Anda di halaman 1dari 29

ARSITEKTUR BALI 3

“Menganalisa Konsep Arsitektur Bali pada


Arsitektur Bangunan Masa Kini”

Oleh :
Dewa Gede Marsa Eka Putra (1705521030)
Ngurah Made Indra Abimayu (1705521031)
I Gede Ramaputra (1705521042)
I Gede Ravi Ananda Widyana (1705521044)
I Made Agung Mas Surianta (1705521057)

UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkah kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Menganalisa Konsep Arsitektur Bali pada Arsitektur Bangunan Masa Kini”
tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan tindak lanjut dari penugasan Mata Kuliah
Arsitektur Bali 3. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang Konsep Arsitektur Bali pada Arsitektur Bangunan Masa Kini.
Dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari kesulitan dan hambatan, namun
berkat bimbingan, bantuan, nasihat, dan saran dari dosen yang telah membimbing kami
dari awal penulisan makalah ini hingga dapat terselesaikan, segala hambatan tersebut
akhirnya dapat dilalui. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan
terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT yang telah
membimbing, memberikan nasihat, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Tuhan senantiasa memberkati segala usaha kita.
Om Santhi Santhi Santhi Om

Bukit Jimbaran, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................


DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1.2 Rumusan Masalah............................................................................
1.3 Tujuan..............................................................................................
1.4 Manfaat............................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Arsitektur Tradisional Bali …..........................................................
2.2 Filosofi Sanga Mandala ………………...........................................
2.3 Tri Angga dan Tri Loka …...............................................................
2.4 Ragam Hias …………………………………………………..........
BAB III METODE
3.1 Metode penelitian ……………….....................................................
3.2 Transformasi Arsitektur ………........................................................
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Rumah Tinggal Jl. Siligita, Nusa Dua …….......................
4.2 Konsep Rumah Tinggal......................................................................
4.3 Material Rumah Tinggal.....................................................................
4.4 Dampak yang Ditimbulkan.................................................................
BAB V PEMBAHASAN
4.1 Konsep Tri Angga.............................................................................
4.2 Pintu Masuk Bergaya Arsitektur Tradisional Bali..............................
4.3 Bale Bengong.....................................................................................
4.4 Perletakan Dapur................................................................................
4.5 Ornamen Pada Pintu Gerbang Kecil..................................................
BAB VI KESIMPULAN..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
LAMPIRAN............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang mengenai latar belakang dipilihnya objek
yang akan dibahas, rumusan masalah yang muncul, tujuan, dan manfaat yang ingin
dicapai dari penyusunan makalah ini.
1.1 Latar Belakang
Bali merupakan pulau dengan keanekaragaman budaya yang tinggi. Bentuk budaya
tersebut tidak hanya berupa bahasa, kesenian, dan adat istiadat, tetapi juga dalam hal
arsitekturnya. Produk arsitektur Bali tidak bias lepas dari konsepsi hidup orang Bali yang
sangat erat kaitannya dengan norma-norma keagamaan. Arsitektur Bali difungsikan untuk
menampung kegiatan-kegiatan tradisi dalam agama hindu maupun aktivitas sehari-
harinya.
Pembangunan pariwisata seiring dengan globalisasi dan perkembangan IPTEK ikut
mendorong arsitektur menjadi bagian dari industri. Bangunan masa kini di Bali
berkembang tidak lagi berdasarkan norma-norma keagamaan, melainkan berkembang
dengan upaya menarik wisatawan ataupun berkembang seiringan dengan keterbatasan
lahan. Meskipun demikian, bangunan-bangunan tersebut tetap merupakan transformasi
dari arsitektur tradisional bali. Salah satu bangunan masa kini di Bali adalah rumah
tinggal di jalan Silitiga, Nusa dua. Bangunan dengan konsep modern minimalis ini tetap
memperlihatkan perubahan-perubahan yang berasal dari arsitektur tradisional bali.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang muncul dari latar belakang yang telah dipaparkan,
antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana penggunaan konsep arsitektur tradisional Bali yang terdapat dalam rumah
tinggal di jalan Silitiga, Nusa Dua?
2. Bagaimana transformasi dari arsitektur tradisional bali pada rumah tinggal di jalan
Silitiga, Nusa Dua?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari disusunnya makalah ini, antara lain untuk
mengetahui :
1. Pembaca dapat memahami bagaimana penggunaan konsep arsitektur tradisional bali
pada arsitektur masa kini
2. Pembaca dapat memahami bagaimana transformasi dari arsitektur tradisional bali
pada arsitektur masa kini

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca, antara lain
sebagai berikut :
1. Pembaca lebih memahami bagaimana konsep arsitektur tradisional bali pada
arsitektur masa kini
2. Pembaca lebih memahami bagaimana trnasformasi dari arstitektur tradisional bali
pada arsitektur masa kini
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang dasar teori mengenai konsep arsitektur
tradisional Bali yang menjadi acuan dalam observasi objek studi nantinya. Bab ini
memiliki beberapa sub bahasan antara lain penjelasan konsep arsitektur tradisional Bali
secara umum, konsep Sanga Mandala, konsep Tri Angga dan Tri Loka, serta Ragam Hias
yang umum digunakan dalam arsitektur tradisional Bali.

2.1 Arsitektur Tradisonal Bali


Arsitektur Tradisional Bali merupakan salah satu hasil dari perbaduan budaya,
kebiasaan, hingga kepercayaan masyarakat Bali. Memang sulit membedakan secara
kuantitas batas bangunan yang bisa disebut menggunakan konsep Arsitektur Tradisional
Bali. Namun pada lontar Asta Kosala-Kosali telah disebutkan bahwa ada beberapa hal
yang harus diterapkan pada bangunan yang ingin menganut Arsitektur Tradisional Bali,
salah satunya adalah konsep Sanga Mandala, Struktur, Bentuk Tipologi Bangunan hingga
Ornamen yang melekat pada bangunan.
Konsep Sanga Mandala dapat diwujudkan dengan penempatan massa bangunan
sesuai dengan zonasi Sanga Mandala. Bangunan dibedakan menurut fungsi, civitas dan
dimensi bangunan. Bangunan yang memiliki hierarki fungsi lebih rendah, akan diletakkan
pada zonasi yang memiliki nilai lebih rendah. Orientasi Sanga Mandala tentu arah kaja
Ka Gunung, dan arah Kangin – arah matahari terbit. Kedua arah tersebut dianggap arah
yang suci dan dijadikan salah satu pusat orientasi massa bangunan Arsitektur Bali.
Struktur bangunan juga diatur dalam Lontar Asta Kosala-Kosali, begitu juga
bentuk bangunan yang merupakan salah satu penjabaran wujud Tri Angga dari manusia
dan diterapkan pada bentuk bangunan ATB yang memiliki Kepala, badan kaki. Konsep
yang dijabarkan diatas merupakan beberapa filosofi bangunan ATB. Berikut akan
dijabarkan lebih lanjur mengenai konsep dan filosofi bangunan ATB.

2.2 Filosofi Sanga Mandala


Menurut N.K. Acwin Dwijendra, Konsep Sanga Mandala ini menjadi
pertimbangan dalam penzoningan kegiatan dan tata letak bangunan pada arstitektur
tradisional Bali. Kegiatan utama atau yang memerlukan ketenangan diletakkan di daerah
Utamaning Utama, dan kegiatan yang dianggap kotor diletakkan di daerah Nistaning
Nista, sedangkan kegiatan diantaranya diletakkan di tengah atau yang kita kenal dengan
pola Natah (Acwin, 2008, Hal. 7).
Sebelum dijelaskan lebih lanjut mengenai Sanga Mandala, pemahaman terhadap
Tri Mandala menjadi wajib karena Konsepsi Sanga Mandala dan Tri Mandala sangat
terkait. Pengertian kata Tri Mandala berasal dari kata Tri yang berarti tiga dan Mandala
berarti wilayah. Jadi Tri Mandala adalah 3(tiga) wilayah/daerah yang dimiliki oleh setiap
pekarangan dan antara mandala yang satu dengan mandala yang lain dibatasi oleh tembok
atau pintu masuk yang khas.
Penggabungan konsep sumbu bumi (Kaja-Kelod) dengan konsep sumbu ritual
menghasilkan konsep Sanga Mandala. Konsep tata ruang Sanga Mandala juga merupakan
konsep yang lahir dari sembilan manifestasi Tuhan, yaitu Dewata Nawa Sanga yang
menyebar di delapan arah mata angin ditambah satu di tengah dalam menjaga
keseimbangan alam semesta.

Gambar . Orientasi Tri Mandala & Sanga Mandala


Sumber : (Acwin, 2008)

Konsepsi sanga mandala menentukan sembilan tingkatan nilai ruang pada


sembilan zona bumi atau tata zoning tapak. Sembilan zona ini lahir berdasarkan
pengembangan konsepsi Tri Angga dari pola linier ke pola sektoral yang berpedoman pula
dengan pengertian arah dari konsepsi catuspatha. Tata nilai konsep Tri Angga yakni
utama, madya dan nista, tata nilai ke arah sumbu religi kangin-kauh/ timur-barat sebagai
arah terbit-terbenamnya matahari; dan ke arah sumbu bumi kaja-kelod/gunung-laut, bila
dirangkai akan terbentuk sembilan zona dengan tingkatan nilainya masing-masing :
utamaning utama arah kaja- kangin, madyaning madya arah tengah, nistaning nista arah
kelod-kauh, utamaning madya arah kaja, madyaning utama arah kangin, nistaning madya
arah kelod, madyaning nista arah kauh, utamaning nista arah kaja-kauh, dan nistaning
utma arah kelod-kangin.
Konsep Sanga Mandala dapat juga dikatakan lahir dari pengembangan konsep
catuspatha dengan pusat persilangan zona tengah dan empat zona lainnya adalah zona
kaja, zona kangin, zona kelod dan zona kauh. Zona berikutnya adalah karang tuang yakni
empat sudut dari pempatan agung: kaja-kangin, kelod- kangin, kelod-kauh, dan kaja-
kauh. Sehingga seluruhnya terdapat sembilan zona dengan pemberian tata nilai padanya
masing-masing akan terbentuk sangamandala juga.

Gambar . Zoning Sanga Mandala


Sumber : (Acwin, 2008)

Konsep Sangamandala pada rumah tinggal tradisional Bali berpengaruh pada pola
kedudukan masa ban- gunannya. Areal parahyangan atau tempat suci menduduki nilai
‘utama‟ dalam zone utamaning utama, areal tempat tinggal atau pawongan menduduki
nilai ‘madya‟ sedangkan areal pelayanan atau (service area menduduki nilai ‘nista‟. Arah
yang jelas di tengah kosmos, kangin-kauh (sumbu ritual) dan kaja-kelod (sumbu bumi)
merupakan pedoman dasar orientasi tradisional pada halaman, bangunan, pekarangan,
dan lingkungan. Nama-nama bangunan pada zone madya : Bale Daja, Bale Dangin, Bale
Delod, Dale Dauh adalah nama-nama yang menunjukan letaknya pada orientasi tertentu.
Sedangkan fungsifungsinya : Bale Daja/Meten letaknya di arah kaja untuk tempat tidur;
Bale Dangin/Semangen untuk ruang upacara dan serbaguna; Bale Delod sebagai ruang
tidur; Bale Dauh sebagai ruang tidur yang letaknya di sisi kauh. Paon/dapur dan
jineng/lumbung padi merupakan bangunan yang berfungsi untuk pelayanan menduduki
zone yang bernilai ‘nista‟ sebagai service area.

2.3 Tri Angga dan Tri Loka


Tri Angga lahir dari turunan dari Konsep Tri Hita Karana memberikan tipologi
khas bangunan Arsitektur Bali. Tri Hita Karana yang berarti tiga unsur penyebab
kebahagiaan memiliki bagian/unsur angga yang memberikan turunan konsep ruang yang
disebut Tri Angga. Tri Angga berarti tiga dan Angga berarti Badan, dimana Tri Angga
ini lebih menekankan pada tiga nilai fisik, yaitu :
a. Utama Angga (kepala)
b, Madya Angga (Badan)
c. Nista Angga (kaki)
Konsep Tri Angga pada Bhuana Agung disebut Tri Loka atau disebut Tri
Mandala. Konsep tri angga ini berlaku dari yang bersifat makro sampai yang paling
mikro. Ketiga konsep dari tata nilai tersebut jika didasarkan secara vertical, maka nilai
utama berada pada posisi teratas/sacral, Madya pada posisi tengah, dan Nista pada posisi
paling rendah.

Gambar . Tri Angga pada Bangunan Bale


Sumber : (Acwin, 2008)
Pada perkuliahan Mata Kuliah Arsitektur Bali 3 yang diisi oleh Bapak Anom,
dijelaskan bahwa, bangunan yang bisa disebut bangunan yang menggunakan konsep
arsitektur bali minimal menerapkan konsep bentuk Tri Angga (kepala, badan, kaki) pada
bangunannya. Bentuk dan wujud kepala, badan, dan kaki pada bangunan haruslah terlihat
dan dapat dibedakan.

2.4 Ragam Hias


Binatang merupakan makhluk yang hidup sejajar dan bersamaan dengan
aktifitas manusia, binatang terkadang merupakan makhluk yang mampu
membantu aktifitas manusia namun ada juga yang justru mampu
membahayakan manusia itu sendiri. Paradigma tersebut yang menjadikan
berbagai motif dalam ornamen dengan mentransformasikan bentuk binatang
tersebut dengan sifat atau makna simbolis yang sama dengan keadaan binatang
itu sendiri. Agama Hindu merupakan kepercayaan yang merepresentasikan
makhluk tersebut dalam dinding-dinding relief candi, sehingga motif tersebut
mampu menjadi identitas agama Hindu dengan tema cerita maupun legenda.
Fauna dalam kaitannya dengan Arsitektur Tradisional Bali selain sebagai hiasan
juga mampu sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam bentuk
patung yang disebut Pratima. Hal ini yang menjadi- kan bahwa motif fauna
sebagai pelengkap atau identitas dalam kepercayaan agama Hindu. Kekarangan
memiliki bentuk yang ekspresionis, selalu meninggalkan bentuk sebenarnya
dari fauna yang di ekspresikan dalam bentuk abstrak. Kekarangan yang
mengambil bentuk gajah atau asti, burung Goak dan binatang-binatang
khayalan.

A. Karang Boma

Berbentuk kepala raksasa yang dilukiskan dari leher keatas lengkap


dengan hiasan dan mahkota. Karang boma diturunkan dari cerita Baomantaka
yang memiliki tangan lengkap maupun tanpa tangan. Karang boma ditempatkan
sebagai hiasan diatas lubang pintu dari Kori Agung yaitu pintu penghubung
Madya mandala dengan Utama Mandala
Gambar .Karang Boma
Sumber : (http://akiakiphotography.blogspot.com)

B. Karang Sae
Berbentuk kepala kelelawar raksasa seakan bertanduk dengan gigi-gigi runcing.
Karang Sae umumnya dilengkapi dengan tangan-tangan seperti pada karang Boma.
Hiasan ini biasanya ditempatkan pada atas pintu Kori atau pintu rumah tinggal.

Gambar .Karang Sae


Sumber : (https://www.pintaram.com)

C. Karang Asti
Sering disebut pula sebagai Karang Gajah karena Asti adalah gajah.
Bentuknya mengambil bentuk gajah yang diekspresikan dengan bentuk
kekarangan. Karang asti berbentuk kepala gajah dengan belalai dan taring gading
dengan mata bulat. Hiasan ini biasanya ditempatkan sebagai hiasan sudut-sudut
bebaturan dibagian bawah.
Gambar .Karang Asti
Sumber : (https://www.pintaram.com)

D. Karang Goak
Bentuknya menyerupai kepala burung gagak atau goak atau sering disebut
seba- gai karang manuk karena serupa dengan kepala ayam dengan penekanan
pada paruhnya. Hiasan ini ditempatkan pada sudut-sudut bebaturan dibagian atas.
Karang goak dilengkapi dengan hiasan patra punggel yang umumnya disatukan
dengan karang simbar.

Gambar .Karang Goak


Sumber : (https://www.pintaram.com)
E. Karang Tapel
Serupa dengan Karang Boma dalam bentuk yang lebih kecil hanya dengan bibir
atas gigi datar memiliki taring runcing dengan mata bu- lat dan hidung kedepan lidah
menjulur. Hiasan ini ditempatkan pada peralihan bidang dibagian tengah.

Gambar .Karang tapel


Sumber : (https://www.pintaram.com)
BAB III
METODE
Dalam bab ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam
pengumpulan data, analisa, dan penyajian hasil, serta metode desain yang digunakan
dalam mentransformasikan nilai-nilai arsitektur tradisional Bali menjadi arsitektur masa
kini

3.1 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap
pengumpulan data, analisa data, dan penyajian hasil. Pengumpulan data dilakukan
melalui studi literature dan pengamatan langsung di objek penelitian yang telah dipilih.
Pengumpulan data dibatasi dengan batasan permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini. Analisa dilakukan dengan membandingkan data yang telah diperoleh dari
objek dengan data pada studi literature dan mengaitkannya dengan proses transformasi
dalam arsitektur. Penyajian dilakukan dengan memaparkan hasil dari analisa yang telah
dilakukan sebelumnya.

3.2 Transformasi Arsitektur


Secara etimologis Transformasi adalah Perubahan Rupa (betuk, sifat, fungsi dsb).
Transformasi secara umum menurut kamus (The New Grolier Webster Internasional
dictionary of English Language), Menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai
nilai-nilai yang sama, perubahan dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk
yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan dan
fungsi.
Kategori transformasi dapat dibagi menjadi empat jenis menurut Laseau (1980)
dalam Gushendri (2015) adalah sebagai berikut.
a. Transformasi bersifat Tipologikal (geometri)
Metode ini menciptakan bentuk geometri yang berubah dengan komponen
pembentuk dan fungsi ruang yang sama
b. Transformasi bersifat Gramatika hiasan (ornamen).
Metode ini dilakukan dengan menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkir
balikkan, melipat, dll
c. Transformasi bersifat Reversal (kebalikan).
Metode ini melakukan pembalikan citra pada figur objek yang akan ditransformasi
dimana citra objek dirubah menjadi citra sebaliknya.
d. Transformasi bersifat Distortion (merancukan).
Metode ini menciptakan bentuk yang tidak sesuai namun masih bisa dikenali
sehingga melibatkan kebebasan perancang dalam beraktivitas.

