Anda di halaman 1dari 9

FUNGSI AJARAN CERITA BHISMA PARWA DALAM

PENDIDIKAN AGAMA HINDU

Ni Kadek Desy Trisna Dewi


Prodi Ilmu Filsafat Hindu
Fakultas Ilmu Agama dan Kebudayaan

Desak Nyoman Seniwati


Fakultas Ilmu Agama dan Kebudayaan
Universitas Hindu Indonesia Denpasar
e-mail: desakseniwati1960@gmail.com

ABSTRAK
Tulisan ini ingin mengkaji cerita Bhisma Parwa dari dua tema besar yakni fungsi
ajaran dalam pendidikan agama Hindu dan nilai pendidikannya. Fungsi Ajaran Cerita
Bhisma Parwa dalam Pendidikan Agama Hindu yaitu sebagai media pendidikan, sarana
hiburan dan pelestarian budaya, dalam pelestarian budaya yaitu seni tari, seni suara
pesantian yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali, seperti seni kekidungan,
wirama dan palawakya. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu yang Terkandung Dalam
Cerita Bhisma Parwa yaitu, sebagai dasar keyakinan umat Hindu adalah Panca Sradha,
dalam Cerita Bhisma Parwa terkandung ajaran Panca Sradha yang pertama yaitu
percaya dengan adanya Brahman. Menjelaskan bahwa Sang Hyang Widhi Wasa ialah
yang maha kuasa, beliau sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur segala yang ada di
alam ini.

I. PENDAHULUAN yang lebih dulu berada di tempat itu,


yang pada perkembangan selanjutnya
Asal mula Agama Hindu adalah mereka berbaur dan menurunkan
di India, tepatnya di Lembah Sungai Bangsa India yang sekarang.
Sindhu dan dalam perkembangannya
sampai ke Daerah Lembah Sungai Agama Hindu mulai berkembang
Gangga dan Yamuna. Nama Hindu di Indonesia pada abad ke 4 Masehi.
dimungkinkan berasal dari “Sindhu” Hal ini dibuktikan dengan
yaitu nama sungai di barat daya India ditemukannya Prasasti di Daerah Kutai
yang sekarang bernama Punjab. Ratusan Kalimantan Timur. Masuknya paham
tahun sebelum masehi datanglah Hindu ke Indonesia melalui
Bangsa Arya dari Daratan Eropa Timur perdagangan dan Budaya. Sebelumnya
ke India. Bangsa Arya masuk dan paham dan Budaya Hindu masuk ke
menetap di Lembah Sungai Sindhu Indonesia, telah tumbuh budaya lokal
yang alamnya subur. Kedatangan yang tidak jauh berbeda dengan budaya
Bangsa Arya mendesak Bangsa Dravida di India. Kemungkinan ini disebabkan

VIDYA WERTTA
63
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
asal usul Bangsa Indonesia yang berasal kelebihan dan keunggulan Agama
dari Daerah Yunan (India Belakang). Hindu, bahwa sumber suci Veda
Budaya-budaya tersebut dengan mudah disarikan lagi, ditafsirkan lagi, serta
berakulturasi dan diterima oleh diaplikasikan lagi melalui sumber suci
masyarakat pada zamannya, sehingga lokal berupa naskah-naskah lokal yang
dapat berkembang dengan pesat, apalagi sangat kaya serta sarat dengan isi ajaran
dijiwai oleh ajaran luhur Agama Hindu. Agama Hindu (Subagiasta, 2006: 1).
Ajaran Agama Hindu umumnya dibawa
oleh kaum Brahmana. Dalam hal ini Titib (2004: 282), menjelaskan,
diseimbangkan dengan Ajaran Hindu ajaran suci Veda adalah kebenaran,
yang spiritual (Satria dkk, 2013 : 1 &6). yang terdri atas tidak hanya pujian
kepada perubahan kejiwaan, juga
Berbarengan dengan masuknya banyak terdapat penggambaran
Agama Hindu di Indonesia sudah dapat kekuatan alam yang dimuliakan
dipastikan dibawa serta kitab-kitab dibandingkan dengan dasar-dasar
ajaran Agama Hindu terutama yang moralitas yang mengacu pada
tertuang dalam Bahasa Sanskerta. kemuliaan di Alam Sorga dan
Sudah diketahui bahwa Bahasa penderitaan di Alam Neraka, kemudian
Sanskerta adalah merupakan bahasa yang termuat dalam Manava
ilmu sastra dan bahasa yang dipakai Dharmasastra II Sloka ke 6, disebutkan
oleh lapisan atas masyarakat, baik :
dikalangan istana maupun di kalangan
agama dan pujangga. Mereka adalah Seluruh Pustaka Suci Veda merupakan
golongan terpelajar yang mencintai sumber pertama dari dharma,
sastra, budaya dan agama (Agastia, kemudian adat istiadat, lalu tingkah
1994: 1). laku yang terpuji dari orang-orang bijak
yang mendalami ajaran suci Veda; juga
Watra dalam bukunya yang tata cara kehidupan orang suci dan
berjudul “Dasar Filsafat Agama- akhirnya kepuasan pribadi. (G. Pudja &
Agama” mengatakan, ”seperti halnya Tjokorda Rai Sudharta, 2004: 31)
setiap ajaran agama memberikan
tuntunan untuk kesejahteraan dan Salah satu cara untuk
kebahagiaan umat manusia lahir dan menyebarkan atau mempelajari ajaran
bathin dan diyakini pula bahwa ajaran suci Weda di dalam pengaplikasiannya
itu bersumber pada kitab suci” (2005 : selain daripada mempelajari atau
2). Ajaran Agama Hindu secara umum membaca secara langsung Kitab Suci
berdasarkan pada sumber suci yang Weda, juga bisa dilakukan melalui
dinamai Pustaka Suci Veda. Dimanapun cerita, begitu banyak cerita-cerita Hindu
Agama Hindu hadir dan dianut oleh yang di dalamnya sebenarnya
umat manusia tetap memakai sumber terkandung penjabaran dan
ajarannya berupa sumber Veda. Namun pengejawantahan dari Kitab Suci Weda
demikian, tidak berarti bahwa sumber atau bisa disebut ‘’Kaca Pembesar’’
ajaran Agama Hindu yang berasal dari dari Weda, dikarenakan cerita-cerita
sumber lokal dikesampingkan. Hal itu tersebut memperbesar citra-citra kecil
tentu tidak, oleh karena sumber susastra menjadi gambar-gambar besar. Ajaran
Hindu dalam tradisi lokalpun tetap Weda yang tercantum dalam
diacu dan dipakai sebagai sumber suci pernyataan-pernyataan kecil diperbesar
ajaran agama Hindu. Nah inilah atau dielaborasi ke dalam bentuk cerita.

VIDYA WERTTA
64
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
Pemaparan Sloka di dalam Kitab Cerita yang memiliki nilai
Suci Weda merupakan gagasan singkat, Pendidikan Agama Hindu di dalamnya
sehingga mengingat isi dari Weda dan salah satunya adalah Cerita Bhisma
memahami apa yang dimaksudkan di Parwa yang merupakan Parwa ke enam
dalam terjemahan Sloka, memerlukan dari Astadasaparwa, dan merupakan
berkali-kali untuk membaca bagian bagian dari kisah Mahabharata.
yang sama. Sebaliknya, jika gagasan Mahabharata sendiri merupakan bagian
singkat (pemaparan Sloka) yang sama dari Itihasa. Kitab Itihasa merupakan
disajikan sebagai cerita yang menarik, salah satu bagian dari kitab suci Hindu,
maka pesan yang ingin disampaikan termasuk bagian dari Kitab Weda
akan mudah untuk dipahami dan Smerti.
dimengerti.
Itihasa terdri atas kata: Iti + ha
Cerita adalah salah satu cara + asa. Iti dan ha, merupakan kata
belajar yang ringan, apalagi cerita tambahan (yang indiclinible) dan asa,
menggunakan bahasa yang mudah merupakan kata verb (“sudah terjadi”).
dipahami, ketika Kitab Suci Weda Artinya; ini tentu sudah terjadi begitu (it
mungkin tidak begitu dipahami, happened so), iti = begini (ini, ha =
misalnya: oleh anak-anak Sekolah begitu, asa = sudah terjadi. Secara
Dasar (SD), lain halnya ketika sederhana pengertiannya adalah: ini
menggunakan cerita sebagai media ceritra tentu sudah terjadi begitu (ini
belajar. Pengamalan Weda melalui ceritra sejarah raja-raja dan lain-lain
orang tua kepada anaknya akan lebih tentu sudah terjadi begitu dimasa
mudah dilakukan, atau guru di sekolah lampau) (Sujana, 2005: 1). Bhisma
kepada muridnya karena cerita mudah Parwa juga merupakan Parwa yang
untuk mempelajarinya dan penting, karena merupakan tonggak
menyebarluaskannya dari mulut ke kemenangan Dharma melawan
mulut. Adharma dan juga dianggap penting
karena mengandung Kitab Bhagavad-
Tentunya cerita yang memiliki gita.
nilai Pendidikan Agama Hindu di
dalamnya akan sangat baik dilestarikan Berdasarkan uraian di atas,
dan disebarluaskan. Apalagi di era peneliti tertarik untuk meneliti Cerita
globalisasi seperti sekarang ini. Banyak Bhisma Parwa. Dari beberapa sumber
siaran lokal menyuguhkan film kartun yang memuat tentang Cerita Bhisma
anak-anak, tetapi kurang mendidik Parwa, dalam penelitian ini peneliti
karena di dalamnya berisi perkelahian menggunakan sumber pokok ‘’Bhisma
dan juga karakter tokoh yang tidak Parwa’’ yang isinya berdasarkan
menghormati orang yang lebih tua, juga naskah lontar koleksi Ida Bagus Panji
film kartun yang tokoh utamanya yang telah dialih aksara serta
memiliki karakter jahil dan selalu diterjemahkan oleh Ida Bagus Heri
ingkar janji. Hal ini bisa menjadi contoh Juniawan, yang di dalam bukunya
buruk dan ditiru oleh anak-anak yang menggunakan tiga bahasa, Sansekerta,
menontonnya. Siaran film yang di Jawa Kuno dan Bahasa Indonesia.
dalamnya diperankan anak sekolahan
juga menampilkan aksi pacaran ataupun Penelitian ini juga untuk
saling suka padahal masih kecil. mengamalkan ajaran Kitab Suci Weda
yang bisa dipelajari dengan lebih ringan

VIDYA WERTTA
65
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
melalui cerita, juga sebagai salah satu menanamkan ajaran moral sebagai
upaya untuk menuju kepada tujuan bentuk pendidikan karakter, diharapkan
tertinggi dari Umat Hindu. (Parwathi peserta didik ataupun anak-anak dapat
dkk, 2001: 4), menjelaskan bahwa mengalami perubahan tingkah laku ke
tujuan Agama Hindu adalah untuk arah yang lebih baik. Nilai-nilai tersebut
mencapai kebahagiaan rohani dan bisa didapatkan melalui cerita dengan
kesejahteraan jasmani. Dalam Pustaka cara membaca cerita secara langsung
Suci Weda disebutkan dengan istilah ataupun memperolehnya dari orang tua
“Moksartham Jagadhita Ya Caiti dirumah, ataupun guru disekolah. Tidak
Dharma” yang artinya. Agama atau ada salahnya sejak usia dini, orang tua
Dharma itu ialah untuk mencapai sudah menceritakan cerita kepada anak.
Moksa (kebahagiaan rohani) dan Dengan bercerita yang menggunakan
Jagadhita (kesejahteraan hidup bahasa yang lebih ringan. Anak-anak
lahiriah). Moksa juga sering disebut akan lebih mudah belajar dan mengerti
Mukti, artinya mencapai kebebasan lewat cerita. Paling tidak anak-anak
jiwatman atau kebahagiaan rohani mengetahui apa yang salah dan apa
langgeng. Sedangkan Jagadhita sering yang benar. Menanamkan ajaran
disebut dengan istilah Bhukti, artinya menghargai sesama, serta ajaran untuk
mencapai kesejahteraan atau menghormati orang yang lebih tua.
kemakmuran masyarakat dan Negara
yang kita nikmati secara nyata 2.1.2 Sebagai Sarana Hiburan
(kebahagiaan lahiriah).
Dijaman era globalisasi seperti
II. PEMBAHASAN sekarang ini, tidak dapat dipungkiri
meluasnya penyebaran teknologi
2.1 Fungsi Ajaran Cerita Bhisma canggih, yang bisa dimiliki dan
Parwa Dalam Pendidikan Agama digunakan siapapun. tidak terkecuali
Hindu anak-anak. Orang tua yang tidak ingin
dikatakan ketinggalan jaman, bersikap
Fungsi dari karya sastra adalah lebih praktis. Benar, karena memang
nilai guna dan manfaat yang dihasilkan jamannya yang sudah berubah, terutama
oleh karya sastra dan diperoleh dengan media hiburan. Tidak terhitung
cara mempelajari karya sastra atau banyaknya, Salah satunya adalah
membacanya. Cerita juga termasuk aplikasi dengan banyak varian rasa,
kedalam karya sastra, apalagi cerita seperti buah. Bukan, maksudnya dengan
yang di dalamnya terdapat ajaran banyak varian jenisnya. Ada game,
agama. Tentunya memiliki manfaat yang boleh kita pilih sesuka kita untuk
yang besar. Beberapa manfaat yang bisa kita download. Ada youtube, tersedia
didapatkan dari kegiatan membaca dan video beragam yang bisa kita tonton.
mempelajari Cerita Bhisma Parwa, Hiburan itu masih elektronika, seperti
diklasifikasikan atau diurutkan kedalam televisi maupun radio.
tiga bagian. Berikut penjelasannya.
Orang tua yang memiliki tugas
2.1.1 Sebagai Media Pendidikan untuk mengawasi dan membimbing
gerak-gerik anak-anak. Aplikasi yang
Nilai-nilai Tatwa/ filosofis serta
mereka download. Video yang mereka
nilai Etika/ susila yang terkandung di
tonton. Ataupun siaran tayangan televisi
dalam Cerita Bhisma Parwa,
yang harusnya berada dalam bimbingan
digunakan sebagai sarana untuk

VIDYA WERTTA
66
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
orang tua. Ada beberapa yang orang memberikan cerita. Ini bisa membuat
tuanya sibuk, maka tidak terlalu siswa memusatkan tujuannya pada guru.
memporsir anaknya. Tetapi kalau boleh Dengan imajinasi yang dimiliki sang
kita simak lagi, di televisi memang anak. Mereka bisa mengunjungi dunia
tersedia banyak tayangan hiburan yang luas. Membentuk gambaran di
berupa film kartun. Tetapi karakter dalam pikiran mereka sendiri, Akan
tokoh utamanya memiliki karakter jahil lebih mudah menanamkan moral kepada
dan selalu ingkar janji. Sudah dapat anak ketika mereka masih kecil, karena
ditebak bukan tokoh itu siapa. Baru- akan membentuk kebiasaan mereka,
baru ini juga lagi gemarnya menonton serta anak kecil memiliki ingatan yang
kartun anak-anak. Kenapa begitu, lebih tajam. Dibandingkan harus
karena ada adegan perkelahiannya, jadi merubah apa yang biasanya terus-
itu seru untuk ditonton. Tapi bagaimana menerus mereka lakukan.
jika anak-anak yang menontonnya.
Adegan berbahaya loncat dari tebing. 2.1.3 Sebagai Pelestarian Budaya
Menaiki sepeda gayung sambil ngebut,
Karya sastra yang berbentuk
Bahkan ketika peran utamanya
lisan maupun tulisan merupakan cagar
menangkap penjahat. Seolah bukan
budaya dan ilmu pengetahuan. Salah
anak kecil. Mengajari yang lebih tua
satu karya sastra yang perlu dilestarikan
bahkan terkesan menantang. Yang
adalah cerita, apalagi cerita yang sarat
disayangkan ketika pemeran utamanya
akan ajaran agama seperti Cerita
menertawai kakeknya yang bertingkah
Bhisma Parwa. Selain berfungsi sebagai
lucu yang tidak disengaja, seperti
media pendidikan dengan menanamkan
hampir terjatuh misalnya.
ajaran moral (tatwa dan etika) dan
Sementara itu disisi lain. sarana untuk menghibur, namun
Sinetron yang menyuguhkan adegan sekarang sudah digeser oleh berbagai
kehidupan anak remaja, berisi adegan bentuk hiburan yang lebih menarik
saling suka bahkan pacaran. Ini dalam berbagai jenis siaran melalui
tentunya menjadi contoh yang kurang televisi, radio, surat kabar, dan lain
baik. Malah ada tokoh antagonis yang sebagainya.
melakukan segala cara untuk
Sebelum media cetak dan media
menghancurkan pemeran utama. Ketika
elektronik berkembang pesat seperti
pemeran utama mendapat karma. Ini
sekarang ini, cerita daerah ataupun
bisa saja dijadikan pelajaran. Tetapi jika
cerita penjabaran Kitab Suci Weda
kita pikirkan. Anak di bawah umur
mendapat tempat yang baik di hati
sudah memiliki pikiran yang selicik
masyarakat pemiliknya. Cerita
itu.Mirip karakter Sengkuni dalam
merupakan pencerminan dari kehidupan
Mahabrata.
masyarakat pada saat itu, pola pikir dan
Untuk itulah perlunya orang tua hayalan yang menarik, sehingga
memberikan cerita kepada anaknya. masyarakat merasa tertarik dan
Apalagi cerita yang sarat akan ajaran memperoleh keteladanan moral.
agama, salah satunya Cerita Bhisma
Seiring perkembangan jaman,
Parwa. Selesainya sang anak belajar
banyak karya sastra seperti cerita yang
tentu saja pikirannya menjadi letih dan
telah mengalami perubahan. Ada pula
butuh hiburan. Ataupun guru di sekolah
yang ditinggalkan, bagi mereka yang
yang disela-sela pelajarannya

VIDYA WERTTA
67
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
suka membaca, pasti akan mengetahui dari perwatakan tokoh. Dan mampu
cerita-cerita yang ada. Lantas bagi membawa perubahan prilaku ke arah
mereka yang kurang tertarik, akan segan yang lebih baik.
untuk membaca cerita. Untuk itu karya
sastra berupa cerita salah satunya Cerita Adapun nilai-nilai yang terkandung
Bhisma Parwa. Harus dilestarikan tetapi dalam Cerita Bhisma Parwa, yaitu
bukan saja dilestarikan tetapi juga sebagai berikut:
disebarluaskan. Yang dalam
2.2.1 Nilaitatwa/ Filosofis/ kebenaran
penyebarannya adalah merupakan
kewajiban dari semua pihak. Disini maksudnya adalah adanya
nilai dari Panca Sradha yang pertama,
2.2 Nilai-Nilai Pendidikan Agama
yaitu percaya dengan adanya Sang
Hindu yang Terkandung Dalam
Hyang Widhi (wawancara Mangku
Cerita Bhisma Parwa
Dalem Winatha). Satria dkk,
Raras mengutarakan bahwa, menjelaskan bahwa Sang Hyang Widhi
memperbaiki karakter (dari sifat-sifat ialah yang maha kuasa, beliau sebagai
buruk menjadi baik) adalah wajib pencipta, pemelihara, dan pelebur
dilakukan oleh setiap individu, maka segala yang ada di alam ini. Sang
hal itu akan berpengaruh terhadap Hyang Widhi Wasa adalah Maha Esa.
lingkungannya. Untuk memperbaiki Seperti dikatakan dalam pustaka suci
karakter , seseorang disarankan selalu Veda: “ekam eva adwitiyam Brahman”
bergaul dengan orang-orang Sadhu yang artinya: hanya ada satu (ekam eva)
(orang suci) dan menghindari perbuatan tidak ada duanya (adwitiyam) Hyang
yang tidak baik (2006: 40). Widhi (Brahma) itu (2013: 28). Hal ini
dapat dilihat dari teks yang tersurat,
Tambahan pula bahwa ilmu yaitu sebagai berikut:
pengetahuan rohani (spiritualitas) bisa
diperoleh dari mana saja. Dari membaca • “Sang Kresna yang melihat
buku, dari ceramah-ceramah keagamaan keragu-raguan Arjuna dalam
(Dharma wacana), dan dari pengalaman pertempuran, menunjukkan dirinya
hidup. Namun sekedar menguasai ilmu didepan Arjuna sebagai wujud
pengetahuan saja, tidaklah cukup. kedewataan. Arjuna terheran-
Seseorang harus berusaha heran, merinding dan kemudian
menerapkannya, merasakannya dalam menyembah. Memuji Sang Kresna
kehidupan sehari-hari (Raras, 2006: 42). yang sungguh luar biasa. Semua
dewata ada pada setiap bagian-
Perubahan karakter yang bagian tubuh Sang Kresna (Bhisma
dilakukan dengan mempelajari cerita, Parwa, 2015: 281).
terutama cerita keagamaan. Salah
satunya adalah Cerita Bhisma Parwa, • “Bhagawan Bhisma menasehati
merupakan salah satu cerita yang di Duryodhana yang telah
dalamnya terdapat banyak sekali nilai- menyinggung perasaannya.
nilai, yang kemudian dibedakan Mengatakan bahwa Duryodhana
berdasarkan sifat nilainya. diharapkan tidak akan mendapatkan
untuk dijadikan sebagai panutan di kemenangan. Sebab Pandawa telah
dalam kehidupan bermasyarakat dengan dijaga oleh Sang Kresna yang
meniru sifat Subha Karma (kebaikan) merupakan perwujudan

VIDYA WERTTA
68
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
manusianya Dewa Wisnu (Bhisma • “Sang Kresna kehilangan
Parwa, 2015: 333). kesabarannya oleh karena Arjuna
yang bertempur tidak sepenuh hati,
2.2.2 Nilai Etika (Nilai Susila) Sang Kresna turun dari keretanya
Nilai Etika/ susila adalah bagian dan mengeluarkan senjata
tengah dari Tri Kerangka Agama cakranya hendak membinasakan
Hindu. Etika dan susila adalah sama. Bhagawan Bhisma. Sang Kresna
sebagai wujud manusia dari Dewa
1. Nilai Etika Wisnu, membuat Bhagawan
Bhisma merasabahagia jika bisa
Etika berasal dari Bahasa mati ditangannya(Bhisma Parwa,
Yunani “ethos” yang berarti watak, 2015: 328).
perasaan, sikap, prilaku, karakter,
tatakrama, tatasusila, sopan santun
dan cara berpikir. Bentuk jamak dari
“ethos”adalah “ta etha” yang berarti b. Adanya ajaran Jnana Marga Yoga
adat kebiasaan (Suhardana, 2009: yang dapat dilihat dari karakter
11). Yudisthira sebagai sulung di
Pandawa. Sudirga dkk
2. Nilai Susila menjelaskan, bahwa Jnana Marga
Yoga adalah cara untuk mencapai
Berasal dari dua kata yaitu “su” kebahagiaan abadi dengan
dan “sila”. Su artinya baik dan sila mempelajari dan mengamalkan
berarti kebiasaan atau tingkah laku ilmu pengetahuan dengan benar
yang baik (Suhardana, 2009: 12). (2004: 8). Hal ini dapat dilihat dari
teks yang tersurat, yaitu sebagai
Dari uraian di atas dapat berikut:
disimpulkan bahwa pengertian etika dan
susila adalah suatu norma yang harus • “Yudhistira turun dari keretanya
ditaati di dalam menjalankan kehidupan menuju ke arah pasukan Korawa.
sehari-hari demi tercapainya Diikuti keempat adiknya dan Sang
kesejahteraan, ketentraman dan Kresna. Hendakmeminta restu
ketertiban serta kerukunan. Berarti nilai kepada Bhagawan Bhisma, Drona,
etika/ susila dari Cerita Bhisma Parwa Krepacarya dan Salya(Bhisma
ini berdasarkan (wawancara Mangku Parwa, 2015: 290).
Dalem Winatha), adalah sebagai
berikut:
a. Adanya ajaran Bhakti Marga Yoga c. Adanya ajaran Karuna (Catur
yang dapat dilihat dari karakter Paramita) yang dapat dilihat dari
Bhagawan Bhisma. Sudirga dkk karakter Arjuna. Sudirga dkk
menjelaskan, bahwa Bhakti Marga menjelaskan, bahwa Karuna artinya
Yoga adalah penyerahan diri secara belas kasihan, maksudnya adalah
penuh kepada Ida Sang Hyang selalu memupuk rasa kasih sayang
Widhi Wasa (2004: 8). Hal ini terhadap sesama mahluk (2004: 8).
dapat dilihat dari teks yang tersurat, Hal ini dapat dilihat dari teks yang
yaitu sebagai berikut: tersurat, yaitu sebagai berikut:

VIDYA WERTTA
69
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
• ”Arjuna meminta Sang Kresna Dalman Ed. 2013. Menulis Karya
mengantarkan keretanya maju Ilmiah. Jakarta: Rajawali Pers.
diantara pasukan Korawa dan
Pandawa. Dengan seksama Darmodiharjo, Darji. tt. Pancasila
diperhatikanlah prajurit yang Suatu Orientasi Singkat. Jakarta. Aries
gagah berani. Tiba-tiba seperti Lima.
remuk redam hati Arjuna sedih Djajasudarma, T. Fatimah. 1993.
dipenuhi oleh perasaan iba dan Metode Linguistik Ancangan Metode
belas kasihannya (Bhisma Parwa, Penelitian Dan Kajian. Bandung:
2015: 248). PT Eresco.
III. PENUTUP Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat
Fungsi Ajaran Cerita Bhisma Parwa Bahasa. Cet. II. Yogyakarta: Pustaka
Dalam Pendidikan Agama Hindu yaitu Book Publisher.Ghony, M. Djunaidi,
sebagai media pendidikan, sarana Fauzan Almanshur. 2016. Metodologi
hiburan dan pelestarian budaya, dalam Penelitian Kualitatif. Cet. III.
pelestarian budaya yaitu seni tari, seni Jogjakarta: Ar- Ruzz Media.
suara pesantian yang dilakukan oleh
masyarakat Hindu di Bali, seperti seni Juniawan, Ida Bagus Heri ed. 2015.
kekidungan, wirama dan palawakya. Bhisma Parwa Alih Aksara dan
Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu Terjemahan. Surabaya: Paramita.
Yang Terkandung Dalam Cerita
Bhisma Parwa yaitu, sebagai Latief, Juraid Abdul. 2006. Manusia
dasar keyakinan umat Hindu adalah Filsafat dan Sejarah. Jakarta: PT Bumi
Panca Sradha, dalam Cerita Bhisma Aksara.
Parwa terkandung ajaran Panca Sradha
Maryati, Kun, Juju Suryawati. 2001.
yang pertama yaitu percaya dengan
Sosiologi. Jakarta:Esis.
adanya Brahman. Menjelaskan bahwa
Sang Hyang Widhi Wasa ialah yang Ningsih, Ida Ayu Sastra, 2011.“Nilai-
maha kuasa, beliau sebagai pencipta, Nilai Pendidikan Agama Hindu Yang
pemelihara, dan pelebur segala yang ada Terkandung DalamCerita
di alam ini. Tantri”. Skripsi (tidak diterbitkan)
Program Studi Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Agama Hindu, Fakultas Ilmu Agama,
Agastia, IBG. 1994. Kesusastraan Universitas Hindu Indonesia.
Hindu Indonesia (Sebuah Pengantar).
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra
Denpasar: Yayasan Dharma Sastra.
Anak Pengantar Pemahaman Dunia
Ahmadi, Rulan. 2016. Metodologi Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar- University.
Ruzz Media.
Parwathi, A.A. Sagung Dewi, I Wayan
Arifin, Anwar. 2005. Paradigma Baru Putra Surya Atmaja, I Ketut Maruta, I
Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Made Salim, I Ketut Wijaya, I
Pustaka. Nyoman Singgih, Ida Bagus Tulis
Awan, I Made Supartha. 2001.

VIDYA WERTTA
70
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018
Pendidikan Agama Hindu. Denpasar:
Tri Agung.
Partami, Ni Luh, 2008. “Nilai-Nilai
Pendidikan Agama Hindu Dalam Satua
Pan Angklung Gadang”. Skripsi
(tidak diterbitkan) Program Studi
Pendidikan Agama Hindu, Fakultas
Ilmu Agama, Universitas Hindu
Indonesia.
PHDI Pusat. tt. Pedoman Pembinaan
Umat Hindu Dharma Indonesia.
Denpasar: PT.Upada Sastra.

VIDYA WERTTA
71
Vol. 1 Nomor 2, Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai