SIWA SASANA
Om Swastyastu
KATA PENGANTAR
Di antara sasana–sasana dalam bahasa Jawa Kuno yaitu Vrati Sasana, Rsi Sasana, Stri
Sasana maka agaknya Siwa Sasanalah yang paling tua usianya. Hal ini didasarkan atas
kosa kata dan gaya bahasanya.
Seperti ditunjukan
pandita olehdi
Saiwa. Karena namanya,
dalamnyaSiwa
ada Sasana, maka sasana
menyebutkan bahwa ini adalah
sasana ini untuk
untuk para
pandita
Saiva di Jawa, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa lontar ini ditulis di Jawa.
Kalau diamati ternyatalah bahwa agama Hindu di Indonesia adalah agama Hindu yang
memuja Bhatara Siwa sebagai Tuhan yang tertinggi. Sanghyang Widhi Wasa adalah
sebutan Tuhan yang amat umum. Bhatara Siwa adalah Sanghyang Widhi sendiri.
Bhatara Siwa dipuja oleh umat Hindu Indonesia. Ia dipuja sebagai Trimurti yaitu :
Brahma, Wisnu dan Iswara, sebagai Panca Brahma yaitu: Sadya/Sadyajata, Bamadewa,
Tatpurusa, Aghora dan Isana sebagai Dewata Nawa Sangha yaitu ; Mahesvara, Brahma,
Padma Tiga di Besakih, gedong di pura, kemulan di sanggah adalah tempat memuja
Bhatara Siwa apakah sebagai Tri Murti atau Pitara sebagai wujud Bhatara Siwa. Jelas
bahwa tawur, bagia pulakerti dan sebagainya merupakan banten yang diilhami oleh
konsep Ketuhanan sebagai Dewata Nawa Sangha. Pujapun demikian. Sebagian besar puja
(demikian pula saa) ditunjukan kepada Bhatara Siwa dalam berbagai-bagai
manifestasinya.
Di dalam Siwa Sasana disebutkan adanya “paksa-paksa (sekte)”- Saiwa yaitu Saiwa
Siddhanta, Waisnawa, Pasupata, Lepaka, Canaka, Ratnahara dan Sambhu. Diantara nama
sekte-sekte itu yang masih sampai sekarang ialah Saiwa Siddhanta untuk menamakan
ajaran agama Hindu Indonesia. Bila diamati ternyata lainlah Saiwa Siddhanta Indonesia
dengan Saiwa Siddhanta di India. Saiwa Siddhanta Indonesia merupakan kristalisasi dari
berbagai ajaran agama Hindu khususnya dari kitab-kitab Purana. Sehubungan dengan itu
maka Saiva Indonesia kadang-kadang disebut Saiwa Purana. Siwa Sasana adalah sasana
untuk pandita Saiwa. Karena agama Hindu Indonesia memuja Bhatara Siwa, maka Siwa
Sasana adalah untuk semua sulinggih Hindu Indonesia.
Dalam Siwa Sasana penggunaan kata-kata sadhaka dang upadhyaya sering benar,
kadang-kadang berselang-seling. Semuanya menunjuk pada seseorang yang
melaksanakan hidup
cenderung berarti kerohanian
seorang sebagai
pandita guru. pandita. Acarya dan dang upadhyaya lebih
Disamping itu ada pandita yang disebut dang acarya wrddha pandita, sriguru pata, dang
upadhyaya pita maha, prapita maha, dan bhagawanta yang masing-masing berarti pandita
guru yang agung, guru yang mulia yang senang membaca, kakek guru, kakek yan agung,
dan bhagawan. Perbedaan diantara para pandita tersebut didalam Siwa Sasana tidak
dijelaskan.
Kepada mereka itulah Siwa Sasana ini ditunjukan untuk dilaksanakan dengan tujuan agar
mereka dapat mempertahankan martabatnya sebagai pandita, dan menegakkan
dharmanya. Suatu
seorang acarya uraian
yang dapatyang panjang
dijadikan dalam
guru dan lontar ini ialah
yang harus uraiansebagai
dihindari tentangguru.
syarat-syarat
Syarat-syarat ini amat berat sehingga sukarlah kita mendapatkan acarya seperti itu.
Walaupun demikian syarat-syarat ini mencerminkan acarya yang ideal. Syarat-syarat
acarya yang baik dijadikan guru ialah :
- Berkepribadian baik
- Sastrawan
- Ahli Weda
- Menguasai hawa nafsu
- Ahli bahasa
Acarya krta diksita yaitu acarya yang menjadi gurunya guru ialah acarya keturunan
sadhaka yang memang disiapkan untuk menjadi acarya. Ia juga disebut dang upadhyaya.
Acarya yang demikianlah tempat orang mohon sangaskara (penyucian) dan bhasma (abu
suci).
Dia yang di-sangaskara oleh acarya seperti itu akan :
- Hilang nodanya
- Hilang papanya
Orang harus menghindari acarya yang tidak baik untuk dijadikan guru. Acarya
yang demikian ialah acarya yang :
- Duryasa yaitu bermoral rendah seperti rendah budi, congkak, curang, senang
mabuk, licik, angkara murka, iri hati, senang berbohong, benci berbuat jasa, bermusuh
pada teman, menghina ibu bapaknya, menghina brahmana dan menghina Tuhan. Acarya
yang demikian akan terbentur-bentur kesana kemari karena bodohnya sehingga ia akan
menanggung hukuman para dewa. Akibat dari semua ini, maka acarya yang demikian itu
akan tetap hanyut dalam perbuatan yang melawan dharma sehingga pintu neraka terbuka
lebar-lebar untuknya.
Seorang acarya, walaupun ia sudah termasuk acarya yang baik, tidak baik tergesa-
gesa melaksanakan krta diksa. Ia harus :
- Mengamat-amati akan sifat-sifat baik dan dosa pada dirinya dan berusaha
menjadikan dirinya suci.
- Senang bekerja
- Melangsungkan yadnya
- Memuja Bhatara
- Berkata jujur
- Menepati janji
- Tidak memfitnah.
- Tidak berbohong.
- Tidak menghina.
Ia harus mengucapkan :
- Budiman.
- Tenang.
- Tangguh.
- Senang mengampuni.
- Kasih sayang.
Ia hendaknya tidak:
- Curang.
- Licik.
- Sombong.
- Mabuk.
- Congkak.
- Loba.
- Bingung.
- Keras kepala.
- Iri hati.
- Busuk hati.
- Durhaka.
- Menghina teman.
Ia hendaknya :
- Ikhlas.
- Berbudi baik.
- Hormat.
- Jujur.
Walaupun hal-hal tersebut di atas sudah dipenuhi, maka seseorang dang upadhyaya juga
tidak boleh tergesa-gesa melaksanakan krta diksa terhadap seorang sadhaka. Sadhaka
yang akan diberikan krta diksa perlu diteliti :
- Umurnya.
- Umur istrinya.
Bila sadhaka itu masih keluarga dang upadhyaya itu dapat diberikan krta diksa pada umur
50 tahun, dan bila tidak keluarganya pada umur 60 tahun. Bila umurnya sudah memenuhi
syarat pada waktu itulah ia dapat melaksanakan krta diksita dan yang didiksa boleh
mempergunakan/siwa upakarana yaitu perlengkapan seorang pandita dalam melakukan
pemujaan.
Setiap sisya yang akan didiksa harus dipilih. Tidak boleh sembarang orang
dijadikan sisya. Yang patut dijadikan sisya dan dapat didiksa ialah :
- Sadhu : saleh.
- Sthira : tangguh.
- Dhairya : berani.
- Dharma wista :?
- Wwang prajna wruh mengaji : orang pandai yang tahu mengkaji pengetahuan.
- Wwang susila apageh ring winaya : orang berbudi baik tetap hati pada winaya
- Wwang sthira stiti ring abhipraya: orang yang teguh dengan tujuan
- Wwang dherya dharaka angelaken : orang yang tahan uji menanggung suka
Suka
- Wwang satya bhakti matuhan : orang yang setia bakti kepada junjungan.
Sedangkan yang tidak patut dijadikan sisya dan dapat didiksa ialah :
- Wwang patita walaka: seperti orang yang menyembah orang yang paling rendah
derajatnya, orang yang memikul usungan yang berisi orang, tikar, kasur dan sebagainya.
- Wwang kuci angga: seperti orang cebol, bungkuk, bulai dan sebagainya.
- Wwang maha duhka: seperti orang yang menderita penyakit kusta, gila, ayan,
buta, tuli, bisu, pincang dan sebagainya.
Orang yang sudah didiksa juga tidak boleh didiksa lagi. Bila syarat-syarat tersebut
dilanggar maka baik guru maupun sisya sama-sama akan mendapatkan hukuman.
Hukumannya antara lain nama diksanya harus ditarik lagi dan yang bersangkutan harus
dibuang keluar pulau Jawa. Namun bila syarat-syarat orang menjadi sisya dipenuhi maka
ia dapat didiksa. Dalam pada itu dang acarnya harus selalu melaksanakan kewajibannya
sebagai guru yaitu:
- Mawaraha ring dasasila mwang pancasiksa, guru talpaka lawan trikaya paramartha
: mengajarkan dasasila dan pancasiksa, guru talpaka dan trikaya paramartha.
- Aywa sang guru nistura tumon sisya dina kalaran manmu dukha : janganlah sang
guru tidak menaruh kasih sayang terhadap muridnya yang hina menderita menanggung
duka.
- Aywa lwirtan uninga tumon sisya salah silanya mwang swabhawanya : janganlah
acuh tak acuh melihat tingkah laku dan keadaan muridnya yang salah.
- Aywa gigu mohut ri sisya magawe papakarma angde patitanya : janganlah ragu-
ragu mencegah murid berbuat hina yang menyebabkan jatuhnya.
- Aywagya kumaniscaya percaya ring sila mwang brata ning sisya : janganlah cepat
percaya akan tingkah laku dan bratanya murid.
- Aywa tan parcaya yan kateher byata ning silanya : janganlah tidak percaya bila
tingkah lakunya jernih terus menerus.
- Aywa ninda pracoda : jangan mencela.
- Aywa mucca sisya tan sayang akrama denda dosa : janganlah menyakiti sisya,
tidak sayang pada yang berbuat salah dan dosa.
- Aywa mucca sisya sulaksana : janganlah menyakiti sisya yang bertingkah laku
yang baik.
Siwasasana diakhiri dengan ancaman hukuman keras kepada barangsiapa yang berani
melakukan upawada (cercaan) kepada para sadhaka. Hukuman ini sudah tidak dapat
diterima pada jaman sekarang.
pramuka sira dhangacaryya wirddha pandita, sri guru pata, dhangupadhyaya pita maha,
prapita maha, bhagawantha, nahan Iwir nira kabeh, yatika kapwa kumayatnakna
mrihakmitana sanghyang agama siwa sasana, maka don karaksaning kabhujangganira,
mwang kawinayanira, pagehaning karmmanira, sela nira, mwang kasudharmanira,
nguniweh teguhaning tapa brata nira, ritan hananing wimarga hamanasara sakeng
sanghyang kabhujanggan,
purwwacaryya nahan hetu
wrddha pinandita, ndansanghyang agama
Iwir nira sang siwa sasana
sadhaka dhang winakta
acaryya de sang
sang yogya
pinaka pagurwan, mwang tan yukti pinaka guru, ya ta cinaritan kramanira rumuhun,
nihan lwir nira: sajjanah, wrddha wehaso, sastrajnah, wedaparagah, dharmajjah, sila
sampanah, jitendriyah, drdha bratah.
Nihan lwira sang sadhakanung yogya dhangguru upadhyaya dening loka, acaryya wrddha
pandita, wrddharing wayah tuwi, acaryya prajja sabdikawruh mangaji wala widya mwang
tarkka wyakaranadi, acaryya weda paraga, wruh ringangga pangupangganyaning Sang
hyang catur weda, wruh ring kaswadayan sanghyang sruti smrti, acaryya stiti gumawe
dharma sadhana, sakti ring kagawayaning yasa dana kirtti, acaryya, suddha sila, apageh
manutta
bhoga sadhu acaryya
wisaya, winayan,sudhira
pawitradharaka
sulaksana kuneng,
teguh acaryya
ring tapa brata,jitendriya,
nahan Iwirtyaga
nirakasakta ring
sang sadhu
wenang gawayen dhang upadhaya, nga, dhangacaryya krtta diksita, pinaka guru guru,
panadhahan sangskara mwang bhasma, wenang sadhakanung wenang
dumiksanangaskara sakala janma sadhaka wangsa parampara, kinaryya nimitta wiku,
tumut sadhaka saiwa paksa, sang sadhaka mangkana kramanya, sirata wiku maha pawitra
wenang sira dhangupadhyaya ngaranira, kuneng sang sadhaka sinangguh pangupadhyaya,
pilihana jatinira de sang pudghala, ring sedeng nira hyunira sangskara, hyunira sangskara,
ikangacaryya sapatuduh inghulun juga pilihana. Deledelen salah siki gawayen guru,
sangksepanya, madumpi-dumpilana juga de yaning sisya mangungsi guru, aywanaku
guru tahun sing maha pawitra laksana nira paten guru. Aparan kaphalaning manembah
Laksmi duhka sahasrani sangsara papanasanam paratre naraka, nasti siwa lokam apnuyat.
maha wisesa,dhangupadhyaya
matangnyan wenang umilangaken papaning
wenang sisya, dumehnya
pagurwaning sisya, awaymangkana, ya guru,
bhangbhang ta
nyapan tahan kadurus ngwang dening kadurlaksananing guru, bhangbhang guru,
umungsir guru maminta diniksa dening sadhaka, nga, alpa sastra, dusprajja, kurang
wiweka, nirwicaksana, pisaningun wruha prakr taning aji kdhikkdhik, ngaya durmmeda
wippaaryya, lumud jugul jadha linglung lelengo, mungeng, bingung, kumwa prakrtinya,
yeka sadhaka mudha, nga. Acaryya duryyasa, nga, adharma, crol nicca prakrtinya,
ambeknya mada moha karana durtta murkka madulur katungka, irsya matsara kimbhuru,
marta wada mitya sing wuwusnya, sinahajaring kadusilan, durniti durwinaya, nawimukha
ringayu, melik ring kagawayaning yasa, manasir sakeng agama rasa, ninda ring hyang
lawan ring brahmana, drohiri mitranya, talpaka ring gurunya, masampaying yayah
mwang bibinya, yaapwan hana sira sadhaka kumwa kramanya, yeka sadhaka duryyasa,
banda tan yukti gawayen guru desang pudghala, aparan kari dosaning wiku mudha
duryyasa
tahan kwatan yukti gurwaning
linganta, rat,mpih,
nihan olanya dumiksana ring sakala
katatwanika wwangjanamudha
mahyun
tanwikwa, nyapan
wruh ring
nayopadeya mwang parartha mwang tan wenang rumaksa dharmma, wetning
wiparyyayayynya, matmahan pati purug, mwanganunggawehayu, niyatatmah dosa,
nimittaning manemu dewa dhenda, rapuh ning dewa dhendha, mangdadyaken klesa,
nirartha kahenengan ya wekasan, nahan halaning mudha, kunang halaning duryyasa,
ikang wwang jenek ring adharmma, duma patapa tuwasnya, mamrddhyaken kwehning
klesanya, mwang gongning papanya, amngaken babahaningnaraka loka agyagyan,
mapalaywan arep mukti pancagati sangsara, pisaningu mahlya muliha ring kasugatin,
yata matangnyan sahana nira padha ngacaryya mon mudha duryyasa laksana, nda tan
yukti paten guru de sang pudghala. Sangksepanya duryyasa, basama kelutibeng yama
laya, tahun
pawitra tikang
suddha sadhaka
pandita jugakadi lingku nguni
sembahenta, juga dumiksaha
mwang swikaran peten
kita. guru, ikang wiku nahan
Tlas kojaran sang sadhakanung yogya pagurwana, kuneng getyakna tingkahning krama
sang sadhakan sampun dhangupadhyaya caritan kramanya, yan hana sira dhangacaryya,
sinambgawa gawayen pagurwana, nda haywa ta sira gya lumkas krtta diksita mon turung
nipuna ring kriya mwang turung tasak ri tatwa sanghyang kabhujangan, athawa yan
turunganiscaya ri rasa sanghyang siwagama, away siragya lumkas, apayapan tan dadi
ring dhangupadhyaya, yanagwala mwang amana manaha amuranya kasiwatwan, kuneng
deya nira, prakrtining swa sarira nira waswasen rumuhun, rapwan tan katona ngamung,
ndya deyaning dumela prawrtti. Sugyan kwa linganta. Nihan kramnya mpih delenta
hananing
aryyaken guna dosadosa,
sahaning ring awak, swikaran
jnengakna gonging
sanghyang sarwa guna wehen
kabhujanggan, parisuddha,
inget-ingetan mula madhy
wasananya, kriya sang sadhaka wehen samapta, pahenak byaktaning padarthanya, saha
prayoganya, pahayun kapagehaning karmma mwang sila nira, nguniweh kasadhuning
winaya nira mwang kasudharmma nira, Kuneng sadananing mamagehana riya, hana
sanghyang trikaya paramartha, nga. Gegen sang sadhaka, Iwirnya nihan :
Kayika wacikascewa,
Manasikas tratiyaka,
Trikaya, nga, kaya wwang manah kaya, sarira wak, nga, sabda, mana, nga, ambek, ika ta
katiga pinasangaken manutang dharmma karyya de sang pandita, kapwadine maka
bhummnya subha, karmma, wyaktinya dharma nika yaya sinangguh kayika dharmaning
wak ya sinangguh wacika, dharmaning wak ya sinangguh wacika, Dharmaning manah ya
sinangguh manasika, ika ta kapwa tlas siniddhikara maprawrttya rahayu, maka bumi
dharma sadana, ya kayika wacika manasika, nga. Ri pageh nika katiga, yeka sinangguhan
trikaya paramartha, nga. Iing sang pandita, ndayanung ta karih de sang sadhaka rumegepa
sanghyang trikaya, aparan sadananing manuta ring dharmanya. Nyapan tahan ta linga
sang sadhaka, Om nihan mpih kagegyenira, unyangulaha sang sadhaka mon sampun dang
upadhyaya,
siranggongasarwa kriyodyuta,
pakaryya protsaha
yajna puja, ta sira mangatyabhatara
japa mangarccaneng sakagawayaningkriya, nityaha
satata, lota mangabyasa
sastra mwang amarahana mangaji, magawaya yasa mwang kirtti, byetswagata ring
sadhaka tamuy, nitya saweha dhana sadyana yoga samadhi samahita, lota magawe siwa
smarana nitya kala, nahan ulahanira sang sadhaka dhang upadhyaya, nyang posikaning
sabda pajarakna denira, mujarakna kasthawaning dewa mwang brahmana, nguniweh
kasthawan sang maharddhika wrddha pandita, umucaranakna prakrttaning sastra wakya
amarahana mangaji, mamicara awala widya mwang amiweka atatwa parijnana mwang
agamokta, masari-sartta swabhaya anguccaranakna weda mantra, mwang satya
adenirojar, satya ring utpanna, away angujaraken karnna sula ring para, away
angujaraken wak parusya mwang pisuna mrsawada ring para, ndan away ninda para
nira
gegonsadhaka, nahan
de dhang Iwiraning
upadhyaya buddhi dhang
sadhananing krta upadhyaya, anghing
diksita, sugyan kwa samangkana ta mpih.
linganta nihan juga
Anywa gya juga sira lumkas, nanghera juga sakareng yadyastun huwusa menaka pageh
sila mwang winaya sang sadhaka, nguwineh samaptaha ring kriya nira tuwi, ndan away
juga agya lumkas, ayusya nira herakna, delen wang ning wayah sang sadhaka mwang
wrddhaning wayah nira, sangksepanya, ajwa sang sadhaka lumkas krtta diksita, duga
mwang tuwuh nira, mwang manwam tuwuhning anakbi nira, basama nanmu wighnaninga
lumkas krtta diksita, mon, sira tapwan panitiha ring samangka, kuneng deya niran
pangantya, ya sampun wrddha nggawayawa nira sira lumkas, kuneng ingananing
dawaning yusa nira, mon sadhaka wet bet ning krta diksita, putra potraka pinangkanggeh
nira, yapwan gnep limang puluh tahun, hinganing wayahning tuwuh nira, yogya lumkasa
krtta diksita,
nira yogya kuneng
sira yankrtta
lumkasa tan wasaning krttasang
diksita, away diksita, ahinganaway
ksepanya, nmang puluh
sang tahun
sadhaka tuwuh
lumkas
krtta diksita, mon lagi yowana, mwang lagi yowana ng anakbi nira, away lumkas krtta
diksita mon srti nira turung maren raja swala, yan sampun tlas matuha lakih, lumkas ira
dumiksa, nahan hingananing wala niran lumaksana krtta diksita. Ring huwusning prapta
wayah sang sadhaka, an genep tuhuning tuwuh nira, irika ta sira lumkas krtta diksita,
away sangsaya, parekakna tang pudghala tang sinambhal diksan, manganakna ta sira
diksopacara, magawaya dewa grha, kundha, sthandhila, mamarekakna siwopakarana,
Iwirnya : bhasma, ganitri, guduha, kundhala, wulang hulu, brahma sutra, ambulungun,
pawwahan, camara, argha, tripada sangka, ghanta, jayaghanti, ika ta kabih siwopakarana,
nga, anung drwya sang sandhaka. Tlas masna pweha kabeh, parekakna tang sisya kamna
sangskaran, ndan humera ta mpu sakareng, ikang wwang masna gawayen pudghala,
pilihana rumuhun away bhangbhang sisya, away wawang winikwan, kunengde sang
sandhaka
satya wak,dumele Iwiraningsthira
sadhu silawan, yogyaning yogya
dhairrya, sisya
swami nihan. dharma
bhaktya, Punya janma,
wista, maha prajna,
tapo nodhah.
Nihan Iwiraning wwang pilihen gawayana sisya, wwang suddha janma, maha pawitra
kawanganya, wwang satya wacana tan mrasodita, wwang sujana tuhu-tuhu maharddhika,
wwang prajna wruh mangaji, wwang satwika sadhu maharddhika, wwang susilapageh
ring winaya, wwang athira sthiti ring abhigpraya, wwang dheryya dharaka angelaken
suka duhka, wwang satya bhakti matuhan, nguniweh ring wwang atuha, wwang mahyun
ring kagawayaning dharma karyya, wwang magapeh magawe tapa, nahan Iwir ning
wwang gawayen sisya, yogya diksan. Lwirning tan yogya diksa nihan, yadyan bramangsa
bhasmangkara jati nikang wwang away sinangskara mon tan yogya diksan de sang guru,
ndya Iwirnya, wwang cutaka, wwang patita wacaka, wwang kuci angga, wwang walaka,
wwang
niwedya,maha duhka.
wwang Cutaka
pinaka saji,janma,
wwangnga,
danawwang taluwah,
kalaning sawa, Iwirnya, wwangrahupning
pamaha wwang pinaka
sawa, wwang tadhah rah tadhah wuk, wwang wliyan, winli huripnya kalaning padosan,
wwang binandhana, pinanjara, rinantay, ginantung, pinasar, wwang wurung bela, wurung
tinewek, huwus winaweng pamanggahan smasana, catuspata, wwang malabuh pasir,
malabuh parang, malabuh wwai, malabuh bahni, tapwan mati, wwang kalebu ring sumur,
kalebu ring patahyan, wwang dinyus hulunya ring mutra mwang purisa, wwang sinyukan
wwai ring padhamwaning stri, wwang inmukan kupina mwangken dening adhamajanma,
wwang tembha, inisingan ineyehan kuneng dinulangan purisa eyeh, wwang tembha,
inisingan ineyehan kuneng dinulangan purisa eyeh, mwang tinpak tinampyal dinedel
sirahnya mwang mukanya dening pujut, bondan, kake sangraha kuneng, ika ta kabeh
cutaka janma,
ginunting nga, wwang
romanya manembah
sinuyuran ring adhama
kuneng, wwang janma,ring
manembah mamangan tadhahnya,
cutaka janma, manembah
ring tapodhara, wwang mangasraya ring adharma janma, wwang mamikul dhampa
wimana sedheng hana manunggang, wwang mamikul phalana, padaraksa, padamwan,
kalasa, tilam pramadhani, yeka patita, nga, mwah sahananing wwang sadigawe,
sadigawe, nga, samudaya, mwang dhang acarya wrddha pandita, pinangen sang para
dhang upadhyaya, pitamaha, prapita maha, bhagawanta, deyaning mahon kapwa
malinggieng sabha, amacaha sanghyang siwa dharma mwang sanghyang siwa sasana,
wehen karengwa de sang sadhaka samirha, anung donya ri tan hanani agamana managa
warga karma mangkana, tibana tapidana gurunya mwang sisyanya, deyaning mamigraha
gurunya pasasan de sang sandhaka kabeh, adapana nama de anyandung sangskara
wayakna
nyan ta denamanya walaka
sang prabhu, alapanatundhungen
bwangen kriyanya mwang Siwopakaranya,
umarang huwus
nusantara, aywa pwa
wineh pinucca,
mangan
tya ring bhumi jawa, kumwa deyaning mamucca gurunya, kunang sisyanya bandanen
ring hwi walatung, bwangen de sang prabhu mareng sagara, mawana plawa, prapta
pwayeng lod pokanata griwanya pasahaken mwang lawayanya, angganya mwang
sirsanya, tibaken telenging payonidhi, ndah mangkana ta dosaning dwanitinamana
diksita, tan rinakwa pamangguhnya papa duhka, hinganyan lalu tuwasning sadhaka paksa
nipuna, teher sara ngukir, ati tan pweka, kuneng Iwira sang tuhu nipuna sadhu pajarakna
ri tlasnira madumpi-dumpilan, wwang yogya sinambha sisya, nda aywa tampu sangsaya
ri kalekasa nigawayaning diksa widhi, parekaknang pudgala, lumarisa diksana sakweh
kdhiknya, bahu sisya kuneng kita, nda aywa ta mpu wismrti ring dharmaning sadhaka
pinaka guru tutanangkwa nyapan tahan kwa linganta, nihan mpih deya sang sadhaka
guru, majarana dharmaning sisya mwang pudghala, maweha kriya, mohuta ring sisya
nguccaratanacara,
karya paramartha, mawaraha ring
mangajarana dasa sila mwang
kalingacara mwangpanca
karmmasiksa,
silaguru talpaka
winaya ringlawan
sisya, tri
mahutang apakrama ring agamanyu, swikane pageh deyanya gumego sanghyang siwa
brata, patehen, karmanya, aywa wimarga sake kabhujanggannya, kumwa deya nira
amarah-maraha ring sisya, mwang buddhya sang guru ring sisya, aywa krodha, aywa
lobha, aywa parusya, aywa irsya, aywa drohi ri sisya, krodha, nga, abhimana mwang
galak, masenghi ta tumon sisya, lobha, nga, mahyun mamunpuna wastu drwyaning sisya,
parusya, nga capala tangan, nga,mamalu, mamrep, manampyal ring sisya, capala wuwus,
nga, mangajaraken karnna sula sapata pisuna ri sisya, irsya, denggya, matsarya,
kimbhuru, bwat iryan ring sisya, drohi, nga, mangupaya halaning sisya, maka nimitta
ingsa karma, mwaang raga dwesa, murkka, nga, crol, kuhaka mada mana katungka
pinaka srayanya,
mamatyani ngalaha
kuneng, mahyunlama ring sisyanya, ingsaduka
manimbatamranganu karma, nga,
raga, makira-kira
nga, mamaka
makira-kira matyana,
nimitta raga wisaya, kahyun kahala lumakwa macidra ring tanaya dharaning sisya, saha
cihna kuneng makuren makridha cumbana mwang anakbining sisya, dwesa, nga,
manupaya halaning sisya, maka nimittang iliknya moghaten mamucca, haten namidhana,
aten dumosana, aten sahasika sakeng duleknya ring sisyanya, ika ta kabeh sisya drohaka,
nga, aywa sang wiku makam bekika duryyasa, nga, mwang deyan ta muwah, aywa sang
guru nistura tumon sisya dina kalaran manmu duhka, aywalwir tan uninga tumon sisya
salah silanya mwang swabhawanya, aywan durusaken sisya tan wruh ring krama, aywa
gigumohut ri sisya magawe papa karmangde patitanya, aywanangguh patita ring sisya
mon tan byakta cihnanyan patita aywagya kumeniscaya parccaya ring sila mwang
hartaning sisya,
ring sisyanta, aywa
aywa tan parccaya
mucca sisya tanyan kateher
sayanga byaktaning
krama dendha silanya. Aywa
dosa, away ninda
mucca pracodya
sisya
sulaksana, maka nimitta krodha mwangilikta, away nganumana sisya, pasita durlaksana
maka mimitta sraddhanta sih ta, sang ksepanya, mon kita mucca sisya, away tan
sayangakrama dhendha dosa, mon kita nganumana, away tan sayanga kraman anuta
pajaring agama, kuneng yan hana sisyanta hinapawada dening kapwanya sabha, aywagya
kita mamituhu, basa malebok gatining para codya, kuneng deyanta pariksan sudhi-
sudhin, dele-delen tuhuning dosanya tanyanen prihen sarjawanya, yapwan tan ulih kita
kita mariksa sisyanta, teher tamaren pabodyaning para, swikaranta sisya, ajnana denta,
kon magawaya sapata, pangadesana yan tan tuhu patita, kuneng pagawayana sapata, ring
siwa, grha ring agni ring jro kundha, ring lingga, ring parhyangan, ring Siwa pada, ring
pada
sanak,sang guru, irika
kalanyan pagawayana
masapata, tlasnya sapata kasaksyana
masapata, dening guru,dening
nda tan kaparccaya mwang dhangen
gurunya pwaya
wih, wetning gongning para pawada, mur angdoha taya muwah, swikaran madewasraya,
manghyanga ring silagraha, ripungann tirtha, ring samudra tira, ring guha, ring tapowana,
nahan parana dening sisya, lawasnya lungha, sewu pitung puluh dina, kuneng mon tan
pamangguh wighna ring sapata kala, mwang sahinganing dewa sarana kala, mwang tan
tuhun ika patita, away pinucsa dening guru yan pamanggih wighna pwa ri sahinganing
sapata, mwang dewasraya kala, puccan de sang gurunya, aywa inanumana, kuneng
Yapwan walaka wrti pwa mangapawada ri dhang acaryya, manangguh patita, nda tan
hana wyaktinyan patita, swikaran ta dening gurunya ika sadhaka katkan parapawada, kon
madewa saksya purwwa wat, kuneng yapwan katon byaktanya, aywa pinucca de sang
guru, ikang walaka mangapawada purwwaka pidhanan de sang prabhu, pokkana denira,
sirsanya, pasahaken lawan kamandhanya, aywa ta wineh tiba ring rat, angganya, rahnya,
sirahnya, bwangen, mareng lod tibaken telenging payonidhi, kumwa dhendhaning walaka
ngapawada ring sadhaka, mangamuk sangskaraning sadhaka, nga, Hana wwang
mangapawada ring sadhaka winalingnya tan wet nget brahma kula mwang
bhasmangkara, tuwi sudhinta jatining sadhaka dening gurunya, paranuswa desani yayah
renanya, mon sadhaka yayah renanya mwang kakinyandhunya kuneng, ikang
yangawyakti,
panindanya tawat
ring parawinales
, ya ta dening apwadhanya,
matangnyan tan wurung
aywa sadigawe manemu
jati ni duhka dening
kang wwang, nyapan tan
kawalesan yeka. Kuneng tata kramaning sadhaka kabeh caritan, ndya ta Iwirning
karmaning para sadhaka, aparan rupaning silanya, nyapan tahan linganta, o nihan pih
deya sang sadhaka, siwapaksa kabeh, aywa pamada ring kabhujangganya, yatna amriha ri
karaksaning kasadhakanya, tuhun karaksaning sarwa sarira waya wanta raksan rumuhun,
tumuta karaksaning karma.O.
Iti sanghyang Siwa Sasana, tlasinurating siku srama, isaka 1559. Tithinawami kresna
paksa, ring cetra masa. Pa, pa, Su, wara dungulan, irika diwasanya sampurnnaning
pustaka odyakna kasiddhyan sang anulis, mwang dirggha yusya nira sang amaca, siddhi
Hendaknyalah Siwa Sasana ini diperhatikan oleh para sadhaka semua, semua dang acarya
mazab Saiwa yang terdiri dari Saiwa siddhanta, Wesnawa, Pasupata, Lepaka, Canaka,
Ratnahara dan Sambhu.
Demikian rincian sang sadhaka mazab Saiwa, terutama dang acarya pandita yang agung,
Wredaha wehasa – ?
Inilah sang sadhaka yang patut dijadikan guru pengajar oleh masyarakat, yaitu pandita
guru yang senior, senior dalam umur, acarya yang menguasai ilmu bahasa, menguasai
bermacam-macam pengetahuan, ilmu logika, tata bahasa dan lain-lainnya.
Acarya yang ahli Weda, yang menguasai bagian-bagian Sanghyang catur Weda, dapat
menghapalkan Sanghyang Sruti dan Smreti. Acarya yang teguh menerapkan dharma,
mampu melaksanakan yasa, dana, dan kirti. Acarya yang suci hatinya, berketetapan hati
untuk menuruti tuntunan hidup yang saleh, lagi pula suci, bertingkah laku yang baik.
Acarya yang dapat menaklukan hawa nafsunya, dapat melepaskan diri dari ikatan
kenikmatan duniawi. Acarya yang tabah, teguh, tetap hati dalam tapa brata. Orang mulia
seperti itulah yang patut dijadikan dang upadhyaya.
Yang disebut acarya krta diksita (pandita guru yang sudah didiksa) ialah gurunya guru,
tempat mendapatkan sangaskara (penyucian) dan bhasma (abu suci), sadhaka yang
berwenang memberikan diksa sangaskara kepada sesama manusia ialah keturunan
sadhaka terus menerus, yang memang disiapkan untuk menjadi wiku, mematuhi dharma
sadhaka mazab Saiwa.
Sadhaka yang demikian itu, adalah wiku yang maha suci dapat disebut dang upadhyaaya
(guru besar). Adapun diteliti keturunannya oleh sang penganut mazab Saiwa ketika ingin
mendapatkan sangaskara. Hendaknya acarya yang aku tunjukan (kepadamu) juga dipilih.
Perhatikan dengan sungguh-sungguh bila memilih salah seorang untuk menjadi guru.
Kesimpulannya, hendaknya sisya ikut berperan dalam usaha mencari guru. Janganlah
anakku………………………..
Inilah kemuliaannya dia yang telah didiksa oleh dang acarya. Yaitu wiku yang maha suci,
pandita yang sudah senior, ialah hilangnya noda kecemaran orang itu. Atau ia tidak akan
tersentuh oleh segala marabahaya, duka nestapa, bebas dari sengsara malapetaka.
Berapapun banyaknya papa orang, berapapun besarnya, meskipun seribu banyaknya,
sebesar bumi dan gunung Semeru besarnya dan beratnya, tentu akan lenyap menjadi
hilang sama sekali.
Bila didiksa oleh pendeta guru maha pandita. Besar benar kesucian sang pendeta guru
maha agung, mampu menghilangkan papa muridnya. Sebab itu maka hendaknya dipilih
pendeta guru yang dapat dijadikan tempat berguru oleh sisyanya. Janganlah berguru
kepada guru yang berbudi rendah.
Boleh jadi orang akan terlanjur dipengaruhi oleh sifat-sifat aib sang guru bila mendatangi
seorang guru, memohon agar didiksa oleh seorang sadhaka yang buruk tingkah lakunya,
sadhaka yang bodoh, yang tidak banyak mengetahui sastra, yang kurang berpengetahuan,
yang kurang pertimbangan, yang tidak bijaksana.
Lebih-lebih lagi seorang sadhaka yang tahu sedikit-sedikit saja pengertian yang
terkandung dalam pengetahuan, sehingga ia bodoh, sering salah, ditambah lagi bebal,
acuh tak acuh, linglung, melongo, kaku, bingung. Bila demikian perilakunya maka itu
adalah sadhaka bodoh namanya.
Acarya duryasa ialah acarya yang tidak melaksanakan dharma, curang, berbudi hina,
congkak, mabuk yang menyebabkan ia bersifat lirih, angkara murka serta jahat, iri hati,
tampak cemburu, mrsawada yaitu segala kata-katanya tidak apat dipercaya. Serta pula
dengan berbudi buruk, tidak memperhatikan tuntunan berbuat sesuatu, memalingkan
muka dari yang baik benci pada pekerjaanyang berbentuk yasa, menyimpang dari ajaran
agama, menghina Tuhan dan Brahmana, bersikap bermusuhan terhadap teman,
menentang guru, menghina ibu dan bapaknya.
Bila ada sadhaka yang demikian perilakunya, itulah sadhaka duryasa, Tawan. Tidak
benar untuk dijadikan guru oleh seorang pengikut Saiwapaksa. Apakah lagi dosanya
wiku yang dungu, duryasa yang tidak benar dijadikan guru oleh orang banyak,
melaksanakan diksa pada setiap orang yang ingin menjadi wiku ? Mungkin demikian
pertanyaanmu.
Inilah buruknya. Dasarnya orang dungu, tidak tahu petunjuk-petunjuk tuntunan hidup dan
kasih sayang kepada orang lain dan tidak sanggup melaksanakan dharma karena
bingungnya sehingga menjadi terantuk kesana kemari ………
(mwang anung gawe ayu?) selalu mendapat dosa sehingga mendapat hukuman dewa.
Bila hukuman dewa telah mengusut, akan menanggung aib, menjadi orang tak berguna
dan akhirnya membisu tanpa kata-kata. Demikian bahaya kebodohan itu.
Adapun bahayanya duryasa, tetap terlena dalam perilaku yang melawan dharma, tertutup
hatinya (?), mengembangkan aibnya, dan besar papanya, membuka lebar-lebar pintu
narakaloka dengan tergesa-gesa, berlari-lari ingin mengecap pancagati sangsara, mustahil
akan berubah menjadi tingkah laku yang baik.
Itulah sebabnya acarya bila dungu, duryasa perilakunya, tidak patut diusahakan oleh
seorang penganut Saiwapaksa untuk menjadi guru.
Kesimpulannya orang yang sadar, janganlah berguru pada seorang sadhaka yang hina dan
duryasa, boleh jadi akan terseret ikut jatuh ke Yamaloka. Hendaknya hanya sadhaka yang
aku
guru.sampaikan dahulu
Wiku yang mahasaja
suci,usahakan dengansaja
pandita bersih sungguh-sungguh dicari
hendaknya kamu untuk
sembah menjadi
dan mendiksa
kamu.
Telah kusampaikan sang sadhaka yang wajar dijadikan guru. Mari kita paparkan apa
yang ingin diwujudkan dalam perilaku sang sadhaka yang sudah menjadi dang
upadhyaya.
Bila ada dang acarya yang pantas dijadikan tempat berguru, janganlah hendaknya ia
tergesa-gesa melaksanakan diksa bila ia belum sempurna dalam pekerjaan dan belum
matang tentang hakekat ajaran kependetaan, atau belum yakin benar akan isi ajaran
Siwagama. Janganlah ia tergesa-gesa berbuat, sebab dang upadhyaya tidak boleh hanya
menjadikan tanda dan bermaksud membawa kesana kemari ajaran Siwaan itu? Adapun
Perhatikan akan adanya “guna” (sifat-sifat baik) dan dosa pada dirimu, usahakan dengan
sungguh-sungguh perkembangan semua sifat-sifat baik dan biarkan supaya menjadi
suci.Tinggalkanlah segala macam dosa, tegakkan kependetaan itu, ingat-ingat awal,
tengah dan akhir dari padanya. Tugas sang sadhaka selesaikanlah. Buatlah mudah isinya
dan penggunaanya. Buatlah lebih baik kelangsungan akan tugas-tugas dan budi
pekertinya, terlebih-lebih tentang keluhuran budi, kecerdasan akal dan kesudarmannya.
Adapun sarana untuk mempertahankan itu ialah apa yang disebut trikaya paramartha,
Manasikas tratiyaka,
Subhakarmaniyovyantu,
Tirkaya ialah kaya, wak dan manah. Kaya adalah badan wak adalah kata-kata, manah
ialah pikiran. Ketiga-tiganya itu hendaknya ditempatkan sesuai dengan usaha-usaha yang
berdasarkan dharma oleh sang pandita. Semuanya supaya berdasarkan subhakarma
(perbuatan yan baik). Sebenarnya dharma kaya disebut kayika, dharmanya wak disebut
wacika dan dharmanya manah disebut manacika. Semuanya itu supaya diusahakan
sampai berhasil berbuat yang baik berdasrkan atas pelaksanaan ajaran dharma. Itulah
kayika, wacika, manacika.
Bila ketiga-tiganya sudah kokoh, maka disebut tri kayaparamartha. Demikian kata sang
pandita. Apakah lagi yang patut sang sadhaka renungkan tentang trikaya itu? Apakah
syarat untuk menuruti dharmanya? Mungkin demikianlah pertanyaan sang sadhaka.
Inilah sifat kata-kata yang patut disampaikan olehnya. Yaitu membicarakan tentang
pemujaan para dewa dan pujian kepada Brahmana, lebih-lebih lagi pujian kepada pandita
senior yang maha bijaksana, menghafalkan perihal ucap-ucap sastra agama, memberikan
pelajaran, memperbincangkan segala macam ilmu pengetahuan dan mengkaji
pengetahuan filsafat dan ajaran agama, selalu (?) mempelajari dan merapalkan mantra-
Inilah sifat-sifat sang sadhaka yang telah menjadi dang upadhyaya yang harus
ditegakkannya. Yaitu pikiran yang bersih, setya, budiman, tenang, tangguh, dan
pengampun yang harus dipegangnya teguh dan kuat, beralaskan keteguhan hati, selalu
lapang hati, mendasarkan mentri, karuna, mudita dan upeksa dan sayang kepada orang.
Janganlah ia curang, licik, sombong, mabuk, congkak, loba, binggung. Dan janganlah ia
cepat naik darah, galak terhadap teman sadhakanya, janganlah ia keras kepala, iri, busuk
hati, cemburu kepada temannya sesama sadhaka. Janganlah durhaka, menghina dan
tekebur terhadap temannya sesama sadhaka dan sesama dang upadhyaya. Hanya
keikhlasan yang mendalam, budi baik, hormat, jujur saja yang menjadi budi sang
sadhaka merasa pada seorang dan berlanjut pada yang lain-lain kepada temannya sesama
sadhaka.
Demikianlah budi dang upadhyaya. Hanya yang demikian itu sajalah hendaknya
dipegang teguh oleh sang sadhaka sebagai sarana diksa ? Barangkali demikian
pertanyaanmu. Beginisang
perilaku dan disiplin ! Jangan jugasudah
sadhaka terburu-buru berbuat,
meyakinkan tunggu
dan kuat, pula sebentar
lebih-lebih pula walaupun
sudah
menyelesaikan tugas-tugasnya, namun walaupun demikian jangan juga terburu-buru
berbuat.
Hendaknya usianya ditunggu, teliti muda umurnya sang sadhaka dan kematangan
umurnya. Singkatnya, janganlah sang sadhaka buru-buru didiksa. Perkirakan muda
umurnya dan muda umur isterinya. Berbahaya akan mendapatkan bahaya bila
melaksanakan pemberian diksa, bila ia belum mengatasi hal-hal yang demikian itu.
Adapun tujuan menunggu itu ialah sempurnanya perkembangan jasmaninya untuk mulai
bertindak. Adapun
Bila ia tidak batasdari
kekerasan umurnya, bila ia
yang sudah sadhaka
didiksa, keturunan
maka dari yangialah
batas umurnya sudah didiksa.
enam puluh
tahun baru ia dapat melaksanakan diksa. Kesimpulannya janganlah sang sadhaka,
menjalankan diksa, bila masih muda dan isterinya juga masih muda. Janganlah
melaksanakan diksa bila isterinya belum berhenti datang bulan. Bila kedua-duanya sudah
cukup tua umurnya, maka ia dapat melaksanakan diksa.
Demikianlah wala (=jaminan?)nya untuk melaksanakan diksa. Apabila telah tiba usia
sang sadhaka dan cukup tua usianya maka pada waktu itulah ia melakukan diksa dan
jangan ragu-ragu.
Hadapilah yang berpudgala dan alat-alat diksa itu, mengenakan pakaian upacara diksa,
Setelah lengkap semuanya itu, hadapkan sisia itu sebelum upacara. Kemudian tunggulah
sebentar. Orang yang datang hendak mendiksa supaya dipilih terlebih dahulu. Jangan asal
sisia, jangan tergesa-gesa menjadikannya wiku. Adapun sang sadhakadalam meneliti
macam-macam sisia yang boleh didiksa adalah sebagai berikut, bersifat sosial, orang
bijaksana, setia pada ucapannya, yang memiliki kesusilaan, teguh pendirian, setia bhakti
terhadap suami, teguh pada dharma tanpa noda. Demikian macam orang yang dipilih
menjadi sisia. Keturunan orang suci, sangat suci keturunannya, orang yang setia terhadap
ucapannya,
orang mulia,tidak
suci,berbohong, pandai
berjiwa besar, dalam
orang yangilmu, orang
susila, yang
tegas benar-benar
dalam hal siasat,berjiwa besar,
orang yang
kuat menahan suka dan duka, orang yang setia terhadap atasan, apalagi terhadap orang
tua, orang yang gemar melaksanakan ajaran dharma, orang yang teguh melaksanakan
tapa, demikianlah macam orang yang dijadikan sisia yang patut didiksa.
Adapun macam orang yang tidak boleh didiksa adalah sebagai berikut. Meskipun
brahmana keturunan bhasmangkara, orang itu jangan didiksa. Ingat tak boleh didiksa oleh
nabe, seperti dibawah ini, yaitu : orang yang kapatita, orang yang jatuh sebagai walaka,
orang cacat tubuh, orang yang sangat menderita.
Cuntaka
dijadikanjanma
sesaji,berarti
orang orang hina, seperti
yang diserahkan orang
pada yangmelakukan
waktu dijadikan upacara
kurban, orang yang
sawa widhana,
asti widana, tukang pemikul mayat, pembawa pencuci muka mayat, penadah darah,
penadah barang naziz, orang belian, dibeli hidupnya pada waktu dihukum, orang yang
dihukum penjarakan, dirantai, digantung, dipasarkan, orang yang gagal dibela, batal
ditusuk, telah dibawa kelapangan kuburan, catuspata, orang yang ditenggelamkan
bersama pasir, dihukum pancung, ditenggelamkan ke dalam air, dibakar, orang yang
belum mati, seperti : tenggelam jatuh ke sumur, jatuh kekakus, orang yang disiram
kepalanya dengan mutra dan kotoran manusia, orang yang disiram air jemuran
perempuan, orang yang dibungkus cawat oleh orang hina, orang tembha diising disiram
air kencing, juga yang dimelangan kotoran kencing, orang yang ditapak, ditempeleng
kepala
cuntakadan mukanya
janma dengan cemeti, diikat dan dijambak rambutnya. Semuanya itu
namanya.
Orang yang menyembah terhadap orang yang hina, memakan makanannya, digunting
rambutnya, (dan) juga yang diguyur (rambutnya) orang yang menyembah kepada oang
cuntaka, menyembah kepada tapadhara, orang yang berlindung kepada orang yang nista,
orang yang memikul bangku tempat duduk yang sedang ada yang menduduki, tukang
pikul palana, padaraksa, jemuran, tikar, tikar permadani. Semua itu patita namanya dan
segala orang sadigawe.
Sadigawe berarti turut dengan adhah kriya. Adhah kriya berarti segala yang sudra,
candala dan mleca. Sudra berarti orang banija krama dan wulu-wulu. Banija krama
Andhyun, angendhi, pande segala macam pande, undagi, amaranggi, jalagraha, mengukir,
melukis, mengapus, menjahit, membuat wayang, menmon, ijo-ijo, ang godha, amidhu,
apacangah, araktan, semua itu wulu-wulu namanya.
Mleca berarti paandai emas, dukun suratman, warung kedhi, juru rurih, semua itu mleca
namanya. Demikian pula kalau ada keturunan brahmana ikut dengan pekerjaan orang
sudra, candhala dan sebagainya, orang seperti itu, manusia sandigawe namanya, sebab
salah hurara namanya.
Manusia kuci angga berarti orang cacat tubuhnya, seperti orang wwal, oarng bungkuk,
kayang, kerdil, drmidari, lampang, bule, belang, lampir, wiwang, semua itu kuci angga
namanya.Maha duhka berarti orang yang menderita tubuhnya oleh karena sengsara,
seperti orang kusta, gila, ayan, menju, lajwa, wlu, dhusul, bwalen, busung, tahi panden,
kesakitan, apalagi yang buta, tuli, bisu, cungik, umbung, tlihen, timpang, kejang, pingker,
keteng. Demikianlah namanya cacat menderita. Itulah manusia maha duhka keadaannya.
Segala orang seperti itu, manusia durlaksana namanya.Tidak patut dijadikan sisia dan
dipodgala.
Kesimpulannya, jangan didiksa oarang-orang itu oleh dhang guru sebab jangankan
mendapat pahala, bahkan mendapat dosa dan sengsaralah kita kalau disembah olehnya.
Itulah sebabnya jangan sang sadhaka memberi diksa orang durlaksana.
Sebagai tambahan, janganlah sang sadhaka mendiksa orang yang telah didiksa oleh
dhang guru yang lain, didiksa oleh sadhaka yang belum krrta diksita. Jangan mendiksa
orang yang telah melakukan upacara suci, memohon restu kepada tapodhara. Tidak benar
tingkah
mendiksaseperti
orangitu, menumpuki
keturunan biasa,upacara namanya.
bukan brahma Lagipula
wangsa danjanganlah dhang guru
bukan bhasmangkara.
Brahma wangsa berarti keturunan brahmana, putra putra pandita sejati, itulah brahma
wangsa namanya. Bhasmangkara berarti memang keturunan sadhaka, berasal dari pandita
Siwa Budha, apakah itu anak, cucu dan juga keponakan, itulah yang disebut
bhasmangkara. Orang yang lain dari itu, orang biasa namanya, tidak boleh diupacarakan
seperti yang berlaku bagi sadhaka. Namun jika keras keinginannya berguru, didiksa juga
oleh sang guru namun jangan dipudgala. Upacara sederhana saja. Hanya mendapat restu
saja. Kapunta caraka gelarnya. Tidak ikut disebut sadhaka, tidak memakai cikadhara dan
tidak mengenakan upacara pandita Siwa. Apakah bahayanya mendiksa orang kebanyakan
?
Betapa dosanya kalau menjadikannya sadhaka, agar engkau ketahui bahayanya. Kalau
ada dhang upadhyaya melakukan diksa kepada orang kebanyakan, dunia menuju maha
qiamat dan negara menjadi hura-hura. Sebenarnya ia disidangkan oleh para dhang Acarya
seluruhnya dan bersama dengan dhang Acarya Pandita senior. Mintalah kepada sidang
pertemuan, berkumpul dalam sidang umum, memecahkan tentang hukum pandita Siwa
dan mengenal tata laksana Pandita Siwa agar diperdengarkan kepada sadhaka, semua.
Adapun tujuannya adalah adanya ketidak tentraman melakukan perbuatan seperti itu.
Jatuhkan hukuman pada guru maupun sisianya, karena merusak gurunya. Dikucilkan oleh
para sadhaka semua, dicabut gelarnya karena melanggar pensucian. Kembalikan
namanya menjadi walaka. Cabut kewajibannya beserta alat upacara siwanya. Setelah
dihapuskan semuanya, kemudian inilah yang dilakukan oleh raja. Supaya dibuang,
Adapun muridnya, ikat dalam dengan duri kaktus, supaya dibuang oleh raja kelaut
memakai sampan. Setelah sampai ketengah laut pancung kepalanya, pisahkan dari
tubuhnya. Badan dan kepalanya, buang ketengah samudra. Nah demikian dosanya
memberi nama diksa dua kali. Tak dapat tiada akan mendapat papa sengsara.
Kesimpulannya, ikhlas hati sang sengsara. Kesimpulannya, ikhlas hati sang sadhaka yang
berjiwa bijaksana tetap tegak seperti gunung. Demikianlah hendaknya.
Setelah selesai hal itu, marilah kita bicarakan sekarang tentang orang-orang yang benar-
benar sucisisya.
dijadikan dan bijaksana, setelah ia memikirkan masak-masak terhadap orang yang patut
Agar engkau ketahui, saya memperingatkan. Nah inilah kewajiban sang sadhaka guru.
Membicarakan kewajiban sisia dan pudgala. Memberikan pekerjaan, memperingatkan
Jangan marah, jangan loba, jangan mencaci maki, jangan iri hati, jangan khianat kepada
sisia. Lobha berarti ingin memiliki benda kepunyaan sisia. Parusya berarti lancang tangan
Yang patut engkau lakukan, adalah, janganlah sang guru berhati kejam, melihat sisia
papa sengsara mengidap derita. Jangan bersikap seolah-olah tidak tahu terhadap sisia
yang salah tingkah laku dan pekertinya. Jangan dibiarkan sisia itu tidak tahu terhadap
kewajibannya.
membiarkan ia Jangan ragu-ragu
jatuh. Jangan memberi teguran
menganggap seorang kepada sisia.jika
sisia patita Adalah
tidak perbuatan dosa
jelas faktanya,
Jangan cepat-cepat yakin percaya terhadap tingkah laku dan warta sisia. Jangan tidak
percaya kalau benar-benar terjadi bukti dari tingkah lakunya. Jangan menghukum
cambuk sisiamu. Jangan menghukum sisia tanpa nengetahui tata cara denda dan dosa.
Jangan mencegah sisia yang bertingkah laku baik karena marah dan dengki. Jangan belas
kasihan kepada siswa tercela dan buruk laku yang disebabkan oleh kepercayaan dan kasih
sayangmu. Kesimpulannya, kalau engkau menghukum sisia jangan hendaknya tidak tahu
tentang denda dan dosa. Jangan sampai tidak tahu tata cara yang ditetapkan menurut
ajaran agama. Namun kalau ada sisiamu yang dimarahi oleh sesamanya ditempat umum,
jangan cepat-cepat engkau percaya, terpengaruh oleh sesamanya ditempat umum, jangan
cepat-cepat
patut engkauengkau percaya,
lakukan terpengaruh
periksalah oleh bunyi
sebaik baiknya. dan tingkah
Perhatikan betullaku
betulpara
dosapencela.
yang Yang
sebenarnya.
Tanyakanlah, usahakan mengenal kejujuran kalau tak dapat engkau memeriksa sisiamu,
perintahkan kepadanya agar membuat kutukan diri sendiri itu, dilakukan diastanasiwa,
ditempat agni, didalam kunda ditempat lingga, diparyangan, dikaki Siwa, didepan sang
guru dan keluarga pada waktu bertobat. Setelah bertobat tidak juga percaya oleh gurunya,
karena besarnya celaan yang ditimpakan oleh umum, maka pergilah menjauhkan diri lagi,
melakukan dewasraya, memuja dipuncak batu yang tertinggi, ditempat tirta utama, ditepi
samudra, didalam gua, dihutan dan digunung. Itulah tempat yang didatangi oleh sisia.
Bila seorang sadhaka dicemarkan oleh sesama sadhaka, namun tak terhalang sesama
sadhaka, namun tak terhalang selama melakukan dewa sakti, tidak patut ia dihina.
Sadhaka yang mencemarkan tadi hendaknya dibalas juga.
Dihukum oleh keluarganya sebab sama dengan merusak diksa. Sadhaka yang
mencemarkan tadi harus dihukum oleh gurunya, tak dapat diampuni. Demikian
peraturannya, yang tercantum dalam Agama.
Bila walaka yang melakukan penghinaan kepada dhang acarya, menuduh patita,
sedangkan tidak benar tuduhan itu, hendaknya gurunya mendesak agar sadhaka yang
dituduh itu melakukan dewa saksi menghadap ketimur. Bila tidak nyata kebenarannya,
janganlah dihukum oleh sang guru. Walaka yang menghina itu dihukum oleh raja,
dipancung kepalanya, dipisahkan dari tubuhnya. Darahnya maupun kepalanya dibuang
kelaut,
terhadapdilemparkan ditengahdiksa
sadhaka , merusak samudra. Demikianlah
sadhaka namanya. hukuman walaka yang menghina
Ada orang menghina sadhaka dengan menuduhnya bukan keturunan brahmana dan tidak
memakai bhasma dengan abu, namun benar didhiksa keturunan sadhaka itu oleh gurunya,
selidikilah tempat tinggal orang tuanya. Jika benar orang tuanya adalah sadhaka dan
(juga) nenek moyangnya, orang yang menghina itu harus dibalas dengan melaksanakan
dhiksa menghadap ke timur. Dendanya adalah tuna namanya.
Jika wanita menghina terhadap sadhaka, menuduh rendah derajatnya, menuduh bukan
keturunan brahmana dan tidak melakukan bhasmangkara, menurut peraturan, sang guru
menyuruh
itu, wanita melakukan Dewa saksi
tersebut dihukum menghadap
raja. Dipotong ke timur.
lidahnya danJika tidakujung
bagian benarhidungnya
tuduhan wanita
diberi
logam, ditekan dengan tali besi yang sedang membara. Giring agar dilihat orang banyak.
Diikat dipinggir jalan. Jangan terbatas penyebab kematiannya.