UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
TAHUN 2014
TAT TWAM ASI
1. PENGERTIAN
Tat twam asi menurut bahasa sansekerta adalah Tat berasal dari kata "Tad" yang
berarti "itu" atau "dia" , Twam berasal dari kata " Yusmad" yang berarti. "kamu" dan
Asi berasal dari kata " As(a) " yang berarti "adalah".
Jadi dapat disimpulkan " Tat Twam Asi " adalah " kamu adalah aku, aku adalah
kamu". Yang dimaksud dari kalimat "aku adalah kamu , kamu adalah aku" adalah jika
kita menyayangi diri sendiri maka secara tidak langsung kita akan menyayangi
lingkungan sekitar kita ( entah manusia, hewan ataupun alam ). Tetapi, jika kita
merusak atau menyakiti lingkungan sekitar kita, maka itu berarti kita menyakiti dan
merusak diri kita sendiri.
Ungkapan dalam arsitektur tradisional Bali merupakan endapan filosofi atau dasar-
dasar perwujudannya ke dalam bentuk yang lebih nyata. Dasar-dasar filosofi tersebut
meliputi:
A. Pandangan hidup masyarakat (etnik Bali). Merupakan titik tolak dan diyakini
memiliki unsur-unsur pembentuk yang sama pada manusia dan alam, hal ini
menjadikan sebagai aturan/etika bagi manusia Bali untuk menempatkan diri di
dalam lingkungannya.
B. Norma-norma agama maupun kepercayaan pada dasarnya bertitik tolak dari
keyakinan daam kerangka ajaran agama Hindu yaitu Panca Sradha, berupa lima
keyakinan terhahap adanya : Brahman atau Tuhan, Atman atauroh, punarbhawa
atau reinkarnasi, karma phala atau hukum sebab akibat, moksa (ke alam Tuhan).
C. Sikap hidup masyarakat, suatu sikap terhadap sesama manusia, alam dan
makhluk dibawahnya, sikap ini terkandung dalam ajaran Tat Twam Asi. Ketiga
hal ini, pada akhirnya melahirkan konsep perwujudan arsitektur tradisional Bali.
Konsep dasar arsitektur tradisional Bali yang lahir dari endapan filosofi di atas
adalah :
A. Rwa Bhineda, konsep dikotomi atau dua unsur yang bertentangan namun akan
melahirkan suatu keharmonisan dalam perpaduannya.
B. Tri Hita Karana, terdiri dari unsur jiwa, fisik dan tenaga yang terdapat dalam
suatu raga/kehidupan (Parhyangan, Pawongan dan Palemahan).
C. Tri Angga, perwujudan keharmonisan bhuwana agung dan bhuwana alit dalam 3
(tiga) bagian fisik bangunan arah vertikal maupun horizontal.
Falsafah ruang di Bali berkembang dari ajaran Tat Twam Asi dalam Hindu. Tat
Twam Asi berarti “itu adalah aku”. Inti ajaran Tat Twam Asi adalah menjaga
keharmonisan dalam kehidupan, terhadap segala bentuk ciptaan Tuhan, termasuk dunia
ini.. Dalam hal ini kita menemukan konsep ruang arsitektur dalam arti yang sejati, yakni
konsep ruang yang diilhami oleh kedalaman jiwa manusia yang peka dimensi
kosmologi, yang tumbuh dari penghayatan keagamaan.
Dalam kaitannya dengan ruang, ajaran Tat Twam Asi mengandung makna konsep
ruang dalam keseimbangan kosmos (balance cosmologi). Dalam hal ini ruang makro
(Bhuwana Agung) senantiasa harus seimbang dengan ruang mikro (Bhuwana Alit). Di
dalam makrokosmos, terdapat tiga struktur ruang secara vertikal yang dianalogikan
sebagai tiga dunia (Tribhuwana). Struktur Tri Bhuwana dalam kosmos juga dapat
dianalogikan dengan “litosfir” untuk “alam bawah”, “hydrosfir” untuk “alam tengah”
dan “atmosfir” untuk “alam atas”.
Falsafah Tri Bhuwana kemudian dijabarkan ke dalam konsep Tri Hitakarana, yang
pendekatannya dilakukan ke dalam perencanaan ruang secara makro (macro planing)
dan perencanaan ruang mikro (micro design) menjadi tiga kelompok ruang (Tri
Mandala): ruang sakral – ruang untuk aktivitas manusia – ruang yang bersifat
pelayanan/servis. Sedangkan secara filosofis, Tri Hitakarana sendiri mengandung
pengertian sebagai tiga kutub yang menjadikan suatu kehidupan di bumi, terdiri dari
jiwa (atma), fisik (angga) dan tenaga (kaya).
3. PENERAPAN
Lingkup makro merupakan cakupan yang paling luas atau besar. Seperti yang sudah
dijelaskan bahwa Tat Twam Asi mengajarkan kita untuk menghormati semua ciptaan
Tuhan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa arsitektur sangat erat hubungannya dengan alam
dan lingkungan. Konsepsi Tat Twam Asi yang ada dalam Arsitektur Bali prinsipnya
berusaha menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam semesta beserta isinya
(bhuana agung dan bhuana alit). Jadi, penerapan konsepsi Tat Twam Asi dalam skala
Makro itu dengan mencegah kerusakan lingkungan dan menjaga lingkungan agar tetap
lestari, dengan cara :
Menghindari penggunaan tanah produktif sebagai lahan pembangunan
Gbr 5. Pola Pemukiman pola linier (linier pattern) dengan struktur rumah
berderet. Karena sistem pemukimannya tidak
memusat dan rumahnya saling berhadapan.
Penglipuran merupakan desa yang tidak terkena
pengaruh Majapahit karena letak desanya
berjauhan dengan pusat kerajaan saat itu
(Dwijendra, 2009:92). Sehingga masyarakatnya
menganut sistem legaliter, kedudukannya sama
dan tidak berkasta. Setiap orang punya
Ruang lingkup mikro merupakan yang terkecil, untuk contoh pada ruang lingkup
mikro ini kami mengambil contoh rumah tinggal orang bali. menurut kepercayaan
masyarakat hindu bali, bangunan memiliki jiwa bhuana agung (alam makrokosmos)
sedangkan manusia yang menempati bangunan adalah bagian dari buana alit
(mikrokosmos). antara manusia dan bangunan yang ditempati harus harmonis, agar bisa
mendapatkan keseimbangan antara kedua alam tersebut, oleh sebab itu pembangunan
rumah umat hindu di bali pada tahap awal membuka lahannya, tahap mulai
pembangunan rumah sampai pada saat selesai tahap pembangunannya selalu dibuatkan
upacara yang bertujuan untuk mohon ijin dan meminta restu kepada dewa agar
bangunan itu memancarkan aura positif untuk penghuninya kelak. adapun beberapa
upacara yang harus dilakukan saat membangun rumah bali adalah:
4. Upakara Mapralina
Upacara yang dilakukan ketika pembongkaran/peruntuhan bangunan, Di tiap
pelinggih, selain pejati, agar ada ‘Daksina Pelinggih’ yaitu daksina biasa yang
dibungkus kain putih/ kuning. Fungsinya sebagai stana Ida Bhatara agar
nantinya dituntun ke tempat yang baru, atau dihanyutkan ke segara.
Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat berbeda, maka upacara dan
upakara tersebut di atas disesuaikan dengan kondisi setempat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Mengenal Arsitektur Nusantara Khas Panglipuran Bali. Tersedia pada
http://archiholic99danoes.blogspot.com/2012/02/mengenal-arsitektur-nusantara-
khas.html. Diakses pada tanggal 14 November 2014.
Artha, I Made, 2010. Jurnal Anala volume 1 nomor 6 th 2010: Pengaruh Kebudayaan
Cina Pada Arsitektur Tradisional Daerah Bali (Kajian Kepustakaan). Tersedia
pada : http://vol1no6tahun2010.wordpress.com/ . Diakses pada tanggal 7
November 2014.
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2009. Arsitektur dan Kebudayaan Bali Kuno.
Denpasar : Udayana University Press.
Juliana, Pande. 2012. Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi. Tersedia pada :
http://pandejuliana.wordpress.com/2012/01/20/tri-hita-karana-dan-tat-twam-asi/.
Diakses pada tanggal 8 November 2014.
Raharja, I Gede Mugi. 2009. Fasafah dan Konsep Ruang Tradisional. Tersedia pada
http://www.isi-dps.ac.id/berita/falsafah-dan-konsep-ruang-tradisional-bali .
Diakses pada tanggal 14 November 2014.
Salain, Rumawan. 2005. Menyiasati Bangunan terhadap Bencana Alam (2). Gempa,
Bangunan Tradisi pun Banyak yang Kokoh. Tersedia pada
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/4/3/ars1.html. Diakses pada
tanggal 10 November 2014