Anda di halaman 1dari 8

Makalah Agama-Agama Dunia

HINDU
Kelompok 2

Di Susun Oleh:
1. Muhammad Dzaky Mubarak 11220331000001
2. Chairul Dzaki Rahman 11220331000038
3. Kiany Fadlurrahman 11220331000116
Asal-usul agama Hindu
A. Sejarah agama Hindu

Asal-usul agama Hindu dimulai dari masuknya bangsa Arya ke India sejak 1500 SM, yang
membuat pengaruh dalam tatanan kehidupan sosial masyarakatnya. Pengaruh itu akibat integrasi antara
bangsa Arya dengan bangsa Dravida, yang melahirkan sebuah kebudayaan dalam agama Hindu. Bangsa
Arya juga menulis kitab sebagai pedoman keyakinan dan kepercayaan dari agama Hindu, seperti Reg Weda,
Sama Weda, Yayur Weda, dan Atharwa Weda. Adapun dalam Hindu, kepercayaannya bersifat politeisme
atau memuja banyak dewa, seperti Dewa Wisnu, Siwa, dan masih banyak lainnya. Selain itu, para pemeluk
Hindu mempunyai suatu kepercayaan dalam hal bersuci, di mana mereka menganggap air Sungai Gangga
dapat membersihkan segala dosa. Seiring berjalannya waktu, ajaran Hindu mengalami perkembangan yang
cukup pesat di India.1
Bangsa Arya mulai menulis kitab-kitab suci Weda. Kitab suci ini dituliskan dalam 4 bagian seperti
Reg Weda, Sama Weda, Yayur Weda dan Atharwa Weda. Peradaban dan kehidupan bangsa Hindu jelas
terdapat juga dalam kitab Brahmana atau dalam kitab Upanisad. Ketiga kitab inilah yang menjadi dasar
pemikiran dan dasar kehidupan orang-orang Hindu.
Asal-usul agama Hindu ditindaklanjuti dengan adanya perubahan corak kehidupan di India. Corak
kehidupan masyarakat Hindu tersebut dibedakan atas 4 kasta, diantaranya :
Kasta Brahmana: Keagamaan.
Kasta Ksatria: Pemerintahan.
Kasta Wacyd (Waisya): Pertanian dan perdagangan.
Kasta Cudra (Sudra): Kaum pekerja kasar.
Kepercayaan Bangsa Hindu bersifat politeisme (memuja banyak dewa). Di dalam pemujaan
terhadap dewa itu sering dibuatkan patung-patung yang disesuaikan dengan peranan dewa tersebut di dalam
kehidupan manusia. Patung-patung itu merupakan simbol dari dewa-dewa yang disembahnya seperti
misalnya Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta, Dewa Wisnu sebagai Dewa Pelindung, dan Dewa Siwa
sebagai Dewa Pelebur atau Pembinasa. Ketiga dewa itu diberi nama Tri Murti. Tri Murti sendiri berarti
yang Maha Kuasa. Sedangkan dewa-dewa lainnya yang dipuja seperti Dewi Saraswati sebagai Dewi
Kesenian dan Ilmu Pengetahuan, Dewi Sri sebagai Dewi Kesuburan, dan lain sebagainya.2

1
http://kisahasalusul.blogspot.com/2014/07/asal-usul-lahirnya-agama-hindu-di-dunia.html
2
SANJIWANI:Jurnal Filsafat Volume 11 Nomor2, September 2020
B.perkembangan agama hindu

Agama Hindu merupakan ajaran yang bersifat universal dan memberikan kebebasan pada
pemeluknya. Seiring berjalannya waktu, ajaran Hindu mengalami perkembangan yang cukup pesat di India.
Perkembangan Hindu itu terbagi menjadi empat fase. Berikut adalah empat fase perkembangan agama
Hindu di India.

 Zaman weda
Pada zaman ini, diturunkan ajaran Weda (wahyu) oleh Ida Sang Hyang Widhi kepada Maha Sri.
Adapun jangka waktu turunnya Weda sangat panjang. Kata "Weda" berasal dari akar kata bahasa Sanskerta,
yaitu "Vid", yang maknanya adalah mengetahui. Jadi, secara keseluruhan Weda memiliki makna
pengetahuan suci dari Sang Hyang Widhi Wasa. Zaman ini dimulai saat datangnya bangsa Arya yang
berasal dari Austria, Hungaria, dan Babylonia ke India, tepatnya di lembah Sungai Shindu. Baca juga:
Pembagian Kasta dalam Masyarakat Hindu Namun, sebelum sampai di India, tepatnya di Selat Bosporus,
mereka terpisah. Bangsa Arya yang membawa kebudayaan Weda melanjutkan perjalanan ke arah India.
Sedangkan kelompok lainnya menuju Iran, dengan membawa kebudayaan Awesta. Sebelum berpisah di
Selat Bosporus, bangsa Arya diketahui sempat hidup bersama. Hal ini dibuktikan dengan kemiripan
sejumlah kata di Kitab Weda dan Kitab Awesta. Misalnya, di Kitab Weda ada kata Soma, sementara di
Kitab Awesta ada kata Houma. Selain itu, terdapat kata Shindu di Kitab Weda dan kata Hindu pada Kitab
Awesti.

 Zaman Brahma
Zaman Brahmana Setelah zaman Weda, muncul kitab suci Brahmana agama Hindu di India. Kitab
yang disebut juga dengan Karma Kanda ini berbentuk prosa, dan merupakan bagian dari Weda yang berisi
peraturan dan kewajiban dalam beragama. Karena itulah, peranan kaum Brahmana (golongan cendekiawan
dalam agama Hindu) semakin penting dan masyarakat juga bergantung pada mereka.
ada zaman Brahmana, kehidupan beragama ditekankan pada pelaksanaan korban suci atau disebut
yadnya. Dalam pelaksanaannya, upacara yadnya selalu dibarengi dengan mengucapkan mantra-mantra
Weda oleh pendeta Catur (Sruti). Pada zaman Brahmana, juga terjadi pembagian tingkatan masyarakat
dalam agama Hindu sesuai dengan profesinya. Masyarakat terbagi dalam empat golongan yang disebut
catur warna atau kasta. Empat golongan tersebut adalah sebagai berikut. Golongan Brahmana, terdiri dari
orang suci, pemuka agama, dan rohaniwan Golongan Ksatria, terdiri dari orang-orang yang duduk di kursi
pemerintahan, seperti raja, menteri, bangsawan, dan pejabat lainnya. Golongan Wesya atau Waisya, terdiri
dari orang-orang yang memiliki keahlian dalam perdagangan. Golongan Sudra, terdiri dari orang-orang
bawahan, seperti pengemis dan buruh. Pembagian ini pada dasarnya hanya untuk menjaga kemurnian ras
bangsa Arya agar tidak tercampur dengan ras lainnya.

 Zaman upanisad

Zaman Upanisad berlangsung dari tahun 800 SM, di mana perkembangan Hindu
bersumber pada ajaran kitab Upanisad. Upanisad memiliki makna duduk dekat dengan guru untuk
mendengar ajaran-ajaran suci kerohanian. Pada dasarnya, Upanisad mengajarkan bagaimana
mengatasi kegelapan dalam jiwa untuk mencapai kesadaran dan kebahagiaan. Adapun ajaran
filsafat dalam Hindu dimulai sejak zaman ini. Ajaran yang menonjol pada zaman ini adalah
mengajarkan bahwa segala sesuatu yang beraneka rupa berasal dari satu asal yang disebut brahman.
Pada zaman ini, pemukiman di lembah Sungai Gangga dihuni oleh penduduk yang mayoritas
berprofesi sebagai pedagang. Karena pola pemikiran ekonomi saat itu, penduduk lembah Sungai
Gangga tidak menginginkan praktik kehidupan beragama yang berlebihan.

 Zaman budha

Zaman ini berlangsung dari 500 SM hingga 300 SM, ketika Sidharta menafsirkan Weda
dari sudut pandang logika. Sidharta juga mengembangkannya pada sistem yoga (salah satu dari
enam ajaran dalam filsafat Hindu) dan samadhi (bagian dari tata cara ritual beragama) sebagai jalan
untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Sidharta merupakan anak dari Raja Sudhodana yang
memimpin masyarakat Shakya di selatan Nepal.3

3
A. D. El Marzdedeq. 2005. Peran Buddhisme di Dunia Klasik dan Ekspansi Melalui India. Jakarta: Syaamil Cipta Media
C. Kitab suci agama hindu
Weda adalah kitab suci agama Hindu yang berisi kumpulan sastra kuno dari zaman India Kuno.
Umat Hindu percaya bahwa isi Weda merupakan kumpulan wahyu dari Brahman atau penguasa tertinggi
dalam konsep ketuhanan Hindu. Pada masa awal turunnya wahyu, Weda diajarkan dengan sistem lisan atau
pengajaran dari mulut ke mulut, karena belum mengenal sistem penulisan. Oleh karena itu, Weda diyakini
sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini.

1. Turunnya weda

Turunnya Weda Turunnya Weda berkaitan dengan zaman Weda dalam fase perkembangan agama
Hindu. Weda diturunkan oleh Ida Sang Hyang Widhi kepada Maha Sri dalam jangka waktu yang sangat
panjang. Kata "Weda" berasal dari akar kata bahasa Sanskerta, yaitu "Vid", yang maknanya adalah
mengetahui. Secara keseluruhan, Weda dapat diartikan sebagai pengetahuan suci dari Sang Hyang Widhi
Wasa. Zaman Weda dimulai saat datangnya bangsa Arya, yang berasal dari Austria, Hungaria, dan
Babylonia, ke India, tepatnya di Lembah Sungai Indus. Namun, sebelum sampai di India, tepatnya di Selat
Bosporus, mereka terpisah. Bangsa Arya yang membawa kebudayaan Weda melanjutkan perjalanan ke
arah India. Sedangkan kelompok lainnya menuju Iran, dengan membawa kebudayaan Awesta. Oleh karena
itu, terdapat kemiripan sejumlah kata dalam Kitab Weda dan Kitab Awesta. Misalnya, di Kitab Weda ada
kata Soma, sementara di Kitab Awesta ada kata Houma. Selain itu, terdapat kata Shindu di Kitab Weda dan
kata Hindu pada Kitab Awesti.

2. Bagian weda

Bagian Weda Ketika sudah mengenal tulisan, wahyu dari dari Sang Hyang Widhi Wasa kemudian
disusun dan dibukukan. Tokoh yang mengumpulkan berbagai karya para resi dari masa sebelumnya dan
membukukannya menjadi Weda adalah Maharesi Byasa. Selain dikenal sebagai penulis kitab Weda,
Maharesi Byasa juga membagi isinya. Dalam hal ini, ia dibantu oleh empat muridnya, yaitu Pulaha, Jaimini,
Samantu, dan Wesampayana. Kitab Weda ditulis dengan bahasa Sanskerta yang hanya dipahami oleh kaum
Brahmana (agamawan).
Berikut ini empat bagian utama Weda (caturweda):
 Regweda
Salah satu bagian dari kitab Weda yang berisi syair puji-pujian kepada dewa yaitu
Regweda. Mantra-mantra dalam bentuk puji-pujian tersebut digunakan untuk mengundang dewa
supaya hadir dalam upacara keagamaan.

 Samaweda
Isi yang dimuat dalam Samaweda tidak berbeda jauh dengan Regweda, yakni berupa puji-
pujian. Perbedaannya adalah, pujian di Samaweda dilantunkan dalam lagu.

 Yajurweds
Bagian dari Weda yang berisi doa untuk mengantar sesaji para dewa adalah Yajurweda. Isi
dari Yajurweda berupa yajus atau rapal yang digunakan untuk mengubah kurban yang menjadi
makanan dewa. Melalui rapal Yajurweda, makanan yang dikurbankan akan pindah ke alam
kedewataan dan dihubungkan dengan dewa.

 Atharmaweds
Kitab Atharmaweda mengandung mantra sakti dan ilmu gaib. Mantra itu digunakan untuk
mendoakan mereka yang sedang sakit dan untuk menolak bahaya.

3.Konsep weda
Kitab Suci Weda mengandung konsep tentang penciptaan yang bersifat tradisional, salah satunya
terkait penciptaan melalui permisalan tumbuhan. Dalam Weda, tahapan penciptaan tumbuhan disebut
sebagai jaringan Indra, yakni jaringan yang berbentuk cahaya yang tidak terbatas dan menjadi benang
kehidupan yang terhubung secara terus-menerus. Kehadirannya seperti gelombang cahaya yang dapat
menghilang dan muncul kembali. Jalinan benang kehidupan ini menjadi lebih stabil seiring berlalunya
waktu, sehingga menghasilkan cahaya yang mengalir. Aliran cahaya inilah yang kemudian membentuk
pohon.

4. Sifat weda
Sifat Weda Sebagai kitab suci agama Hindu, Weda memiliki beberapa sifat, yaitu: Weda tidak
berawal Weda tidak berakhir Weda berlaku sepanjang zaman Weda bukan agama ciptaan manusia Weda
bersifat fleksibel4.

D. Aliran-Aliran Himdu

Empat aliran utama yang sering didapati adalah Waisnawa, Saiwa, Sakta, dan Smarta. Dalam
masing-masing aliran, ada beberapa perguruan atau aliran lain yang menempuh caranya sendiri.

1. Aliran Waisnawa
Aliran dalam tubuh Hinduisme yang memuja Wisnu dewa pemelihara menurut konsep Trimurti
(Tritunggal) beserta sepuluh perwujudannya (awatara). Aliran ini menekankan pada kebaktian, dan para
pengikutnya turut memuja berbagai dewa, termasuk Rama dan Kresna yang diyakini sebagai perwujudan
Wisnu. Pengikut aliran ini biasanya non-asketis, monastis (mengikuti cara hidup biarawan), dan menekuni
praktik meditasi serta melantunkan lagu-lagu pemujaan.

4
A. D. El Marzdedeq. (2005). Peran Buddhisme di Dunia Klasik dan Ekspansi Melalui India. Jakarta: Syaamil Cipta
Media.
2. Aliran Saiwa
Aliran dalam tubuh Hinduisme yang memuja Siwa. Kadangkala Siwa digambarkan sebagai
Bhairawa yang menyeramkan. Umat Saiwa lebih tertarik pada tapa brata daripada umat Hindu aliran
lainnya, dan biasa ditemui berkeliaran di India dengan wajah yang dilumuri abu dan melakukan ritual
penyucian diri. Mereka bersembahyang di kuil dan melakukan yoga, berjuang untuk dapat menyatukan diri
dengan Siwa.

3. Aliran Sakta
Aliran Hinduisme yang memuja Sakti atau Dewi. Pengikut Saktisme meyakini Sakti sebagai
kekuatan yang mendasari prinsip-prinsip maskulinitas, yang dipersonifikasikan sebagai pasangan dewa.
Sakti diyakini memiliki berbagai wujud. Beberapa di antaranya tampak ramah, seperti Parwati (pasangan
Siwa) atau Laksmi (pasangan Wisnu). Yang lainnya tampak menakutkan, seperti Kali atau Durga.

4. Aliran Smarta
Aliran Hindu-monistis yang memuja lebih dari satu dewa meliputi Siwa, Wisnu, Sakti, Ganesa, dan
Surya di antara dewa dan dewi lainnya tetapi menganggap bahwa dewa-dewi tersebut merupakan
manifestasi dari zat yang Maha Esa. Dibandingkan tiga aliran Hinduisme yang disebutkan di atas, Smarta
berusia relatif muda. Berbeda dengan Waisnawa atau Saiwa, aliran ini tidak bersifat sektarian secara
gamblang, dan berdasarkan pada iman bahwa Brahman adalah asas tertinggi di alam semesta dan meresap
ke dalam segala sesuatu yang ada.
Daftar Pustaka
 A. D. El Marzdedeq. (2005). Peran Buddhisme di Dunia Klasik dan Ekspansi Melalui India. Jakarta:
Syaamil Cipta Media.
 http://kisahasalusul.blogspot.com/2014/07/asal-usul-lahirnya-agama-hindu-di-dunia.html
 SANJIWANI:Jurnal Filsafat Volume 11 Nomor2, September 2020

Anda mungkin juga menyukai