimanfaatkan sebagai gudang
bahan pokok rumah tangga seperti beras dan bumbu dapur
ataupun hasil tani lainnya. Sekaligus menjadi tempat
penyimpanan alat-alat perlengkapan tani.
13. Senthong tengah (petanen)
Guthekang ing sajroning omah antarane saka guru buri
dalem ageng. Gunane kanggo ndelehake Manten pari/
nemokake penganten
adalah kamar berjumlah tiga buah di dalem ageng tepatnya
dibawah atap pananggap. senthong tengah berada diantara dua
saka guru sisi belakang dalem ageng yang mempunyai
kedudukan khusus dan paling di sakralkan. bagi masyarakat
pedesaan, ruangan ini khusus bagi dewi sri/dewi kesuburan dan
kebahagiaan rumah tangga. saat musim panen padi, seuntai padi
yang dipotong pertama kali dibalut kain batik dan ditempatkan di
senthong tengah sebagai persembahan kepada dewi sri sehingga
senthong tengah disebut Pasren yang berarti tempat untuk dewi
Sri.
14. Senthong tengen
Guthekan ing sajroning omah ing sisih kiwa, Gunane
kanggo papan paturon kepala keluarga
merupakan senthong (kamar) yang berada di sebelah kanan
senthong tengah. senthong tengen ini berfungsi sebagai tempat
tidur bagi bapak ibu kepala rumah tangga atau pemilik rumah.
15. Gandhok
Emper/omah dawa ing sakiwa tengene omah gedhe
(dalem ageng)
adalah bangunan memanjang, terletak di sebelah kanan dan kiri
dalem ageng yang dipisahkan dengan halaman terbuka.  untuk
menghubungkan halaman tersebut dengan halaman rumah
bagian luar dibuat dinding pasangan bata berpintu yang disebut
deketheng. bentuk atap gandhok pada umumnya kampung atau
limasan dengan variannya. fungsi gandhok sebagai ruang tinggal
keluarga/kerabat, serta menginap tamu. gandhok tengen
berfungsi sebagai ruang tidur wanita, sedang gandhok kiwa
berfungsi sebagai ruang tidur pria.
16. Gadri
Emper metu, emperan dalem ageng marep memburi
tumuju pawon
merupakan ruangan dibelakang dalem ageng menghadap
kebelakang atau kearah pawon. karena atap gadri ini menyatu
dengan atap dalem ageng dan merupakan susunan atap ketiga
setelah Brunjung, dan penanggap yang disebut emper, maka
gadri ini juga disebut emper mburi ( emper belakang). sisi depan
gadri tidak berdinding dan tidak berpintu. fungsi gadri untuk
tempat bersantai bagi keluarga sekaligus sebagai ruang makan
letaknya dekat dengan pawon (dapur).
17. Pawon
Papan kanggo olah-olah
pawon atau dapur letaknya ada di dibelakang dalem ageng
berhadapan dengan gadri yang dipisahkan dengan halaman
terbuka. pawon berasal dari kata dasar awu (abu) karena zaman
dulu memasak menggunakan bahan bakar kayu,apabila kayu
habis terbakar menyisakan abu (abu). selain untuk memasak
pawon juga untuk menyimpan peralatan dapur bahkan kadang
juga untuk menyimpan bahan dasar makanan.
18. Pekiwan
Papan kanggo turas, lan adus (MCK/toilet)
adalah kamar mandi dan toilet, letaknya dibuat terpisah dengan
bangunan induk yaitu disebelah kiri dapur.  kata dasar pekiwan
adalah kiwa yang berarti kiwa. pada zaman dulu kamar mandi
dan toilet dianggap tempat kotor dan berbau, sehingga harus
dijauhkan dari bangunan induk. didalam pekiwan ini juga
terdapat  sumur sebagai sumber air untuk mandi,cuci, dan
masak.
1. Halaman luar
2. Halaman dalam
 
Sumber  :

http://pendopoonline.blogspot.com/2013/04/rumah-tradisional-jawa.html
Ir. yuwono sri suwito, M.M.

Rumah Tradisional (3): Tata letak dan Tata Ruang Rumah Pedesaan Jawa

Susunan ruang dalam bangunan tradisional Jawa pada


prinsipnya terdiri dari beberapa bagian ruang yaitu :
1. Pendapa, difungsikan sebagai tempat melakukan
aktivitas yang sifatnya formal (pertemuan, upacara,
pagelaran seni dan sebagainya). Meskipun terletak di
bagian depan, pendapa bukan merupakan ruang
penerima yang mengantar orang sebelum memasuki
rumah. Jalur akses masuk ke rumah yang sering terjadi
adalah tidak dari depan melalui pendapa, melainkan justru
memutar melalui bagian samping rumah
2. Pringgitan, lorong penghubung (connection hall)
antara pendapa dengan omah njero. Bagian pringgitan ini
sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan wayang
kulit / kesenian / kegiatan publik. Emperan adalah teras
depan dari bagian omah-njero. Teras depan
yang biasanya lebarnya sekitar 2 meter ini merupakan
tempat melakukan kegiatan umum yang sifatnya
nonformal
3. Omah njero, kadang disebut juga sebagai omah-
mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam
masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang
mencakup arti kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit
tempat tinggal.
4. Senthong-kiwa, dapat digunakan sebagai kamar
tidur keluarga atau sebagai tempat penyimpanan beras
dan alat bertani.
5. Senthong tengah (krobongan), sering juga disebut
sebagai boma, pedaringan, atau krobongan. Dalam gugus
bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah
ini paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-
tengah ini merupakan ruang yang menjadi pusat dari
seluruh bagian rumah. ruang ini seringkali menjadi “ruang
pamer” bagi keluarga penghuni rumah
tersebut.Sebenarnya senthong-tengah merupakan ruang
yang sakral yang sering menjadi tempat pelaksanaan
upacara / ritual keluarga. Tempat ini juga menjadi
ruang penyimpanan benda-benda pusaka keluarga
penghuni rumah.
6. Senthong-tengen, fungsinya sama dengan sentong
kiwa
7. Gandhok, bangunan tambahan yang mengitari sisi
samping dan belakang bangunan inti.

Anda mungkin juga menyukai