Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH STRUKTUR DAN BENTUK BANGUNAN

TRADISIONAL DAN MODERN


RUMAH ADAT KARAMPUANG

OLEH : KELOMPOK IV
D51114005 Shapardi Kahir
D51114508 Fadillah
D51115017 Muliyadi
D51115319 Fahmi Achmad Nurfaizi

TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KOTA MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula kami kirimkan
shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta
keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh ummatnya yang senantiasa istiqomah
hingga akhir zaman. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah struktur dan bentuk bangunan tradisional dan modern.Makalah ini
memuat tentang Rumah Adat Karampuang
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman yang lain.

Gowa, 03 Maret 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN.....................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................
1.3. Tujuan dan Manfaat ............................................................................................
1.4 Metode Penulisan................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspek arsitektur rumah adat karampuang...........................................................

2.2 Karakteristik Rumah Adat Karampuang...............................................................

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Lokasi Studi...........................................................................................................

3.2 Sistem Kosmologi..................................................................................................

3.3 Filosofi Bentuk Bangunan ....................................................................................

3.4 Proses Pembangunan ............................................................................................

3.5 Orientasi bangunan dan Makna Simbolik ............................................................

3.6 Material dan Struktur..........................................................................................

3.7 Tata ruang ( fungsi ruang, tata letak, makna ruang, ) .........................................

BAB IV PENUTUP
3.1. Kesimpulan........................................................................................................
3.2. Saran..................................................................................................................
Daftar pustaka..................................................................................................................

3
4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Arsitektur tradisional di Indonesia selalu menarik perhatian, selain karena
keunikan juga karena keindahannya. Meskipun mempunyai persamaan satu
bentuk arsitektur tradisional dengan lain, seperti pada bentuk konstruksi
kolong, penggunaan bahan-bahan yang diperoleh dari alam atau lingkungan,
dilatarbelakangi oleh kepercayaan dan budaya, namun secara arsitektural,
satu dengan lain sangat berbeda dan mempunyai ciri tersendiri. Kemajuan
teknologi, komunikasi, perhubungan, berbagai arsitektur tradisional
mengalami perubahanperubahan yang cenderung meninggalkan keasliannya.
Perubahan-perubahan tersebut akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan
keaslian, keunikan dan keindahan yang sebetulnya justru menjadi daya
tariknya (Sumalyo, 2001). Proses atau kecendrungan semacam ini
berlangsung di banyak tempat termasuk di Karampuang, Kabupaten Sinjai.
Dalam merumuskan konsep bentuk dapat dilakukan dengan berbagai cara
dan metode. Konsep bentuk dapat dilakukan dengan mengangkat karakter
arsitektur lokal ataupun arsitektur tradisional. Perumusan arsitektur lokal
seperti pandangan terhadap alam (kosmologi), simbol, makna dan batas
karakter privat dan publik, sistem sosial, dan kekhasan suatu permukiman
membedakan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Menurut Bagus
dalam Setiadi (2010), faktor-faktor yang mendasari bentuk dalam arsitektur
dapat bersumber dari konsep yang bersifat tradisional.
Arsitektur tradisional sarat akan makna simbolik. Arsitektur tradisional
khususnya di Sulawesi Selatan banyak merepresentasikan dalam analogi
bentuknya. Simbol-simbol tersebut dijadikan sebagai bentuk tampilan
bangunan. Bentuk penampilan rumah adat rumah tradisional Karampuang di

1
Kabupaten Sinjai mempunyai filosofi bentuk yang melambangkan tubuh
(Muhannis, 2009). Rumah adat Karampuang terdiri dari dua unit rumah adat
yang masing-masing ditempati oleh pemangku adat dengan fungsi yang
berbeda. Satu sebagai tempat tinggal raja (Arung atau To Matoa) yang juga
sebagai tempat menyimpan benda-benda kerajaan (arajang). Sementara satu
unit lainnya sebagai tempat tinggal perdana menteri (Gella).

Untuk penelitian kualitatif istilah populasi disebut kelompok fokus


amatan, satuan kajian atau unit analisis (unit of analysis) sedangkan sampel
disebut kasus amatan.Sedangkan menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2013),
menyebutnya social situation
(situasi sosial) yang terdiri dari tiga elemen yatu: tempat (place), pelaku
(actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergitas.
Pada penelitian ini fokus amatan yaitu rumah adat Karampuang beserta
penghuninya, kegiatan yang dilakukan, tempat, serta perlengkapan atau
peralatan yang digunakan ataupun yang melengkapinya. Karena rumah adat
Karampuang hanya ada dua unit rumah saja, maka semua fokus amatan
(populasi) juga sekaligus sebagai kasus amatan (sampel). Penentuan sampel
(kasus amatan) pada penelitian kualitatif tidak didasarkan pada perhitungan
statistik. Sampel (kasus amatan) yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan
informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan (Sugiyono, 2013).
Metode pengambilan data dengan studi kepustakaan yang relevan dengan
penelitian, observasi, dan wawancara langsung dengan responden (informan
kunci) seperti para pemangku adat, serta panrita bola atau sanro bola (uragi).

2
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal-hal sebagai


berikut:
a. Bagaimana orientasi bangunan rumah adat karampuang?
b. Bagaimana bentuk dan sistem kosmologis pada rumah adat karampuang?
c. Bagaimana proses pembangunan tata ruang dalam pada rumah adat
karampuang?
d. Apa saja ornament pada rumah adat karampuang?
e. Bagaimana sistem struktur pada rumah adat karampuang?

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Setelah mendiskusikan tema ini, kita dapat memperoleh beberapa


tujuan sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui orientasi bangunan rumah adat karampuang
2. Untuk memahami bagaimana sistem struktur pada rumah adat karampuang
3. Untuk memahami bagaimana bentuk dan sistem kosmologis pada rumah
adat karampuang
4. Untuk mengetahui dan memahami proses pembangunan tata ruang dalam
pada rumah adat karampuang
5. Untuk mengetahui apa saja ornament pada rumah adat karampuang

1.3.2 Manfaat
1. Untuk menambah pengetahuan tentang rumah adat karampuang
2. Sebagai sumber referensi untuk masyarakat tentang makalah ini.

3. Memberikan data studi kasus secara akurat sehingga dapat digunakan


dengan baik.

3
4
1.4 Metode Penulisan

Pada makalah ini kami melakukan metode penulisan melalui 2 cara :

1. Melalui Literatur

Dalam hal ini kami menyusun materi dari buku,referensi,dan sebagainya.

2. Melalui Internet

Kami menyusun makalah ini melalui sumber internet. Adapun dari internet
melalui blog atau referensi ilmiah.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek arsitektur rumah adat karampuang

Arsitektur tradisional di Indonesia selalu menarik perhatian, selain


karena keunikan juga karena keindahannya. Meskipun mempunyai
persamaan satu bentuk arsitektur tradisional dengan lain, seperti pada
bentuk konstruksi kolong, penggunaan bahan-bahan yang diperoleh dari
alam atau lingkungan, dilatarbelakangi oleh kepercayaan dan budaya,
namun secara arsitektural, satu dengan lain sangat berbeda dan mempunyai
ciri tersendiri. Kemajuan teknologi, komunikasi, perhubungan, berbagai
arsitektur tradisional mengalami perubahanperubahan yang cenderung
meninggalkan keasliannya. Perubahan-perubahan tersebut akan
mengurangi bahkan dapat menghilangkan keaslian, keunikan dan
keindahan yang sebetulnya justru menjadi daya tariknya (Sumalyo, 2001).
Proses atau kecendrungan semacam ini berlangsung di banyak tempat
termasuk di Karampuang, Kabupaten Sinjai.

2.2 Karakteristik Rumah Adat Karampuang

Masyarakat Karampuang sebagai salah satu masyarakat adat yang


masih mempertahankan dengan baik adat-istiadatnya. Sebagai
masyarakat adat dibutuhkan perangkat adat untuk menjalankan
kehidupan serta pemerintahan adat. Dalam masyarakat adat
Karampuang dikenal empat pemimpin adat. Pemimpin adat yang
tertinggi yaitu To Matoa atau Arung, harus dijabat oleh laki-laki. To
Matoa juga disebut sebagai raja. Dalam menjalankan tugasnya To

6
Matoa dibantu oleh Gella yang bertugas menjalankan pemerintahan
serta kehidupan perekonomian adat. Gella disebut juga sebagai perdana
menteri, yang harus dijabat oleh laki-laki juga. Pemimpin adat yang lain
adalah Sanro yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan spiritual
masyarakat, dan harus dijabat oleh seorang perempuan. pemimpin adat
yang terakhir adalah Guru yang bertugas untuk memimpin ritual
keagamaan (agama Islam). Guru harus dijabat oleh laki-laki. To Matoa,
Sanro, dan Guru menempati satu unit rumah adat, dan Gella juga
menempati satu unit rumah adat.

Rumah adat Karampuang berbentuk panggung seperti


kebanyakan rumah-rumah Bugis pada umumnya di Sulawesi Selatan,
namun memiliki beberapa perbedaan yang memberikan jati diri
tersendiri sebagai arsitektur masyarakat yang lahir, tumbuh dan
berkembang sebagai arsitektur Karampuang. Perbedaan antara
arsitektur Karampuang dengan arsitektur Bugis lainnya disebabkan oleh
penghargaan terhadap leluhur mereka yang diyakini seorang
perempuan.

Rumah adat Karampuang terletak dalam kawasan adat dengan


berbagai peraturan-peraturan adat yang berlaku serta berbagai acara-
acara adat yang masih sering berlangsung di kawasan ini yang diikuti
oleh penduduk kawasan adat dan Desa Bulupoddo, Sinjai masyarakat
sekitar kawasan adat tersebut.

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Lokasi Studi

Rumah adat Karampuang merupakan salah satu arsitektur vernakuler


Indonesia yang terletak di kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Komunitas
adat ini terletak di Dusun Karampuang Desa Tompobulu Kecamatan
Bulupoddo Kabupaten Sinjai, kurang lebih 223 km dari Kota Makassar

Rumah Adat
Karampuang

A.Peta
Kec. Bulupoddo B.Foto Udara
Kawasan Karampuang

8
Gambar : Lokasi Rumah Adat Karampuang, (2013)

A. Rumah adat Gella To Matoa


B. Rumah Adat

Gambar : Rumah Adat Karampuang, (2013)

9
3.2 Sistem Kosmologi
Bentuk rumah adat berbentuk rumah panggung tidak lepas dari pandangan
kosmologis bahwa dunia ini menjadi tiga bagian atau tiga tingkat, yakni
botting langi untuk dunia atas tempat bersemayamnya Dewata Seuae atau
PatotoE, ale kawa untuk dunia tengah yang dihuni oleh manusia, serta paratiwi
yang terdiri dari tujuh susun pula sebagai tingkatan terbawah yakni tempat
bersemayamnya orang-orang telah tiada, sehingga rumah adatnya tidak beralas
dan tiangnya ditanam ke dalam tanah (Muhanis, 2009:124).

Botting
Langi

Ale Kawa

Paratiwi

Gambar : Sistem Kosmologi Pada


Rumah Adat Karampuang Sumber: Hasil Wawancara, 2013

3.3 Filosofi Bentuk Bangunan


Bentuk penampilan rumah adat Karangpuang di Kab. Sinjai secara garis
besarnya kedua-duanya mempunyai filosofi bentuk yang melambangkan tubuh
seorang perempuan yang disebut Nene Makkunrai Indo ri Karangpuang
(seorang nenek yang dijadikan Ibu di Karangpuang). Ibu dari Karangpuang ini
dimaksudkan sebagai seorang dewi yang pertama ada di Karangpuang sebagai
To Manurung (orang suci yang tidak diketahui asalnya dari mana). (menurut
Keterangan Puang Mattang, Sanro bola masyarakat biasa Di Karampuang)
Rumah yang ada sekarang sudah mengalami perubahan bentuk beberapa kali.
Bentuk awal rumah adatnya disebut dengan langkeang, yakni rumah adat yang

10
bertiang satu bentuknya seperti payung, kemudian rumah bertiang tiga di
Toanja, dan selanjutnya karena Agama Islam telah memasuki wilayah
Karampuang dengan membawa ajaran yang baru, maka rumah adatnya juga
disesuaikan dengan ajaran yang baru itu. Untuk itu maka rumah Adat itu
dipindahkan lagi ke lokasi baru dan rumah adat yang dahulunya jumlahnya
hanya satu unit ditambah menjadi dua unit dengan ukuran yang lebih besar dan
bentuk yang lebih baik, sampai bentuk seperti yang sekarang dan telah
diperkaya dengan simbol-simbol Islam.

3.4 Proses Pembangunan


Pembangunan rumah adat Karampuang tidak diketahui secara pasti
tahunnya kapan rumah itu mulai ada. Berdasarkan keterangan Puang Gella,
rumah yang sekarang ini mulai dibangun kembali oleh Puang Gella pada tahun
1967 karena rumah sebelumnya habis terbakar pada zaman pemberontakan
DI/TII. Akan tetapi bentuk, serta simbol-simbol yang ada tidak ada yang
diubah.

3.5 Orientasi bangunan dan Makna Simbolik


Rumah adat yang ditempati oleh Arung (Raja) mempunyai orientasi
kearah Barat (Akhirat). Filosofi orientasi ini dikarenakan Arung sebagai
pemimpin tertinggi dalam adat dan sekaligus sebagai orang tua akan selalu
berorientasi kearah kehidupan selanjutnya (akhirat). Arung yang akan
memberikan pesan-pesan moral, wejangan-wejangan untuk selalu berbuat
baik, sebagai bekal kita menghadap sang pencipta, serta memberikan pesan
kepada masyarakat untuk tetap selalu melestarikan adat. Dengan kata lain
bahwa pada rumah adat To Matoa-lah tempat membicarakan hal-hal yang
ritual. Rumah adat Puang Gella (Perdana Menteri) mempunyai orientasi ke
arah Timur (Duniawi). Ini melambangkan bahwa matahari terbit dari timur,
tanda dimulainya kehidupan. Tempat untuk membicarakan hal-hal yang besifat
dunia.

11
Rumah
PuangGella Rumah
Puang Matoa

Gambar : Orientasi Rumah Adat Karampuang


Sumber: Hasil Wawancara, 2013

a. Tangga dan pintu

Tangga rumah adat Bugis dan Makassar pada umumnya, adalah dari depan
atau dan samping rumah yang juga mengandung makna simbolik laki-laki atau
kejantanan. Telapi pada rumah adat Karampuang, letak tangga justru berada pada
kolong rurnah, diletakkan di tengah rumah sebagai simbol kemaluan wanita, yang
mempunyai makna pilosofi yang dalam, yaitu sebagai pintu bunga mawar tempat
pertama kali manusia keluar dan rahim ibunya. (Amirullah AS, 2001). Tangga
mempunyai pintu yang disebut Batulappa dengan pemberat dan batu bundar
sebagai symbol bagian kemaluan wanita yaitu klitoris.

12
13
b. Dapur
c.
d. Dapur diletakkan sejajar dengan posisi pintu, memiliki simbol dua
dada wanita, yaitu sumber kehidupan. Sebagai sumber kehidupan, pada
dapur inilah dipersiapkan segala makanan dan minuman yang hendak
dimakan clan diminum di rumah adat mi. (Gambar 9).
e.

f.
g.
h. c. Sonrong
i.
j. Sonrong adalah lantai yang ditinggikan di depan dan di
belakang rumah sebagai simbol lengan dan bahu manusia. Sonrong bagian
depan sebagai tempat untuk menerima tamu, dan sonrong bagian belakang
difungsikan sebagai tempat tinggal penghuni dan tempat menyimpan
semua arajang yakni bendabenda sakral pelengkap upacara adat.
k.
d. Ruang utama
l.
m. Ruang utama adalah ruang besar yang terdapat di tengah-
tengah rumah. Ruang ini, dibatasi oleh garis maya yang membagi ruang
ini menjadi 12 petak, sebagai simbol dari banyaknya Gella sebagai
pendukung utama budaya Karampuang, yang dibatasi oleh tiang-tiang

14
kayu yang menyebul dan lantai menerus ke rangka atap rumab. (Gambar
3). Di tengah-tengah ruangan, ada satu tiang yang istimewa dan dihiasi
khusus dengan kain putih, yang disebut Ariri posi (Tiang utama) sebagai
simbol pemikiran yang bersih. (Gambar 10).
n.

o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.

15
w.
e. Tiang
x.
y. Tiang terdiri atas tiang kayu sebanyak 30 buah, sebagai simbol
kaki manusia. Tiang-tiang ini mempunyai sambungan (dipotong dan disambung
kembali) sebagai simbol tulang kaki yang beruas-ruas dan memiliki persendian.
z.
f. Hare
aa.
ab. Hare adalah-kayu yang dibentangkan secara membujur dari barat
ke timur sebanyak lima buah. Kata Hare dalam dialek Sinjai berarti Barat. Hal ini
memaknai fungsi rumah adat To Matoa sebagai tempat untuk membicarakan hal-
hal yang bersifat ritual.
ac.
g. Tampeng
ad.
ae. Tampeng adalah sejenis rotan yang tumbuh di hutan adat dan untuk
mencari/ mengambilnya harus dipimpin langsung oleh To Matoa, mengingat
tampeng itu sendiri memiliki banyak jenis. Tampeng dalam lontara adalah simbol
dari ure (urat). Fungsi tampeng tidak boleh digantikan dengan benda lain sebagai
bahan pengikat termasuk paku.
af.
ag. h. Salima
ah. Salima adalah Iantai rumah adat yang terbuat dan tedang yakni
bambu yang berukuran kecil-kecil dan memiliki kekuatan yang cukup balk untuk
bahan lantai. Hal ini juga bermakna simbolik sebagai tulang rusuk serta ruas-ruas
jari dan manusia yang disebut lappa tellang, Hal ini juga merupakan salah satu
keunikan dari rurnah adat Karampuang.
ai.
aj.
ak. i. Hilua
al.
am. Hilua adalah tali hitam dan serat enau dililitkan di bubungan
rumah dan timpa laja sebagai simbol dari mata dan mulut manusia.
an.
h. Bate-bate
ao.
ap. Sebaai seorang wanita, salah satu yang membedakan dengan laki-
laki adalah hiasan pada telinga. Pada rumah adat karampuang, dihasi dengan
bate-bate kiri dan kanan yaitu suatu ukuran kayu, layaknya seorang wanita
anggun dengan anting-anting di telinganya.
aq.

3.6 Material dan Struktur

ar. Material yang digunakan kedua rumah adat, baik rumah To Matoa
maupun rumah Gella semuanya bersumber dari dalam hutan adat. Mulai dari
tiang, lantai, dinding, sampai atap. Jenis-jenis material bangunan rumah adat
antara lain: untuk tiang rumah (Alliri) menggunakan kayu Bitti,
as. lantai rumah memakai bambu, atap rumah memakai daun Enau, dan ada
dari rumpu ilalang, dinding memakai kayu Bitti dan dari bambu, dan pengikat
memakai rotan dan tali dari rakitan ijuk pohon enau.
at. Saat ini, telah terjadi perubahan dalam penggunaan bahan, khususnya
pada penggunaan pengikat. Dulu semuanya diikat dengan rotan ataupun tali
dari ijuk, namun karena material semakin langka utamanya rotan yang sudah
hampir tidak ada lagi di hutan adat, makanya sudah menggunakan material
yang modern. Berupa tali dari bahan plastik. Keadaan ini juga diperparah
dengan peraturan pemerintah, dimana masyarakat tidak boleh lagi menebang
pohon termasuk mengambil rotan dari dalam hutan, sekalipun dalam hutan
adat.
au.
av. Material struktur yang digunakan untuk membangun rumah adat
ini adalah kayu dan material lain yang terdapat di sekitar perkampungan adat
tersebut. Hal yang menarik adalah adanya hutan adat tempat memelihara kayu-
kayu pilihan yang disiapkan sebagai pengganti material struktur yang rusak,
yang mempunyai persamaan dengan hutan Kombong di Toraja. Hal ini juga
bermakna bahwa pendukung kebudayaan Karampuang peduli terhadap
kelestarian lingkungan, dan sekaligus produk arsitektur mereka adalah
arsitektur yang ramah lingkungan dan menyatu dengan alam.
aw. Saat pergantian material struktur yang rusak atau lapuk,
diadakanlah upacara adat untuk menarik kayu dan hutan yang disebut Maddui
aju. Kayu harus ditarik beramai-ramai dan hutan dan tidak boleh dipikul,
sekaligus sebagai simbol kebersamaan dan kerja sama dan seluruh masyarakat
pendukung kebudayaan Karampuang. Maddui artinya menarik. Kegiatan mi
melibatkan seluruh masyarakat di kawasan rumah adat Karampuang. Acara ini
dipimpin oleh pemimpin adat, mulai dan proses pencarian kayu dalam hutan
hingga kayu itu tiba di rumah adat, semuanya dilakukan dengan prosesi adat.
(Potensi Obyek dan daya Tarik Wisata kabupaten Sinjai, 2001).
ax. Sistem struktur yang mereka gunakan adalah sistem pasak dan ikat,
seperti sistem struktur rumah tradiosional pada umumnya di Indonesia dan
tidak boleh mempergunakan pengikat dan bahan logam seperti paku dan
sebagainya. Untuk melihat dari dekat sistem struktur ini dapat dilihat pada
gambar.
ay.
az.
ba.
bb.
bc.
bd.
3.7 Tata ruang ( fungsi ruang, tata letak, makna ruang, )

be. Rumah adat Karampuang, secara umum mempunyai tata ruang


yang hampir sama, perbedaannya terletak pada perbedaan tata ruang pada
jumlah kamarnya.
a. Tata Ruang Rumah Adat Puang Matoa

bf. Pembagian ruang-ruang pada rumah adat Tomatoa terdiri dari


paruhung, Sonrong ri olo, Elle/Lontang riolo, Elle ri tengnga, Elle ri monri,
dan Sonrong Ri monri. Pada bagian Sonrong ri monri mempunyai 4 unit
kamar tidur (bili) masing-masing untuk ana malolo arung, guru, puang
tomatoa, dan puang sanro (gambar 5).
b. Tata Ruang Rumah Adat Puang Gella

bg. Seperti halnya rumah Puang Tomatoa, secara vertikal rumah puang
Gella terbagi atas 3 bagian, yaitu rakkeang, ale bola, dan paratiwi.
Pembagian ruang-ruang pada rumah adat Gella pada prinsipnya sama dengan
pembagian ruang pada rumah adat Puang Matoa. Yang membedakan adalah
jumlah kamar atau bili pada bagian Sonrong ri monri yang hanya terdiri dari
dua unit kamar (bili) saja yang masing-masing untuk ana malolo gella dan
Puang Gella sendiri (gambar 6).
bh.
bi.

bj.
bk.Gambar : Tata ruang rumah Puang Matoa
bl. Sumber: Laporan Eskursi Mahasiswa S2 , 2013
bm.

bn.
bo. Gambar : Tata ruang rumah Puang Gella Sumber: Laporan Eskursi
Mahasiswa S2 , 2013
bp.

bq. Pembagian ruang-ruang pada rumah adat Puang Gella pada


prinsipnya sama dengan pembagian ruang pada rumah adat Puang Matoa.
Yang membedakan adalah jumlah kamar atau bili pada bagian Sonrong ri
monri yang hanya terdiri dari dua unit kamar (bili) saja yang masingmasing
untuk ana malolo gella dan Puang Gella sendiri.
br. Secara vertikal, pembagian ruang pada rumah puang Gella terdiri
atas:
Rakkeang sebagai tempat menyimpan padi
bs. (ase), alat-alat dari logam/besi (bessi)
Ale Bola sebagai tempat tinggal
Paratiwi sebagai kolong, tempat memelihara ternak
bt.
bu.
bv.
bw.
bx.
Rakkeang
by.
bz.
Ale bola
ca. Paratiwi

cb.
cc.
cd.
ce. Gambar 7: Tata ruang rumah Puang Gella (secara
cf. Vertikal) Sumber: Laporan Eskursi Mahasiswa S2 , 2013
cg.
ch.
ci. Ukuran untuk rumah adat ataupun rumah tradisional vernacular
tidak ada yang menggunakan alat ukur modern (meteran), tetapi
menggunakan organ tubuh manusia dan biasanya yang digunakan adalah
organ tubuh penghuninya. Untuk rumah adat Karampuang juga
menggunakan system pengukuran seperti itu.
cj. Ukuran-ukuran yang dipakai di Karampuang antara lain: depa
(reppa), siku (sikku), jengkal (jakka), dan kepal (kekkeng tuo). Semua jumlah
ukurannya ganjil. Ukuran panjang Rumah Puang Tomatoa adalah 17 depa,
sedangkan rumah Puang Gella 13 depa.
ck. Jumlah tiang rumah sebanyak 30 tiang, yang melambangkan
jumlah juz dalam al-quran. Jumlah tiang yang membujur dari utara ke selatan
sebanyak 5 tiang melambangkan jumlah rukun Islam. Jumlah tiang yang
melintang dari barat ke timur sebanyak 6 tiang melambangkan rukun iman.
Ini merupakan pengaruh agama Islam sebagai agama yang dianut oleh
masyarakat adat Karampuang.
cl.
cm.
cn. Perlu diketahui bahwa selain melakukan penelitian tim peneliti
dilarang mengukur objek penelitian (rumah adat dan kawasannya)
menggunakan alat ukur modern dengan menggunakan meteran. Jadi yang
dipakai mengukur adalah tinggi badan atau ukuran tubuh manusia. Proses
konversi ukuran dari antropometri ke dalam satuan centimeter (cm),
menggunakan format foto (JPEG) yang kemudian dikonversikan dengan
software AutoCAD untuk mengetahui ukuran-ukuran yang ada dalam denah
yang di rekonstruksi oleh tim. Sehingga didapatkan ukuran-ukuran yang
tidak sama setiap jarak antar tiang.
co.
cp.
cq.
cr.
cs.
ct.
cu.
cv.
cw.
cx. BAB IV
cy. PENUTUP
cz.
da. 4.1 Kesimpulan

db. Simbolisme kedua rumah adat dapat dilihat pada pandangan


kosmologi bahwa dunia ini menjadi tiga bagian yaitu: dunia atas, dunia
tengah dan paratiwi. Bentuk rumah disimbolkan sebagai bentuk tubuh
seorang perempuang, hal ini terlihat pada simbol simbol pada rjumah
tersebut. Orientasi rumah puang Matoa ke arah Barat, sebagai simbol akan
hari akhirat, sedangkan orientasi rumah Puang Gella ke arah Timur sebagai
tempat matahari terbit sebagai simbol kehidupan. Jumlah tiang sebanyak 30
tiang yang melambangkan jumlah juz dalm Al quran, dimana jumlah tiang
menyamping sebanyak 5 tiang yang melambangkan rukun Islam dan 6 tiang
kebelakang yang melambangkan rukun Iman.
dc. Simbolisme ini pada kedua rumah adat di karampuang Sinjai
masih dipengaruhi oleh kepercayaan dan kehidupan sosial budaya yang
sampai saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakatnya, tersimpan baik di
dalam kehidupan mereka. Selain itu pengaruh agama Islam masih keliatan
dalam perwujudan kedua rumah adat tersebut.

dd. 4.2 Saran

de. Dalam makalah ini tentu masih banyak kekurangannya, Oleh karena itu
kami meminta saran untuk perbaikan makalah sekaligus menyempurnakan
materi rumah adat karampuang bila terdapat kesalahan.
df.
dg. DAFTAR PUSTAKA
dh.
di.
dj. Dewi, Gemala . (2010). Arsitektur Vernakular
dk. Minangkabau: Kajian Arsitektur dan Eksistensi Rumah Gadang Dilihat
dari Pengaruh serta Perubahan Nilai Budaya (Skripsi). Depok:
dl. Universitas Indonesia.
dm.
dn. Ira Mentayani, Ika Putra. (2012). MENGGALI MAKNA
ARSITEKTUR VERNAKULAR: Ranah, Unsur, dan
do. Aspek-Aspek Vernakularitas, LANTING Journal of Architecture,
Volume 1, Nomor 2, Agustus 2012,
dp. (Halaman 68-82 ISSN 2089-8916)
dq.
dr. Muhannis. (2009). Karampuang dan Bunga Rampai
ds. Sinjai, Ombak:Yogyakarta
dt.
du. Oliver, Paul. (2006). Built to Meet Needs. Cultural
dv.
dw. Issues in Vernacular Architecture. Oxford & Burlington, MA:
Architectural Press.
dx.
dy. Rudofsky, Bernard (1964), Architecture without Architect. New York:
The Museum of Modern Art.
dz.
ea. Muhannis, 2001. Rahasia Rumah Adat Karampuang. Makassar :
Hanian Fajar
eb. Pemda Kab. Sinjai. 2001. Potensi Obyek dan daya tank Wisata
kabupaten Sinjai.
ec.
ed. Sumalyo, Yulianto. Bahan Ajar Perkembangan
ee. Arsitektur 1. Arsitektur : Universitas Hasanuddin,
ef. Makassar

eg.
eh. Tim Eksekursi Arsitektur FT-UI (2008), Laporan Eksekursi Arsitektur
Kampung Bali Aga, Tenganan, Bali. Depok: Universitas Indonesia.
ei.
ej. Tuan, Yi-Fu (1974), Man and Nature. London: University of
Minnesota Press.

Anda mungkin juga menyukai