Kelas : 2TB04
Npm : 20318677
RUMAH JOGLO
Pada zaman dahulu, rumah Joglo merupakan simbol dari status sosial yang hanya
dapat dimiliki oleh orang yang mampu secara finansial. Bahan-bahannya pun memang lebih
mahal ketimbang jenis rumah adat Jawa Tengah yang lain. Selain membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, waktu pembuatannya pun cukup panjang. Jadi jangan heran jika rumah Joglo
hanya bisa digunakan oleh para Raja, Bangsawan dan Pangeran saja. meski begitu, saat ini
rumah Joglo dapat dinikmati oleh berbagai kalangan. Joglo adalah rumah tradisional
masyarakat Jawa atau daerah lain di Indonesia yang terdiri atas 4 tiang utama.
Nama Joglo diambil dari dua suku kata yaitu “tajug” dan “loro”. Artinya adalah
penggabungan dua tajug. Hal ini berdasarkan pada atap rumah Joglo yang berbentuk tajug
yang serupa gunung.
Orang Jawa kuno percaya bahwa gunung merupakan simbol yang sakral. Baginya,
gunung merupakan tempat tinggal bagi para dewa. Maka dari itu, dua tajug dipilih menjadi
atap rumah adat Jawa Tengah. Penyangga dari atap rumah adalah empat pilar yang disebut
dengan “saka guru”. Pilar ini adalah representasi arah mata angin yaitu timur, selatan, utara,
dan juga barat.
b. Struktur Joglo
Konstruksi atap Joglo ditopang oleh Soko Guru (tiang utama) yang berjumlah 4 buah.
Jumlah ini adalah merupakan simbol adanya pengaruh kekuatan yang berasal dari empat
penjuru mata angin, atau biasa disebut konsep Pajupat. Dalam konsep ini, manusia dianggap
berada di tengah perpotongan arah mata angin, tempat yang dianggap mengandung getaran
magis yang amat tinggi. Tempat ini selanjutnya disebut sebagai Pancer atau Manunggaling
Kiblat Papat.
1. Denah Joglo
Istilah Guru digunakan untuk menunjukan bagian utama (inti) dari sebuah konstruksi
Joglo. Soko Guru menopang sebuah konfigurasi balok yang terdiri dari Blandar dan Pengeret
yang disebut sebagai Pamidhangan atau Midhangan.
1. Tiang atau saka
2. Analisi Kolom pada Soko Guru
Rumah Joglo memiliki struktur utama berupa struktur Rongrongan, yang terdiri dari :
1. Umpak
2. Soko Guru
3. Sunduk
4. Sunduk Kili
5. Pengeret
6. Blandar
Tumpangsari terbagi menjadi 2 bagian yaitu Elar dan Elen, dijabarkan sebagai berikut :
1. Elar
• Berada diposisi lingkar luar konfigurasi Blandar-Pengeret ;
• Berfungsi sebagai penopang usuk dan struktur atap lainnya ;
• Berjumlah ganjil yaitu 3 (tiga) atau 5 (lima).
2. Elen
• Berada diposisi lingkar dalam konfigurasi Blandar-Pengeret;
• Berfungsi sebagai langit-langit struktur Rongrongan dan menopang papan penutup langit-
langit (Pamindhangan);
• Berjumlah ganjil yaitu 5 (lima), 7 (tujuh), atau 9 (sembilan).
Tumpangsari pada bangunan Joglo terbagi menjadi 2 grid persegi empat yang sama
dan simetris, yang dipisahkan dan ditopang tepat ditengah-tengah oleh balok Dadapeksi.
Hubungan antara Soko Guru - Sunduk -Sunduk Kili menggunakan sistim Purus. Sedangkan
antara Soko Guru - Pengeret & Blandar menggunakan sistim Cathokan.
Analisis Sunduk
Dudur
Analisis Tumpang
Rumah Joglo terdiri atas tiga bagian yaitu pendapa (bagian depan), pringgitan (bagian
tengah), dan dalem (ruang utama). Pada pembagian rumah ini, ada prinsip hierarki yang unik,
yaitu bagian depan lebih bersifat umum, sedangkan bagian belakang lebih khusus lagi.
sehingga, akses orang yang bisa masuk ke dalam ruangan tertentu juga berbeda-beda.
Letak pendapa ada di bagian depan rumah adat Jawa Tengah. Filosofi dari pendapa
adalah menunjukkan bahwa orang Jawa bersifat ramah dan terbuka. Supaya tamu dapat
duduk di pendapa, maka biasanya dilengkapi dengan tikar. Hal ini dimaksudkan supaya tidak
ada kesenjangan antara tamu dan juga pemilik rumah.
Pada bagian ini, terdapat kamar-kamar yang disebut dengan “senthong”. Dahulu,
senthong hanya dibuat sebanyak tiga bilik saja. Kamar yang pertama dibuat bagi keluarga
laki-laki, kamar kedua dikosongkan, sedangkan kamar ketiga bagi keluarga perempuan. Nah,
alasan mengapa kamar kedua dikosongkan adalah karena digunakan untuk menimpang
pusaka untuk pemujaan pada Dewi Sri. Kamar ini disebut dengan “krobongan” dan dianggap
sebagai bagian rumah yang paling suci. Meski kamar dikosongkan, tapi tetap diisi dengan
berbagai perlengkapan tidur.
Krobongan juga biasa digunakan untuk pengantin baru. masyarakat yang baru saja
menikah tidak akan bercampur dengan saudara lainnya. Nah, masyarakat Jawa akan sangat
mempertimbangkan baik buruk dalam melakukan berbagai tindakan, termasuk juga dalam
membangun rumah.
Senthong Kiwo
Senthong Kiwo merupakan kamar yang berada di bagian kiri omah ndalem, sesuai
dengan namanya “Kiwo” yang berarti kiri dalam bahasa Jawa. Karena posisinya yang lebih
dekat dengan dapur Senthong Kiwo umumnya digunakan untuk menaruh bahan pokok rumah
tangga seperti beras dan bumbu dapur, hasil tani dan lainnya. Selain itu ruangan ini juga
dimanfaatkan juga untuk menyimpan senjata dan perlengkapan pertanian.
Senthong Tengah
Senthong Tengah merupakan kamar yang berada di bagian tengah, posisinya paling
dalam dan merupakan bagian paling disucikan dan disakralkan oleh pemilik rumah Joglo.
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut ruangan ini sesuai dengan fungsinya,
diantaranya krobongan, pasren, pedaringan, sepen dan Sri.
a. Krobongan
Krobongan berarti tempat pembakaran (berasal dari kata “Obong” atau bakar). Istilah
tersebut diberikan karena senthong tengah biasa digunakan sebagai ruangan untuk membakar
kemenyan ketika si pemilik rumah melakukan upacara pitra yadnya (pemujaan kepada
leluhur).
b. Pasren
Pasren/pepasren/sesaji terbentuk dari kata pa-sri-an yang memiliki arti sebagai
tempatnya Dewi Sri, yaitu dewi penguasa tanaman padi. Saat datangnya musim panen, para
petani membungkus seuntai padi yang pertama kali dipotong menggunakan kain batik
kemudian diletakkan di senthong tengah sebagai persembahan kepada Dewi Sri. Oleh karena
itu pasren disebut sebagai tempat untuk Dewi Sri.
c. Pedaringan
Pedaringan memiliki arti tempat padi (berasal dari kata “Daring” yang berarti gabah
kering). Istilah itu disematkan karena padi identik dengan Dewi Sri. Istilah berikutnya yaitu
d. Sepen
Sepen atau tempat untuk menyepi, karena ruangan ini sering digunakan oleh
penghuninya untuk berdoa, bermeditasi dan sembahyang.
e. Sri
Istilah yang terakhir yaitu Sri sesuai dengan nama Dewi Sri sebagai tempat Dewi Sri
bertandang. Keberadaan Dewi Sri diwujudkan dengan dibuatnya patung Loro Blonyo sebagai
symbol dewi kemakmuran.
Senthong tengah ini sengaja tidak ditiduri atau sengaja dikosongkan oleh sang pemilik
rumah. Dahulu isi ruangan dan kelengkapan prasarana untuk upacara atau ritual di dalam
senthong tengah disesuaikan dengan status ekonomi pemiliknya. Untuk masyarakat dengan
status ekonomi rendah seperti petani, senthong tengah hanya diisi dengan sebuah meja sesaji.
Untuk masyarakat keturunan bangsawan dan priyayi, selain meja sesaji, ruangan juga diisi
tempat tidur berukuran kecil, lengkap dengan kasur, bantal, guling, dan sprei. Sedangkan
pada bangsawan dengan status sosial yang sangat tinggi, ruang senthong tengah yang mereka
miliki berukuran besar, tempat tidur yang ditaruh mengenakan kelambu, dan diletakkan
sepasang arca pengantin di depan kasurnya. Salah satu ciri khas senthong tengah adalah
kondisi ruangan yang sangat gelap sekali tanpa ada cahaya yang masuk. Hal ini terjadi
karena posisinya yang berada ditengah dan tidak terdapat jendela. Pemilik rumah berdoa
dengan keadaan gelap gulita dimana kondisi ini disebut pati geni yang berarti tidak melihat
cahaya atau berada diruang hampa cahaya.
Senthong Tengen
Senthong Tengen merupakan kamar yang berada di bagian kanan omah ndalem,
sesuai dengan namanya “Tengen” yang berarti kanan dalam bahasa Jawa. Umumnya kamar
ini dimanfaatkan sebagai ruang tidur khusus pemilik rumah sehingga sifatnya sangat pribadi
dan tertutup untuk dimasuki orang luar. Akan tetapi kamar ini lebih multifungsi bila
dibandingkan dengan Senthong Kiwo karena untuk penduduk menengah ke atas pada jaman
dahulu, ruangan ini dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan barang-barang yang
digunakan dalam acara resmi (pakaian adat, perhiasan), keperluan upacara (dupa, kemenyan),
dan barang pusaka (keris, tombak) yang tersimpan di dalam lemari. Namun bagi masyarakat
menengah kebawah biasanya senthong tengen hanya digunakan sebagai kamar tidur orang
tua.
Gandhok Kiwo
Gandhok merupakan ruangan yang terletak di bagian kanan dan kiri Pringgitan dan Omah
Ndalem, bentuknya bangunannya memanjang dan posisinya berpisah dari bangunan utama
dengan halaman terbuka sebagai pemisah. Umumnya Gandhok dimanfaatkan sebagai ruang
tidur bagi keluarga, saudara dan tempat tamu menginap. Gandhok terdiri atas dua bagian
yaitu Gandhok Kiwo dan Gandhok Tengen. Gandhok Kiwo berada di bagian kiri bangunan
Omah Ndalem dan digunakan sebagai ruang tidur para laki-laki.
Ghandok Tengen
Gandhok Tengen berada di bagian kanan bangunan Omah Ndalem dan digunakan sebagai
ruang tidur para perempuan. Walaupun umumnya digunakan sebagai ruang tidur, adakalanya
Gandhok juga digunakan sebagai tempat menyimpan bahan makanan.
Pawon (Dapur)
Pawon atau dapur berada di bagian belakang Omah Ndalem yang dipisahkan dengan halaman
terbuka seperti halnya Gandhok. Posisi dapur dipisahkan dari bangunan inti karena bangunan
inti dianggap sangat suci dan sacral sehingga tidak baik bila berdekatan dengan dapur yang
kotor. Dahulu proses memasak masih memakai kayu sebagai sumber bahan bakar sehingga
dapur identik dengan banyaknya abu yang terbentuk dari hasil pembakaran. Oleh karena itu
kata pawon berasal dari kata dasarnya yaitu awu atau abu.
Pekiwan dimanfaatkan sebagai kamar mandi dan toilet bagi para penghuni rumah. Di dalam
pekiwan ini terdapat sumur sebagai sumber air yang digunakan untuk mandi, mencuci dan
memasak. Uniknya posisinya jauh terpisah dari bangunan inti yaitu berada di bagian
belakang dapur. Seperti halnya dapur, Pekiwan dianggap sebagai tempat yang kotor dan bau
sehingga posisinya tidak boleh berdekatan dengan bangunan inti.
Seketheng
Seketheng merupakan dinding pembatas yang terbuat dari batu bata dan memiliki dua buah
gerbang kecil. Seketheng digunakan sebagai penghubung halaman luar rumah dengan
halaman dalam rumah.
4. Bentuk atap rumah Joglo terdiri dari beberapa macam, seperti gambar
berikut: