Anda di halaman 1dari 17

NUR ALIF SALMAN (D51116011)

Oleh : Kelompok 6 ANDI ALYA ARDELYA (D51116023)


ANGELIE PASKALIA TARU (D51116319)
TIAS DWI KURNIA (D51116507)
RINI TRIALITA MAHARANI (D5116701)
Rumah Adat di Jawa itu penuh filosofi dan makna. Berbagai hal mulai dari ukuran,
kerangka, kondisi perawatan rumah dan ruang-ruang di dalam rumah serta kondisi
disekitar rumah yang dikaitkan dengan status pemiliknya itu ditentukan terlebih dahulu.
Ada sebuah perhitungan yang disebut petang mulai dari letak, waktu, arah, cetak pintu
utama rumah, letang pintu pekarangan, ukuran, kerangka rumah dan lain-lain agar
pemilik rumah mempeloreh ketentraman, kesejahteraan dan kemakmuran ketika menghuni
rumah tersebut.

Rumah Joglo umumnya terbuat dari kayu jati. Disebut Joglo karena mengacu
pada bentuk atapnya. Mengambil filosofi bentuk gunung. Pada awalnya, filosofi bentuk
gunung tersebut diberi nama atap tajug. Tapi kemudian berkembang menjadi atap
Joglo/ Juglo (Tajug Loro). Dalam kehidupan masyarakat Jawa, gunung sering dipakai
sebagai ide bentuk yang dituangka dalam berbagai symbol khusunya untuk simbol yang
skaral. Hal ini karena adanya pengaruh kat bahwa gunung atau tempat tinggi adalah
tempat tinggal para dewa. Konstruksi atap Joglo ditopang oleh Soko Guru yang
berjumlah empat buah. Jumlah ini merupakan simbol adanya pengaruh kuat yang berasal
dari 4 penjuru mata angin, atau biasa disebut dengan konsep pajupak. Dalam konsep ini
manusia berada ditengah perpotongan mata angin, tempat yang dianggap mengandung
getaran magis yang tinggi. Tempat ini selanjutnya disebut sebagai pancer atau
manggating keblat papat.
BAJU ADAT YOGYAKARTA
Busana Paes Ageng
Kuluk kanigaran
Berikut adalah 7 filosofi rumah joglo:
1. Pagar Mangkok
Rumah di Jawa rata-rata tidak memiliki pagar. Umumnya, rumah asli
penduduk masih menggunakan desain lama yaitu tidak berpagar sama
sekali. Atau jika pun terpaksa dipagar, pagarnya terbuat dari tanaman
perdu yang tingginya tidak sampai 1 meter. Rumah adat Joglo
menggunakan pager mangkok yaitu filosofi bahwa rumah lebih baik
tidak dipagar agar penduduk bisa saling membaur di halaman.
2. Teras di Depan Rumah
Halaman depan rumah diberi teras sehingga setiap orang yang datang
bisa saling bercengkrama untuk melepaskan penat atau sekadar
bertegur sapa dengan penduduk sekitar. Kekhasan ini muncul karena
orang Jawa memang lebih suka saling mengunjungi, baik dengan
alasan spesifik maupun hanya ingin mengunjungi saja.
3. Pintu di Tengah Rumah
Desain rumah dibuat dengan model pintu dibuat di tengah rumah.
Karena pintu di tengah rumah ini didesain menembus ruangan
hingga ke belakang rumah. Bayangkan jika pintu dibuka, semua
bagian isi rumah hingga ke belakang akan terlihat.
4. Jendela yang Lebih Banyak dan Besar
Jendela ini bertujuan agar sirkulasi udara lancar. Namun
bagaimana jika sebuah rumah memiliki jendela dengan ukuran
yang besar dan banyak jumlahnya? Sepertinya ini karena
pengaruh arsitektur Belanda yang menjajah Indonesia hingga 3
abad. Rumah di Jawa selalu memiliki jendela yang banyak dan
besar. Jika dibuka lebar akan membuat angin bertiup ke ruangan
hingga sirkulasi udara menjadi lancar. Bedakan dengan rumah
modern yang hanya memiliki 1-2 jendela di depan rumah. Rumah
khas Jawa memiliki banyak jendela bahkan bisa puluhan jika
ditotal dari jendela depan, kanan dan kiri rumah.
5. Halaman yang Lebih luas
Rata-rata orang Jawa asli memiliki rumah yang di depannya ada halaman. Halaman ini bisa
ditanami tumbuhan, namun bisa juga kosongan saja. Halaman ini biasanya digunakan untuk
tempat bermain anak-anak saat terang bulan (purnama). Dulu sebelum ada listrik masuk
desa, mainan yang paling ngehits ya main petak umpet saat terang bulan. Rasanya
menyenangkan karena bisa berkumpul dan membaur bersama anak-anak lain yang satu
desa.

6. Atap yang Cenderung Rendah


Percaya bahwa bangunan rumah adalah cerminan pemiliknya? Rata-rata orang Jawa asli,
sebutlah nenek yang memiliki rumah Joglo. Beliau meski memiliki banyak sawah namun
orangnya rendah hati. Tidak ada yang ia banggakan pada orang lain dengan mengatakan
berapa jumlah sawah maupun hartanya. Saya sering terkaget melihat beliau masih
bersemangat untuk membantu orang saat ada orang yang sakit. Saat panen beliau juga
masih mau untuk gotong royong menjemur padi yang sudah dipanen. Sering juga ada pohon
asem yang tumbuh di halaman boleh dipetik oleh orang lain yang meminta. Beliau tidak
imbalan untuk setiap buah yang dipetik tadi. Berbagi dan rendah hati seolah sudah menjadi
ciri khasnya.

7. Memiliki Dapur yang Luas


Di belakang rumah adalah ruangan khusus untuk dapur. Biasanya masih menggunakan
bahan bakar kayu untuk memasak makanan dan merebus air. Dapur ini biasa digunakan
untuk memasak makanan untuk kebutuhan makan satu rumah. Satu rumah itu biasanya terdiri
dari 2-3 kelapa keluarga, karena anak-anak yang sudah menikah masih menempati rumah
yang sama dengan orang tua.
Konstruksi Arsitektur Joglo Yogyakarta
Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka,
bangunan joglo dapat dibedakan menjadi 4 bagian :

Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang


dan meninggi (melar).

Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak


memanjang) dan atapnya tidak tegak/cenderung rebah (nadhah).

Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya


relatif tebal.

Perempuan (wadon/padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya


relatif tipis/pipih.
Ragam Hias merupakan suatu bentuk tambahan pada suatu
bangunan dengan lebih mementingkan estetika dan tanpa
mempengaruhi fungsi, Namun kepercayaan jaman dulu ragam
hias memiliki fungsi filosofis, seperti sebagai penunjuk derajat
dari sang pemilik. Ragam hias pada bangunantradisional jawa
pun memiliki jenis yang cukup beragam, peletakannya pun
berbeda-beda.
Lung Lungan FLORA Nanasan

Saton
FAUNA
Peksi Garuda Kemamang

Mirong
ALAM
Mega Mendhung
Gunungan

Anyaman
Rumah Bagi Individu Jawa

Sebagai personifikasi penghuninya, rumah harus dapat


menggambarkan kondisi atau tujuan hidup yang ingin dicapai
oleh penghuninya. Rumah Jawa dihadapkan pada pilihan empat
arah mata angin, yang biasanya hanya menghadap ke arah
utara atau selatan. Tiap arah mata angin menurut kepercayaan
juga dijaga oleh dewa, yaitu:

Arah utara oleh Arah selatan oleh


arah timur Arah barat oleh
Sang Hyang Sang Hyang
oleh Sang Sang Hyang
Wisnu Brahma
Hyang Maha Yamadipati
Dewa
Rumah Bagi Keluarga Jawa

Peran utama rumah adalah sebagai tempat


menetap, melanjutkan keturunan serta menopang
kehidupan sebuah keluarga. Seringkali di depan
senthong (kamar) dapat dipasang foto-foto
leluhur sebagai simbol kesinambungan keturunan.
Joglo dalam kehidupan masyarakat Jawa

Ukuran dan bentuk rumah merupakan lambang kedudukan


sosial keluarga yang menempatinya dalam suatu
masyarakat. Hanya kaum bangsawan saja yang awalnya
diperbolehkan memiliki Joglo. Untuk orang desa pada
umumnya menggunakan bentuk Srotongan atau Trojongan.
Yang membedakan Joglo dengan tipologi rumah Jawa
lainnya adalah konstruksi atapnya yang memiliki brunjung
lebih menjulang tinggi sekaligus lebih pendek dengan
susunan tumpang sari, yaitu yang ditopang oleh empat
tiang utama yang disebut saka guru.

Anda mungkin juga menyukai