Menurut Anthony Antoniades dalam Najoan (2011), disebutkan bahwa terdapat


tiga strategi dalam proses transformasi arsitektur antara lain sebagai berikut.
a. Strategi Tradisional
Evolusi progresif dari sebuah bentuk melalui penyesuaian langkah demi langkah
terhadap batasan-batasan:
 Eksternal : site, view, orientasi, arah angin, kriteria lingkungan
 Internal : fungsi, program ruang, kriteria structural
 Artistik : kemampuan, kemauan dan sikap arsitek untuk memanipulasi
bentuk, berdampingan dengan sikap terhadap dana dan kriteria pragmatis lainnya.
b. Strategi Peminjaman (borrowing)
Meminjam dasar bentuk dari lukisan, patung, obyek benda-benda lainnya,
mempelajari properti dua dan tiga dimensinya sambil terus menerus mencari kedalaman
interpretasinya dengan memperhatikan kelayakan aplikasi dan validitasnya. Tranformasi
pinjaman ini adalah ‘pictorial transferring’ (pemindahan rupa) dan dapat pula
diklasifikasi sebagai ‘pictorial metaphora’ (metafora rupa).
c. Dekonstruksi atau dekomposisi
Sebuah proses dimana sebuah susunan yang ada dipisahkan untuk dicari cara baru
dalam kombinasinya dan menimbulkan sebuah kesatuan baru dan tatanan baru dengan
strategi struktural dalam komposisi yang berbeda.

Transformasi ini telah dirumuskan oleh Broadbent (1980) yang merumuskan


pemikiran tentang transformasi. Dipaparkan bahwa ide atau konsep merupakan makna
yang ingin ditampilkan yang dapat dikaji pada struktur-dalamnya (deep structure).
Bukan sekedar yang terlihat pada permukaan tampilannya. Sehingga maksud
transformasi ini adalah perubahan dari makna pada struktur-dalam (deep structure)
tersebut ke dalam tampilan struktur permukaan (surface-structure). Ada empat rumusan
dari Broadbent (1980) dalam Wedhantara (2014) untuk mencapai transformasi, yaitu:
Desain Pragmatic Suatu desain akan mengalami transformasi pragmatik ketika
desain tersebut mengunakan bahan material sebagai dasar pengolahan bentuk atau
sebagai raw material-nya.
Desain Typologic Suatu desain akan mengalami transformasi typologic ketika
desain tersebut memiliki kaitan budaya suatu daerah, memberikan image tentang daerah
atau budaya tertentu. Seperti bangunan igloo rumah orang Eskimo atau tepee, rumah
bagi orang Indian.
Desain Analogical Suatu desain akan mengalami transformasi analogical ketika
desain tersebut memiliki kriteria penggambaran tentang sesuatu hal, baik itu benda,
watak, atau kejadian. Desain ini memerlukan beberapa medium sebagai sebuah
gambaran untuk menerjemahkan keaslian ke dalam bentuk-bentuk barunya, baik
gambaran personal maupun konsep abstract philosophical.
Desain Canonic Suatu desain akan mengalami transformasi canonic ketika desain
tersebut menggunakan pendekatan geometrical sebagai raw materialnya baik itu dalam
sistem konvensional ataupun sistem komputasi. Moda ini adalah geometri. Dengan
bertema bentuk-bentuk geometri, transformasinya berupa peningkatan dimensi,
pemejalan, pengosongan. Alat yang digunakan adalah massa. Tampilan visual yang
dihasilkan berupa grid monotonic, blank box, bidang dan volume.

Dalam pembahasan makalah ini, metode yang digunakan untuk mentransformasikan


nilai-nilai arstektur tradisional Bali ke dalam arsitektur masa kini adalah melalui
transformasi tipologi dan transformasi analogi dengan strategi peminjaman (borrowing).
BAB IV
PENJELASAN OBYEK
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai lokasi rumah tinggal yang dijadikan
sebagai objek observasi. Selain itu juga akan dibahan mengenai konsep yang diterapkan
serta material yang digunakan pada bangunan rumah tinggal tersebut.

4.1 Deskripsi Rumah Tinggal Jl. Siligita, Nusa Dua


Rumah Tinggal ini merupakan bangunan yang berfungsi sebagai rumah hunian
sementara yang didesain khusus untuk bangunan menyerupai villa. Rumah ini berlokasi
di Jalan Siligita, Nusa Dua, Bali. Lokasi ini tentu sangat strategis, karena jalan Siigita
banyak dilewati wisatawan asing maupun doestik, karena Siligita merupakan akses utama
menuju kawasan Uluwatu, Jimbaran Dan Nusa Dua.

Gambar: Tampak Depan Rumah Tinggal


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar: Tampak Rumah Tinggal


Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dari hasil observasi, bangunan ini memiliki konsep rumah modern minimalis
dengan memanfaatkan lahan semaksimal mungkin, agar mampu menunjang kebutuhan
sekunder lainnya seperti parkir, pool, halaman dsb. Untuk arah orientasi dan view masih
mengikuti pola tata ruang Arsitektur Bali yang menghadap ke hulu atau Gunung sebagai
Arah orientasi. Sedangkan halaman dan pool sebagai penghubung dan pusat dari
keseluruhan ruang. Berikut adalah peta lokasi dari rumah Tinggal ini:

Gambar: Lokasi Rumah Tinggal JL. Siligita, Nusa Dua


Sumber: Google Earth
Luas lahan ini sekitar 144 m2 dan luas bangunan sekitar 312m2, memang
bangunan ini cukup luas berlantai 4. Konsep awal bangunan Rumah Tinggal ini adalah
modern minimalis. Hal ini bisa dilihat dari bentuk bangunan kotak (kubus berulang),
menggunakan bahan pabrikasi (didominasi oleh penggunan kaca) dan bahanyg modern.
Bangunan ini dibangun sekitar bulan Maret 2014 dan selesai pada Januari 2015.

Gambar: Perspektif Rumah Tinggal Siligita


Sumber: Dokumentasi Pribadi

4.2 Konsep Bangunan


Hasil dari pengamatan dan survey, bangunan ini memiliki konsep lebih ke arah
Modern Minimalis, karena terlihat dari fasad pertama terlihat bentuk globalnya hanya
terbentuk dari bentuk perpaduan kotak polos saja, dan banyak mengaplikasikan kaca pada
fasad bangunan. Selain itu bangunan ini terlihat minimalis karena bangunan yang
dibangun dilahan sempit yang tiap ruangnya dimaksimalkan memenuhu kebutuhan dan
berlantai 3. Lalu dari penggunaan material lebih mengarah ke arah modern dengan
pengaplikasian batu alam dan kayu yang ditata secara simple dan minimalis.

4.3 Material Rumah Tinggal Siligita


Bangunan Rumah Tinggal Siligita ini berbentuk dominan pesegi dengan atap
limas yg diatasnya terdapat bagunan Bale Bengong. Berkontruksikan beton bertulang dan
baja ringan (galvalum). Bangunan Rumah tinggal ini didominasi oleh penggunaan kaca
yang menurut saya terlalu banyak, hal ini tentu menimbulkan efek buruk bagi lingkungan,
seperti yang kita tahu lapisan ozon di bumi semakin mudah ditembus akibat banyaknya
penggunaan material kaca.
Selain itu bangunan ini sudah mengikuti perkembangan zaman modern, dengan
mengikuti gaya arsitektur masa kini yang terlihat dari pengaplikasian material populer
pada bangunan modern saat ini. Berikut material yang diaplikasikan pada bangunan ini:
1. Batu Paras Jogja pada dinding fasad bangunan yang berwarna kekuningan
2. Batu Granit yang diaplikasikan pada dinding luar pembatas bangunan
3. Alumunium sebagai batas atau pagar rumah dan pintu pada tiap ruangan.
4. Kaca Mati dan Kaca Tempered sebagai perantara view, pencahayaan alami dan
perlindungan dari ancaman dan cuaca ekstrim
5. Plafond dari Kayu albesia yang divarnish

Gambar: Penggunaan Material Kaca


Sumber: Dokumentasi Pribadi

A. Konstruksi Atap Baja Ringan (Galvalum)


Penggunaan konstruksi atap Rumah Tinggal Siligita ini menggunakan baja ringan
yang ditutupi kayu albesia yang sudah divarnish, dan menggunakan material atap dari
atap baja, mencerminkan banguan modern yang jauh dari konsep bangunan bali seperti
yang kita ketahui atap bangunan yang bercirikan bali biasanya menggunakan alang-alang,
sirap,dan genteng kodok,serta menggunakan murda dan ikut celedu.

Gambar: Konstruksi Atap Rumah Tinggal Siligita


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar: Konstruksi Atap Rumah Tinggal Siligita


Sumber: Dokumentasi Pribadi

B. Konstruksi Footplat Beton Bertulang Lantai 4


Konstruksi yang sering dipakai pada bangunan lantai 3 atau lebih, biasanya
menggunakan pondasi footplat apalagi di lahan yang berkontur. Karena Bangunan ini
terletak di lahan berkontur miring ke timur, sudah dipastikan menggunakan pondasi
Footplat. Dinding atau badan bangunan menggunakan konstruksi setengah bata dengan
dilapisi batu alam seperti, granit, batu jogja, dll. Bahan batu alam ini sangat cocok untuk
diaplikasikan ke dalam bangunan arsitektur bali masa kini atau kekinian, dan tambahan
kayu alami sebagai penerapan nilai tradisional arsitektur bali.
4.4 Dampak Terhadap Lingkungan
Desain suatu bangunan haruslah memiliki sebuah ciri khas daerah dimana
bangunan tersebut berada. Terutama di Bali dimana terdapatnya Peraturan Daerah yang
mengharuskan bangunan memiliki ciri khas Bali. Dalam penerapannya Rumah Tinggal
Siligita merupakan salah satu bangunan yang cukup mampu mencerminkan arsitektur
Bali. Bisa terlihat dari bentuk bangunan yang terkesan alami dari batu alam dan kayu
meskipun terlihat minimalis.

Gambar: Rumah Tinggal Siligita beserta lingkungan sekitarnya


Sumber: dokumentasi pribadi
Namun kita lihat pada gambar, bentuk bangunan Rumah Tinggal Siligita sangat
berbeda dengan bangunan disampingnya. Berbeda dengan yang lainnya bangunana ini
banyak mengaplikasikan kaca yaitu penyebab pemanasan global. Perbedaan yang
mencolok juga bisa dilihat pada bagian atapnya, bangunan Rumah Tinggal Siligita tidak
menggunakan atap bali, tetapi menggunakan atap yang sedikit datar dengan didak pada
tengah-tengah atap untuk Bale Bengong. Sedangkan bangunan disekitarnya
menggunakan atap yang bercirikan bali.
Perbedaan bangunan ini dengan bangunan lainnya jelas terlihat, apalagi lokasi
Rumah Tinggal Siligita terletak di Jalan Siligita yang merupakan akses utama menuju
daerah wisata seperti di Uluwatu Kuta, Jimbaran dan Nusa Dua. Jadi menurut saya
bangunan ini layak untuk dibangun dan didesain ulang, karena bangunan ini sudah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah yang ada di Bali. Bisa dilihat dari tampaknya sudah
memenuhi kriteria dasar Bangunan Modern seperti atap limasnya yang mencerminkan
arsitektur bali.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas tentang penggunaan konsep arsitektur tradisional
Bali yang terdapat pada bangunan yang penulis observasi. Adapun konsep konsep
arsitektur tradisional Bali yang telah teraplikasi pada bangunan akan dijelaskan pada bab
ini.

5.1 Konsep Tri Angga


Konsep Tri Angga merupakan konsep yang menekankan kepada pembagian tiga
badan fisik. Dalam bangunan rumah tinggal ini konsep tri angga diterapkan dengan
menganalogikan bangunan sebagai personifikasi tubuh manusia :
 Kaki menggambarkan hirarki paling bawah dari sebuah bangunan, diwujudkan dengan
pondasi rumah atau bawah rumah sebagai penyangga rumah.
 Badan adalah bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan dinding,
jendela dan pintu. Madya mengambarkan strata manusia atau alam manusia
 Kepala adalah symbol dari bangunan bagian atas yang diwujudkan dalam bentuk atap
yang diyakini juga sebagai tempat paling suci dalam rumah.

Gambar 5.1 Tampilan bangunan dari luar


sumber: dokumentasi pribadi

5.2 Pintu Masuk Bergaya Arsitektur Tradisional Bali


Rumah ini memiliki dua buah pintu masuk. Pintu masuk untuk kendaraan yang
langsung bias mengakses parkiran, dan pintu masuk manusia yang langsung bisa
mengakses ruang tamu. Pintu masuk manusia bergaya arsitektur tradisional Bali dengan
dua buah daun pintu yang berukir pepatraan bunga. Lebar pintu kurang lebih apejengking
orang dewasa mirip dengan arsitektur tradisional Bali.

Gambar 5.2 Pintu gerbang kecil


sumber: dokumentasi pribadi
5.3 Bale Bengong
Bale Bengong pada rumah tinggal ini terletak paling atas pada bangunan. Bale
bengong ini memiliki empat buah saka dengan atap berbentuk limas. Konstruksi bale
bengong ini mirip dengan bale bengong pada arsitektur tradisional Bali, hanya saja
penempatan bale bengong ini berada dibagian paling atas bangunan untuk menikmati
pemandangan dari atas.

Gambar 5.3 Bale bengong


sumber: dokumentasi pribadi
5.4 Perletakan Dapur
Dapur dalam bahasa Balinya Paon atau Pewaregan berfungsi sebagai tempat
memasak dimana pelangkiran yang ada di dapur disebutkan sebagai stana Bhatara
Brahma. Sakti dari Bhatara Brahma adalah Dewi Saraswati. Dewi Saraswati selain
dewinya ilmu pengetahuan juga dewinya pembersihan atau pelukatan dalam Bahasa Bali.
Berkaitan dengan hal tersebut sebagai usaha untuk penyucian diri yaitu dilaksanakan di
dapur. Dalam lontar Wariga Krimping disebutkan bahwa Dewi Saraswati yang
merupakan sakti dari Dewa Brahma sebagai dewa yang memberikan penyucian diri.

Gambar 5.4 Dapur


sumber: dokumentasi pribadi
Selain sebagai tempat memasak atau pun tempat makan ternyata dapur juga
menetralisir ilmu hitam atau pun butha kala yang mengikuti sampai ke rumah. Oleh
karena itu, anggota keluarga yang berpergian hendaknya mengunjungi dapur terlebih
dahulu sebelum ke bangunan utama rumah ketika sudah pulang/ datang dari luar. Dalam
rumah ini dapur diletakan pada lantai dasar tepat berada disebelah parkiran mobil. Jadi
ketika penghuni rumah masuk akan melewati dapur terlebih dahulu.

5.5 Ornamen Pada Pintu Gerbang Kecil


Ornamen yang terukir pada pintu gerbang adalah ornament patra cina. Ornamen
yg mempunyai ciri-ciri batang merambat atau berbentuk pohon, mempunyai bunga yg
berbentuk bundar diapit tiga helai daun, di sela-sela batangnya terdapat liking ata (pucuk
tumbuhan menjalar).
Gambar 5.5 Pintu Gerbang Kecil
sumber: dokumentasi pribadi

Gambar 5.6 Patra Cina


sumber: https://www.menggambar-unik.com

Pada patra cina berdasarkan penjelasan diatas diapit oleh tiga daun, namun pada
pintu gerbang kecil patra cina digambarkan setengah bagian di kiri dan setengahnya lagi
di kanan dengan bunga yang terletak paling dasar dan diapit oleh lima daun. Berbeda
dengan patra cina yang asli diapit oleh tiga daun.
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan analisa yang kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa bangunan


rumah tinggal Siligita, Nusa Dua ini menerapkan konsep arsitektur tradisional Bali antara
lain konsep Tri Angga (Personifikasi tubuh manusia pada bangunan), konsep perletakan
dapur yang menjadi area pertama yang harus dilalui penghuni atau pengunjung sebelum
menuju area lain, penggunaan ornamentasi khas arsitektur tradisional Bali, dan
penambahan bangunan pendukung seperti Bale Bengong yang mencirikan arsitektur
tradisional Bali.
DAFTAR PUSTAKA

Wedhantara, Biendra Azizi. 2014. Transformasi Tipologi Denah Bale Daja Pada Cottage
Hotel Resort Teluk Lebangan. Artikel Ilmiah. Universitas Brawijaya

Najoan, Stephanie. 2011. Transformasi Sebagai Strategi Desain. Media Matrasain. Vol
VIII (2)

Widiastuti, Indah. 2014. Transformasi nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa kini
Transformasi Makna pada Arsitektur Asli Daerah dalam Tampilan Visual
Arsitektur. Seminar Rumah Tradisional. PUSKIM

Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2008. Rumah Tradisional Bali. Udayana University-
Bali

Susanta, Nyoman dan Wiryawan. 2016. Konsep Dan Makna Arsitektur Tradisional Bali
Dan Aplikasinya Dalam Arsitektur Bali. Workshop ‘Arsitektur Etnik Dan
Aplikasinya Dalam Arsitektur Kekinian’.
Daftar Akses

Alfari, Shabrina. https://www.arsitag.com. Diakses pada 4 Maret 2019


Anonim. http://dictionary.basabali.org/Patra_Cina
Hendra. http://arsitektur-indonesia.com. Diakses pada 4 Maret 2019
Syamsuri. https://www.menggambar-unik.com/2016/11/menggambar-motif-bali-
cina.html. Diakses pada 11 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai