Anda di halaman 1dari 23

“KERATON YOGYAKARTA”

MATA KULIAH
KULIAH KERJA LAPANGAN

DOSEN PENGAMPU M.K :


Ir. Hinijati Widjaja, M.Si
Eko Adhy Setiawan, S.T, M.T

DISUSUN OLEH :
Chalista Nesya (081001600002)
Endryan Dwijaya (081001600004)
Imanuel Zidane (081001600005)
Vincensius Chrisna (08100160011)
Olivia Dais Agustin (081001600014)
Putu Nala Viswa (081001600015)
Rice Nurjannah (081001600016)

JURUSAN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS ARSITEKTUR LANSKAP DAN
TEKNOLOGI LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2019
PEMBAHASAN
 TANGIBLE
- Arsitektur (Bentuk dan Gaya Bangunan)
- Skyline
- Urban Space dan Pola Sirkulasi
- View / Scenery
- Ornamen
- Vegetasi

 INTANGIBLE
- Fungsi Kota
- Nama Tempat dan Bahasa
- Event Social / Tradisi
- Sejarah
- Lifestyle
- Makanan / Kuliner
- Kearifan Lokal
LOKASI DAN LUAS
Letak Keraton Yogyakarta di Jl. Rotowijayan Blok No. 1, Panembahan, Kraton, Kota
Yogyakarta, DI Yogyakarta.

Kraton berbatasan dengan empat kecamatan di Yogya:


Utara  : Kecamatan Ngampilan dan Kecamatan Gondomanan
Timur  : Kecamatan Gondomanan dan Kecamatan Mergangsan
Selatan: Kecamatan Mantrijeron
Barat  : Kecamatan Mantrijeron dan Kecamatan Ngampilan
Keraton Yogyakarta mempunyai luas 1.40 km²

Lokasi kraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang


bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-
iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan
dimakamkan di Imogiri.

Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air,


Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan.
Berikut merupakan peta
dari Kecamatan Keraton
Yogyakarta:
TANGIBLE : Arsitektur
Kawasan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan bangunan cagar budaya yang terdiri
dari serangkaian ruang dan bangunan yang memiliki nama, fungsi, pelingkup serta vegetasi
tertentu. Serangkaian ruang-ruang terbuka di dalam keraton disebut plataran.
Setiap plataran dihubungkan dengan regol atau gerbang yang merupakan pembatas
antara plataran satu dengan yang lainnya.

Bangunan yang berada pada masing-masing plataran terdiri dari dua tipologi yang dikelompokkan
berdasarkan struktur penyangga atap, yaitu:

1. Tipologi pertama adalah bangsal, yaitu 2. Tipologi kedua adalah gedhong yang


bangunan yang memiliki deretan tiang sebagai memiliki struktur penyangga atap berupa bidang
struktur penyangga atap. dinding.
PINTU MASUK POLA KONSENTRIS
KERATON YOGYAKARTA: TATA RUANG DAN
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki 9 buah gerbang/ pintu masuk, yang masing- MAKNA ARSITEKTUR
masing menghubungkan 9 pelataran yang ada di wilayah Keraton. Sembilan gerbang itu sendiri KERATON
melambangkan 9 buah lubang di tubuh manusia. Kalau kita potret seluruh kompleks Keraton Yogyakarta, maka
akan jelas terlihat bahwa semua bagian di dalamnya membentuk
suatu pola/tatanan yang konsentris. Dalam tatanan ini kedudukan
titik pusat sangat dominan, sebagai penjaga kestabilan
keseluruhan tatanan.

Pada keraton-keraton Dinasti Mataram, keberadaan pusat ini

Kesembilan gerbang itu adalah: diwujudkan dalam bentuk Bangsal Purbayeksa/ Prabuyasa, yang

1. Gerbang Pangarukan berfungsi sebagai persemayaman pusat kerajaan dan tempat

2. Gerbang Tarub Hagung tinggal resmi raja. Bangsal ini dikelilingi oleh pelataran

3. Gerbang Brajanala Kedaton, kemudian berturut-turut adalah pelataran Kemagangan,

4. Gerbang Srimanganti Kemandungan, Siti Hinggil, dan Alun-Alun pada lingkup terluar.

5. Gerbang Danapratapa
6. Gerbang Kemagangan
7. Gerbang Gadung Mlati
8. Gerbang Kemandungan
9. Gerbang Plengkung Gading
KOMPLEK BELAKANG
KERATON YOGYAKARTA  Plengkung Nirbaya
Plengkung nirbaya merupakan ujung paling selatan poros utama
dari Keraton dari tempat inilah Sultan Hamengkubuwono ke-1
masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat
pemerintahan dari Kedaton ke Ambarketawang.

Gerbang ini secara tradisi Keraton digunakan sebagai rute keluar

 Alun-Alun Kidul untuk prosesi panjang pemakaman Sultan menuju ke Imogiri.


Dengan alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi
Merupakan alun-alun di bagian kompleks paling Selatan Keraton Yogyakarta yang juga disebut dengan
sultan yang sedang bertahta.
Pangkeran. Pangkalan sendiri berasal dari kata Pangker (bentuk krama) dari kata mburi (belakang).

Alun-alun Kidul dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki 5 gapura, satu buah berada di sisi selatan serta
di sisi timur dan barat masing-masing memiliki dua buah gapura. Di antara gapura utara dan selatan pada sisi
barat terdapat Nggajahan, yaitu sebuah kandang untuk memelihara gajah milik Sultan. Alun-alun Kidul
dikelilingi oleh tanaman pohon mangga, pohon Pakel dan kuini, sedangkan pohon beringin yang terdapat di
alun-alun Kidul hanya terdapat dua pasang. Sepasang berada di tengah alun-alun yang dinamakan dengan
Supit Urang dan sepasang lagi di kanan kiri gapura sisi selatan yang dinamakan dengan Wok. Gapuran sisi
selatan adalah jalan Gading yang menghubungkan dengan Plengkung Nirbaya.
TANGIBLE : Skyline

Makna filosofis yang berlandaskan pada kearifan lokal dan nilai-nilai budaya. Dari aspek
personal hingga kolektif ada maknanya. Misalnya saja soal pakaian. Bagi masyarakat Jawa
Ada makna filosofis kraton yang berdiri di tengah-tengah bentangan dua sungai umumnya, dan Jogja khususunya, pakaian bukan semata soal penutup badan. Bukan hanya soal
melambangkan sifat normatif seorang manusia. Ditarik dari panggung Krapyak bagus. Bukan semata soal fashion, tapi pakaian juga punya makna filosofis. Seperti kata pepatah
di sebelah selatan hingga sampai Tugu di sebelah utara Keraton punya makna itu, "Aji Ning Rogo Soko Busono lan Aji Ning Ati Soko Lathi
yang menggambarkan perjalanan hidup manusia.
Skyline > Konsep Sumbu Konfigurasi ruang  di garis sumbu tersebut dilengkapi dengan elemen ruang baik
bangunan Panggung Krapyak – Keraton Yogyakarta – Tugu. Sumbu tersebut
merupakan gambaran konsep mikrosmos, yaitu alam kehidupan nyata yang menjadi
laku peziarahan manusia. Secara paralel dalam konsep makrokosmos ada garis
imajiner Selatan – Utara, yaitu  Laut Selatan – Gunung Merapi. Secara filosofis dari
Panggung Krapyak ke Keraton dan Tugu memberikan gambaran konsep sangkan
paraning dumadi (dari mana asal  manusia dan arah kemana yang akan dituju).
Gambaran manusia dari embrional, lahir, berproses, berkembang, eksis, dan apda
akhirnya kembali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Apabila dirinci maka Panggung Krapayak  – Keraton merepresentasikan


makna Sangkan Paran yaitu asal muasal manusia untuk berproses menuju
eksistensi. Sedangkan Tugu – Keraton merepresentasikan makna Paraning Dumadi,
yaitu manusia yang eksis berproses untuk menjalankan kehidupannya.

Proses itu untuk  mendapatkan kehidupan dalam Jalan Keutamaan, Jalan


Kesejahteraan, Jalan Kemuliaan, dan mampu membebaskan diri dari berbagai
halangan, godaan, serta nafsu angkara murka. 
TANGIBLE : Urban Space
Urban Space yang terdapat pada Keraton Yogyakarta adalah 7 bagian
yang ada pada keraton tersebut.

Mengapa 7? Ada satu asumsi peninggalan agama Hindu, bahwa angka 7


merupakan angka yang sempurna.

Hal ini juga sesuai dengan prinsip kosmologi Jawa, bahwa dunia terdiri
dari 3 lapisan, yaitu dunia atas, tempat bersemayamnya para dewa dan
supreme being; dunia tengah, tempat manusia; dan dunia bawah, tempat
dimana kekuatan-kekuatan jahat bersemayam. Dunia atas dan bawah masing-
masing terdiri dari 3 bagian, sehingga lapisan dunia ini pun menjadi 7
lapisan.
KAWASAN INTI DI
KERATON YOGYAKARTA:
1 Pagelaran dan Sitihinggil Lor

Pagelaran dan Sitihinggil merupakan plataran pertama yang terletak tepat di sebelah selatan Alun-Alun


Utara. Pagelaran merupakan area paling depan, di mana pada masa lampau berfungsi sebagai tempat
para Abdi Dalem menghadap Sultan ketika upacara-upacara kerajaan. Dalam memimpin upacara
kerajaan, Sultan berada di Sitihinggil. Sitihinggil berasal dari bahasa Jawa “siti” yang artinya tanah atau
area, serta “hinggil” yang artinya tinggi.

Sitihinggil merupakan tanah atau area yang ditinggikan


karena memiliki fungsi filosofis penting sebagai tempat Kamandungan Lor
2
resmi kedudukan Sultan saat miyos dan siniwaka. 
Miyos adalah kondisi dimana Sultan beserta pengiringnya
Kamandungan Lor sering disebut Plataran Keben,
meninggalkan kediamannya sedangkan Siniwaka adalah
karena terdapat beberapa pohon besar bernama
ketika Sultan Lenggah Dampar atau duduk di
pohon keben yang  merupakan plataran kedua
singgasana.
yang hanya terdiri dari beberapa bangunan.
KAWASAN INTI DI
KERATON YOGYAKARTA:

3 Srimanganti

Pada plataran ini, terdapat bangunan utama yang terletak di sisi barat yaitu Bangsal


Srimanganti yang saat ini berfungsi untuk mementaskan kesenian budaya Keraton
Yogyakarta dan digunakan pula sebagai tempat Sultan menjamu tamu. Di sisi
timur Bangsal Srimanganti terdapat Bangsal Trajumas yang pada saat ini digunakan untuk
menyimpan beberapa benda pusaka milik Keraton Yogyakarta.

4 Kedhaton

Kedhaton merupakan plataran utama yang memiliki tataran hirarki tertinggi. 


Kedhaton merupakan pusat dari kawasan Keraton Yogyakarta. Pada area ini terdapat dua
bangunan utama yaitu Bangsal Kencana dan Gedhong Prabayeksa. Kedua bangunan ini
merupakan bangunan yang dianggap paling sakral. 
KAWASAN INTI DI
KERATON YOGYAKARTA:
5 Kemagangan
Pada plataran ini terdapat beberapa bangunan yaitu Bangsal Kemagangan, Panti
Pareden dan Bangsal Pacaosan. Bangsal Kemagangan dahulu berfungsi sebagai tempat
berlatih para Abdi Dalem. Pada saat ini Bangsal Kemagangan digunakan untuk
pementasan wayang kulit maupun beberapa kegiatan lainnya.

Pada sisi barat dan timur terdapat Panti Pareden yang berfungsi sebagai tempat
pembuatan gunungan untuk upacara Garebeg. Sedangkan Bangsal Pacaosan digunakan
sebagai tempat penjagaan (caos) Abdi Dalem untuk menjaga keamanan. Regol yang
menghubungkan Plataran Kemagangan dengan plataran selanjutnya (Kamandungan
Kidul) bernama Regol Gadhung Mlati
KAWASAN INTI DI
KERATON YOGYAKARTA:
6 Kamandungan Kidul

Pada plataran ini terdapat dua bangsal yaitu Bangsal Kamandungan dan Bangsal


Pacaosan. Bangsal Kamandungan merupakan salah satu bangsal tertua yang berada di
kawasan keraton. Bangsal ini diboyong oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dari Desa
Karangnongko, Sragen atau yang dahulu bernama Sukowati. Dahulu bangunan tersebut
merupakan tempat tinggal beliau pada saat perang melawan VOC.

7 Sitihinggil Kidul
Sitihinggil Kidul dahulu berfungsi sebagai tempat raja menyaksikan latihan para prajurit
sebelum upacara Garebeg. Pada tahun 1956 di lokasi tempat Sitihinggil
Kidul dibangun Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai monumen peringatan 200 tahun
berdirinya Keraton Yogyakarta.
TANGIBLE : View & Scenery
Berikut merupakan view dan scenery yang dihasilkan dari Keraton Yogyakarta,
antara lain:
TANGIBLE : Ornamen
Berikut merupakan ornament yang ada pada Keraton Yogyakarta, antara lain:
TANGIBLE : Vegetasi
Berikut merupakan vegetasi yang ada pada Keraton Yogyakarta:

Gambaran dari proses kelahiran manusia hingga beranjak dewasa


dilambangkan dengan ada banyaknya pohon asem (Tamarindus indica) dan
tanjung (Mimusops elengi). Pohon Tanjung yang terbukti cepat membersihkan
udara ini sudah lama ada di Jawa, diperkuat dengan adanya prasasti Siwagrha
(856 M) di halaman timur candi Prambanan. Sementara, di Alun-alun Selatan
terdapat pohon kweni (Mangifera odorata) dan pohon pakel (Mangifera foetida)
yang bermaksud bahwa seorang yang sudah akil baligh (pakel) akan berani Tumbuh-tumbuhan yang terdapat di sekitar Sitihinggil hingga Kamandhungan Kidul adalah:
(wani/kweni). pelem cempora (Mangifera indica), soka (Ixora coccinea), jambu dersana (Eugenia malasensis)
dan kepel (Stelechocarpus burahol).
INTANGIBLE : Sejarah
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana
resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota

KERATON YOGYAKARTA
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan
tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun
1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal
sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan
hingga saat ini. Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku
Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755

Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki visi yaitu “Melestarikan dan


mengembangkan ajaran budaya Kraton Yogyakarta Hadiningrat berdasarkan Al
Qur’an dan Hadist untuk mewujudkan Kraton Yogyakarta agar menjadi pusat
budaya di dunia dan bersinar dari hakikat hamangku, hamengku, dan
hamengkoni agar makmur dalam kehidupan sosial budaya masyarakat”.
Kraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks
keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk
berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi
bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik,
memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta pavilion yang luas.
URUTAN PANGKAT ABDI
INTANGIBLE: Struktur DALEM
KERATON YOGYAKARTA:
Organisasi
LAMBANG
Sayap burung Garuda yang mengepak lebar menggambarkan
keagungan dan kewibawaan keraton (sebagai lembaga
eksekutif) yang tegas, mantap, kuat, total, dinamis, optimis dan
pantang menyerah, dalam membawa kemakmuran/
kesejahteraan Negara-rakyat, sebuah sifat wajib seorang
pemimpin, dan penentram, pelindung.

“Sawiji”: totalitas, konsentrasi tinggi, penuh penjiwaan,


“greged”: dinamis, penuh semangat tanpa kekerasan,
“sengguh”: percaya diri namun rendah hati, optimis, dan “ora
mingkuh”: pantang mundur

Keraton Yogya terletak di sebuah kompleks luas yang terbagi dalam beberapa bagian.
Secara garis besar bangunan Keraton Yogya dapat dibagi menjadi tiga bagian utama
dengan kompleks dan bangunan di dalamnya. Berikut peta garis besar kenampakan
kompleks kraton.
INTANGIBLE
 Tradisi dan Lifestyle :
1. Upacara Sekaten 2. Grebeg Muludan 3. Tumplak Wajik

4. Upacara Labuhan 5. Siraman Pusaka 6. Upacara Saparan

 Nama Tempat : Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat


 Fungsi Kawasan : Kawasan Sejarah & Cagar Budaya
 Bahasa : Bahasa “Bagongan”.  7. Kereta Pusaka 8. Robo Pungkasan 9. Nguras enceh
Bahasa Bagongan cukup berbeda dengan
Bahasa Jawa umumnya
INTANGIBLE : Makanan / Kuliner
INTANGIBLE : Kearifan Lokal
Salah satu kearifan lokal yang ada pada kawasan Keraton Yogyakarta adalah
Blangkonnya yang terlihat sedikit mbendhol (menonjol) di bagian belakangnya,
sementara bagian depannya halus. Tutup kepala ini unik, mengandung filosofi yang
dalam. Blangkon menggambarkan karakter Jawa halus yang tidak suka blak-blakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. “Yogyakarta”, Insight Guides Indonesia, APA City Guide Publishing Company Ltd., 1993, hal. 72-74
2. K.P.H. Brongtodiningrat, The Royal Palace (Karaton) of Yogyakarta: It’s Architecture and It’s Meaning, translated by
R. Murdani Hadiatmaja, Karaton Museum Yogyakarta, 1975
3. “Siti Hinggil”, http://www.gudeg.net
4. “Keraton Yogyakarta”, http://www.keraton.yogya.indo.net.id
5. Suryo S. Negoro, “Karaton Yogyakarta”, http://www.joglosemar.co.id
6. https://dejogjaku.blogspot.com/2016/09/jogja-kota-yang-penuh-makna.html
7. https://destinasiwisatadomestik.blogspot.com/2016/05/kompleks-keraton-jogjakarta.html
8. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/sumbu-filosofis-kota-yogyakarta/
9. https://www.kratonjogja.id/tata-rakiting-wewangunan/4/tata-ruang-dan-bangunan-kawasan-inti-keraton-yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai