SEJARAH GEMILANG
KESULTANAN DAN KERAJAAN
ISLAM SE INDONESIA
Oleh: Buya Haji Andri Zulfikar
Copyright © 2023 by Buya Haji Andri Zulfikar
www.museumkeikhlasan.blogspot.com
andrizulfikar361@gmail.com
Buku ini adalah seri lanjutan dari buku yang sudah pernah
saya publikasikan secara gratis di Dunia maya, berjudul Sejarah
Gemilang Kerajaan Islam di Kalimantan Barat, dipublikasikan
pertama kali tahun 2012. Sebelas tahun kemudian, terbitlah buku ini
sebagai buku lanjutan dari buku yang pernah saya tulis.
Masih seperti buku yang pertama, edisi lanjutan ini juga
kumpulan tulisan yang berserakan di dunia maya, saya kumpulkan,
beberapa saya sunting, dan saya rapihkan sumber-sumbernya, dan
beberapa kekurangan di sumber sebelumnya saya tambahkan. Ada
beberapa bab yang saya tulis sendiri dan selebihnya adalah
informasi yang saya kumpulkan dari Dunia maya.
Tentu saja, berbicara Indonesia akan lebih sulit daripada
hanya Kalimantan Barat, namun saya yakin bahwa di dalam
kesemuanya yang saya himpun membawa kisah-kisah tersendiri
yang luar biasa.
Di buku lanjutan ini saya menampilkan kisah-kisah tentang
masuknya Islam ke Indonesia dan dilanjutkan dengan beberapa hal
yang membuat Islam mudah diterima di Indonesia.
Harapan saya setelah terbitnya buku ini, akan semakin
banyak ummat Islam di Indonesia yang sadar bahwa Islam adalah
agama yang membawa perubahan besar bagi Indonesia, dan juga
dunia, kehadiran Indonesia sangatlah dinantikan di percaturan dunia
• https://katadata.co.id/dinihariyanti/berita/6080cd872300d/menapaki-anak-
tangga-makam-papan-tinggi-di-kota-tua-barus
Kesultanan Pasai,
juga dikenal dengan Samudera
Darussalam, atau Samudera
Pasai, dengan sebutan singkat
yaitu Pasai adalah kerajaan Islam
yang terletak di pesisir pantai
utara Sumatra, kurang lebih di
sekitar Kota Lhokseumawe dan
Kabupaten Aceh Utara, Provinsi
Aceh, Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang
bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267.
Sejarah
Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai serta tersebut dalam
Tambo Minangkabau putra dari Ahlul Bait Sayyidina Hussein,
menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu dan
menyebut nama raja yang mukim dari tahun 710 Masehi hingga
para anak cucu nya sebagai penyebar agama Islam di Sumatra,
setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama
Sultan Malik al-Nasser. Marah Silu ini sebelumnya berada pada satu
kawasan yang disebut dengan Semerlanga kemudian setelah naik
tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H
atau 1267 M.
Pada tahun 1205, telah naik takhta seorang raja Islam di Daya, Aceh
yang bergelar Sri Paduka Sultan Johan Syah. Beliau bukan
Ibnu Batuta yang sampai di Sumatera dan menamakannya Andalas, Ibnu Batuta
berfikir di telah menemukan Andalus, Spanyol.
"Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu,
suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah
sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah
oleh Majapahit itu”. - Gambaran penaklukan Pasai oleh Majapahit,
kutipan dari Hikayat Raja-raja Pasai.
Pemerintahan
Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara
Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air) dengan Krueng Pase
(Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang
menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan
bahwa kerajaan ini tidak memiliki benteng pertahanan dari batu,
tetapi telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa
kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini
terdapat masjid, dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang
bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar
namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal
terbalik. Sehingga penamaan Lhokseumawe yang dapat bermaksud
Perekonomian
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai
komoditas andalannya, dalam catatan Ma Huan disebutkan 100 kati
lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan
Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi
pada masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham)
Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai,
terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang mengakibatkan perang
saudara. Sulalatus Salatin[15] menceritakan Sultan Pasai meminta
bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan
tersebut. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah
N Catatan dan
Periode Nama Sultan atau Gelar
o peristiwa penting
Ditemukan Makam Raja
sebelum 710 Pertama Samudera Pasai Raja Pertama
1
M Meninggal pada Tahun 710 Samudera Pasai
Masehi
Tahta Selanjutnya
Sultan Malik as-Saleh (Meurah
2 1267 - 1297 dari Samudra
Silu)
Pasai
Sultan Al-Malik azh-Zhahir I / Koin emas mulai
3 1297 - 1326
Muhammad I diperkenalkan
Penyerangan ke
4 1326 - 133? Sultan Ahmad I Kerajaan Karang
Baru, Tamiang
Dikunjungi Ibnu
5 133? - 1349 Sultan Al-Malik azh-Zhahir II
Batutah
Diserang
6 1349 - 1406 Sultan Zainal Abidin I
Majapahit
Masa kejayaan
7 1406 - 1428 Malikah Nahrasyiyah
Samudra Pasai
8 1428 - 1438 Sultan Zainal Abidin II
9 1438 - 1462 Sultan Shalahuddin
Warisan sejarah
Referensi :
• https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Samudera_Pasai
Lukisan Banda Aceh pada tahun 1665 dengan latar istana sultan.
Masa Kemunduran
Kemunduran Kesultanan Aceh disebabkan oleh beberapa
faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di
pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah
Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840)
serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor
penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris
tahta kesultanan.
Diplomat Aceh di Penang. Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku
Imeum Lueng Bata (kanan). Sekitar tahun 1870-an
Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang
terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa
ancaman diplomatik, tetapi tidak berhasil merebut wilayah yang
besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, tetapi lagi-lagi
gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa
mereka telah gagal merebut Aceh.
Restorasi
Dengan dibuangnya Sultan Muhammad Daudsyah ke
Ambon (kemudian ke Batavia) pada tahun 1907 maka menandakan
berakhirnya Kesultanan Aceh, yang telah dibina berabad-abad
lamanya. Di akhir tahun 1930-an, berkembang gagasan untuk
menghidupkan monarki dengan memulangkan Tuanku Muhammad
Daudsyah ke Kutaraja. Belanda tidak menentang secara terbuka
gagasan restorasi monarki namun menolak Tuanku Muhammad
Daudsyah untuk duduk di singgasana kembali. Sikap Belanda yang
demikian membuat pendukung gagasan tersebut mengusulkan
Tuanku Mahmud (mantan anggota volksraad dan pegawai pribumi
aceh tertinggi di administrasi Belanda di Aceh) sebagai calon
Sultan.
Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, Sultan Aceh terakhir yang
bertahta pada tahun 1874-1903.
Perangkat Pemerintahan
Keramik dari Fujian pada masa Dinasti Ming, Cina yang dihadiahkan untuk
Kesultanan Aceh pada abad ke-17 M
Perekonomian
Kebudayaan : Arsitektur
Gunongan
Kesusateraan
Sebagaimana daerah lain di Sumatra, beberapa cerita
maupun legenda disusun dalam bentuk hikayat. Hikayat yang
terkenal di antaranya adalah Hikayat Malem Dagang yang
berceritakan tokoh heroik Malem Dagang berlatar penyerbuan
Malaka oleh angkatan laut Aceh. Ada lagi yang lain yaitu Hikayat
Malem Diwa, Hikayat Banta Beuransah, Gajah Tujoh Ulee, Cham
Nadiman, Hikayat Pocut Muhammad, Hikayat Prang Gompeuni,
Hikayat Habib Hadat, Kisah Abdullah Hadat dan Hikayat Prang
Sabi.
Karya Agama
Para ulama Aceh banyak terlibat dalam karya di bidang
keagamaan yang dipakai luas di Asia Tenggara. Syaikh Abdurrauf
Militer
hlm. 434.
• ^ El Ibrahimy, M. Nur (1980). Kisah Kembalinya Tgk. Mohd Daud Beureueh ke Pangkuan
Republik Indonesia. Jakarta: Penerbit M. Nur El Ibrahimy. hlm. 51.
• Lombard, Denys (2008). Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 87.
• Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia Josef W. Meri hal. 465 [1]
Wilayah Kesultanan Deli pada tahun 1930 (pada peta berwarna kuning)
Sejarah Pendirian
Menurut Hikayat Deli, seorang pemuka Aceh bernama
Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam Kesultanan
Aceh. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai
Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula
sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan
dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari
Delhi, India yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan
Samudera Pasai. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil
bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah Sungai
Lalang-Percut.
Masa Kolonial
Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alamsyah (empat dari kiri), Sultan Deli XIV,
saat menghadiri pembukaan Festival Melayu Agung tahun 2012 di Medan.
Sultan
Sultan Deli dipanggil dengan gelar Sri Paduka Tuanku
Sultan. Jika mangkat, sang Sultan akan digantikan oleh putranya.
Sultan Deli saat ini adalah Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa
Alamsyah, Sultan Deli XIV, yang bertakhta sejak tahun 2005.
Sistem Pemerintahan
Rujukan
• (Inggris) http://www.4dw.net/royalark/Indonesia/deli.htm - diakses 23 Juli 2005
• (Indonesia) http://students.ukdw.ac.id/~22992220/home.html Diarsipkan 2005-12-02 di
Wayback Machine. - diakses 23 Juli 2005
• (Indonesia) http://www.waspada.co.id/portal/info_wisata/ Diarsipkan 2009-06-21 di
Wayback Machine. - diakses 21 Juli 2005
• (Indonesia) http://www.istanamaimoon.com/ Diarsipkan 2014-02-22 di Wayback Machine.
- diakses 16 Februari 2014
Kebangkitan
Inderapura dikenal juga sebagai Ujung Pagaruyung.
Melemahnya kekuasaan Pagaruyung selama abad ke-15, beberapa
daerah pada kawasan pesisir Minangkabau lainnya, seperti
Inderagiri, Jambi, dan Inderapura dibiarkan mengurus dirinya
sendiri. Namun perkembangan Inderapura baru benar-benar dimulai
saat Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Arus perdagangan
yang tadinya melalui Selat Malaka sebagian besar beralih ke pantai
barat Sumatra dan Selat Sunda. Perkembangan dan ekspansi
Inderapura terutama ditunjang oleh lada.
Perekonomian
Berdasarkan laporan Belanda, pada tahun 1616 Inderapura
digambarkan sebagai sebuah kerajaan yang makmur di bawah
pemerintahan Raja Itam, serta sekitar 30.000 rakyatnya terlibat
dalam pertanian dan perkebunan yang mengandalkan komoditas
beras dan lada. Selanjutnya pada masa Raja Besar sekitar tahun
1624, VOC berhasil membuat perjanjian dalam pengumpulan hasil
pertanian tersebut langsung dimuat ke atas kapal tanpa mesti
merapat dulu di pelabuhan, serta dibebaskan dari cukai pelabuhan.
Begitu juga pada masa Raja Puti, pengganti Raja Besar, Inderapura
tetap menerapkan pelabuhan bebas cukai dalam mendorong
perekonomiannya.
Pemerintahan
Secara etimologi, Inderapura berasal dari bahasa Sanskerta,
dan dapat bermakna Kota Raja. Inderapura pada awalnya adalah
kawasan rantau dari Minangkabau, merupakan kawasan pesisir di
pantai barat Pulau Sumatra. Sebagai kawasan rantau, Inderapura
dipimpin oleh wakil yang ditunjuk dari Pagaruyung dan bergelar
Raja kemudian juga bergelar Sultan. Raja Inderapura
diidentifikasikan sebagai putra Raja Alam atau Yang Dipertuan
Pagaruyung.
Wilayah kekuasaan
Referensi
• Puti Balkis Alisjahbana, 1996, Natal ranah nan data. Jakarta: Dian Rakyat
• Rusli Amran, 1981, Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan
• Rusli Amran, 1985, Sumatra Barat Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan
• Stibe, 1939, Encyclopedie Van Nederlansch Indie. S. Graven Hage: Arsip Nasional
• Herwandi, 2003, Rakena: Mandeh Rubiah penerus kebesaran bundo kanduang dalam
penggerogotan tradisi, Padang: Museum Adityawarman
• A. Samad Idris, 1990, Payung Terkembang, Kuala Lumpur: Pustaka Budiman
Pembentukan
Salah satu keturunan dari pernikahan Mooduliyo dan
Tilongkabila yang terkenal adalah Putri Peedaa atau Pi'i Da'a. Putri
Peedaa atau Pi'i Da'a dikenal arif dan bijaksana, dialah konon
pencetus lahirnya dua kelompok masyarakat yang termasyur
dikalangan adat Gorontalo.
• Pidodotiya
• Witohiya
Kedua kelompok yang dibentuk tersebut kemudian beranak
pinak dan membentuk kelompok masyarakat awal Suwawa atau
cikal bakal penduduk Gorontalo pada abad ke-4 Masehi. Dalam
perkembangannya, kedua kelompok ini pun berunding dan
menyetujui dibentuknya Pohala'a Tuwawa atau Kerajaan Suwawa
pada tahun 500 Masehi.
Etimologi
Nama ‘Suwawa’ menurut beberapa sumber, berasal dari kata
Tuwawa dalam bahasa Suwawa atau kata Tuwawa’a dalam bahasa
Gorontalo. Kedua kata tersebut bermakna Tuwawu atau satu yang
diserap dari kata Towawa’a yang artinya ‘satu tubuh’ atau ‘satu
badan’.
Ibukota
Dengan diangkatnya Ayudugiya sebagai maha ratu pertama,
hal ini menandakan awal dimulainya masa-masa kerajaan Suwawa.
Wilayah dan ibukota kerajaannya pun ditetapkan berada di kawasan
dataran tinggi Bangio beserta didirikannya bangunan "Leda-Leda"
sebagai Istana Kerajaan. Bangio sendiri merupakan sebuah wilayah
Referensi
• ^ Wantogia, H. D., & Wantogia, H. J. (1980). Sejarah Gorontalo: Asal-usul dan Terbentunya
Kerajaan Suwawa, Limboto dan Gorontalo.
• ^ Syam, Muis (2019-09-03). "Mengintip Persatuan dan Kerukunan Masyarakat di "Kerajaan"
Suwawa". DM1. Diakses tanggal 2023-02-03.
• ^ Usman, A. J. (1972). Sejarah kerajaan Suwawa dan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Utara. AJ
Usman.
• ^ Umar, F. (2020). Cerminan Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Suwawa Dalam Bingkai
Tradisi Dan Modernitas. Jambura Journal of Linguistics and Literature, 1(1).
• ^ Samsudin, F. Y., Musadad, A. A., & Pelu, M. (2022). ISLAMISASI DAN PENINGGALANNYA DI
GORONTALO. Penerbit Lakeisha.
Istana Peureulak
Hikayat Aceh
Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran
Islam di bagian utara Sumatra dilakukan oleh seorang ulama Arab
yang bernama Syeikh Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M.
Lalu berdirilah kesultanan Peureulak dengan sultannya yang
pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun 520–544 H atau
1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah
Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 608 H atau 1211 M.
Serangan Sriwijaya
Pada tahun 986 M, Kedatuan Sriwijaya (Kerajaan bercorak
Buddha di Nusantara) menyerang Kesultanan Peureulak Pesisir.
Peperangan hebat pun pecah yang melibatkan pasukan kedua
Referensi
• ^ "3 Kerajaan Islam Berpengaruh di Aceh". Republika Online. 2016-08-29. Diakses tanggal
2020-06-12.
• ^ "Sejarah Kerajaan Perlak - Pengertian, Perkembangan dan Pergolakan". RuangGuru.co
(dalam bahasa Inggris). 2020-05-13. Diakses tanggal 2020-06-12.
• ^ "Mengenal 5 Kerajaan Islam Tertua di Indonesia". Kelas Pintar (dalam bahasa Inggris).
2019-08-29. Diakses tanggal 2020-06-12.
• ^ "Kesultanan Perlak, Negara Islam Pertama di Tanah Melayu (840 – 1292 M)". IslamToday
(dalam bahasa Inggris). 2019-06-24. Diakses tanggal 2020-06-12.
• ^ Teuku Iskandar, Hikayat Aceh, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1958. Suwedi Montana,
“Nouvelles donees sur les royaumes de Aceh”, Archipel, 53, 1997, hh. 85-95.
• ^ F. Hirth dan W. W. Rockhill, h. 76.
• ^ Sir Henry Yule, The Book of Marco Polo, II, London, 1903, h. 284.
• ^ Siti Rahmah. Perempuanku Sayang, Perempuanku Malang. Diarsipkan 2011-01-06 di
Wayback Machine.
• ^ "Perlak, Kerajaan Islam Pertama di Indonesia". Diakses tanggal 2020-06-12.
• ^ "Minta Merdeka, Sriwijaya Menyerang Kesultanan Peureulak". Sejarah Cirebon. Diakses
tanggal 2020-06-12.
• ^ Fathoni, Rifai Shodiq (2016-12-28). "Kesultanan Perlak (840-1292 M)". Wawasan Sejarah
(dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-12.
• ^ Lompat ke:
a b c d e f g h Musafir Zaman, Mapesa Aceh (April 09, 2016). "Lembaran Naskah "Izhharul
Haq"". Mapesa Aceh, Masyarakat Peduli Sejarah Aceh. Diakses tanggal 12-12-2019.
Historiografi
Catatan sejarah terawal yang menyebut Kerajaan Haru
adalah berasal dari catatan Tiongkok dari Dinasti Yuan (akhir abad
ke-13 Masehi). Kerajaan ini juga disebut-sebut dalam sumber
catatan Tiongkok dari zaman berikutnya, yakni Yingya Shenglan
(1416) dari zaman Dinasti Ming.
Wilayah kekuasaan
Bekas wilayah kerajaan Haru atau Aru sekarang terletak di
provinsi Sumatra Utara. Secara tradisional, lokasi Haru atau Aru
dikaitkan dengan negara penerusnya, yakni Kesultanan Deli, yang
kini terletak di sekitar kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
Pendapat ini diajukan oleh seorang orientalis Inggris Winstedt.
Akan tetapi, Groenveldt, seorang sejarawan Belanda, berpendapat
bahwa pusat ibu kota kerajaan Haru terletak jauh ke tenggara, yakni
dekat muara sungai Barumun dan Panai, di Kabupaten
Labuhanbatu, dan karena itu terkait dengan pendahulunya yaitu
Kerajaan Pannai yang bercorak agama Buddha. Gilles mengajukan
pendapat bahwa ibu kotanya terletak dekat Pelabuhan Belawan,
sementara sejarahwan lain mengajukan pendapat bahwa lokasi pusat
kerajaan Aru terletak di dekat muara Sungai Wampu dekat Teluk
Haru, Kabupaten Langkat.
Sejarah
Kondisi Benteng tersebut melingkupi areal berukuran ± 732
x 250 meter atau memiliki luas sekitar 17 ha. Batas-batas Benteng
Putri Hijau adalah sebagai berikut : di sebelah utara berbatasan
dengan pemukiman penduduk yang menempati areal di luar maupun
di dalam benteng. Sebelah barat sebagian merupakan areal yang
berbatasan dengan tebing curam, terutama yang terletak di sisi
sebelah baratlaut. Sebagian lagi berbatasan dengan areal landai yang
saat ini dimanfaatkan sebagai perladangan. Demikian juga dengan
sisi selatan berbatasan dengan perladangan penduduk, sedangkan di
sebelah timur benteng tanah menghadap langsung ke jurang, di
mana terdapat hulu aliran Sungai Deli yang disebut Sungai Petani
(Lau Tani).
Daftar penguasa
1. Raja Serbanyaman (±1225–1255)
2. Raja Kembat (±1255–1292)
3. Serangan Singasari (1292)
Rujukan
• a b Bonatz, Dominik; Miksic, John; Neidel, J. David, ed. (2009). From Distant Tales: Archaeology
and Ethnohistory in the Highlands of Sumatra. Newcastle upon Tyne: Cambridge Scholars
Publishing. ISBN 978-1-4438-0497-4.
• a b Slamet Muljana (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam
Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
• ^ Pires, Tomé (2005). "The Suma Oriental of Tomé Pires". Dalam Cortesão, Armando. The Suma
Oriental of Tomé Pires: An Account of the East from the Red Sea to Japan, Written in Malacca and
India in 1512-1515; and, the Book of Francisco Rodrigues, Rutter of a Voyage in the Red Sea,
Kesultanan Ternate
كسولتانن تيرنات
Kedatangan Islam
Peta terawal Kepulauan Maluku Utara karya seorang kartografer Belanda, Willem
Janszoon Blaeu, pada tahun 1630. Arah utara berada di sebelah kanan, dengan
Pulau Ternate terletak di ujung kanan, diikuti oleh Pulau Tidore, Mare, Moti dan
Kepulauan Makian. Pada bagian bawah adalah Gilolo (Jailolo atau Halmahera).
Inset yang berada di atas menunjukkan Pulau Bacan.
Pengusiran Portugal
Perlakuan Portugal terhadap saudara–saudaranya membuat
Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku.
Tindak–tanduk bangsa Barat yang satu ini juga menimbulkan
kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang Sultan
Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah
satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara
abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan Malaka pada
tahun 1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung
sepak terjang Portugal di Nusantara.
Kedatangan Belanda
Warisan Ternate
Referensi
• ^ Gazw Al-Fikr: Sultan Baabullah, Pembebasan Nusantara Dan “Jihad” Kita Hari Ini.
• ^ Royal Ark Ternate p.2
• ^ Royal Ark Ternate p.3
• ^ Royal Ark Ternate p.4
• ^ Royal Ark Ternate p.5
• ^ http://www.sil.si.edu Ternate
• ^ Artikel:"Sultan Ternate Meninggal Dunia" di Detik.com
• ^ Drs. M. Jusuf Abdulrahman, et.al. (2001). Ternate, Bandar Jalur Sutera. LinTas.
• ^ "Melestarikan Surat Leluhur Melayu di Rumah Larik". Diarsipkan dari versi asli tanggal
2013-03-14. Diakses tanggal 21 Maret 2013.
• ^ Henry Chambert-Loir & Oman Aturrahman. "Khazanah naskah: panduan koleksi naskah-
naskah Indonesia sedunia". Diakses tanggal 21 Maret 2013.
• ^ "Undang Undang Tanjung Tanah, Naskah Melayu Tertua di Dunia?". Diakses tanggal 21
Maret 2013.
Ibukota Kesultanan
Kedudukan ibukota Kesultanan Gorontalo mulanya berada
di Desa Hulawa, Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran
sungai Bolango. Kemudian pada tahun 1024 H, ibukota Kesultanan
Gorontalo dipindahkan ke Kelurahan Tuladenggi, Kecamatan
Dungingi. Lokasi ibukota Kesultanan Gorontalo yang terakhir
terletak di Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Kota
Gorontalo.
Batas Wilayah
Kesultanan Gorontalo memiliki wilayah kedaulatan yang
berbatasan dengan Kerajaan Limboto, Kerajaan Suwawa, dan
Kerajaan Bolango. Meskipun begitu, pengaruh kekuasaan Kerajaan
ini meluas hingga melintasi batas-batas Kerajaan tersebut, hingga ke
wilayah perairan Teluk Tomini (Teluk Gorontalo).
No Olongiya/Tulutani Tahun
1 Ilahudu 1385–1427
2 Uloli 1427–1450
3 Walango 1450–1481
4 Polamolo 1481–1490
5 Ntihedu 1490–1503
6 Detu 1503–1523
Olongiya to Tilayo
No Olongia/Tulutani Tahun
1 Amay 1523–1550
5 Eyato 1646–1674
7 Lepehulawa 1686–1735
8 Nuwa 1735–1764
9 Walango 1767–1798
10 Bia 1798–1809
11 Tapu 1809
12 Haidari 1809–1828
13 Walangadi 1828–1835
14 Wadipalapa 1836–1847
15 Panjuroro 1847–1851
Olongia to Huliyaliyo
No Olongia/Tulutani Tahun
1 Podungge 1530–1560
2 Tuliabu 1560–1578
3 Wulutileni 1578–1611
4 Mboheleo 1611–1632
5 Bumulo 1632–1647
6 Tiduhula 1647–1677
7 Bia 1677–1703
8 Walangadi 1703–1718
9 Piola 1718–1737
12 Unonongo 1780–1782
18 Bumulo 1831–1836
Sejarah awal
Masa kesultanan
Ekonomi
Kerajaan Makassar adalah kerajaan Maritim dan
berkembang sebagai pusat perdagangan di wilayah Indonesia bagian
Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor yaitu : letak yang
strategis, mempunyai pelabuhan yang baik jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis pada tahun 1511 yang menyebabkan banyak
pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
• ^ Reid (1981).
• ^ Bulbeck (1992), hlm. 102.
• ^ Cummings (1999), hlm. 109–110.
• ^ Cummings (2007a), hlm. 86.
• ^ Druce (2014), hlm. 152.
• ^ Cummings (2007a), hlm. 41.
• ^ Cummings (2002), hlm. 22.
• ^ Pelras (1994), hlm. 139.
• ^ "Kerajaan Gowa-Tallo / Kesultanan Makassar (Lengkap)". Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2015-06-10. Diakses tanggal 2015-08-10.
• ^ "SEJARAH KABUPATEN GOWA – Website Resmi Pemerintah Kabupaten Gowa" (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-01.
Pengaruh Hindu-Budha
Prasasti Adityawarman
Pada awal abad ke-19 pecah konflik antara Kaum Padri dan
Kaum Adat. Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat
antara mereka. Seiring itu dibeberapa negeri dalam kerajaan
Pagaruyung bergejolak, dan puncaknya Kaum Padri dibawah
pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung pada tahun
1815. Sultan Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir dan melarikan
diri dari ibu kota kerajaan ke Lubuk Jambi.
Pasukan Belanda dan Padri saling berhadapan di medan perang. Lukisan sekitar
tahun 1900.
Perang Padri yang awalnya adalah antara Kaum Adat dari Kerajaan Pagaruyung
dan Kaum Padri, berubah saat kondisi Masyarakat Minang semakin sengsara dan
berubah haluan menjadi perlawanan bersama Kaum Adat dan Kaum Padri
melawan Belanda. Salah satu tokoh yang gigih melawan Belanda adalah Tuanku
Imam Bonjol, beliau kemudian ditangkap, dibuang ke Cianjur, terakhir ke
Minahasa, dan wafat disana. Sebagai Pahlawan Nasional beliau diabadikan
dalam Pecahan Uang Kertas 5000
Wilayah kekuasaan
Menurut Tomé Pires dalam Suma Oriental, tanah
Minangkabau selain dataran tinggi pedalaman Sumatra tempat di
mana rajanya tinggal, juga termasuk wilayah pantai timur Arcat
(antara Aru dan Rokan) ke Jambi dan kota-kota pelabuhan pantai
barat Panchur Barus, Tiku dan Pariaman. Dari catatan tersebut juga
dinyatakan tanah Indragiri, Siak dan Arcat merupakan bagian dari
tanah Minangkabau, dengan Teluk Kuantan sebagai pelabuhan
utama raja Minangkabau tersebut. Namun belakangan daerah-
daerah rantau seperti Siak, Kampar dan Indragiri kemudian lepas
dan ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka dan Kesultanan Aceh.
Sistem pemerintahan
Raja
Adityawarman pada awalnya menyusun sistem
pemerintahannya mirip dengan sistem pemerintahan yang ada di
Majapahit masa itu, meskipun kemudian menyesuaikannya dengan
karakter dan struktur kekuasaan kerajaan sebelumnya (Dharmasraya
dan Sriwijaya) yang pernah ada pada masyarakat setempat. Ibu kota
diperintah secara langsung oleh raja, sementara daerah pendukung
tetap diperintah oleh Datuk setempat.
Darek
Luhak nan Tigo
Pariangan Padangpanjang
Rantau
Raja Pagaruyung mengendalikan secara langsung daerah
Rantau. Ia boleh membuat peraturan dan memungut pajak di sana.
Rantau merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke
alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari
kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal
dengan Rantau nan duo terbagi atas Rantau di Hilia (kawasan
pesisir timur) dan Rantau di Mudiak (kawasan pesisir barat).
• Airhaji
• Bungo Pasang atau Painan Banda Salido
• Kambang
• Palangai
• Lakitan
• Tapan
• Tarusan
• Batang Kapeh
• Ampek Baleh Koto Kabupaten Mukomuko
• Limo Koto Kabupaten Mukomuko
Nagari-nagari ini kemudian dikenal sebagai bagian dari
Kerajaan Inderapura, termasuk daerah Anak Sungai, yang
mencakup lembah Manjuto dan Airdikit (disebut sebagai nagari
Ampek Baleh Koto), dan Muko-muko (Limo Koto).
• Jelai
• Jelebu
• Johol
• Klang
• Naning
• Pasir Besar
• Rembau
• Segamat
• Sungai Ujong
Catatan kaki
• ^ Anonim. 1822. Malayan Miscellanies, Vol II: The Geneology of Rajah of Pulo Percha. Printed
And Published at Sumatra Mission Press. Bencoolen
• ^ Lompat ke:
a b c d e f Amran, Rusli (1981). Sumatra Barat hingga Plakat Panjang. Penerbit Sinar Harapan.
Melayu. 3: 918–943.
• ^ Kern, J.H.C., (1907), De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang
Hari-districten); 1269 Çaka, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.
• ^ Berg, C.C., (1985), Penulisan Sejarah Jawa, (terj.), Jakarta: Bhratara
• ^ Lompat ke:
a b Casparis, J.G. (1990). "An ancient garden in West Sumatra". Kalpataru (9): 40–49.
vols.
• ^ Lompat ke:
a b c Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), Tambo Minangkabau dan Adatnya, Jakarta: Balai
Pustaka.
• ^ Lompat ke:
a b Kepper, G., (1900), Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900, M.M. Cuvee,
Den Haag.
• ^ Kathirithamby-Wells, J., (1969), Achehnese Control over West Sumatra up to the Treaty of
Painan of 1663, JSEAH 10, 3:453-479.
• ^ Basel, J.L., (1847), Begin en Voortgang van onzen Handel en Voortgang op Westkust, TNI 9,
2:1-95.
• ^ NA, VOC 1277, Mission to Pagaruyung, fols. 1027r-v
• ^ Lompat ke:
a b c d e Dobbin, C.E. (1983). Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra,
laws, customs and manners of the native inhabitants, with a description of the natural productions,
and a relation of the ancient political state of that island.
• ^ Andaya, B.W. (1993). To live as brothers: southeast Sumatra in the seventeenth and eighteenth
centuries. University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-1489-4.
Kampung Kaimana, dengan rumah Rat Umisi (Raja Komisi) di sebelah kanan,
1907-1915
Pemerintahan
Kerajaan Kaimana dipimpin oleh Raja yang didampingi oleh
duduvura adat dan raja muda yang kedudukannya adatnya sejajar
dengan raja, namun masih berada di bawah kekuasaan raja. Dalam
menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh: pemuka agama,
dukun/ahli nujum, mayora, sangaji, hukom, joujau, kapitang/kapitan
laut dan orang kaya.[1]
Waktu
Nama Gelar Keterangan
memerintah
diperkirakan ada
Interregnum/tidak
1440–1808 beberapa pemimpin
diketahui
di Pulau Adi
Muhammad
Rat Sran Rat
Achmad Rais 1966–1980
Kaimana Umisi VII
Aituarauw
Abdul Hakim
Rat Sran Rat
Achmad 1980
Kaimana Umisi VIII
Aituarauw
• Kerajaan Fatagar
• Kerajaan Ati-ati
• Kerajaan Rumbati
• Kerajaan Patipi
• Kerajaan Sekar
• Kerajaan Wetuar
• Kerajaan Arguni
Kerajaan Islam di Kaimana
2. Tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa
cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Kasuari.
3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang
berada di beberapa masjid kuno.
Referensi
• ^ Lompat ke:
a b c Usmany, Desy Polla (2017-06-03). "SEJARAH RAT SRAN RAJA KOMISI KAIMANA
(History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua
Barat. 6 (1): 86–87. doi:10.24832/papua.v6i1.45 . ISSN 2580-9237. Diakses tanggal
2021-04-24.
• ^ Usmany, Desy Polla (2017-06-03). "SEJARAH RAT SRAN RAJA KOMISI KAIMANA
(History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua
Barat. 6 (1): 87. doi:10.24832/papua.v6i1.45 . ISSN 2580-9237. Diakses tanggal 2021-04-24.
• ^ Lompat ke:
a b c Usmany, Desy Polla (2017-06-03). "SEJARAH RAT SRAN RAJA KOMISI KAIMANA
(History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua
Barat. 6 (1): 88. doi:10.24832/papua.v6i1.45 . ISSN 2580-9237. Diakses tanggal 2021-04-24.
• ^ Renaisance Nusantara Edisi Raja Sran Kaimana VIII. Badan silaturahmi Nasional Raja
dan Sultan Nusantara. 2009.
• ^ Usmany, Dessy Polla (2014). Kerajaan Fatagar dalam Sejarah Kerajaan-Kerajaan di
Fakfak Papua Barat. Yogyakarta: Kepel Press. hlm. 39–73. ISBN 978-602-1228-79-1.
KAIMANA (History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua
Dan Papua Barat. 6 (1): 89–90. doi:10.24832/papua.v6i1.45 . ISSN 2580-9237. Diakses
tanggal 2021-04-24.
• ^ "Sejarah Kerajaan Kaimana". books.google.co.id.
• ^ "Sejarah Kaimana". sultansinindonesieblog.wordpress.com.
• ^ Usmany, Desy Polla (2017-06-03). "SEJARAH RAT SRAN RAJA KOMISI KAIMANA
(History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua
Barat. 6 (1): 89–91. doi:10.24832/papua.v6i1.45 . ISSN 2580-9237. Diakses tanggal
2021-04-24.
• ^ Lompat ke:
a b c d Meteray, Bernada (25-07-2022). "Klaim Kerajaan Majapahit dan Penyemaian
(History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua
Barat. 6 (1): 91. doi:10.24832/papua.v6i1.45 . ISSN 2580-9237. Diakses tanggal 2021-04-24.
• ^ Usmany, Desy Polla (2017-06-03). "SEJARAH RAT SRAN RAJA KOMISI KAIMANA
(History of Rat Sran King of Kaimana)". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua
Barat. 6 (1): 85–92. doi:10.24832/papua.v6i1.45 . ISSN 2580-9237. Diakses tanggal
2021-04-24.
• ^ Lompat ke:
a b "Landsdrukkerij". Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie voor 1904. Batavia: Ter
Sejarah
Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah
Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban
Nagari, Cirebon pada awalnya adalah sebuah dukuh kecil yang
dibangun oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang
menjadi sebuah desa yang ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa
Sunda: campuran), karena di sana bercampur para pendatang dari
berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan
Perkembangan awal
Ki Gedeng Tapa
Ki Gedeng Tapa (Ki Gedeng Jumajan Jati) adalah seorang
Mangkubumi dari Kerajaan Sing Apura.[11] Kerajaan ini bertugas
mengatur pelabuhan Muarajati, Cirebon setelah tidak adanya
penerus takhta di kerajaan tetangganya yaitu Surantaka setelah anak
perempuan penguasanya yaitu Nyi Ambet Kasih menikah dengan
Jayadewata (prabu Silih Wangi).[12]
Ki Gedeng Alang-Alang
Menurut sejarah lisan dan sebagian babad mengenai masalah
ini, dikatakan bahwa Pengeran Walangsungsang diperintahkan oleh
gurunya Syekh Datuk Kahfi (Nur Jati) untuk membuka lahan di
wilayah Kebon Pesisir, tetapi dikatakan bahwa di Kebon Pesisir
tidak sepenuhnya kosong karena sudah ada sepasang suami istri
yaitu Ki Danusela dan istrinya yang tinggal di sana, akhirnya
sebagai bentuk penghormatan maka Kuwu (Kepala Desa) Caruban
yang pertama yang diangkat oleh masyarakat baru itu adalah Ki
Danusela dengan gelar Ki Gedeng Alang-alang, sebagai
Pendirian
Pangeran Cakrabuana dan Dalem Agung Pakungwati (1430-
1479)
Pangeran Cakrabuana adalah keturunan Pajajaran. Putra
pertama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari istrinya yang
pertama bernama Subanglarang (putri Ki Gedeng Tapa). Raden
Walangsungsang, ia mempunyai dua orang saudara seibu, yaitu
Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.
Penguasaan Banten
Pada tahun 1522,[45] Maulana Hasanuddin membangun
kompleks istana yang diberi nama keraton Surosowan, pada masa
tersebut dia juga membangun alun-alun, pasar, masjid agung serta
masjid di kawasan Pacitan.[46] Sementara yang menjadi pucuk umum
(penguasa) di Wahanten Pasisir adalah Arya Surajaya (putra dari
Sang Surosowan dan paman dari Maulana Hasanuddin) setelah
meninggalnya Sang Surosowan pada 1519 M. Arya Surajaya
diperkirakan masih memegang pemerintahan Wahanten Pasisir
hingga tahun 1526 M.[47]
Penyatuan Banten
Penguasaan Lampung
Sunda Kelapa atau Batavia dengan Latar Belakang Gunung Salak, Gunung
Halimun dan Gunung Pangrango di kejauhan
Perang Palimanan
Perang Palimanan terjadi tidak lama setelah kepulangan Ki
Demang Singagati yang membawa pesan penolakan dari Prabu
Cakraningrat. Prajurit kesultanan Cirebon pada mulanya dipimpin
langsung oleh Pangeran Depati Kuningan sementara kerajaan Raja
Galuh berada dibawah Depati Kiban (penguasa Palimanan).
Fatahillah (1568-1570)
Pada tahun 1568 Syarief Hidayatullah meninggal dunia
maka kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan
mengukuhkan pejabat keraton yang selama Syarief Hidayatullah
melaksanakan tugas dakwah dijadikan wakilnya sebagai pengurus
kesultanan Cirebon, Fadillah Khan (Fatahillah) kemudian naik
takhta (sebagai wali kesultanan)[84] dan memerintah Cirebon secara
resmi sejak tahun 1568. Fadillah Khan (Fatahillah) mengurusi
kesultanan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia
meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung
Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan
Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.
Peta buatan Isaac de Graaff yang menunjukan struktur tembok Kuta Cirebon yang
masih ada di sebelah selatan dan timur keraton Pakungwati (periode 1690 - 1705)
Peristiwa Harisbaya
Konflik antara kesultanan Cirebon dengan kerajaan
Sumedang Larang terjadi dikarenakan adanya peristiwa Harisbaya
pada tahun 1585[28] (namun sejarahwan Uka Candrasasmita
memperkirakan bahwa peristiwa Harisbaya terjadi pada 1588[60]).
Pada masa itu Prabu Geusan Ulun dari kerajaan Sumedang Larang
diyakini melarikan Harisbaya, istri Sultan Cirebon Zainul Arifin ke
Sumedang, menurut Babad Sumedang, Suriadiwangsa adalah anak
Harisbaya dari pernikahannya dengan Sultan Cirebon Zainul Arifin,
Perang Pacirebonan
Perang Pacirebonan atau yang oleh masyarakat Cirebon
dikenal dengan nama perang Pagrage adalah sebuah peristiwa
pengiriman pasukan kesultanan Cirebon ke wilayah kesultanan
Banten.
Latar belakang
Pada tahun 1588 ketika kesultanan Mataram muncul setelah
meninggalnya Sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang, Danang
Sutawijaya kemudian mengadakan ekspansi wilayah dan diplomasi
guna mendapatkan pengakuan atas eksistensinya, wilayah-wilayah
di sebelah timur Mataram satu demi satu jatuh dan mengakui
eksistensinya sementara kesultanan Cirebon pada masa itu
diperintah oleh Sultan Mas Zainul Arifin yang merupakan sahabat
dari Danang Sutawijaya telah mengakui Mataram yang sebelumnya
meninggal di Mataram pada tahun 1585 saka jawa atau sekitar tahun
1662 M,[7] 12 tahun setelah kepergiannya ke Mataram. Kebijakan
menawan tersebut merupakan kebijakan politik Amangkurat I
Perjanjian 1681
Pada akhir tahun 1680 pemerintahan tertinggi Belanda
menyetujui isi teks perjanjian yang ditujukan kepada para penguasa
Cirebon, kemudian pada saat tahun baru 1681 tujuh orang utusan
dari tiga penguasa Cirebon yang tinggal di Batavia menghadiri
upacara kenegaraan di rumah Rijckloff van Goens (Gubernur
Jenderal Hindia Belanda yang baru saja mengundurkan diri pada 29
Oktober 1680) yang dipimpin oleh Jacob van Dyck, setelah
bersulang untuk keselamatan Raja Belanda dengan anggur spanyol
maka diserahkan surat keputusan pemerintah tertinggi Belanda
untuk ketiga penguasa Cirebon disertai dengan hadiah-hadiah
kepada mereka dan atasan mereka (para penguasa Cirebon),
menjelang malam harinya Jacob van Dyck berlayar dengan dua
buah kapal diikuti oleh perahu-perahu yang membawa para utusan
Referensi
Peta rentang operasi militer yang dilakukan oleh Kesultanan Demak (serta sekutunya
seperti Kesultanan Cirebon), termasuk ekspedisi ke Melaka Portugis, hingga pada masa
pemerintahan Trenggana (1518–1546)
Toponimi
Demak bermula dari pemukiman yang bernama Bintoro.
Pemukiman ini aslinya adalah hutan yang dibuka oleh Raden Patah
setelah ia berguru pada Sunan Ampel dan menjadi menantunya. Di
hutan tersebut, terdapat rumput gelagah yang baunya wangi. Karena
itu, tempat tersebut juga dikenal dengan nama Glagahwangi.[13]
Halaman 282 dari 883
Ada beberapa usul mengenai asal usul nama Demak. Menurut
Poerbatjaraka, namanya berasal dari bahasa Jawa yaitu delemak
yang berarti "rawa". Menurut Hamka, namanya berasal dari bahasa
Arab yaitu dimak yang berarti "mata air" (atau "air mata"). Menurut
sejarawan lainnya, yaitu Sutjipto Wiryosuparto, namanya berasal
dari sebuah kata dalam bahasa Kawi yang berarti "hadiah" atau
"pusaka".[14]
Sejarah Pendirian
Cerita tradisional Mataram yang lebih populer menceritakan
bahwa Demak didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit
terakhir.
Di bawah Trenggana
Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah
Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta
menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), juga
menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat (1528–1540)
serta wilayah-wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur seperti Tuban
(1527), Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan
(1527–1529), Kediri (1529), Malang (1529–1545), dan
Suksesi
Suksesi raja Demak ketiga tidak berlangsung mulus, terjadi
persaingan panas antara Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar
dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya Pangeran
Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (anak Trenggana). Peristiwa ini
terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis
sholat Jum'at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto dikenal dengan
sebutan Sekar Sedo Lepen yang artinya sekar gugur di sungai. Pada
tahun 1546 Trenggana wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh
Sunan Prawoto, anak Trenggana, sebagai raja Demak keempat, akan
tetapi pada tahun 1547 Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh
Rungkud pengikut Pangeran Arya Penangsang, putra Pangeran
Surowiyoto. Pangeran Arya Penangsang adalah Adipati Jipang pada
waktu itu, Adipati Arya Penangsang adalah murid terkasih dari
Sunan Kudus. Diceritakan bahwa Pengikut Arya Penangsang juga
Galeri
Bagian dalam Masjid Agung Demak yang terdapat saka guru atau empat
tiang kayu utama. Masjid ini dibangun dengan arsitektur Vernakular
Jawa.
Contoh koin yang pernah digunakan di Kesultanan Demak: Koin lokal Demak (atas),
koin Melaka Portugis (tengah), dan koin Dinasti Xia (bawah).
Ekonomi
Referensi
• ^ Pigeaud & De Graaf 1976, hlm. 8.
• ^ Raffles 1817, hlm. 143.
• ^ Ricklefs 2008, hlm. 70-71.
• ^ Lompat ke:
a b Ricklefs 2008, hlm. 69.
• ^ Lompat ke:
a b Ricklefs 2008, hlm. 70.
• ^ Lompat ke:
a b Cortesão 1944, hlm. 154-155.
Sejarah
Bolango atau Bulango adalah nama sebuah suku kecil
bernama Suku Bolango yang menjadi bagian dari etnis Gorontalo
sekaligus nama kerajaan tradisional yang teritorial kekuasaannya
pernah menempati daerah bernama Tapa, Gorontalo. Setelah
datangnya Pemerintah Hindia Belanda ke Gorontalo, tentu
membawa perubahan formasi sosial, teritorial, ekonomi, dan politik
pada Kerajaan Bolango.
Rujukan
• Alwi, Des. 2005. Sejarah Maluku: Banda Nairas, Ternate, Tidore da√√ Ambon. Jakarta:
Dian Penduduk.
• Bastiaans, J. 1996. “Persekutuan Limbotto dan Gorontalo”, dalam Taufik Abdullah (ed.)
Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
• Botutihe, Medi dan Farah Daulima. 2007. Sejarah Perkembangan Limo Pohalaa di Daerah
Gorontalo. Limboto: Forum Suara Perempuan LSM Mbu’I Bungale.
• Casparis, J.G de. 1975. Indonesian Palaeography: A History of Writing In Indonesian From
The Beginning To C. A.D 1500. Leiden/ Koln: E. J. Brill.
• Frederick, William H. & Soeri Soeroto (peny.). 1984. Pemahaman Sejarah Indonesia:
Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta: LP3ES.
• Gobel, Deddy A. 2012. Daftar Raja-Raja Bolango dan Napak Tilas yang Dilakukan Suku
Bangsa Bolango. Molibagu: tp.
• Gottshalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Dalam Nugroho Notosusanto (terj.). Jakarta: UI
Press.
• Haga, B.J. 1931. De Lima-pahalaä (Gorontalo): Volksordening, adatrecht en
bestuurspolitiek. LXXI. Bandoeng: A.C Nix & Co, 1931.
• Henley, David. 2005. Fertility, Food and Fever: Population, Economy and Environment in
North and Central Sulawesi, 1600-1930. Leiden: KITLV.
• Joesoef, S dan Bakir Gobol. 1986. Sejarah Suku Bolango Dari Masa Ke Masa dan
Perjuangannya Menyambut Proklamasi 17 Agustus 1945. tp.
• Juwono, Harto dan Yosephine Hutagalung. 2005. Limo Lo Pohalaa Sejarah Kerajaan
Gorontalo. Yogyakarta: Ombak.
• Kartodirdjo, Sartono. 2014. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
• Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Benteng.
• Lipoeto, M.H. 1949. Sedjarah Gorontalo: Dua Lima Pohalaa. X. Gorontalo: Pertjetakan
Ra’jat Gorontalo.
• Munir, Rozy. 1981. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
• Nur, S.R. 1949. Sejarah Perkembangan Limo Pohalaa Di Daerah Gorontalo. tp.
Kesultanan Banten
ᮊᮞᮥᮜ᮪ᮒᮔᮔ᮪ ᮘᮔ᮪ᮒᮨ ᮔ᮪ (Aksara Sunda)
ꦏꦱꦸ ꦤ ꦤ꧀ (Cacarakan)
Wilayah Banten pada masa Maulana Hasanuddin, yang menguasai Selat Sunda
pada kedua sisinya
Pembentukan awal
Artinya:
Penyatuan Banten
Atas petunjuk ayahnya yaitu Sunan Gunung Jati, Maulana
Hasanuddin kemudian memindahkan pusat pemerintahan Wahanten
Girang ke pesisir di kompleks Surosowan sekaligus membangun
kota pesisir. Kompleks istana Surosowan tersebut akhirnya selesai
pada tahun 1526.[8] Pada tahun yang sama juga Arya Surajaya pucuk
umum (penguasa) Wahanten Pasisir dengan sukarela menyerahkan
kekuasaannya atas wilayah Wahanten Pasisir kepada Sunan Gunung
Jati, akhirnya kedua wilayah Wahanten Girang dan Wahanten
Pasisir disatukan menjadi Wahanten yang kemudian disebut sebagai
Banten dengan status sebagai depaten (provinsi) dari kesultanan
Cirebon pada tanggal 1 Muharram 933 Hijriah (sekitar tanggal 8
Oktober 1526 M).
Penguasaan Lampung
Pada tahun 1525, Syarief Hidayatullah memasuki wilayah
Labuhan Meringgai di Kerajaan Pugung[17] Menurut Nurhalim (Raja
Adat Melinting, Lampung Timur) kedatangan Syarief Hidayatullah
ke Pugung pada awalnya dikarenakan oleh surat yang dikirimkan
Ratu Galuh (penguasa Pugung, istri dari Anak Dalem Kesuma Ratu)
melalui burung merpati yang bermaksud meminta pertolongan
kepada penguasa diluar pulau untuk membantu Pugung menghadapi
perampok dan bajak laut yang telah meresahkan[18]
Puncak kejayaan
Penguasaan Sukadana
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertakhta 1651-1682)
dipandang sebagai masa kejayaan Banten.[41] Di bawah dia, Banten
memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa,
serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan
Banten.[31] Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga
mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan
Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya
tahun 1661.[42] Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari
Perang saudara
Pagar Keraton Kaibon, istana kediaman Ibu Suri Sultan Banten, pada tahun 1933
Agama
Kependudukan
Kemajuan Kesultanan Banten ditopang oleh jumlah
penduduk yang banyak serta multi-etnis. Mulai dari Sunda, Jawa,
dan Melayu. Sementara kelompok etnis Nusantara lain dengan
jumlah signifikan antara lain Makasar, Bugis dan Bali.
Perekonomian
Dalam meletakkan dasar pembangunan ekonomi Banten,
selain di bidang perdagangan untuk daerah pesisir, pada kawasan
pedalaman pembukaan sawah mulai diperkenalkan. Asumsi ini
berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan pedalaman
seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya ditopang oleh kegiatan
perladangan, sebagaimana penafsiran dari naskah sanghyang
siksakanda ng karesian yang menceritakan adanya istilah pahuma
(peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap). Ketiga
Halaman 326 dari 883
istilah ini jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga dengan nama
peralatannya seperti kujang, patik, baliung, kored, dan sadap.
Pemerintahan
Warisan sejarah
Setelah dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten
menjadi bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa pemerintahan
Hindia Belanda, tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan, dan
sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian dari Provinsi
Jawa Barat. Kejayaan masa lalu Kesultanan Banten
menginspirasikan masyarakatnya untuk menjadikan kawasan
Banten kembali menjadi satu kawasan otonomi, reformasi
pemerintahan Indonesia berperan mendorong kawasan Banten
sebagai provinsi tersendiri yang kemudian ditetapkan melalui
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Selain itu masyarakat
Banten telah menjadi satu kumpulan etnik tersendiri yang diwarnai
oleh perpaduan antar-etnis yang pernah ada pada masa kejayaan
Kesultanan Banten, dan keberagaman ini pernah menjadikan
masyarakat Banten sebagai salah satu kekuatan yang dominan di
Nusantara.
sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 yang meminimalkan kedaulatan Banten
karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri
harus atas persetujuan VOC.
2.Ketika Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin dibuang ke Ambon, istrinya Ratu
Syarifah Fatima berhasil membujuk Belanda (Baron van Inhoff) untuk menobatkan putranya dari
suami terdahulu sebagai Sultan Banten. Pangeran Syarifuddin naik takhta dengan gelar Sultan
Syarifuddin Ratu Wakil, tetapi pada kenyataannya yang berkuasa adalah Ratu Syarifah Fatima.[76]
Hal tersebut yang menyebabkan tidak diakuinya Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin
maupun Ratu Syarifah Fatima sebagai Sultan Banten ke-11.
Referensi
Wilayah Banjar yang lebih kuno terbentang dari Tanjung Sambar sampai
Tanjung Aru
Sang Dewa (Sadewa) puteranya Maharaja Pandu Dewata adalah leluhur Raja-raja Banjar
menurut Hikayat Sang Bima.
Sejarah
Menurut mitologi suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan
Selatan), kerajaan pertama di Kalimantan bagian selatan adalah
Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan wilayah kekuasaannya
terbentang luas mulai dari daerah Tabalong ke Pamukan hingga ke
daerah Pasir. Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan
tentang masa-masa keemasan Kerajaan Nan Sarunai sebuah
kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di
daerah ini dan telah melakukan hubungan dengan pulau
Madagaskar. sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke
pedalaman (wilayah suku Lawangan). Salah satu peninggalan
Halaman 338 dari 883
arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang
terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan
pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang
menghasilkan angka tahun dengan kisaran 242-226 SM
(Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).
Masa kejayaan
Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada
dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang,
secara praktis barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan
membayar upeti pada kerajaan Banjarmasin. Sebelumnya
Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak,
tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak,
Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.[27]
Sistem Pemerintahan
1. Raja: bergelar Sultan/Panambahan/Ratu/Susuhunan
2. Putra Mahkota: bergelar Ratu Anum/Pangeran Ratu/Sultan
Muda
3. Perdana Menteri: disebut Perdana Mantri/Mangkubumi/
Wazir, di bawah Mangkubumi: Mantri Panganan, Mantri
Pangiwa, Mantri Bumi dan 40 orang Mantri Sikap, setiap
Mantri Sikap memiliki 40 orang pengawal.
4. Lalawangan: kepala distrik, kedudukannya sama seperti
pada masa Hindia Belanda.
5. Sarawasa, Sarabumi dan Sarabraja: Kepala Urusan keraton
Halaman 360 dari 883
6. Mandung dan Raksayuda: Kepala Balai Longsari dan
Bangsal dan Benteng
7. Mamagarsari: Pengapit raja duduk di Situluhur
8. Parimala: Kepala urusan dagang dan pekan (pasar). Dibantu
Singataka dan Singapati.
9. Sarageni dan Saradipa: Kuasa dalam urusan senjata (tombak,
ganjur), duhung, tameng, badik, parang, badil, meriam dll.
10. Puspawana: Kuasa dalam urusan tanaman, hutan, perikanan,
ternak, dan berburu
11. Pamarakan dan Rasajiwa: Pengurus umum tentang
keperluan pedalaman/istana
12. Kadang Aji: Ketua Balai petani dan Perumahan. Nanang
sebagai Pembantu
13. Wargasari: Pengurus besar tentang persediaan bahan
makanan dan lumbung padi, kesejahteraan
14. Anggarmarta: Juru Bandar, Kepala urusan pelabuhan
15. Astaprana: Juru tabuh-tabuhan, kesenian dan kesusasteraan.
16. Kaum Mangkumbara: Kepala urusan upacara
17. Wiramartas: Mantri Dagang, berkuasa mengadakan
hubungan dagang dengan luar negeri, dengan persetujuan
Sultan.
18. Bujangga: Kepala urusan bangunan rumah, agama dan
rumah ibadah
19. Singabana: Kepala ketenteraman umum.
Jabatan-jabatan pada masa Panembahan Kacil (Sultan Mustain
Billah), terdiri:
Halaman 361 dari 883
1. Mangkubumi
2. Mantri Pangiwa dan Mantri Panganan
3. Mantri Jaksa
4. Tuan Panghulu
5. Tuan Khalifah
6. Khatib
7. Para Dipati
8. Para Pryai
• Masalah-masalah agama Islam dibicarakan dalam rapat/
musyawarah oleh Penghulu yang memimpin pembicaraan,
dengan anggota terdiri dari: Mangkubumi, Dipati, Jaksa,
Khalifah dan Penghulu.
• Masalah-masalah hukum sekuler dibicarakan oleh Jaksa
yang memimpin pembicaraan dengan anggota terdiri dari
Raja, Mangkubumi, Dipati dan Jaksa.
• Masalah tata urusan kerajaan merupakan pembicaraan antara
raja, Mangkubumi dan Dipati.
• Dalam hierarki struktur negara, di bawah Mangkubumi
adalah Panghulu, kemudian Jaksa. Urutan dalam suatu
sidang negara adalah Raja, Mangkubumi, Panghulu,
kemudian Jaksa. Urutan kalau Raja berjalan, diikuti
Mangkubumi, kemudian Panghulu dan selanjutnya Jaksa.
Kewenangan Panghulu lebih tinggi dari Jaksa, karena
Panghulu mengurusi masalah keagamaan, sedangkan Jaksa
mengurusi masalah keduniaan.
being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the
Philippine islands ... Singapore: F.Cass & co. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak
sah; nama "J. H. Moor" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
7. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses
tanggal 2011-07-03.
8. ^ Dengan di temukannya deposit batubara di daerah dekat Bumi Selamat/Martapura, maka
pemerintah Hindia Belanda merencanakan mengambil alih Martapura dan memindah
ibukota Kesultanan Banjar ke kota Nagara, bekas ibukota pada era Kerajaan Hindu Negara
Daha
9. ^ Perkara 1 Undang-undang Sultan Adam 1835: “Adapoen perkara jang pertama akoe
soeroehkan sekalian ra’jatkoe laki-laki dan bini-bini beratikat dalal al soenat waldjoemaah
dan djangan ada seorang baratikat dengan atikat ahal a’bidaah maka siapa-siapa jang
tadangar orang jang beratikat lain daripada atikat soenat waldjoemaah koesoeroeh bapadah
kapada hakimnja, lamoen benar salah atikatnja itoe koesoeroehkan hakim itoe menobatkan
dan mengadjari atikat jang betoel lamoen anggan inja daripada toebat bapadah hakim itu
kajah diakoe”.
10. ^ http://alanqasaharica.blogspot.com/2017/07/kronologi-sejarah-pulau-kalimantan.html?
m=1
11. ^ (Inggris) The New American encyclopaedia: a popular dictionary of general knowledge.
2. D. Appleton. 1865. hlm. 571.
12. ^ (Inggris) Houtsma, M. Th. E. J. Brill's first encyclopaedia of Islam 1913-1936. BRILL.
hlm. 647. ISBN 9004082654.ISBN 978-90-04-08265-6
13. ^ KALIMANTAN SELATAN
14. ^ "Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjar" (PDF). Diarsipkan dari versi asli
(PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-07-03.
15. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah
nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 85. ISBN 9794074098.[pranala nonaktif permanen]ISBN
978-979-407-409-1
16. ^ (Belanda) Van Doren, J. B. J (1860). Bydragen tot de kennis van verschillende
overzeesche landen, volken, enz. 1. J. D. Sybrandi.
17. ^ (Inggris) Ooi, Keat Gin. Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to
East Timor. 3. ABC-CLIO, 2004. hlm. 211. ISBN 1576077705.ISBN 978-1-57607-770-2
(1860). Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde. 9. Lange. hlm. 94.
24. ^ (Indonesia) Chambert-Loir, Henri (2004). Kerajaan Bima dalam sastra dan sejarah.
Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 121. ISBN 9799100119. ISBN 978-979-9100-11-5
25. ^ (Indonesia) Tajib, H. Abdullah (1995). Sejarah Bima Dana Mbojo. Jakarta: Harapan
Masa PGRI.
26. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya
negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 70.
ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
27. ^ Goh Yoon Pong, Trade and Politics in Bandjermasin 1700-1747, Disertation University
of London, 1969
28. ^ Lompat ke:
a b Hermanus Johannes de Graaf, Puncak kekuasaan Mataram: politik ekspansi Sultan
Diogo do Couto
Kebesaran dan keberanian Ratu Kalinyamat diakui oleh sejarawan Portugis Diogo do Couto [en]
dalam Da Asia de João de Barros dengan sebuah ungkapan Rainha de Japara, senhora poderosa, e rica
(yang artinya "ratu Jepara, seorang wanita yang berkuasa dan kaya").
Peninggalan
Beberapa peninggalan Kalinyamat yang masih ada yaitu
Kawasan Siti Inggil Kalinyamat di Kriyan, Pertapaan Sonder di
Tulakan, dan Benteng Kalinyamat di Robayan.
Catatan kaki
1. ^ Hayati dkk. 2000, hlm. 40.
2. ^ Ricklefs 2008, hlm. 41.
3. ^ Hayati dkk. 2000, hlm. 31 dan 67.
4. ^ de Graaf 2019, hlm. 173-174.
5. ^ Fardianto, Fariz. "Menguak Kesaktian 'Tapa Tanpa Busana' Ratu Kalinyamat, Menuntut
Balas!". IDN Times. Diakses tanggal 2020-11-23.
6. ^ Hayati, Chusnul (2010). "RATU KALINYAMAT: RATU JEPARA YANG
PEMBERANI". Citra Leka dan Sabda. “Dalam bahasa Jawa kata wuda (telanjang) tidak
hanya berarti tanpa busana sama sekali, tetapi juga memiliki arti kiasan yaitu tidak
memakai barang-barang perhiasan dan pakaian yang bagus (Suara Merdeka, 10 Desember
1973).”
7. ^ Hayati dkk. 2000, hlm. 44.
Asal-usul
Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman Kerajaan
Majapahit yang dijuluki sebagai tanah mahkota pada abad keempat
belas.[3] Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365,
bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk
(raja Majapahit saat itu) bernama asli Dyah Nertaja menjabat
sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau disingkat
Bhre Pajang. Dyah Nertaja merupakan ibu dari Wikramawardhana
(Bhre Mataram), raja Majapahit selanjutnya.
Berdirinya Pajang
Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di
pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Islam di daerah pesisir.
Menurut naskah babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan
Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia
kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo
Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging
menjadi daerah bawahan Kerajaan Demak.
Perkembangan
Pada awal berdirinya atau pada tahun 1568, bahwa wilayah
Pajang yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya
meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena negeri-
negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian
Sultan Trenggana.
Peran Walisongo
Pemberontakan Mataram
Mataram dan Pati adalah dua hadiah sayembara Adiwijaya
untuk siapa saja yang mampu menumpas Arya Panangsang tahun
1549. Menurut laporan resmi peperangan, Arya Panangsang tewas
dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi.
Kutagede, bekas ibu kota Kesultanan Mataram, didirikan pada tahun 1582 oleh
Panembahan Senapati.
Kebangkitan Mataram
Pasarean Mataram, makam dari Panembahan Senapati dan Panembahan Seda ing
Krapyak.
Masa kejayaan
Turnamen bela diri antara dua penunggang kuda bertombak di kerajaan Mataram,
diadakan di alun-alun depan keraton.
Peta pembagian Mataram Baru setelah Perang Diponegoro pada tahun 1830.
Struktur pemerintahan
Mataram memiliki struktur pemerintahan yang dipimpin
oleh seorang susuhunan/sultan. Dalam konsep kenegaraan Jawa
Aparat birokrasi
Busana dari Kapten Prajurit Keraton Yogyakarta yang bergelar Bupati Enèm Wadana
Prajurit, yang digunakan untuk upacara adat Grebeg. Busana ini diduga diturunkan dari busana
kebesaran yang digunakan oleh bupati atau wedana yang menjabat di Kesultanan Mataram.
Pembagian administratif
Struktur administratif Mataram menganut pola konsentris.
Berdasarkan sudut pandang konsentris yang diterapkan dalam
sistem ketatanegaraan di Mataram, wilayah dibedakan dalam
beberapa pembagian sebagai berikut:[19][21][22]
Struktur pemerintahan
Struktur pemerintahan Mataram dari puncak hingga ke
bawah pada dasarnya merupakan kelanjutan dari masa Majapahit.
Pada puncak kekuasaan terdapat raja yang dibantu oleh birokrat
istana. Di bawah raja terdapat penguasa-penguasa daerah yang
disebut bupati. Cara-cara pengerahan tenaga birokrasi ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut:[23]
Warisan
Catur Sagotra
Catur Sagotra merupakan penyatuan empat entitas yang
masih memiliki akar tunggal tali kekerabatan. Hal ini merujuk pada
keluarga kerajaan-kerajaan penerus dinasti Mataram Islam.
Kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kesunanan Surakarta, Kesultanan
Yogyakarta, Kadipaten Mangkunagaran, dan Kadipaten
Pakualaman. Terbentuknya Catur Sagotra berawal pada tahun 2004
oleh Sri Susuhunan Pakubuwana XII, sebelum wafat
pernah memberi amanah kepada Nani Soedarsono untuk
melanjutkan cita-cita luhur Catur Sagotra. Catur Sagotra merupakan
sebuah gagasan bersama dari empat raja Jawa pada waktu itu yaitu
Sri Susuhunan Pakubuwana XII, Sri Sultan Hamengkubuwana IX,
KGPAA. Mangkunagara VIII dan KGPAA. Paku Alam VIII. Tujuan
Catur Sagotra adalah untuk mempersatukan keempat trah dalam
ikatan kesamaan falsafah budaya dan keterkaitan sejarah leluhur
Mataram.[25]
20 Agustus 2020.
5. ^ M.C. Ricklest. 2007. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
1200-2004.
6. ^ Brown 2003, p. 63: "On February 13, 1755, the Treaty of Giyanti was signed, dividing
what was left of the kingdom of Mataram into two parts. One part, with its capital in the
city of Solo, was headed by Pakubuwana II's son, Pakubuwana III. The other part, with its
capital 60 kilometres to the west of Yogyakarta, was ruled by Pakubuwana II's half-brother
Mangkubumi, who took the title Sultan Hamengkubuwono I. The treaty was not
immediately accepted by all parties to the dispute: fighting went on for another two years.
In 1757, though, an uneasy peace settled on Java when Pakubuwana III's territory was
divided, with a portion going to his cousin Mas Said, who took the title Mangkunegara I."
7. ^ "Gianti Agreement | Indonesia [1755]". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2020-01-08.
8. ^ Adji, Krisna Bayu; Achmad, Sri Wintala (2014). Sejarah raja-raja Jawa : dari Mataram
Kuno hingga Mataram Islam. Yogyakarta: Araska Publisher.
9. ^ Munawar, Zaid (2020). "Pengelolaan Pajak di Kerajaan Mataram Islam Masa Sultan
Agung, 1613-1645 M". Jurnal Sejarah Peradaban Islam. 4 (1): 10.
10. ^ Lompat ke:
a b c Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Kanisius. hlm. 55.
15. ^ Tim Okezone (2022). "Duet Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Sambernyawa Sikat
VOC di Kerajaan Mataram". okezone.com. Diakses tanggal 22 Februari 2022.
16. ^ Aswab Nanda Pratama (2019). "Hari Ini dalam Sejarah, Perjanjian Giyanti Memecah
Wilayah Mataram Islam". Kompas.com. Diakses tanggal 20 Januari 2021.
17. ^ Lompat ke:
a b c Moedjanto, G (1987). Konsep Kekuasaan Jawa; Penerapannya Oleh Raja-raja
Jaminan Loyalitas Daerah Terhadap Pusat". Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya,
dan Pengajarannya. 9 (2): 156–157. doi:10.17977/um020v9i22015p153-161.
ISSN 2503-1147.
24. ^ Ricklefs, M. C. (2008). A History of Modern Indonesia Since C. 1200.
25. ^ Yudono, Jodhi (ed.). "Catur Sagotra Nusantara, untuk Melestarikan Empat Keraton".
Kompas.com. Diakses tanggal 2021-02-01.
Daftar Pustaka
1. Soekmono, Drs. R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. 2nd edition. Penerbit
Kanisius 1973. 5th reprint edition in 2003. Yogyakarta. ISBN 979-413-291-8. (in
Indonesian)
2. Anderson, BRO’G. The Idea of Power in Javanese Culture dalam Anderson, BRO’G.
Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia. Cornell University Press.
1990.
3. Carey, Peter. 1997. Civilization on loan: the making of an upstart polity: Mataram and its
successors, 1600–1830. Modern Asian Studies 31(3):711–734.
4. de Graaf, H.J. dan T.H. Pigeaud. 2003. Kerajaan Islam Pertama Di Jawa: Tinjauan Sejarah
Politik Abad XV dan XVI. Pustaka Utama Graffiti.
5. De Graaf, H.J. Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung. Pustaka
Utama Graffiti 2002.
6. Mangunwijaya Y.B. 1983. Rara Mendut. Jakarta : Gramedia.
7. Miksic, John (general ed.), et al. (2006) Karaton Surakarta. A look into the court of
Surakarta Hadiningrat, central Java (First published: 'By the will of His Serene Highness
Paku Buwono XII'. Surakarta: Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta, 2004)
Marshall Cavendish Editions Singapore ISBN 981-261-226-2
8. Ricklefs, M.C. 2002. Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749–1792: Sejarah
Pembagian Jawa. Yogyakarta: Penerbit Matabangsa.
9. Ricklefs, M.C. 2001. A history of modern Indonesia since c.1200. Stanford: Stanford
University Press. ISBN 0-8047-4480-7.
Asal usul
Diponegoro lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 November
1785 dari ibu yang merupakan seorang selir (garwa ampeyan),
bernama R.A. Mangkarawati, dari Pacitan dan ayahnya bernama
Gusti Raden Mas Suraja, yang di kemudian hari naik takhta bergelar
Hamengkubuwana III.[1] Pangeran Diponegoro sewaktu dilahirkan
bernama Bendara Raden Mas Mustahar, kemudian diubah menjadi
Bendara Raden Mas Antawirya.[2] Nama Islamnya adalah Abdul
Hamid.[3] Setelah ayahnya naik takhta, Bendara Raden Mas
Antawirya diwisuda sebagai pangeran dengan nama Bendara
Pangeran Harya Dipanegara.
Kehidupan pribadi
Dalam kehidupan sehari-harinya, Pangeran Diponegoro
adalah pribadi yang menyukai sirih dan rokok sigaret Jawa yang
dilinting khusus dengan tangan, mengoleksi emas, dan berkebun.
Bahkan, di tempat persemediannya di Selarejo dan Selarong, kebun
yang dimilikinya ditanami bunga, sayur-sayuran, buah-buahan,
ikan, kura-kura, burung tekukur, buaya hingga harimau.
Kiai Madja
Kiai Madja merupakan seorang tokoh agama asal Surakarta
yang turut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Gua Selarong.
Kiai Madja lahir di Desa Mojo, wilayah Pajang, dekat Kota
Surakarta. Dia tertarik dan turut serta berjuang bersama Pangeran
Diponegoro karena sama-sama ingin mendirikan kerajaan yang
berlandaskan Islam. Kiai Madja dikenal sebagai ulama besar yang
sebenarnya masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Pangeran
Diponegoro. Ibu Kiai Madja, yakni R.A Mursilah, adalah saudara
perempuan dari Sultan Hamengkubuwana III.[13]
Diponegoro, c.1830.
Sentot Prawirodirdjo
Sentot Prawirodirdjo atau dikenal juga Sentot Ali Pasha/Ali Basha adalah salah
satu Panglima Pangeran Diponegoro.
Kerta Pengalasan
Kerta Pengalasan, lahir tahun 1795 dan wafat sekitar tahun
1866, adalah salah satu senopati Pangeran Diponegoro. Dia
dipercaya oleh Pangeran Diponegoro untuk memperkuat sistem
pertahanan pusat negara di Plered.[7] Sebelum perang, Kerta
Pengalasan adalah kepala desa di Desa Tanjung, Nanggulan, Kulon
Para pendamping
Selain para panglima perang, Pangeran Diponegoro juga
didampingi oleh para pendamping yang sering disebut sebagai
panakawan (pengiring), yakni Joyosuroto (Roto), Banthengwareng,
Sahiman (Rujakbeling), Kasimun (Wangsadikrama), dan Teplak
(Rujakgadhung).[19] Mereka para panakawan disebut juga sebagai
bocah becik (anak baik) dan berperan bergantian sebagai abdi
pengiring, guru, penasihat, peracik obat, pembanyol, hingga
penafsir mimpi.[20]
Joyosuroto
Joyosuroto (dipanggil Roto) adalah panakawan yang selalu
ada di setiap perjalanan sang Pangeran sejak awal perjuangan
hingga perjalanan sebagai tahanan menuju pengasingan. Roto
bahkan ikut dalam kereta kuda residen Kedu menuju Semarang dan
bertugas membawa kotak sirih. Roto juga menjaga kamar Pangeran
Diponegoro dengan tidur di depan pintu kamarnya ketika sang
pangeran telah tiba dan menginap selama seminggu di Wisma
Residen Bojong, Semarang. Dia menyajikan roti putih yang
dipanggang setiap pagi berikut kentang walanda.[20]
Banthengwareng
Keberlanjutan Perang
Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putra
Pangeran Diponegoro, yakni Ki Sodewa atau Bagus Singlon,
Dipaningrat, Dipanegara Anom, dan Pangeran Joned yang terus-
menerus melakukan perlawanan walaupun harus berakhir tragis.
Empat putra Pangeran Diponegoro dibuang ke Ambon, sedangkan
Pangeran Joned dan Ki Sodewa terbunuh dalam peperangan.
Peninggalan bersejarah
Babad Dipanagara
Babad Dipanagara merupakan kumpulan puisi (macapat
atau puisi tradisional Jawa/tembang) setebal 1.170 halaman folio,
yang menceritakan sejarah nabi, sejarah Pulau Jawa dari zaman
Majapahit hingga Perjanjian Giyanti (Mataram), yang dituturkan
langsung oleh Pangeran Diponegoro sendiri dan ditulis oleh juru
tulis sejak Mei 1831 hingga Februari 1832 ketika sang Pangeran
diasingkan di Manado. Tulisannya menggunakan aksara Arab pegon
(tanpa tanda baca) dan aksara Jawa. Namun, naskah asli Babad
Dipanagara, menurut sejarawan Peter Carey, sudah hilang. Yang
ada hanyalah salinan yang saat ini tersimpan di Perpustakaan
Nasional dan di Rotterdam, Belanda.[26]
Tombak
Tombak Kiai Rodhan adalah salah satu senjata pusaka
Pangeran Diponegoro yang telah dikembalikan ke Indonesia tahun
1978 dan saat ini tersimpan. Tombak ini terbuat dari kayu dengan
dilapisi benang hitam dan dipercaya dapat memberikan
perlindungan dan peringatan datangnya bahaya. Pada mata tombak
terdapat bagian yang dilapisi emas dan pada bagian pangkal
matanya terdapat empat relung yang berhias permata, tetapi dua
Benda lainnya
Menurut sejarawan Peter Carey, selain keris dan tongkat,
saat ini masih ada dua peninggalan Pangeran Diponegoro, yakni
surat asli sang Pangeran kepada ibunda dan anak sulungnya dan tali
kuda, yang masih tersimpan di Belanda.[31]
Cap mohor
ﺎم ﺧﻠﯿﻔﮫ رﺳﻮلQاڠﮑڠ ﺳﻨﻮھﻦ ﮐڠﺠڠ ﺳﻠﻄﺎن ﻋﺒﺪ اﻟﺤﺎﻣﺪ ڠﯿﺮﭼﮑﺮ ﻛﺒﯿﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ ﺳﯿﺪ ﭬﻨﺘﺎ
ﷲ ص اﯾڠ ﺗﻨﮫ ﺟﺎوي
Daftar pustaka
1. Carey, P.B.R. (1981). Babad Dipanagara: an account of the outbreak of the Java War (1825-30):
the Surakarta court version of the Babad Dipanagara. Kuala Lumpur: Printed for the Council of
the M.B.R.A.S. by Art Printing Works. Monograph (Royal Asiatic Society of Great Britain and
Ireland. Malaysian Branch); no.9
2. Sagimun, M.D. (1976). Pangeran Diponegoro: Pahlawan Nasional. Jakarta: Proyek Biografi
Pahlawan Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
3. Yamin, M. (1950). Sedjarah Peperangan Diponegoro: Pahlawan Kemerdekaan Indonesia.
Jakarta: Pembangunan.
Referensi
1. ^ Lompat ke:
a b "Memenuhi Ramalan Pangeran Diponegoro". Historia. Diakses tanggal 2020-03-20.
2. ^ Raditya, Iswara N. "Intrik Keraton dan Misteri Kematian Sultan Hamengkubuwana IV".
tirto.id. Diakses tanggal 2017-12-06.
2020-03-21.
5. ^ Lompat ke:
a b c d "Tujuh Kebiasaan Pangeran Diponegoro yang Belum Diketahui Banyak Orang".
2020-03-21.
7. ^ Lompat ke:
a b c d e f g h i j k l "Biografi terkait Diponegoro". diponegoro.pahlawan.perpusnas.go.id. Diarsipkan
tanggal 2020-03-20.
11. ^ "Meluruskan Fakta dalam Sejarah Pangeran Diponegoro". Republika Online. 2019-07-13.
Diakses tanggal 2020-03-21.
12. ^ Lompat ke:
a b c d e f "Sentot Ali Basya, Panglima Perang Diponegoro yang Dijuluki Napoleon Jawa".
tanggal 2020-03-21.
18. ^ Carey, Peter (2017). Judul: Sisi Lain Diponegoro – Babat Kedung Kedo dan Historiografi
Perang Jawa. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-424-680-8.
2020-03-28.
20. ^ Lompat ke:
a b c d e f "Roto, Jenaka Pengiring Diponegoro". Historia. Diakses tanggal 2020-03-28.
2020-03-22.
22. ^ Lompat ke:
a b c d "Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro". caramedika.com. Diakses tanggal
2020-03-21.
26. ^ Lompat ke:
a b "Naskah Asli 'Babad Diponegoro' yang Diakui UNESCO Hilang, Ke Mana?". detiknews.
2020-03-21.
32. ^ Lompat ke:
a b "Kembalinya Keris Pangeran Diponegoro". Republika Online. 2020-03-05. Diakses tanggal
2020-03-21.
33. ^ Lompat ke:
a b Wiratama, Syailendra Hafiz. "Kisah Diponegoro Dikubur Bersama Kerisnya". detikx. Diakses
tanggal 2020-03-20.
34. ^ Lompat ke:
a b c d "Selain Keris, Ini Dua Pusaka Pangeran Diponegoro yang Dikembalikan Belanda ke
Asal muasal
Ada dua legenda mengenai asal muasal kerajaan Fatagar,
legenda pertama menyatakan penguasa Ugar merupakan asal muasal
Sejarah
Menurut A.L. Vink dalam memorie-(vervolg) van Overgrave
van de (Onder) Afdeeling West Nieuw Guinea, 1932, leluhur raja
Fatagar dan Patipi merupakan orang asli lokal. Leluhur tersebut
disebutkan adalah Wariyang, yang dikisahkan menjelang senja
melihat wanita di atas pohon kelapa yang kemudian dinikahinya.
Dari perkawinan mereka diturunkanlah raja-raja Fatagar. Gelar raja
pertama kali diberikan Sultan Tidore kepada seorang bernama
Maraitat. Selanjutnya pusat kerajaan Fatagar berpindah dari Pulau
Ega ke Pulau Merapi. Menurut W.J. Cator, dalam memorie-(vervolg)
Halaman 458 dari 883
van Overgrave van de (Onder) Afdeeling West Nieuw Guinea, 22
Mei 1937, pada 1678 kapten Johannes Keyts melakukan persetujuan
dengan raja Roema Bati (Rumbati) dan Satraga (Fatagar), ia
menyebut kedua pemimpin tersebut dengan gelar raja, tidak
diketahui sosok yang ia maksud namun bisa saja sosok itu adalah
Maraitat dan setelahnya karena gelar Raja.[4]
Sistem pemerintahan
Aktivitas berperang merupakan kesibukan utama sebelum
masuknya Tidore dan Belanda. Setiap kampung biasanya akan
memiliki 2-3 perahu perang, dan bahkan sampai 7 perahu perang.
Setiap perahu perang biasanya memiliki 18 awak dan pandayung,
diperlengkapi busur panah, tombak pendek dan panjang, kapak
batu, pemukul, dan perisai setinggi manusia. Sebelum besi
digunakan, material senjata menggunakan tulang burung Kasuari,
yang kemudian diikat dengan anyaman serat di pergelangan tangan.
Maraitat 1600an
Mafa 1899–1942[1]
Kamarudin 1942–1943
Ahmad 1943–1956
Warisan
Perkembangan Kerajaan Fatagar juga sangat bergantung
pada campur tangan Kesultanan Tidore, sehingga tidak banyak bukti
sejarah yang dapat dikumpulkan mengenai kehidupan sosial budaya
di kerajaan ini, termasuk penyebaran Islam. Salah satu peninggalan
sejarah yang ditemukan di Fakfak adalah Masjid Tunasgain yang
diperkirakan dibangun pada tahun 1587 Masehi oleh sufi asal
Yaman bernama Syarif Muaz al-Qathan, berdasarkan 8 tiang Alif
yang diganti setiap 50 tahun.[8]
Referensi
1. ^ Lompat ke:
a b "Landsdrukkerij". Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie voor 1904 (dalam
Awal Kesultanan
Pada tahun 1540 Masehi, para mubalig dan pedagang dari
Kesultanan Demak datang ke Kerajaan Bima untuk menyiarkan
Islam. Penyebaran Islam dilakukan oleh Sunan Prapen, tetapi tidak
dilanjutkan setelah Sultan Trenggono wafat pada tahun yang sama.
Pada tahun 1580, penyebaran Islam dilanjutkan oleh para mubalig
dan pedagang dari Kesultanan Ternate yang diutus oleh Sultan
Baabullah. Selanjutnya, penyebaran Islam di Kerajaan Bima
diteruskan oleh Sultan Alauddin pada tahun 1619. Ia mengirim para
Wilayah Kekuasaan
Pada abad ke-19 M, wilayah kekuasaan Kesultanan Bima
meliputi Pulau Sumbawa bagian timur, Manggarai, dan pulau pulau
kecil di Selat Alas. Wilayah Kesultanan Bima berbatasan langsung
dengan Laut Jawa di utara dan Samudera Hindia di selatan. Di
Pulau Sumbawa, wilayah Kesultanan Bima dibagi menjadi tiga
distrik yaitu Belo, Bolo, dan Sape. Tiap distrik dipimpin oleh
seorang pemimpin distrik yang disebut Djeneli. Distrik kemudian
dibagi lagi menjadi perkampungan-perkampungan yang dipimpin
oleh kepala kampung. Wilayah Kesultanan Bima di Manggarai
dibagi menjadi daerah Reo dan daerah Pota. Pemimpin masing-
masing distrik bergelar naib yang bertanggung jawab langsung
kepada sultan. Para naib ini memimpin para galarang, dan kepala
kampung.[5]
Sultan Ismail
Sultan Ismail adalah sultan ke-10 Kesultanan Bima. Ia
adalah putra dari Sultan Abdul Hamid. Kekuasaannya dimulai sejak
pengangkatannya pada tanggal 26 November 1819.[10] Sultan Ismail
Halaman 471 dari 883
berkuasa hingga tahun 1854. Selama masa kekuasaannya,
Kesultanan Bima membangun banyak musala dan masjid di seluruh
wilayahnya. Pada awal pemerintahannya, masyarakat hidup miskin
dan menderita kelaparan akibat letusan Gunung Tambora, serangan
bajak laut, dan kemarau panjang. Perekonomian Kesultanan Bima
kemudian membaik setelah Sultan Ismail beralih patuh kepada
Inggris.[11]
Kehidupan Masyarakat
Masyarakatnya memiliki tiga sifat yang berasal dari masa
awal pendirian Kerajaan Bima, yaitu sifat sabar, malu dan takut.
Ketiga sifat ini diwariskan oleh Sang Bima kepada kedua anaknya,
yaitu Indra Zamrud dan Indra Kumala. Indra Zamrud dibekali ilmu
melaut, sedangkan Indra Kumala dibekali ilmu bertani. Pengetahuan
ini kemudian diajarkan kepada masyarakat Bima.[14] Setelahnya,
Wilayah Kesultanan Bima telah menjadi kawasan perdagangan
sejak abad ke-11 M. Perannya adalah sebagai penghubung antara
Kerajaan Medang di Pulau Jawa dan Kepulauan Maluku. Kerajaan
Bima menjadi tempat perdagangan dan persinggahan. Hasil bumi
yang diperdagangkan berupa soga, sapang dan rotan. Perdagangan
dilakukan di pelabuhan Bima Lawa Due dan Nanga Belo. Para
pedagang juga singgah untuk mempersiapkan bekal ke Maluku
berupa makanan dan air minum.[15]
Struktur Sosial
Penduduk asli di Kesultanan Bima adalah masyarakat Suku
Donggo yang menghuni wilayah pegunungan. Wilayah
pemukimannya berada di Kecamatan Donggo dan Kecamatan
Wawo Tengah.[16] Penduduk yang lainnya adalah Suku Bima. Suku
ini awalnya adalah para pendatang dari Suku Makassar dan Suku
Bugis yang menghuni wilayah pesisir Bima. Mereka kemudian
menikahi penduduk asli dan menetap sebagai penduduk di Bima
Keagamaan
Islam pertama kali diperkenalkan ke Kesultanan Bima oleh
Sayyid Ali Murtadlo atau Sunan Gisik yang berasal dari Gresik. Ia
adalah putra Syekh Maulana Ibrahim Asmara dan kakak dari Sunan
Ampel. Penyebaran Islam dilakukan bersamaan dengan kegiatan
perdagangan. Penerimaan Islam hanya oleh kelompok kecil
pedagang dan masyarakat Kerajaan Bima yang berada di wilayah
pesisir.[19]
Silsilah Sultan
Para sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Bima adalah
sebagai berikut:[25]
Peninggalan Sejarah
Istana Asi Mbojo
Masjid Al-Muwahiddin
Masjid Al-Muwahiddin dibangun pada tahun 1947 dalam
masa pemerintahan Sultan Muhammad Salahuddin. Tujuan
pembangunannya adalah untuk menggantikan sementar fungsi dari
Referensi
1. ^ Mawaddah 2017, hlm. 141.
2. ^ Saputri 2016, hlm. 633.
3. ^ Saputri 2016, hlm. 633–634.
4. ^ Saputri 2016, hlm. 634.
5. ^ Haris 2006, hlm. 18.
6. ^ Haris 2006, hlm. 19.
7. ^ Effendy 2017, hlm. 185.
8. ^ Lompat ke:
a b Sumiyati 2020, hlm. 22.
Daftar Pustaka
1. Akbar, H., Antariksa, dan Meidiana, C. (2017). "Memori Kolektif Kota Bima Dalam
Bangunan Kuno Pada Masa Kesultanan Bima". The Indonesian Green Technology Journal.
6 (1): 8–18. ISSN 2338-1787.
2. Aksa (2018). "Rimpu: Tradisi dan Ekspresi Islam di Bima". Mimikri. 4 (1): 83–91.
3. Aulia, Rihla Nur (2013). "Rimpu: Budaya Dalam Dimensi Busana Bercadar Perempuan
Bima". Studi Al-Qur'an. 9 (2): 1–11. ISSN 2339-2614.
4. Effendy, Muslimin AR. (Desember 2017). "Diskursus Islam dan Karakter Politik Negara di
Kesultanan Bima". Al-Qalam. 23 (2): 184–197.
5. Haris, Tawalinuddin (2006). "Kesultanan Bima di Pulau Sumbawa". Wacana. 8 (1): 17–31.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-21. Diakses tanggal 2020-08-31.
6. Mandyara, Dewi Ratna Muchlisa (2017). "Peran Kesultanan Bima pada Masa Sultan Ismail
Tahun 1819-1854". Jurnal Pendidikan IPS. 7 (1): 44–48.
7. Mawaddah, Kartini (2017). "Diplomatik Sultan Abdul Hamid di Kerajaan Bima Tahun
1773-1817 M". Juspi. 1 (1): 139–153.
8. Salahuddin, Muhammad (2005). "Mahkamah Syar'iyyah di Kesultanan Bima: Wujud
Dialektika Hukum antara Islam dan Adat". Ulumuna. 9 (1): 189–201.
9. Saputri, Reni (Oktober 2016). "Kesulttanan Bima di Bawah Pemerintahan Sultan
Muhammad Salahuddin Tahun 1917-1942". Avatara. 4 (3): 630–643.
10. Sulistyo, Bambang (Juli 2014). "Multikulturalisme di Bima pada Abad X - XVII".
Paramita. 24 (2): 155–172. doi:10.15294/paramita.v24i2.3120. ISSN 0854-0039.
11. Sumiyati (2020). "Kondisi Politik di Kesultanan Bima (1915-1950)". Diakronika. 20 (1): –.
doi:10.24036/diakronika/vol20-iss1/128. ISSN 2620-9446.
Kemudian Mas Cini di ganti oleh Mas Goa. Mas Goa tidak
lama memerintah karena pola pikir dan pandangan hidupnya masih
dipengaruhi ajaran Hinduisme.
Pada tahun 1637 Mas Goa digantikan oleh putera dari saudara
perempuannya, bernama Mas Bantan. Lama pemerintahannya, dari
tahun 1675 s.d. 1701. Mas Bantan adalah putera Raden Subangsa,
seorang pangeran dari Banjarmasin.[3]hasil pernikahan dengan
saudari perempuan Mas Goa yaitu Amas Penghulu
Istana Bala Puti di Kota Sumbawa Besar yang dibangun pada tahun 1932-1934.
Sekarang bangunan ini menjadi Wisma Praja Kabupaten Sumbawa.
Foto bersama Sultan Muhammad Kaharuddin III beserta Dewa Bini, pembesar-pembesar Kesultanan
Sumbawa, dan para petinggi Belanda di Istana Bala Puti.
Istana Bala Kuning di Kota Sumbawa Besar, kediaman resmi Sultan Muhammad Kaharuddin IV.
Referensi
1. ^ Sejarah Kerajaan Sumbawa.
2. ^ Lalu Wacana, B.A., Drs. Abdul Wahab H. Ismail, Jaka Sumpeno, B.A. (1 Januari 1991).
Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Direktorat Jenderal
Kebudayaan. hlm. 17.
3. ^ Lompat ke:
a b Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, Bagian
Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat. 1997.
4. ^ Alan Zuhri: Kerajaan di Sumbawa.
5. ^ (Indonesia)Sumbawa menjelang setengah abad. Indonesia: Pemerintah Kabupaten
Sumbawa. 2008. hlm. 35.
6. ^ https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sumbawa/71-2/sumb-3/
7. ^ (Inggris) J. H. Moor (1837). "Notices of the Indian archipelago & adjacent countries:
being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the
Philippine islands". F.Cass & co.: 99.
letters" (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia. hlm. 56. Diakses tanggal 2019-01-05.
21. ^ http://www.mbojoklopedia.com/2018/04/perang-para-pangeran-sumbawa.html?m=1
22. ^ http://kesultananbanjar.com/id/hubungan-kesultanan-sumbawa-dengan-kesultanan-
banjar/
23. ^ (Inggris) Hans Hägerdal (2001). Hindu rulers, Muslim subjects: Lombok and Bali in the
seventeenth and eighteenth centuries. Indonesia: White Lotus Press. hlm. 183.
ISBN 9747534118.ISBN 9789747534115
24. ^ https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sumbawa/71-2/sumb-3/
25. ^ Lompat ke:
a b (Inggris) Abdurrazak Daeng Patunru (1969). "Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan
dan Tenggara". Sedjarah Gowa. Indonesia: Jajasan Kebudajaan Sulawesi Selatan dan
Tenggara, 1969. hlm. 242.
26. ^ Lompat ke:
a b c (Indonesia) "Netherlands. Ministerie van Binnenlandse Zaken, Netherlands. Ministerie
Generale missiven van gouverneurs-generaal en raden aan Heren XVII der Verenigde
Oostindische Compagnie: deel. 1610-1638. M. Nijhoff. hlm. 58.
30. ^ https://ihinsolihin.wordpress.com/2014/01/09/sejarah-singkat-pengislaman-kerajaan-
sumbawa/
31. ^ http://kabarntb.com/sambangi-taliwang-raja-gowa-tallo-sebut-silsilah-taliwang-gowa-
tallo-punya-hubungan-erat/
32. ^ http://kesultananbanjar.com/id/kunjungan-sultan-banjar-ke-kesultanan-sumbawa/
33. ^ Mantja, Lalu (1984). Sumbawa pada masa dulu: suatu tinjauan sejarah. Indonesia: Rinta.
34. ^ Clive Parry (1981). The Consolidated Treaty Series (dalam bahasa Inggris). 231. Oceana
Publications. hlm. 124.
35. ^ Truhart, Peter (1985). Asien, Australien-Ozeanien: Aus: Regenten der Nationen :
Systemat. Chronologie D. Staaten U. ihrer polit. Repräsentanten in Vergangenheit U.
Gegenwart; E. biogr. Nachschlagewerk, 2 (dalam bahasa Jerman). Saur. hlm. 1710.
36. ^ (Inggris) T. Gibson (2007). Islamic Narrative and Authority in Southeast Asia: From the
16th to the 21st Century. hlm. 96.
37. ^ Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 56.
38. ^ Corpus dplomaticum Neerlando-Indicum: verzameling van politieke contracten en
verdere verdragen door de Nederlanders in het Oosten gesloten, van privilegebrieven, aan
hen verleend, enz (dalam bahasa Belanda). 6. Nijhoff. 1955. hlm. 269.
39. ^ Verhandelingen van het Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen (dalam bahasa Belanda). 23. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen. 1850. hlm. 175.
40. ^ Heinrich Zollinger (1851). Verslag van eene reis naar Bima en Soembawa, en naar eenige
plaatsen op Celebes, Saleijer en Floris, gedurende de maanden Mei tot December 1847
(dalam bahasa Belanda). 23. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
hlm. 175.
41. ^ De Indische gids (dalam bahasa Belanda). 47. 1925. hlm. 620.
42. ^ Landsdrukkerij (Batavia) (1871). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar (dalam
bahasa Belanda). 44. Lands Drukkery. hlm. 222.
43. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-11. Diakses tanggal
2018-02-10.
44. ^ https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://kesultananbanjar.com/id/wp-content/
uploads/2014/11/SILSILAH-SULTAN-SUMBAWA.pdf&hl=en
Sejarah
Pada tahun 1679 dengan pemimpin pertamanya yang
bernama Sultan Sepuh I Sultan Raja Syamsudin Martawidjaja,
dikatakan pada masa tersebut Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten
terpaksa membagi Kesultanan Cirebon menjadi dua kesultanan dan
Pada tahun 1729 dimasa Residen Jan Donker van der Hoff,
dilakukan pendataan kepemilikan tanaman kopi dan masyarakat di
wilayah kesultanan Cirebon, pendataan dilakukan oleh Kopral Jacob
Titter atas perintah residen Belanda yang diawasi pelaksanaannya
oleh para mantri (pegawai kesultanan) yang ditunjuk oleh masing-
masing penguasa Cirebon[27]
Silsilah Sultan
Pada masa kesultanan Cirebon
Pengunduran Diri Sultan Sepuh VII Cirebon: Suatu Kajian Filologis. Jakarta Perpustakaan
Nasional
5. ^ Lompat ke:
a b c d e f g h i j k l m n o p q Hoadley, Mason Claude. 2018. Selective Judicial Competence: The
Jaya
8. ^ Lompat ke:
a b Lubis, Nina. 2000. Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat. Bandung : Alqaprint
Jatinangor.
Terhadap Kehidupan Sosial Politik Ekonomi di Kerajaan Cirebon (1681 M - 1755 M).
Cirebon : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati
11. ^ Sunardjo, R. H. Unang . 1996. Selayang Pandang Sejarah Masa Kejayaan Kerajaan
Cirebon : kajian dari aspek politik dan pemerintahan. Cirebon : Yayasan Keraton
Kasepuhan Cirebon
12. ^ Mansyur, Khatib. 2001. Perjuangan rakyat Banten menuju provinsi : catatan kesaksian
seorang wartawan. Serang : Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Provinsi Banten
13. ^ Lompat ke:
a b Suparman, Sulasman, Dadan Firdaus. 2017. Tawarikh : Political Dynamics in Cirebon
from the 17th to 19th Century. Bandung : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung
Jati
14. ^ Lompat ke:
a b c d Tim Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1982. Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta:
Silsilah
Jaya
4. ^ Lompat ke:
a b Lubis, Nina. 2000. Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat. Bandung : Alqaprint
Jatinangor.
5. ^ Lompat ke:
a b c de Graaf, Hermanus Johannes. 1987. Runtuhnya istana Mataram. Bogor : Grafiti Pers
6. ^ Lompat ke:
a b c d e f g h i Deviani, Firlianna Tiya. 2016. Perjanjian 7 Januari 1681 Dan Implikasinya
Terhadap Kehidupan Sosial Politik Ekonomi di Kerajaan Cirebon (1681 M - 1755 M).
Cirebon : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati
7. ^ Sunardjo, R. H. Unang . 1996. Selayang Pandang Sejarah Masa Kejayaan Kerajaan
Cirebon : kajian dari aspek politik dan pemerintahan. Cirebon : Yayasan Keraton
Kasepuhan Cirebon
8. ^ Mansyur, Khatib. 2001. Perjuangan rakyat Banten menuju provinsi : catatan kesaksian
seorang wartawan. Serang : Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Provinsi Banten
9. ^ Suparman, Sulasman, Dadan Firdaus. 2017. Tawarikh : Political Dynamics in Cirebon
from the 17th to 19th Century. Bandung : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung
Jati
10. ^ Lompat ke:
a b c d e Tim Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1982. Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta:
Etimologi
Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna
pusat kota raja yang taat beragama, dalam bahasa Sanskerta, sri
berarti "bercahaya" dan indera atau indra dapat bermakna raja.
Sedangkan pura dapat bermaksud dengan "kota" atau "kerajaan".
Siak dalam anggapan masyarakat Melayu berkaitan erat dengan
agama Islam, Orang Siak ialah orang-orang yang ahli agama Islam;
seseorang yang hidupnya tekun beragama dapat dikatakan sebagai
Orang Siak.[7][8]
Masa awal
Membandingkan dengan catatan Tomé Pires yang ditulis
antara tahun 1513-1515, Siak merupakan kawasan yang berada
antara Arcat dan Indragiri yang disebutnya sebagai kawasan
pelabuhan raja Minangkabau, [15] kemudian menjadi vasal
Kesultanan Melaka sebelum ditaklukkan oleh Portugal. Sejak
jatuhnya Malaka ke tangan VOC, Kesultanan Johor telah
Masa keemasan
Sultan Siak dan Dewan Menterinya serta Kadi Siak pada tahun 1888
Perdagangan
Gejolak Politik
Struktur pemerintahan
Sebagai bagian dari rantau Minangkabau, sistem
pemerintahan Kesultanan Siak mengikuti model Kerajaan
Pagaruyung. Setelah posisi Sultan, terdapat Dewan Menteri yang
mirip dengan kedudukan Basa Ampek Balai di Pagaruyung. Dewan
Menteri ini memiliki kekuasaan untuk memilih dan mengangkat
Sultan Siak, sama dengan Undang Yang Ampat di Negeri Sembilan.
[49] Dewan Menteri bersama dengan Sultan, menetapkan undang-
Pembagian Administrasi
Menurut Bab Al-Qawa'id[52], kitab hukum kesultanan Siak,
wilayah administrasi kesultanan dibagi ke dalam 10 propinsi, setiap
propinsi dipimpin oleh hakim polisi yang memiliki gelar masing-
masing. Untuk urusan keagamaan, tiap provinsi tersebut ditunjuk
Warisan sejarah
Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan
sebagai nama ibu kota dari Kabupaten Siak, dan Balai Kerapatan
Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta Istana Siak Sri Inderapura
yang dibangun pada tahun 1889, masih tegak berdiri sebagai simbol
kejayaan masa silam, termasuk Tari Zapin Melayu dan Tari Olang-
olang yang pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan
utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak
Sri Inderapura.[50] Begitu juga nama Siak masih merujuk kepada
nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu Sungai Siak
yang bermuara di kawasan timur pulau Sumatra.[65]
Rujukan
1. ^ Supplement-catalogus Der Maleische en Minangkabausche Handschriften in de Leidsche
Universiteits - Bibliotheek, Brill Archive.
2. ^ The Edinburgh Gazetteer, Or Geographical Dictionary, A. Constable and Company,
1822.
3. ^ Lompat ke:
a b c Andaya, L.Y., (1972), Raja Kechil and the Minangkabau conquest of Johor in 1718,
JMBRAS, 45-2.
4. ^ Lompat ke:
a b Barnard, T. P., (2003), Multiple centres of authority: society and environment in Siak
poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile, Malaysian
Branch of the Royal Asiatic Society
6. ^ Lompat ke:
a b c Samin, S. M., (2002), Sultan Syarif Kasim II: pahlawan nasional dari Riau, Yayasan
9. ^ Tod, James (1899). The annals and antiquities of Rajastʾhan: or the central and ...,
Volume 2. Indian Publication Society. hlm. 1010.
10. ^ Iaroslav Lebedynsky. (2006). Les Saces: Les «Scythes» d'Asie, VIIIe siècle av. J.-C. —
IVe siècle apr. J.-C. Editions Errance, Paris. ISBN 2-87772-337-2
11. ^ Suparlan P., (1995), Orang Sakai di Riau: masyarakat terasing dalam masyarakat
Indonesia: kajian mengenai perubahan dan kelestarian kebudayaan Sakai dalam proses
transformasi mereka ke dalam masyarakat Indonesia melalui Proyek Pemulihan
Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing, Departemen Sosial, Republik Indonesia,
Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-215-4.
12. ^ Lamry, M. S., Nor, H. M., (1993), Masyarakat dan Perubahan, Penerbit Universiti
Kebangsaan Malaysia, ISBN 967-942-249-6.
13. ^ http://www.jais.gov.my Iklan Jawatan Kosong Diarsipkan 2011-01-03 di Wayback
Machine.
14. ^ Lompat ke:
a b c d e Luthfi, A., (1991), Hukum dan perubahan struktur kekuasaan: pelaksanaan hukum
University Press.
25. ^ Ryan, N.J., (1969), The making of modern Malaysia and Singapore: a history from
earliest times to 1966, Oxford University Press.
26. ^ Miller, F.P., Vandome, A.F., McBrewster, J., (2010), Johor Sultanate, VDM Verlag Dr.
Mueller e.K., ISBN 6133801638.
27. ^ Abshire, J., (2011), The History of Singapore, ABC-CLIO, ISBN 0-313-37742-1.
28. ^ Lompat ke:
a b c d Reid, A., (2005), Asal mula konflik Aceh: dari perebutan pantai Timur Sumatra
hingga akhir kerajaan Aceh abad ke-19, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-534-X.
29. ^ Lompat ke:
a b Barnard, T.P., Texts, Raja Ismail and Violence: Siak and the Transformation of Malay
Identity in theEighteenth Century, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 3 (Oct.,
2001), pp. 331-342.
30. ^ Penelitian dan pengkajian naskah kuno daerah Jambi, Volume 2, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1989
31. ^ Cribb, R. B., Kahin, A., (2004), Historical dictionary of Indonesia, Scarecrow Press,
ISBN 0-8108-4935-6.
32. ^ Karl Hack, Tobias Rettig, (2006), Colonial armies in Southeast Asia, Routledge, ISBN
0-415-33413-6.
33. ^ Lee Kam Hing, (1986), The Shipping Lists of Dutch Melaka; A Source for the Study of
Coastal trade and Shipping in the Malay peninsula during the 17th and 18th centuries, in:
Mohd. Yusoff Hashim et al., Kapal dan Harta Karam; Ships and Sunken Treasure, pp.
53-76, Kuala Lumpur: Muzium Malaysia.
34. ^ The London general gazetteer, or Geographical dictionary: containing a description of
the various countries, kingdoms, states, cities, towns, &c. of the known world, W. Baynes
& Son, 1825.
35. ^ Ali Haji bin Raja Haji Ahmad, (1997), Tuhfat al-Nafis, Fajar Bakti.
36. ^ VOC 3470, Secret Letters from Malacca to Batavia for 1775, f. 339-34.
37. ^ History of the Royal Dutch, Vol. 1, Brill Archive.
38. ^ Cook, Bethune, (1819), Sir Thomas Stamford Raffles: Founder of Singapore, 1819 and
some of his friends and contemporaries, London: A.H. Stockwell.
39. ^ Trocki, C. A., (2007), Prince of Pirates: The Temenggongs and the Development of Johor
and Singapore, 1784-1885, NUS Press, ISBN 9971-69-376-3.
Latar belakang
Proses pemindahan
Perkembangan
Pakubuwana III
Pakubuwana IV
Berbeda dengan Pakubuwana III yang agak patuh kepada
VOC, penerus takhta Kesunanan Surakarta berikutnya, yakni Sri
Susuhunan Pakubuwana IV (1788–1820) adalah sosok raja yang
membenci penjajah dan penuh cita-cita serta keberanian. Pada
November 1790, terjadi Peristiwa Pakepung, yakni insiden
pengepungan Keraton Surakarta oleh persekutuan VOC,
Hamengkubuwana I, dan Mangkunegara I. Pengepungan ini terjadi
karena Pakubuwana IV yang berpaham politik Islam dan dekat
dengan kaum santri menyingkirkan para pejabat istana yang tidak
sepaham dengannya. Para pejabat istana yang merasa disingkirkan
kemudian meminta bantuan VOC untuk menghadapi Pakubuwana
IV. VOC akhirnya bersekutu dengan Hamengkubuwana I dan
Mangkunegara I untuk menghadapi Pakubuwana IV. Pada bulan
November 1790 aliansi tersebut mengepung Keraton Surakarta.
Dari dalam istana sendiri, para pejabat senior yang tersisih ikut
menekan Pakubuwana IV agar menyingkirkan para penasehat
politik dan rohaninya. Pakubuwana IV akhirnya terpaksa mengalah
pada tanggal 26 November 1790 dengan menyerahkan para
penasehatnya yang terdiri dari para haji untuk dibuang VOC. Pada
era pemerintahan Pakubuwana IV inilah terjadi perundingan
bersama yang isinya menerangkan bahwa Kesunanan Surakarta dan
Kesultanan Yogyakarta, serta Kadipaten Mangkunegaran (yang
dalam hal ini adalah secara pemerintahan dan bukan secara adat),
Sri Susuhunan Pakubuwana VI, raja Kesunanan Surakarta tahun 1823–1830, salah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia.
Pakubuwana VII
R. Ng. Ranggawarsita, seorang sastrawan dan budayawan masyhur yang menjadi pujangga Kesunanan
Surakarta pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana VII hingga Sri Susuhunan
Pakubuwana IX.
Pakubuwana X
Sri Susuhunan Pakubuwana X, raja terbesar Kesunanan Surakarta dan salah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia, bersama permaisuri GKR. Hemas dan putri, GKR. Pembayun.
Pakubuwana XI
Pemerintahan Pakubuwana XI terjadi pada masa sulit, yaitu
bertepatan dengan meletusnya Perang Dunia II. Ia juga mengalami
pergantian pemerintah penjajahan dari tangan Belanda kepada
Jepang sejak tahun 1942. Pihak pemerintah Pendudukan Jepang
menyebut Kesunanan Surakarta dengan nama Solo-Kōchi/Kōti, dan
Pakubuwana XI diakui serta diberi kedudukan sebagai Solo-Kō. Ia
kemudian digantikan oleh putra termudanya yang bergelar Sri
Susuhunan Pakubuwana XII.
Sri Susuhunan Pakubuwana XII menerima kunjungan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Mohammad Hatta beserta para pejabat pemerintah Republik Indonesia di Keraton Surakarta, tahun
1946.
Sri Susuhunan Pakubuwana XII menjenguk tentara yang terluka di tahun 1949.
Pakubuwana XIII
Kompleks Candi Prambanan sekitar tahun 1900-1938. Percandian tersebut berada tepat di perbatasan
wilayah Kesunanan Surakarta (Kabupaten Klaten) dan Kesultanan Yogyakarta (Kabupaten Sleman).
Peta Karesidenan Surakarta yang terdiri dari gabungan dari wilayah Kesunanan Surakarta dan
Kadipaten Mangkunegaran (tanpa daerah enklave), pada tahun 1920.
Awal Akhir
Nama Jangka Hidup Meme Meme Keluarga Gambar
rintah rintah
• Amangkurat
Pakubuwana II
18 Desember IV, ayah
atau Sunan
1711 – 20 • Ratu
Kumbul atau 1745 1749
Desember 1749 Amangkurat
Raden Mas
(umur 38) (GKR.
Prabasuyasa
Kencana), ibu
• Pakubuwana II,
Pakubuwana III 17 Februari 1732 ayah
atau Raden Mas – 26 September 1749 1788
Suryadi 1788 (umur 56) • GKR. Hemas,
ibu
Pakubuwana IV
2 September • Pakubuwana
atau Sunan
1768 – 2 III, ayah
Bagus, Sinuhun 1788 1820
Oktober 1820 • GKR.
Wali atau Raden
(umur 52) Kencana, ibu
Mas Subadya
Pakubuwana VI • Pakubuwana V,
atau Sinuhun 26 April 1807 – ayah
Bangun Tapa 2 Juni 1849 1823 1830 • KRAy.
atau Raden Mas (umur 42) Sasrakusuma,
Sapardan ibu
• Pakubuwana
Pakubuwana 20 April 1789 – IV, ayah
VIII atau Raden 28 Desember 1858 1861
Mas Kuseini 1861 (umur 72) • KRAy.
Rantansari, ibu
Pakubuwana IX
atau Sinuhun • Pakubuwana
22 Desember
Bangun VI, ayah
1830 – 16 Maret 1861 1893
Kedhaton atau • GKR. Ageng,
1893 (umur 62)
Raden Mas ibu
Duksina
Pakubuwana X
atau Sinuhun • Pakubuwana
Ingkang IX, ayah
29 November
Minulya saha • KRAy.
1866 – 20
Ingkang 1893 1939 Kustiyah
Februari 1939
Wicaksana atau (GKR.
(umur 72)
Raden Mas Pakubuwana),
Sayyidin ibu
Malikul Kusna
• Pakubuwana X,
Pakubawana XI 1 Februari 1886 ayah
atau Raden Mas – 1 Juni 1945 1939 1945 • KRAy.
Ontoseno (umur 59) Mandayaretna,
ibu
• Pakubuwana
Pakubawana
masih XII, ayah
XIII atau Raden 28 Juni 1948
2004 menja • KRAy.
Mas Suryo (umur 74)
bat Pradapaningru
Partono
m, ibu
Galeri
Sri Susuhunan Pakubuwana X bersama Raja Rama V dari Siam (sekarang Thailand) di Keraton
Surakarta, tahun 1901.
Sri Susuhunan Pakubuwana XI dan Adipati Mangkunegara VII menghadiri acara peresmian sebuah
HBS di Surakarta, tahun 1940.
Suasana Grebeg Mulud di Keraton Surakarta dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi
Muhammad, tahun 2015.
Referensi
1. ^ Ldr. Sri Katon Pl. Br. - Gamelan Kraton Kasunanan Surakarta
2. ^ Prasadana, Muhammad Anggie Farizqi; Gunawan, Hendri (2019-06-17).
"KERUNTUHAN BIROKRASI TRADISIONAL DI KASUNANAN SURAKARTA".
Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya. 2 (2): 187–200. doi:10.33652/handep.v2i2.36.
ISSN 2684-7256.
3. ^ "Perjanjian Giyanti Membelah Mataram".
10. ^ KGPH. Puger: Kyai Sala dan Ki Gede Sala adalah Dua Tokoh Berbeda Youtube.com
11. ^ Lompat ke:
a b c Sarmino, Husain Haikal (2001). "Segi Kultural relijius Perpindahan Keraton Kartasura
17. ^ Selanjutnya pada tanggal 19 Agustus 1945 di dalam rapat PPKI diputuskan bahwa
wilayah Republik Indonesia dibagi atas sembilan provinsi dan dua daerah istimewa, yaitu
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Daerah Istimewa Surakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pendapat tersebut
bertentangan dengan Putusan PPKI sebagaimana terdapat dalam buku Risalah Sidang
BPUPKI dan PPKI yang diterbitkan oleh sekretariat negara baik edisi II (1993) maupun III
(1995)
18. ^ sebagai Kepala Daerah Istimewa Surakarta yang setingkat jabatan Gubernur dengan
posisi berada langsung di bawah Pemerintah Pusat. Pendapat tersebut bertentangan
dengan UU 22/1948 mengenai pemerintahan daerah dan fakta-fakta sejarah di mana R.P.
Suroso ditempatkan sebagai Komisaris Tinggi Indonesia untuk Kesunanan dan
Mangkunegaran. Lihat buku A.H. Nasution Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia dan
Sudarisman Purwokusumo Daerah Istimewa Yogyakarta
19. ^ Lompat ke:
a b c Ranika Rosiana, Belda (2013). "Terbentuknya Birokrasi Modern di Surakarta tahun
1945-1950" (PDF). Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
20. ^ Silakan lihat buku: Julinar Said, M.P.B. Manus, P. Suryo Haryomo, Sumardi, dkk. (1997)
Tokoh-Tokoh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta:
Indonesia
22. ^ Putri Musaparsih, Cahya (2005). "Strategi Komite Nasional Indonesia Daerah Surakarta
(KNIDS) dalam mengambil alih Swapraja, 1945-1946" (PDF). Skripsi. Jurusan Ilmu
Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
23. ^ Silakan lihat buku: Nasution, Abdul Haris. (1996) Sekitar Perang Kemerdekaan
Indonesia: perang gerilya semesta ii. Jilid 10 Cet 8. Bandung: Disjarah Angkatan Darat
dan Penerbit Angkasa; dan Soedarisman Poerwokoesoemo. (1984) Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
24. ^ Lompat ke:
a b c Silakan lihat buku: Bram Setiadi, D.S. Trihandayani, Qomarul Hadi (2001) Raja di
Alam Republik: Keraton Kesunanan Surakarta dan Paku Buwono XII. Jakarta: Bina Rena
Pariwara.
25. ^ I Gede Putu Wiranegara: PAKU BUWONO XII - Berjuang Untuk Sebuah Eksistensi
26. ^ Abdurrahman Wahid: Keraton dan Perjalanan Budayanya. Diarsipkan 2020-07-14 di
Wayback Machine. Dari situs Santri Gus Dur - Komunitas Pemikiran Gusdur.
27. ^ Akhirnya, Keraton Surakarta Rekonsiliasi. Kompas.com
28. ^ Prosesi Jumenengan di Tengah Konflik Panjang Keraton Kasunanan Solo. Diarsipkan
2014-09-08 di Wayback Machine. Jpnn.com
29. ^ Dilema Lembaga Dewan Adat Solopos.com
30. ^ Brimob dan TNI Amankan Keraton Solo Tribun Solo
31. ^ Sekat Seng Keraton Dibongkar Media Indonesia
32. ^ Peringatan Naik Takhta Raja Solo CNN Indonesia
33. ^ Kronologi Pertemuan LDA dengan Sinuhun PB XIII, yang berbuah DAMAI! Solo Times
34. ^ Momen Langka Pertemuan Paku Buwono XIII dengan Gusti Moeng, Siap Lestarikan
Keraton Surakartaa Tribun Network
35. ^ Sosok Dibalik Perdamaian di Keraton Solo, Raja Paku Buwono XIII Menangis Haru
Kedaulatan Rakyat
36. ^ GIBRAN Undang 2 Kubu Keraton di Loji Gandrung usai Berdamai Solo Times
37. ^ Dua Kubu Keraton Solo Sepakat Bersatu di Era Gibran, Langkah Selanjutnya Apa? Solo
Times
38. ^ Lompat ke:
a b c d e f g Silakan lihat buku: Dwi Ratna Nurhajarini, Restu Gunawan, Tugas Triwahyono
(1999) Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Sejarah Pembentukan
Setelah ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari
1755) antara Pangeran Mangkubumi dan VOC di bawah Gubernur-
Jendral Jacob Mossel, maka Kerajaan Mataram dibagi dua. pendiri
Kesultanan Yogyakarta yakni Pangeran Mangkubumi resmi
diangkat sebagai Sultan bergelar Hamengkubuwana I dan berkuasa
atas setengah daerah Kerajaan Mataram. Sementara itu Susuhunan
Pakubuwana III tetap berkuasa atas setengah daerah lainnya dengan
nama baru Kesunanan Surakarta dan daerah pesisir tetap dikuasai
VOC. Usaha-usaha untuk meredam peperangan yang terjadi di Jawa
saat itu berakhir dengan perjanjian damai, yang kemudian dikenal
oleh rakyat Jawa sebagai bentuk Palihan Nagari (pembagian
negara), atau dikenal juga sebagai Perang Takhta Jawa Ketiga.
Masa awal
Setelah wujud keraton mulai terbentuk pada tanggal 7
Oktober 1756, Sultan Hamengkubuwana I beserta pengikutnya
segera melakukan boyong kedhaton atau melakukan perpindahan
dari Pesanggrahan Ambarketawang Gamping menuju ke keraton
yang baru. Saat itu, Sultan menggunakan Gedhong Sedhahan
sebagai tempat untuk memerintah, mengingat keraton belum
sepenuhnya selesai. Di masa awal pemerintahannya, Sultan
menerbitkan peraturan politik yang harus dipatuhi oleh Belanda.
Empat peraturan tersebut antara lain:
Periode 1811-1813
Tahun 1811, Prancis yang saat itu menguasai Belanda
melakukan perjanjian dengan Inggris untuk menyerahkan wilayah
Hindia Belanda kepada Inggris, termasuk Yogyakarta. Momentum
masuknya Inggris ke Yogyakarta dimanfaatkan oleh Sultan
Hamengkubuwana II untuk kembali bertahta. Ia menurunkan
anaknya kembali menjadi Adipati Anom, kemudian memecat dan
menghukum patih Danureja II yang dekat dengan Belanda.
Periode 1823-1830
Hamengkubuwana IV digantikan oleh anaknya, Gusti Raden
Mas Gatot Menol yang saat itu masih berusia tiga tahun dengan
gelar Sultan Hamengkubuwana V. Sama seperti ayahnya yang
Periode 1855-1867
Sultan Hamengkubuwana V wafat pada tahun 1855 karena
ditikam oleh selirnya sendiri, yakni Kangjeng Mas Hemawati.
Periode 1867-1921
Yogyakarta dilanda gempa besar pada 10 Juni 1867 yang
membuat beberapa bagian di keraton dan aset keraton rusak berat,
termasuk Tugu Golong Gilig yang telah ada sejak masa
Hamengkubuwana I. Sepuluh tahun kemudian tepatnya pada
tanggal 20 Juli 1877, Hamengkubuwana VI wafat dan tahta malah
diberikan oleh anaknya yang sebelumnya telah diangkat menjadi
Pangeran Adipati Anom, yakni Gusti Raden Mas Murtejo.
Pengangkatan Murtejo ditentang oleh permaisuri Sultan
Hamengkubuwana V yang awalnya dijanjikan tahta untuk anaknya,
Periode 1921-1945
Pada penghujung kekuasaan Sultan Hamengkubuwana VII,
ia memutuskan untuk lereh keprabon (turun tahta) menjadi raja.
Periode 1946-1950
Pada periode ini, terjadi pengintegrasian wilayah ke dalam
Republik Indonesia. wilayah Kesultanan Yogyakarta meliputi
daerah-daerah sebagai berikut:
Penduduk
Koridor di depan Gedhong Jene dan Gedhong Purwaretna. Dari bangunan yang disebut terakhir ini
Sultan mengendalikan seluruh kerajaan
Gerbang Danapratapa, Keraton Yogyakarta, antara seni, filsafat, kosmologi, kebiasaan umum (adat
istiadat), sistem kepercayaan, pandangan hidup, dan pendidikan yang tak terpisahkan dalam
kebudayaan Jawa.
Keraton Yogyakarta
Sabdaraja
Pada tanggal 30 April 2015, Sri Sultan Hamengkubuwana X
mengeluarkan sabdaraja pertama kalinya yang berisikan lima poin
sebagai berikut.[22][23][24]
Halaman 650 dari 883
• Perubahan gelar. Buwono (Buwana) diubah menjadi Bawono
(Bawana).
• Gelar Khalifatullah dihapuskan, serta penambahan frasa
Suryaning Mataram.
• Kaping sadasa diubah menjadi Kasepuluh.
• Pengubahan perjanjian antara Ki Ageng Giring dengan
pendiri Mataram, Ki Ageng Pamanahan.
• Keris Kyai Kopek disempurnakan menjadi Keris Kyai Jaka
Piturun.[25]
Gelar baru Sultan setelah sabdaraja, yaitu: Ngarsa Dalem
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku
Buwono Senopati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama
Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta
Hadiningrat menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono ingkang Jumeneng
Kasepuluh Suryaning Mataram Senopati-ing-Ngalaga Langgeng
ing Bawana Langgeng, Langgeng ing Tata Panatagama. [26][27]
Dhawuhraja
Pada tanggal 5 Mei 2015, Sultan mengeluarkan dhawuhraja
kedua kalinya yang berisikan salah satu putri pertamanya, GKR
Pembayun diangkat menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu
Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram
Ngudar sabda
Pada tanggal 31 Desember 2015, Sri Sultan
Hamengkubuwana X mengeluarkan ngudar sabda sebagai berikut :
Hamengkubuwana I 6 Agustus
• Amangkurat IV,
atau Pangeran 1717 – 4 ayah
Mangkubumi atau Maret 1755 1792
Bendara Raden Mas 1792 • Mas Ayu
Sujono (umur 74) Tejawati, ibu
7 Maret • Hamengkubuwa
Hamengkubuwana II 1750 – 3 na I, ayah
atau Sultan Sepuh atau Januari 1792 1810 • Gusti Kanjeng
Gusti Raden Mas 1828 Ratu Kadipaten,
Sundoro (umur 77) ibu
3 April • Hamengkubuwa
Hamengkubuwana IV na III, ayah
1804 – 6
atau Sinuhun Seda Desember 1814 1822 • Gusti Kanjeng
Besiyar atau Gusti 1823 Ratu Kencana,
Raden Mas Ibnu Jarot (umur 19) ibu
• Hamengkubuwa
24 Januari
Hamengkubuwana V 1820 – 5 na IV, ayah
atau Gusti Raden Mas Juni 1855 1822 1826 • GRM Timur
atau Gathot Menol Muhammad,
(umur 35)
anak
Hamengkubuwana VI 10
atau Sinuhun Agustus
Hamengkubuwana
Mangkubumi atau 1821 – 20 1855 1877
V, abang
Gusti Raden Mas Juli 1877
Mustojo (umur 55)
3 Maret
• Hamengkubuwa
Hamengkubuwana VIII 1880 – 22 na VII, ayah
atau Gusti Raden Mas Oktober 1921 1939
Sujadi 1939 • Gusti Kanjeng
(umur 59) Ratu Hemas, ibu
• Hamengkubuwa
na IX, ayah
Hamengkubawana X 2 April
masih • Kanjeng Raden
atau Bendara Raden 1946 1988
menjabat Ayu
Mas Herjuno Darpito (umur 76)
Windyaningrum,
ibu
•
• Peta tahun 1945
• 1945, 15 Juli, Danurejo VIII diberhetikan karena pensiun. 1
Agustus, Restorasi HB IX. 5 September, Kesultanan
Yogyakarta berintegrasi dengan Indonesia. 30 Oktober, HB
IX dan PA VIII menyerahkan kekuasaan legeslatif kepada
BP KNID Yogyakarta.
4. ^ Lompat ke:
a b https://www.youtube.com/watch?v=S44ZanoM2AQ
5. ^ Lompat ke:
a b https://www.youtube.com/watch?v=PATAABljz2E
Dinamika Suksesi Raja-Raja Jawa dan Politik Wacana "Raja Perempuan"". Indonesian
Historical Studies. 3 (1): 47. doi:10.14710/ihis.v3i1.4850. ISSN 2579-4213.
9. ^ Carey 2022.
10. ^ Lompat ke:
a b Biografi singkat HB V Diarsipkan 2020-08-07 di Wayback Machine.. Website resmi
29/01/2023
12. ^ Sejarah Kotabaru
13. ^ Biografi singkat HB VII Diarsipkan 2020-08-07 di Wayback Machine.. kratonjogja.id.
2019. Diakses tanggal 29/01/2023
14. ^ HB VII - Genealogy
15. ^ Biografi singkat HB VIII Diarsipkan 2020-08-07 di Wayback Machine.. kratonjogja.id.
2019. Diakses tanggal 18/07/2019
16. ^ Roem et al. 2011, hlm. 37; Suyono & Parera 2015, hlm. 63.
17. ^ Joyokusumo, 2007
18. ^ Soedarisman P, 1984
19. ^ Mulanya terdapat dua pepatih yaitu Pepatih Lebet dan Pepatih Jawi. Dalam
perkembangannya Pepatih Lebet dihapuskan dan Pepatih Jawi disebut sebagai Pepatih
Dalem.
20. ^ Prajurit Kraton Yogyakarta: Filosofi dan Nilai Budaya yang Terkandung di Dalamnya
Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta
21. ^ Kusuma, Wijaya (6 Maret 2015). Wadrianto, Glori K., ed. "Raja Jogja Mendadak
Keluarkan Sabdatama". Kompas.com. Kompas.com. Diakses tanggal 6 Maret 2015.
22. ^ Wibisono, Gunawan. "Raja Yogyakarta Keluarkan Sabda, Ini Komentar JK".
Okezone.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-18. Diakses tanggal 2015-05-05.
23. ^ [http://jogja.tribunnews.com/2015/05/02/keluarkan-sabdaraja-nama-sri-sultan-hb-x-akan-
berubah#
Yogyakarta: Deepublish
2. ^ Lompat ke:
a b Ekajati, Edi Suherdi. 2005. Polemik naskah Pangeran Wangsakerta. Bandung: Pustaka
Jaya
3. ^ Lompat ke:
a b Lubis, Nina. 2000. Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat. Bandung : Alqaprint
Jatinangor.
4. ^ Lompat ke:
a b c de Graaf, Hermanus Johannes. 1987. Runtuhnya istana Mataram. Bogor : Grafiti Pers
5. ^ Lompat ke:
a b c d e f g h i Deviani, Firlianna Tiya. 2016. Perjanjian 7 Januari 1681 Dan Implikasinya
Terhadap Kehidupan Sosial Politik Ekonomi di Kerajaan Cirebon (1681 M - 1755 M).
Cirebon : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati
6. ^ Sunardjo, R. H. Unang . 1996. Selayang Pandang Sejarah Masa Kejayaan Kerajaan
Cirebon : kajian dari aspek politik dan pemerintahan. Cirebon : Yayasan Keraton
Kasepuhan Cirebon
7. ^ Mansyur, Khatib. 2001. Perjuangan rakyat Banten menuju provinsi : catatan kesaksian
seorang wartawan. Serang : Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Provinsi Banten
8. ^ Suparman, Sulasman, Dadan Firdaus. 2017. Tawarikh : Political Dynamics in Cirebon
from the 17th to 19th Century. Bandung : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung
Jati
9. ^ Lompat ke:
a b c d Tim Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1982. Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta:
Batavia Landsdrukkerij
18. ^ Lompat ke:
a b Chambert-Loir, Henri. Hasan Muarif Ambary. 1999. Panggung sejarah: persembahan
Kesultanan Riau-Lingga
(Melayu)
( کسلطانن رياوليڠݢJawi)
Sultanaat van Riau en Lingga (Belanda)
Pendirian
Pada awalnya, Kesultanan Lingga adalah bagian dari
Kesultanan Melaka yang kemudian diteruskan oleh Kesultanan
Johor Riau. Pada tahun 1811, Sultan Mahmud Syah III yang
berkuasa di Kesultanan Johor Riau wafat sehingga terjadi
perselisihan dalam penentuan pewaris. Akhirnya pihak Britania
Raya dan Hindia Belanda turut campur dalam menentukan pewaris
Kesultanan Johor Riau. Pihak Britania Raya mendukung putra
tertua dari Sultan Mahmud Syah III yaitu Tengku Hussain.
Sebaliknya, Hindia Belanda mendukung adik tiri dari Tengku
Hussain, yaitu Abdul Rahman. Penyelesaian pewaris Kesultanan
ditentukan dalam Traktat London yang diadakan pada tahun 1824.
Keputusannya adalah membagi Kesultanan Johor Riau menjadi dua
Kesultanan, yaitu Kesultanan Johor dan Kesultanan Lingga.
Kesultanan Johor berada dalam pengaruh Britania Raya, sedangkan
Kesultanan Lingga berada dalam pengaruh Hindia Belanda. Abdul
Rahman kemudian ditetapkan sebagai sultan pertama dari
Kesultanan Lingga dengan gelar Muazzam Syah.[2]
Pemerintahan
Pemerintahan di Kesultanan Lingga dibagi antara sultan,
yang dipertuan muda, dan ulama. Sultan memerintah dalam bidang
militer, politik, ekonomi, dan perdagangan. Pusat pemerintahannya
berada di Pulau Lingga. Sultan yang dipilih berasal dari para
Politik
Politik dalam negeri Kesultanan Lingga cukup stabil.
Pembagian kekuasaan antara Suku Bugis dan Suku Melayu dapat
terkendali.[5] Sebaliknya, Kesultanan Lingga berada di wilayah
dengan perpolitikan luar negeri yang rumit dan tidak stabil.
Kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya sering melakukan
persaingan antarkekuasaan. Selain itu, pejabat pemerintahan dari
Kesultanan Lingga juga sering berselisih. Kondisi politik semakin
rumit setelah kedatangan Portugal, Hindia Belanda, Britania Raya
dan Jepang. Wilayah-wilayah di Kepulauan Riau, Semenanjung
Melayu, dan pesisir timur Pulau Sumatra tidak dapat sepenuhnya
dikendalikan.[6]
Kebudayaan
Kesultanan Lingga telah mengembangkan tradisi tulis
menulis untuk kepentingan ilmu pengetahuan dalam bidang sastra
dan keagamaan. Naskah-naskah ditulis menggunakan Abjad Jawi /
huruf pégon.[10] Kesultanan Riau Lingga membuat kamus Bahasa
Melayu dan menjadikannya sebagai sebuah bahasa standar.[11]
Sultan-Sultan
Sultan Abdurrahman (1819-1832)
Sultan Abdurrahaman adalah sultan pertama dari Kesultanan
Lingga. Ia adalah putra dari Sultan Mahmud Syah III yang berkuasa
di Kesultanan Johor Riau. Setelah ayahnya wafat, kesultanannya
dibagi menjadi dua, yaitu Kesultanan Johor Singapura dan
Kesultanan Lingga. Pembagian wilayahnya ditentukan oleh Britania
Raya dan Hindia Belanda dalam Traktat London yang ditetapkan
pada tahun 1824. Wilayah Kesultanan Johor Singapura mencakup
Johor, Singapura, Pahang, dan Terengganu. Sedangkan wilayah
Kesultanan Lingga mencakup Pulau Lingga, Pulau Singkep dan
Riau.[16]
Peninggalan
Masjid Raya Pulau Penyengat
Masjid Raya Pulau Penyengat didirikan di Pulau Penyengat.
Pada masa Kesultanan Lingga, masjid ini digunakan sebagai pusat
administrasi kesultanan. Di dalam masjid terdapat banyak naskah
kuno berupa Al-Qur'an hasil tulisan tangan.[20]
Mushaf Al-Qur'an
Mushaf Al-Qur'an Kesultanan Lingga ditemukan di Masjid
Raya Pulau Penyengat dan di Museum Linggam Cahaya. Sebagian
besar mushaf telah lapuk, tidak utuh dan penulisnya anonim.
Mushaf-mushaf yang utuh dan tidak anonim yaitu mushaf Ali bin
Abdullah al-Bugisi al-Syafi’i (1752 M) dan mushaf Abdul Rahman
Stanbul (1867 M).[21]
Naskah keagamaan
Naskah-naskah keagamaan dari Kesultanan Lingga
ditemukan di Pulau Lingga. Bentuknya terbagi menjadi dua jenis,
yaitu cetakan dan tulis tangan. Pembahasan dari naskah-naskah
Naskah pengobatan
Naskah-naskah pengobatan yang ditemukan menggunakan
Abjad Jawi. Pemilik naskah bernama Raja Malik. Saah satu naskah
berjudul Kitab Obat Sopak. Isinya membahas tentang penggunaan
metode zikir asmaul husna dalam mengobati belang-belang
berwarna putih yang muncul di tangan atau kaki. Selain itu,
ditemukan sebuah naskah yang membahas tentang pengobatan yang
dapat meningkatkan kualitas hubungan suami-istri dalam berumah
tangga. Naskah ini ditulis dalam Bahasa Melayu.[23]
Referensi
Jamal, K., dan Harun, I. (2014). "Inventarisasi naskah Klasik Kerajaan Lingga". Sosial Budaya. 11 (1):
55–69. ISSN 2407-1684.
Rehayati, R., dan Farihah, I. (2017). "Transmisi Islam Moderat oleh Raja Ali Haji di Kesultanan Riau-
Lingga pada Abad Ke-19". Ushuluddin. 25 (2): 172–187. doi:10.24014/jush.v25i2.3890.
ISSN 2407-8247.
Sunandar, Heri (2015). "Aspek Sosio Politis Naskah dan Arkeologi". Al-Fikra. 14 (2): 186–212.
Syahid, Achmad (Desember 2005). "Sufistikasi Kekuasaan pada Kesultanan Riau-Lingga Abad XVIII-
XIX M". Ulumuna. IX (2): 295–312. ISSN 2355-7648.
Tongkat Ali bin Abu Thalib yang dihadiahkan pada Rakeyan Sancang yang berada di Kaum Pusaka
(Yayasan Pusaka Muslimin diketuai Ucep Jamhari) Cinunuk Garut
Keturunan Ki Santang
Dalam wangsit uga siliwangi dikatakan bahwa keturunanya
akan menjadi pengingat mengingatkan saudara kalian dan orang
lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan
semua yang baik hatinya:
Keberadaan di Karawang
Syekh Hasanuddin atau Syekh Mursahadatillah mukim dan
diberi lahan oleh Raja Sunda-Pajajaran yang berada di Pelabuhan
Bunut - Kertayasa ( Kampung Bunut, Kelurahan Karawang Kulon -
Raden Pamanah Rasa Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja, Prabu Siliwangi
2. Nyi Mas Rara Santang atau Syarifah Muda’im ( Yang lahir pada
tahun 1348 Saka atau tahun 1426 Masehi ).
3. Raja Sangara atau Raden Kian Santang ( Yang lahir pada tahun
1350 Saka atau tahun 1428 Masehi ).
Pada tahun tahun 1402 Saka atau tahun 1480 Masehi atau
semasa dengan Wali Songo Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung
Jati Cirebon, membangun sebuah Masjid yang bernama Masjid
Sang Cipta Rasa. Masjid ini dibangun atas kerja sama antara Sunan
Gunung Jati dengan Sunan Kalijaga. Nama masjid ini diambil dari
kata " Sang " yang bermakna keagungan, " Cipta " yang berarti
dibangun, dan " Rasa " yang berarti digunakan. Masjid Agung Sang
Cipta Rasa terletak di sebelah utara Keraton Kasepuhan. Masjid ini
terdiri dari dua ruangan, yaitu beranda dan ruangan utama. Untuk
Laksamana Cheng Ho
Referensi
1. Syehk Quro Karawang Diarsipkan 2015-02-16 di Wayback Machine. Disparbud Prov.
Jabar
2. Biografi Syekh Nurjati Diarsipkan 2015-01-20 di Wayback Machine. IAIN Cirebon
3. Sejarah Makam Syekh Quro Lemah Gandu
4. Biografi Syekh Nurjati H. R. Bambang Irianto, BA dan Dra. Siti Fatimah, M.hum. 2009.
Syekh Nurjati (Syekh Datul Kahfi) perintis Dakwah dan Pendidikan. Cirebon: Zulfana
Cierbon
Menemukan Jodohnya
Setelah Syekh Datuk Kahfi menuntut ilmu di Mekah, Syekh
Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan
mengajarkannya di wilayah Bagdad. Di Bagdad Syekh Nurjati
menikah dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alam putra
dari Jamaluddin Akbar al-Husaini dari Kamboja, yang merupakan
putra dari Ahmad Shah Jalaludin, putra Amir Abdullah Khanudin.
Jadi, Syekh Nurjati menikah dengan saudara secicit.
Silsilah
Di bawah ini merupakan silsilah Syekh Datuk Kahfi yang
bersambung dengan Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath
hingga Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi (Hadramaut, Yaman) dan
seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.
Sebagai Guru
Catatan kaki
1. ^ Lompat ke:
a b c (Indonesia) Biografi Syekh Nurjati "www.iaincirebon.ac.id". Diarsipkan dari versi asli
Referensi
1. Biografi Syekh Nurjati Situs resmi IAIN Nurijati Cirebon
2. para santri dan sejarah cirebon yang terlupakan
Daftar Pustaka
Subagja, Rahmat, Agama Asli Indonesia, Sinar Harapan dan Yayasan loka caraka, jakarta.
Pemerintah Kabupaten Cirebon, Cerita Rakyat Asal-usul Desa di Kabupaten Cirebon, Cet Pertama,
2002
Referensi :
https://www.koransinarpagijuara.com/2020/02/12/napak-tilas-kejayaan-limbangan-sunan-cipancar-
prabu-wijaya-kusumah/
Sambal Cibiuk
Referensi
https://agusagusgun.wordpress.com/2013/12/15/sambel-cibiuk-dan-mitosmakamsyaikhjafarshadiq/
https://agusagusgun.wordpress.com/2013/12/18/sambel-cibiuk-dan-mitos-makam-syaikh-jafar-shadiq-
bag-4/
Masa Pendidikan
Naskah Negara Kretabhumi Sargha III pupuh 77,
menyebutkan bahwa Abdul Jalil sewaktu dewasa pergi menuntut
ilmu ke Persia dan tinggal di Baghdad selama 17 tahun. Ia berguru
kepada seorang Yahudi yang menyamar Islam dan menguasai
berbagai jenis ilmu pengetahuan agama. Menurut cerita tutur di
kalangan penganut tarekat Akmaliyah, orang Syiah Muntadhar itu
bernama Abdul Malik Al-Baghdadi dan kelak menjadi mertua
Syaikh Lemah Abang. Rupanya, selama menuntut ilmu di Baghdad,
Syekh Siti Jenar lebih berminat mendalami ilmu tasawuf sehingga
ia sangat mendalam penguasaannya atas ilmu tersebut. Bahkan
karena kesukaannya pada ilmu tasawuf tersebut, ia berguru pada
Syaikh Ahmad yang menganut aliran Tarekat Akmaliyah yang jalur
Silsilah keluarga
Di bawah ini merupakan silsilah Syekh Siti Jenar yang
bersambung dengan Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath
hingga Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi (Hadramaut, Yaman) dan
seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.
Catatan kaki
1. ^ https://www.suara.com/news/2020/05/16/190626/mengungkap-sosok-syekh-siti-jenar-
yang-sebenarnya-siapa-dia?page=all
2. ^ https://www.suara.com/news/2020/05/16/190626/mengungkap-sosok-syekh-siti-jenar-
yang-sebenarnya-siapa-dia?page=all
3. ^ Syekh Siti Jenar: pergumulan Islam-Jawa, Abdul Munir Mulkhan
4. ^ https://www.nu.or.id/post/read/13217/kearifan-spiritual-syeikh-siti-jenar
5. ^ https://www.nu.or.id/post/read/90605/hanya-permainan-kok-tegang kehidupan hanyalah
permainan - NU online
6. ^ https://symbolic.id/space/p/51587
7. ^ https://id.m.wikipedia.org/wiki/Moksa
8. ^ https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tritunggal
9. ^ https://id.m.wikipedia.org/wiki/Wahdatul_Wujud
10. ^ Kementerian Agama. 2015. Buku Akidah Akhlak Kelas XI. Jakarta:Kementerian Agama
11. ^ https://hidayatuna.com/mengenal-deretan-murid-murid-syekh-siti-jenar
12. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 306.
Referensi
1. ^ "Riwayat Singkat Syekh Abdul Muhyi Pamijahan". Jabar.nu.or.id. Diakses tanggal 5
September 2022.
2. ^ "Kisah Waliyullah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan Bermukim di Gua dan Mengislamkan
Penduduk Desa". Muslim.okezone.com. Diakses tanggal 5 September 2022.
3. ^ "Biografi Syeikh Abdul Muhyi, Sejarah Goa Pamijahan Dan Larangannya". Mak-
alitqon.sch.id. Diakses tanggal 5 September 2022.
4. ^ "Menelisik Pencarian Gua Pamijahan oleh Syeikh Abdul Muhyi di Tasikmalaya".
Ayobandung.com. Diakses tanggal 5 September 2022.
5. ^ "Kisah Karomah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan". Daerah.sindonews.com. Diakses
tanggal 5 September 2022.
6. ^ "Cahaya di Masjidil Haram, Kisah Karomah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan". Laduni.id.
Diakses tanggal 5 September 2022.
7. ^ "Syekh Faqih Ibrahim, Wali Pendiri Pesantren Tertua di Majalengka".
Timesindonesia.co.id. Diakses tanggal 5 September 2022.
Bacaan lanjutan
• Muhammad Wildan Yahya (2007). Menyingkap tabir rahasia spiritual Syekh Abdul Muhyi
(Wali Pamijahan): menapaki jejak para tokoh sufi Nusantara abad XVII-XVIII. Bandung:
Refika Aditama. ISBN 9791073414.
1. Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa
Dinasti Azmatkhan 1), memiliki 2 anak, bernama: Maulana
Moqfaroh dan Syarifah Sarah
Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan
keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Nama asli dari Sunan Drajat
adalah masih munat. Nama sewaktu masih kecil adalah Raden
Qasim. Sunan drajat terkenal juga dengan kegiatan sosialnya.
Dialah wali yang memelopori penyatuan anak-anak yatim dan orang
sakit. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila,
putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak
berdakwah kepada masyarakat umum. Ia menekankan
kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran
masyarakat sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan
Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan,
bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang
macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan
Singomengkok peninggalannya terdapat di Museum Daerah Sunan
Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat pada 1522.
Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah
keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari
Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia
mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama
Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin
Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan
Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana
untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang
suluk. Tembang suluk lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya
dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan
Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana
Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan
Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri.
Referensi
1. ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition.
London: MacMillan. hlm. 9–10. ISBN 0-333-57689-6.
2. ^ Schoppert, P., Damais, S., Java Style, 1997, Didier Millet, Paris, pp. 50, ISBN
962-593-232-1
3. ^ Dahlan, KH. Mohammad. Haul Sunan Ampel Ke-555, Penerbit Yayasan Makam Sunan
Ampel, hlm 1-2, Surabaya, 1979.
4. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 135.
5. ^ Meinsma, J.J., 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing
Tahun 1647. S'Gravenhage.
6. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Depok: Pustaka Iman), 179.
7. ^ Istilah maqam, selain berarti kubur juga dapat berarti tempat menetap atau tempat yang
pernah dikunjungi seorang tokoh; contohnya seperti makam Nabi Ibrahim di Masjidil
Haram.
8. ^ van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''Le Hadhramout et les colonies arabes
dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia.
Silsilah
Keturunan
Isteri pertama adalah Dyah Candrawati alias Nyai Ageng
Manila binti Arya Teja Al-Abbasyi, berputera:
Referensi
• Ahmad asep abdul aziz, Hikayat Banjar terjemahan dalam Bahasa Malaysia oleh Siti Hawa
Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS -
Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
Silsilah
Pernikahan
Syekh Maulana Malik Ibrahim memiliki 3 isteri bernama:
Riwayat Dakwah
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang
yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan
merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya.[2]
Wafat
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat
belajar agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun
1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah
sebagai berikut:
Referensi
1. ^ Bukti ini nampak pada bingkai nisan Maulana Malik Ibrahim, terdapat pahatan ayat suci
Al-Qur’an. Diawali dengan surat al-Baqarah ayat 225 yang lebih popular disebut ayat
kursi, lalu surat Ali Imran ayat 185, Al-Rahman ayat 26-27, dan diakhiri dengan surat At-
Sejarah singkat
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syar fuddin atau Raden
Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran
Islam dikuasai, ia m ngambil tempat di Desa Drajat wilayah
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan
dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali
keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan
Demak selama 36 tahun
Makam Sunan Bonang tetap ramai walau malam hari diziarahi sebagai pengingat
kematian, bahwa kita semua akan mati
Karya Sastra
Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk
atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab
Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga
menggubah tembang Tamba Ati (dari bahasa Jawa, berarti
penyembuh jiwa) yang kini masih sering dinyanyikan orang.
Keilmuan
Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya.
Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW,
kemudian dia kombinasi dengan kesimbangan pernapasan yang
disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ( ) ا ل مyang artinya hanya
Allah SWT yang tahu.
Referensi
1. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 229.
Silsilah
Referensi
1. ^ Nahdliyin, Suara (2019-01-07). "Menelusuri Jati Diri dan Jejak Dakwah Sunan Muria".
Suara Nahdliyin (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-29.
2. ^ Wisata Religi Pulau Mandalika. Ziarah ke makam Sunan Ngudung dan Adipati Patak
Warak., diakses tanggal 2022-04-29
3. ^ Silsilah Sunan Kudus | Habib Luthfi bin Yahya, diakses tanggal 2022-04-29
Daftar pustaka
1. Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, Halaman 305.
2. Ziarah Sunan Muria
Gerbang Makam Sunan Kudus yang masih mempertahankan bentuk Pura, sebagai Strategi Dakwah
untuk merebut hati masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Hindu
Referensi
• Ibrahim, Zahrah. 1986. Sastera Sejarah Interpretasi dan Penilaian. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
• Purwadi dan Enis Niken H. 2007. Dakwah Wali Songo: Penyebaran Islam Berbasis
Kultural di Tanah Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka.
• Said, Nur. 2009. Pendidikan Multikultural Warisan Kanjeng Sunan Kudus. Kudus: CV
Brillian Media Utama.
Silsilah
Terkait asal-usulnya, ada beberapa pendapat yang
berkembang. Pendapat pertama, menyatakan Sunan Kalijaga orang
Jawa asli keturunan Adipati Wengker (Ponorogo) yg juga ayah dari
Aria Wiraraja, Pendapat ini didasarkan pada catatan historis Babad
Tuban dan data keluarga besar keturunan Sunan Kali Jaga.[2]
Kelahiran
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan
nama Santi Kusumo. Dia adalah putra empu Santi badra dan
kakeknya bernama Badranala dan buyutnya bernama Maladresmi
raja lasem yang bergelar Rajasawardana. Nama lain Sunan Kalijaga
antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan
Raden Abdurrahman. Sunan Kalijaga adalah adik dari Dan Mpu
Awang (Santi Puspo / Sayid Abubakar) dan Sunan Kalijaga adalah
anak terkahir dari sepuluh bersaudara.
Wafat
Ketika wafat, ia dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota
Demak (Bintara). Makam ini hingga sekarang masih ramai diziarahi
orang - orang dari seluruh indonesia
Berda'wah
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said
adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di
gudang penyimpanan Hasil Bumi di kerajaannya, merampok orang-
orang yang kaya. Hasil curiannya, dan rampokanya itu akan ia
bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, saat Raden
Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang
bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu jika
dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil
rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi,
Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati
Raden Said bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang
buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan
mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa
Makam Sunan Kalijaga selalu ramai diziarahi 24 jam tak pernah putus seperti Makam Wali Songo
lainnya
Referensi
1. ^ Sawabi., Ihsan, H. (1987/1988 [i.e. 1987]). Laporan penelitian perpustakaan dan
program akademik : studi tentang relevansi koleksi bahan bacaan dengan kebutuhan
mahasiswa dan dosen IAIN induk di Jawa : Perpustakaan IAIN Sunan Kali Jaga,
Yogyakarta. Proyek Penelitian Keagamaan, Departemen Agama R.I., Bagian Proyek Pusat
Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama. OCLC 26929299.
2. ^ "Tiga Versi Asal-Usul Sunan Kalijaga". Dunia Keris. 2021.
Buku
• Soekirno, Ade (1994). Sunan Kalijaga: asal-usul mesjid agung demak: cerita rakyat Jawa
Tengah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. ISBN 9795534629.
• Nasuhi, Hamid (2017). "Shakhṣīyat Sunan Kalijaga fī taqālīd Mataram al-Islāmīyah".
Studia Islamika. Vol. 24 no. 1. Republic of Indonesia: Syarif Hidayatullah State Islamic
University of Jakarta. ISSN 2355-6145.
• Chodjim, Achmad (2013). Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta. ISBN 9789790242920.
• Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London:
MacMillan. p. 10. ISBN 0-333-57689-6.
• Sunyoto, Agus (2014). Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo
Sebagai Fakta Sejarah. 6th edition. Depok: Pustaka IIMaN. ISBN 978-602-8648-09-7
• Sufisme Sunan Kalijaga
Silsilah
Syarif Hidayatullah adalah putra dari Syarif Abdullah
Umdatuddin bin Ali Nurul Alam yang menikah dengan Nyi Mas
Rara Santang putri dari Jayadewata yang bergelar Sri Baduga
Maharaja yang setelah menikah dengan Syarif Abdullah bergelar
Syarifah Mudaim. Ayah Syarif Hidayatullah adalah seorang
penguasa Mesir, putra dari Ali Nurul Alim bin Jamaluddin Akbar al-
Husaini, seorang keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
dan Alwi Ammul Faqih
Pernikahan
Memasuki usia dewasa (sekitar tahun 1470 - 1480) ia
menikahi adik dari Bupati Banten saat itu, Nyai Kawunganten. Dari
pernikahan ini lahirlah Ratu Wulung Ayu dan Maulana Hasanuddin.
Maulana Hasanuddin inilah yang kelak menjadi Raja Banten
pertama.
Kesultanan Cirebon
Pada tahun 1478 diadakan sebuah musyawarah para wali di
Tuban, Jawa Timur untuk mencari pengganti Sunan Ampel sebagai
pimpinan para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah (Sunan
Gunung Jati), sejak saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke
gunung Sembung, kecamatan Gunung Jati, kabupaten Cirebon,
propinsi Jawa Barat. Pusat kegiatan keagamaan ini kemudian
disebut sebagai Puser Bumi (bahasa Indonesia: pusatnya dunia).[6]
Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang
“ Sakakala.
(bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijriah) ”
Pada tanggal 12 Shafar 887 Hijriah atau tepatnya pada
tanggal 2 April 1482 Masehi, akhirnya Syarif Hidayatullah
Kesultanan Demak
Masa ini kurang banyak diteliti para sejarawan hingga tiba
masa pendirian Kesultanan Demak tahun 1487, yang mana
Walisongo memberikan peranan penting dalam sejarah
pendiriannya. Pada masa ini, Syarif Hidayatullah berusia sekitar 37
tahun (kurang lebih sama dengan usia Raden Patah yang baru
Penguasaan Banten
Pada tahun 1522,[21] Maulana Hasanuddin membangun
kompleks istana yang diberi nama keraton Surosowan, pada masa
tersebut dia juga membangun alun-alun, pasar, masjid agung serta
masjid di kawasan Pacitan.[22] Sementara yang menjadi pucuk umum
(penguasa) di Wahanten Pasisir adalah Arya Surajaya (putra dari
Sang Surosowan dan paman dari Maulana Hasanuddin) setelah
meninggalnya Sang Surosowan pada 1519 M. Arya Surajaya
diperkirakan masih memegang pemerintahan Wahanten Pasisir
hingga tahun 1526 M.[23]
Penyatuan Banten
Atas petunjuk ayahnya yaitu Sunan Gunung Jati, Maulana
Hasanuddin kemudian memindahkan pusat pemerintahan Wahanten
Girang ke pesisir di kompleks Surosowan sekaligus membangun
kota pesisir.[28]
Pengaruh Tiongkok
Wafat
Referensi
1. ^ UIN Sunan Gunung Djati Bandung. "Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung". UIN
Sunan Gunung Djati Bandung.
2. ^ Pangeran Raja (PR) Nasiruddin. 1680. Negara Kertabumi. Cirebon: kesultanan Cirebon
3. ^ Pangeran Raja (PR) Aria Cirebon. 1720. Purwaka Caruban Nagari. Cirebon: Kesultanan
Kacirebonan
4. ^ "Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait oleh Sayyid Abdurrohman bin Muhammad
al-Masyhur" (PDF). https://archive.org/. 2016-05-23. Diakses tanggal 2017-04-21. Hapus
pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
5. ^ "Silsilah Sunan Gunung Jati Cirebon / Syarif Hidayatullah dan Keturunannya di Cirebon
& Banten | Ranji Sarkub". Ranji Sarkub. 2015-06-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal
2017-04-29. Diakses tanggal 2017-04-29.
6. ^ Lompat ke:
a b Kurnia, Rohmat. 2009. Tempat dan Peristiwa Sejarah di Jawa Barat. Bandung: Sarana
Pancakarya Nusa
7. ^ Lompat ke:
a b "Kabupaten Cirebon - Sejarah Kabupaten Cirebon". Diarsipkan dari versi asli tanggal
Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, Over 1000 Years of Propsperity and Glory.
Jakarta. Yayasan Cipta Loka Caraka
13. ^ Michrob, Drs Halwani, Drs A. Mudjahid Chudori. 1993. Catatan Masa Lalu Banten.
Serang: Penerbit Saudara
14. ^ Pudjiastuti, Titik. 2007. Perang, Dagang, Persahabatan: Surat-surat Sultan Banten.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
15. ^ Firdaus, Endang. 2009. Cerita Rakyat dari Serang. Jakarta: Grasindo
16. ^ Tim Balitbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. 2007. Kepemimpinan
kiai-jawara: relasi kuasa dalam kepemimpinan tradisional religio-magis di pedesaan
Banten. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia
17. ^ Pusat Studi Sunda. 2006. Mencari gerbang Pakuan dan kajian lainnya mengenai budaya
Sunda. Bandung: Pusat Studi Sunda
18. ^ De Haan, Frederik. 1932. Oud Batavia. Den Haag: Antiquariaat Minerva
19. ^ Heuken, A. 1982. Historical Sites of Jakarta. Jakarta. Yayasan Cipta Loka Caraka
20. ^ Ridyasmara, Rizki. 2008. Mengkritisi Peran Fatahilah di Jakarta. Jakarta: Era Muslim
21. ^ Lompat ke:
a b Pudjiastuti, Titik 2000, 'Sadjarah Banten: suntingan teks dan terjemahan disertai tinjauan
Nasional Sejarah, 1996: Sub tema dinamika sosial ekonomi. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
29. ^ Lubis, Nina Herlina, 2004. Banten dalam pergumulan sejarah: sultan, ulama, jawara.
Jakarta: LP3ES
30. ^ Ruhimat, Mamat, Nana Supriatna, Kosim. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu
(Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah). Bandung: Grafindo Media Pratama
31. ^ Adhyatman, Sumarah. 1981. Antique ceramics found in Indonesia. Jakarta: Himpunan
Keramik Indonesia
32. ^ Taher, Prof. dr. Tarmizi. 2002. Menyegarkan Akidah Tauhid Insani: Mati di Era Klenik.
Jakarta: Gema Insani Press
33. ^ "Kisah Sunan Gunung Jati dan Misteri Hilangnya Istana Pakuan". Sindonews.com.
2015-02-21. Diakses tanggal 2017-03-24.
34. https://umma.id/post/sejarah-walisongo-531568?lang=id
35. Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Sunan Gunung Jati, Menikahi Putri
Kaisar Cina dan Mengislamkan Ribuan Prajurit, https://jabar.tribunnews.com/2017/06/12/
sunan-gunung-jati-menikahi-putri-kaisar-cina-dan-mengislamkan-ribuan-prajurit?page=2
36. https://www.liputan6.com/islami/read/4241800/perjalanan-cinta-putri-ong-tien-dan-
misteri-syair-cinta-sunan-gunung-jati-cirebon