Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : ………………………………………………………………………………………..

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : ………………………………………………………………………………………..

Kode/Nama Mata Kuliah : Agama Hindu

Kode/Nama UPBJJ : ………………………………………………………………………………………..

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Anak suputra adalah anak yang berbudi pekerti luhur, cerdas dan bijaksana
yang akan mengangkat harkat dan martabat orang tua, keluarga dan
masyarakat. Berdasarkan Nitisastra II.16 pendidikan, utamanya pendidikan
moral dan budi pekerti sangat penting ditanamkan bagi seorang anak. Budhi
pekerti sebagai suatu pengertian berasal dari kosa kata bahasa Sanskerta
yang terdiri dari dua kata, yaitu budhi dan pekerti. Kata budhi berasal dari
urat kata budh yang berarti mengetahui, berubah menjadi kata benda budhi
(bentuk tunggal) yang berarti pengetahuan. Dalam perkembangannya, kata
budhi juga berarti kecerdasan
2. Ajaran Sad Dharma menjadi basis penting yang dapat digunakan oleh pendidik dalam
menciptakan strategi belajar yang mampu mengarahkan peserta didik megaplikasikan teori
pendidikan agama yang didapatnya. Nilai-nilai ajaran Sad Dharma pula begitu relevan
diapliksikan dalam jenjang pendidikan baik dari taman kanak-kanak (TK) bahkan hingga
perguruan tinggi. Penerapan strategi berbasis Sad
Dharma juga menjadi bagian dari pelestarian budaya Hindu Bali seperti dharma gita dan dharam
wacana yang kini jarang disentuh oleh generasi muda. Terlebih Sad Dharma merupakan 6 tujuan
dharma yang wajib dilaksnakan oleh umat Hindu, maka secara tidak lansung melalui penerapan
strategi pendidikan agama Hindu berbasis Sad Dharma pendidik mampu menghantarkan peserta
didiknya mencapai tujuan tersebut.
3. Perkembangan Hindu itu terbagi menjadi empat fase. Berikut adalah empat fase perkembangan
agama Hindu di India.
 Zaman Weda: Pada zaman ini, diturunkan ajaran Weda (wahyu) oleh Ida Sang Hyang
Widhi kepada Maha Sri. Adapun jangka waktu turunnya Weda sangat panjang. Kata
"Weda" berasal dari akar kata bahasa Sanskerta, yaitu "Vid", yang maknanya adalah
mengetahui. Jadi, secara keseluruhan Weda memiliki makna pengetahuan suci dari Sang
Hyang Widhi Wasa. Zaman ini dimulai saat datangnya bangsa Arya yang berasal dari
Austria, Hungaria, dan Babylonia ke India, tepatnya di lembah Sungai Shindu. Baca
juga: Pembagian Kasta dalam Masyarakat Hindu Namun, sebelum sampai di India,
tepatnya di Selat Bosporus, mereka terpisah. Bangsa Arya yang membawa kebudayaan
Weda melanjutkan perjalanan ke arah India. Sedangkan kelompok lainnya menuju Iran,
dengan membawa kebudayaan Awesta. Sebelum berpisah di Selat Bosporus, bangsa
Arya diketahui sempat hidup bersama. Hal ini dibuktikan dengan kemiripan sejumlah
kata di Kitab Weda dan Kitab Awesta. Misalnya, di Kitab Weda ada kata Soma,
sementara di Kitab Awesta ada kata Houma. Selain itu, terdapat kata Shindu di Kitab
Weda dan kata Hindu pada Kitab Awesti.
 Zaman Brahmana: Setelah zaman Weda, muncul kitab suci Brahmana agama Hindu di
India. Kitab yang disebut juga dengan Karma Kanda ini berbentuk prosa, dan merupakan
bagian dari Weda yang berisi peraturan dan kewajiban dalam beragama. Karena itulah,
peranan kaum Brahmana (golongan cendekiawan dalam agama Hindu) semakin penting
dan masyarakat juga bergantung pada mereka. Pada zaman Brahmana, kehidupan
beragama ditekankan pada pelaksanaan korban suci atau disebut yadnya. Dalam
pelaksanaannya, upacara yadnya selalu dibarengi dengan mengucapkan mantra-mantra
Weda oleh pendeta Catur (Sruti). Pada zaman Brahmana, juga terjadi pembagian
tingkatan masyarakat dalam agama Hindu sesuai dengan profesinya. Masyarakat terbagi
dalam empat golongan yang disebut catur warna atau kasta. Empat golongan tersebut
adalah sebagai berikut. Golongan Brahmana, terdiri dari orang suci, pemuka agama, dan
rohaniwan Golongan Ksatria, terdiri dari orang-orang yang duduk di kursi pemerintahan,
seperti raja, menteri, bangsawan, dan pejabat lainnya. Golongan Wesya atau Waisya,
terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dalam perdagangan. Golongan Sudra,
terdiri dari orang-orang bawahan, seperti pengemis dan buruh. Pembagian ini pada
dasarnya hanya untuk menjaga kemurnian ras bangsa Arya agar tidak tercampur dengan
ras lainnya. Baca juga: Daftar Kitab Peninggalan Kerajaan Hindu-Buddha
 Zaman Upanisad : Zaman Upanisad berlangsung dari tahun 800 SM, di mana
perkembangan Hindu bersumber pada ajaran kitab Upanisad. Upanisad memiliki makna
duduk dekat dengan guru untuk mendengar ajaran-ajaran suci kerohanian. Pada
dasarnya, Upanisad mengajarkan bagaimana mengatasi kegelapan dalam jiwa untuk
mencapai kesadaran dan kebahagiaan. Adapun ajaran filsafat dalam Hindu dimulai sejak
zaman ini. Ajaran yang menonjol pada zaman ini adalah mengajarkan bahwa segala
sesuatu yang beraneka rupa berasal dari satu asal yang disebut brahman. Pada zaman ini,
pemukiman di lembah Sungai Gangga dihuni oleh penduduk yang mayoritas berprofesi
sebagai pedagang. Karena pola pemikiran ekonomi saat itu, penduduk lembah Sungai
Gangga tidak menginginkan praktik kehidupan beragama yang berlebihan.

 Zaman Budha : Zaman ini berlangsung dari 500 SM hingga 300 SM, ketika Sidharta
menafsirkan Weda dari sudut pandang logika. Sidharta juga mengembangkannya pada
sistem yoga (salah satu dari enam ajaran dalam filsafat Hindu) dan samadhi (bagian dari
tata cara ritual beragama) sebagai jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Sidharta
merupakan anak dari Raja Sudhodana yang memimpin masyarakat Shakya di selatan
Nepal.

4. Saguna Brahman adalah Tuhan dalam manifestasinya, Dia berwujud, memiliki aspek, atribut,
dan sifat. Nirguna Brahman adalah Tuhan yang tidak termanifestasikan, kosong, tidak berwujud,
tidak dapat dicapai dengan akal pikiran dan panca indra.Saguna Brahman bersifat Imanen,
sedangkan Nirguna Brahman bersifat Transendence. Dalam agama Hindu, Saguna Brahman
adalah Brahma-Saraswati, Wisnu-Laksmi, Shiwa-Durga. Sedangkan Nirguna Brahman adalah
Paramasiva, Parashakti, Mahavisnu.
5. Sradha dapat diartikan keyakinan atau kepercayaan sebagai cikal bakal dari penguatan 
beragama, jika umat Hindu tidak memiliki memiliki sradha  maka akan terjadi kerapuhan akan
ajaran agama, untuk itu penting sekali untuk menjaga kemurnian ajaran agama. Dalam agama 
Hindu bentuk keyakinan atau sradha ini disebut Panca Sradha yaitu lima bentuk keyakinan/
kepercayan yaitu percaya kepada Brahman; percaya kepada Atman, percaya kepada karmaphala,
percaya kepada punarbhawa, percaya pada moksa.
Bhakti dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar dan sering memakainya sesuai dengan
tujuannya. Secara etimologi kata bhakti dalam kamus besar bahasa Indonesia (1997 : 82)
diartikan tunduk dan hormat atau perbuatan yang menyatakan setia ( kasih, hormat dan
Tunduk ). Karena bhakti berarti tunduk, hormat dan setia, maka dalam berbagai aspek kehidupan
dipakai sebuah pernyataan penyampaian rasa bhakti itu sendiri, seperti : bhakti kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan para leluhur (tanda penyampaian rasa hormat dan tunduk ), bhakti kepada
nusa dan bangsa, bhakti kepada orang tua, bhakti pada guru, bhakti kepada ratau pemimpin.
Kata bhakti dengan tulisan “bhakti” bahasa Sanskerta berarti bagian, pembagian, penghormatan,
bhakti, kesetiaan. Sedangkan dalam kamus istilah Agama Hindu (2002 :18) dinyatakan bhakti
dari urat kata bhaj = hormat, sujud, bhakti. Bhakti marga = jalan bhakti : melaksanakan agama
dengan jalan sembahyang mempersembahkan upakara dan sebagainya. Pengertian bhakti disini
analog dengan takwa, sedangkan sradha analog dengan iman, sehingga istilah iman dan takwa
( imtag ) dalam bahasa yang sudah popular dalam agama Hindu disebut sradha –bhakti. Tokoh
yang bisa kita jadikan panutan dalam pengamalan sradha bhakti adalah Sang Dasarata.

Umat Hindu berpegang teguh pada dasar keyakinan dalam menjalankan agamanya. Dasar inah yang
selanjutnya menjadikan semua umat beragama Hindu percaya dan sangat meyakini keberadaan Tuhan
atau Sang Hyang Widhi Wasa. Dasar keyakinan ini terdiri dari lima aspek yang disebut dengan Panca
Sradha. Kelima aspek tersebut antara lain:

 Keyakinan terhadap Brahman atau Widhi Tattwa

Ajaran pertama ini berfokus pada keyakinan pada Brahman atau Tuhan. Ada banyak sebutan nama
Tuhan dalam agama Hindu, seperti Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Brahman. Ini artinya, setiap umat
Hindu meyakini dengan benar bahwa Tuhan itu ada, Maha Esa, Maha Kuasa, Maha segalanya. 

 Keyakinan terhadap Atman atau Atman Tattwa

Kedua adalah Atman Tattwa atau lebih kerap disebut dengan Roh Suci. Umat Hindu meyakini pula
bahwa keberadaan Jiwatman membuat manusia bisa hidup. Atman diyakini memiliki sifat kekal dan
sempurna. 

 Keyakinan terhadap Karmaphala atau Karmaphala Tattwa

Keyakinan dasar ketiga dalam ajaran agama Hindu adalah keberadaan dari Karmaphala. Kata Karma
sendiri memiliki arti perilaku atau perbuatan, sementara phala artinya hasil yang didapat. Jadi, jika
dijelaskan secara singkat, Karmaphala ini artinya hasil yang didapat dari perbuatan yang dilakukan. 

Sederhananya, umat Hindu sangat percaya dengan adanya hukum sebab akibat dalam kehidupan sehari-
hari. Karmaphala sendiri dibedakan menjadi tiga bagian waktu, yaitu masa kini atau sekarang, masa
nanti atau hari esok, dan masa depan. 

 Keyakinan terhadap Samsara atau Samsara Tattwa

Ajaran keyakinan keempat dalam Panca Sradha adalah Samsara Tattwa atau percaya dengan adanya
reinkarnasi, penjelmaan kembali atau kelahiran kembali, dalam agama Hindu ini dikenal dengan istilah
Punarbawa yang artinya kelahiran berulang-ulang. Umat Hindu percaya setiap ruh akan kembali lagi
kepada Tuhan dan harus dalam keadaan yang suci. 

 Keyakinan terhadap Moksa atau Moksa Tattwa

Keyakinan terakhir adalah meyakini dan percaya dengan Moksha, yaitu bersatunya Brahman dengan
Atman. Bukan tanpa alasan, tujuan tertinggi dalam agama Hindu adalah bisa mencapai Jagadhita dan
Moksa. 

Secara sederhana, masyarakat Hindu percaya bahwa adanya Panca Sradha akan membuat mereka lebih
mengetahui mana hal yang baik dan buruk. Apa yang dilakukan saat ini akan memberikan hasil yang
setimpal nantinya, seperti keyakinan Karmaphala. 

Anda mungkin juga menyukai