Anda di halaman 1dari 11

1.

Perkembangan Agama Hindu dari India


sampai ke Nusantara
AGAMA HINDU DI INDIA
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman
Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda
purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India
pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang
menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat
hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan
terhadap Dewa-dewa. Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di
Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa
Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki
peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan
sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan
perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang
sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut “Rta”. Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas
kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan,
kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu.
Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya “Tata Cara Upacara” beragama yang
teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya.
Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di
dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji
saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat
membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan
penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini
muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran
Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi
umum.
Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama
“Sidharta”, menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi,
sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Agama Hindu, dari India Selatan
menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama
Hindu sampai juga di Nusantara.
MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA
Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang
di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari
Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran
Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah,
Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang
masuknya Agama Hindu ke Indonesia.
Krom (ahli – Belanda), dengan teori Waisya.
Dalam bukunya yang berjudul “Hindu Javanesche Geschiedenis”, menyebutkan bahwa
masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang
dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India.
Mookerjee (ahli – India tahun 1912).
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para
pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka
mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari
tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung
sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.
Moens dan Bosch (ahli – Belanda)
Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran
agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa
oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia.

2. Brahmavidya (Filsafat dan Teologi Hindu) ….


Brahmavidya adalah pengetahuan tentang Ketuhanan dalam Agama Hindu di dalam The
New Oxford illustrated dictionary studi tentang mengenal Tuhan beserta manifestasi-
manifestasinya, pemahaman tentang Tuhhan itu penting dan perlu karena dengan mengenal
Tuhan secara tepat dan baik dapat mengantarkan kepada jalan kesempurnaan sampai kepada
moksa.

3. Diagram Peta WEDA (Sruti, Semerti, Upaweda, Wedangga)


SRUTI

Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa)
melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima
melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau
himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita
(Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:

Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.

Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg
Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya
terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang
wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda
dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.

Sama Weda Samhita.

Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu
pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi
Jaimini.

Yajur Weda Samhita.

Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda.
Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya
berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan
Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.

Atharwa Weda Samhita


Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda
terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa
untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa
Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.

Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat
diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga
Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah
dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.

Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah
penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara.
Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.

Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan


Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan
mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang
hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta
dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha
sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.

SMERTI

Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan
atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis
besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok
Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.

Kelompok Wedangga:

Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
(1).Siksa (Phonetika)

Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta
rendah tekanan suara.

(2).Wyakarana (Tata Bahasa)

Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan,
karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan
pengertian dan bahasa yang benar.

(3).Chanda (Lagu)

Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak
dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu,
semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.

(4).Nirukta

Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.

(5).Jyotisa (Astronomi)

Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang
diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya,
bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam
pelaksanaan yadnya.

(6).Kalpa

Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya,
Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma,
dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna,
penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan.
Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan
yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian
Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat
dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara
membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya
yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.

4. Kaitan Tiga Kerangka (pilar) Agama Hindu ( Filsafat, Etika, dan Upacara) dalam
meningkatkan Sradha Bakti
Ketiga tuntunan dalam Tri Kerangka dasar Agama Hindu tersebut patut dan harus
dimengerti, dipahami, diyakini, selalu dilatihkan, diterapkan, dirasakan hasilnya dan akhirnya
dijadikan sikap yang membudaya pada diri seseorang agar hidup ini menjadi senang, bebas
dari rasa takut, berprilaku baik dan benar, sejahtera ,harmonis dan damai. Jika ketiga
tuntunan ini dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik dan benar merupakan indikator
keberhasilan dalam mencapai tujuan hidup beragama.Sebagaimana telah diketahui bahwa
tujuan hidup beragama didalam agama Hindu adalahMoksartham jagadhita ya ca iti Dharma
atmanam( dapat mencapai kesejahteraan duniawi dan kebahagiaan rohani, atma/jiwa ).
Kesejahteraan duniawi subjeknya adalah manusia itu sendiri Secara lahiriah, sedangkan
kebahagiaan rohani subjeknya adalah jiwa/ atma.Guna dapat melaksanakan ajaran agama
yang diyakini dan agar tujuan hidup beragama dapat dicapai, ditetapkan adanya empat jalan
yang disebut Catur Marga yaitu :
1) karma margajalan karma/ berbuat yang baik dan benar berdasarkan dharma,
2) Bhakti marga ( jalan bhakti penyerahan diri pada Tuhan berdasarkan keyakinan
agama). 3). Jenyana marga( jalan pengabdian ilmu pengetahuan / Jnana/ olah pikir ) dan
4). Raja Marga (jalan yoga atau jalan yang dilandasi tiga jalan terdahulu ditambah
dengan pelaksanaan yoga yang sudah mapan )
Dari keempat jalan dimaksud dilihat dari sisi pelaksanaannya dapat dikelompokan menjadi dua
saja yang disebut :
1) Prawerti Marga dan
2) Niwerti Marga. Bagi umat Hindu pelaksanaan jalan dalam kehidupan didunia ini
dapat dipilih sesuai dengan tingkat umur, kemampuan ( fisik, pendidikan, sosial, sikap dan
adaptasi budaya ) kondisi setempat dan kesepakatan bersama ( Atmanastuti )Didalam tulisan
ini diuraikan Secara khusus tentang bentuk Sradha dan Bhakti dalam hidup beragama sebagai
salah satu jalan dalam penguatan beragama.
5. Kerja Hukum Karma Phala dalam Dimensi Waktu
Hukum adalah ketentuan – ketentuan atau peraturan – peraturan yang harus diatasi oleh
sekelompok manusia, serta memberikan hukuman /ancaman terhadap seseorang yang
melanggarnya baik itu berupa hukuman denda baik itu disebut orang dursila (penghianatan)
oleh kelompok orang – orang tertentu di dalam masyarakat.
Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat atau
berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku.
Phala yang berarti buah atau hasil.
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usahan
dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh – tumbuhan
dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma
dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta . Hukum inilah yang mengatur kelangsungan
hidup, gerak serta perputaran alam semesta.
Ada tiga jenis karma yaitu :
 Prarabda karma yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima
dalam hidup sekarang juga.
 Kriyamana karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan
diterima setelah mati di alam baka.
 Sancita karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada
kelahiran yang akan dating.

Dalam ajararan Hindu jika manusia terlahir kembali itu dapat dikatakan bahwa manusia
tersebut dalam proses karmaphala karena manusia tersebut masih terikat dengan dunia
duniawinya dan belum mencapai moksa dikarenakan dimasa lalu disaat beliau masih hidup
beliau ini pernah melakukan kesalahan yang akan ditembus pada kehidupannya akan datang.
Lalu ada juga jika melakukan karma yang tidak baik kelak disaat hidup kembali mereka akan
memiliki kekurangan saat lahir bisa bisu ataupun tuli( cacat tubuh ).
Demikian juga jika orang tersebut melakukan karma yg baik dimas hidupnya yang lalu orang
tersebut akan mendapatkan perlakuan yang baik dan lingkungan yang baik kelak nanti.

6. Perkawinan menurut Negara dan Agama Hindu di Indonesia


Dalam agama Hindu di Bali istilah perkawinan biasa disebutPawiwahan. Pengertian
Pawiwahan itu sendiri dari sudut pandang etimologi atau asal katanya, kata pawiwahanberasal
dari kata dasar “ wiwaha”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
kata wiwaha berasal dari bahasa sansekerta yang berarti pesta pernikahan; perkawinan
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:1130).Pengertian pawiwahan secara semantik
dapat dipandang dari sudut yang berbeda beda sesuai dengan pedoman yang digunakan.
Pengertian pawiwahan tersebut antara lain: menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 pasal 1 dijelaskan pengertian perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang
Maha Esa.Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat saya simpulkan
bahwa pawiwahan adalah ikatan lahir batin (skala dan niskala ) antara seorang pria dan wanita
untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal yang diakui oleh hukum Negara, Agama dan
Adat.

7. Tatwa / Filsafat / kesuksemaan Upanisad Samkhya di Indonesia

Di dalam Filsafat India, Metaphysica di sejajarkan dengan Tattwa , di Bali disebut


Kesukseman. Hindu di Indonesia memakai “WRHASPATI TATTWA “ adalah konsep Monodualis,
sama halnya dengan Filosofi Smkhya. Dalam Wrhaspati Tattwa, bahwa da unsur utama yang
menjadi sumber segala sesuatu (cetana) dan acetana yang keadaannya bertentangan antara
satu dengan yang lain disebut Rwa Bhineda Tattwa.

Cetana dan Acetana adalah dua hal yang menyebabkan adanya ciptaan di alam semesta ini.
Dalam Whraspati-Tattwa maupun Tattwa Jnana sebagaimana disebutkan dalam kutipan artikel,
"Berburu Permata di Kaki Sang Dewi Saraswati", menguraikan bahwa hakikat tertinggi dalam
suatu ciptaan adalah Cetana dan Acetana atau kesadaran dan ketidaksadaran.

 Cetana bersifat hening terang penuh dengan kesadaran sedangkan


 Acetana bersiat gelap, tidak tahu dan tanpa kesadaran.

Pertemuan Cetana dan Acetana inilah disebutkan yang menyebabkan adanya ciptaan.

Bertemunya Cetana dan Acetana menyebabkan menurunnya kesadaran Siwa (Hyang


Widhi) dan termanifestasikan menjadi Dewa, Manusia, Hewan dan tumbuh-tumbuhan
serta segala yang ada termasuk bumi dan alam semesta ini.

Adanya perbedaan diantara segala yang ada, sebagai akibat dari komposisi yang berbeda
dari Triguna yang muncul dari Pradanatattwa, yang berasal dari Acetana.
Inilah bibit badan Jasmani, yang nantinya membungkus kesadaran atma sehingga
penampakannya berbeda, “Sarwam Khalu Idham Brahman“, segalanya serba Tuhan.

Secara garis besar ajaran-ajaran yang dijelaskan di dalam Whraspati Tattwa disebutkan
bahwa unsur kesadaran dan ketidaksadaran dari Cetana dan Acetana ini tergantung pada
kuat tidaknya pengaruh māyā serta bersifat halus dan menjadi sumber segala yang ada.

Sehingga itulah sebabnya muncul dua kekuatan cetana dan acetana ini untuk purusa
pradana Sang Hyang Ketu dan Sang Hyang Rahu.

Berpadunya dua kekuatan ini pada jenjang Siwatama yang disebut dengan Gunakarya
barulah muncul ciptaannya yaitu :

 Sang Hyang Rahu beryoga lahirlah para Kala, Bhuta dan Sang Hyang Ketu.
 Sanghyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan Wewaran selanjutnya dwi wara dan
demikian seterusnya.

8. Struktur Upacara dan Struktur Banten


Banten Peras, banten ini lambang perjuangan dan doa untuk mencapai sukses dalam
hidup kita. Saya yakin di dunia ini tidak ada manusia normal yang tidak ingin sukses dalam
hidupnya. Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai syarat minimal agar kita sukses dalam hidup
ini. Dalam banten Peras ini digambarkan sesuai dengan Tattva agama Hindu yang tercantum di
dalam kitab Veda dan sastranya. Di dalam lontar disebutkan: Peras Ngarania Prasida Tri Guna
Śakti,artinya Peras namanya adalah sukses (Prasida) dengan kuatnya (Śakti) Tri Guna. Tri
Guna itu adalah Sattwam, Rajasdan Tamas. Kalau ketiga guna ini berada pada struktur yang
benar maka ia menjadi kekuatan yang luar biasa untuk membawa orang pada sukses dalam
hidupnya. Struktur yang ideal dari Tri Guna ini apabila struktur tersebut didominasi oleh Guṇa
Sattwam. Guṇa Sattwam menguasai Guṇa Rajah dan Tamah. Dalam banten Peras Guṇa
Sattwam disimbolkan dengan benang, Guṇa Rajas dilambangkan oleh uang dan Guṇa
Tamas dilambangkan oleh beras. Ketiga unsur itu ada pada banten Peras.

Penyeneng, adalah suatu jenis banten yang berbentuk Sampian dengan


tiga kojongnya. Banten penyeneng ini melambangkan konsep hidup yang seimbang, dinamis
dan produktif. Konsep hidup yang ideal adalah harus berupaya untuk menciptakan sesuatu
yang patut diciptakan, memelihara sesuatu yang patut dipelihara dan meniadakan sesuatu yang
patut ditiadakan. Ada beberapa jenis penyeneng dengan berbagai variasinya sesuai dengan
kreativitas seseorang, namun dalam penyeneng itu ada hal yang versifat esensial dan substantif.
Yang esensial dan substantif ada tiga makna yang disimbolkan oleh Banten Penyenen itu adalah
adanya tepung tawar yaitu suatu banten yang dibuat dari tepung beras, kunir dan daun dadap.
Tepung tawar ini adalah lambang dari keseimbangan hidup. Hidup yang seimbang adalah hidup
yang memperhatikan adanya hukum rwa bhineda, kecuali Sang Hyang Widhi Wasa tidak ada
yang tidak kena hukum ini. Ada siang ada malam, ada senang ada sedih, ada lahir ada batin, ada
sosial ada individu dan seterusnya. Hidup yang seimbang adalah hidup yang selalu
mengupayakan adanya keseimbangan lahir batin, material spiritual, individual dengan sosial
dan seterusnya. Daun dapdap dalam Lontar Taru Premāṇa disebut Taru Śakti. Śakti artinya
kuat, kekuatan yang paling baik adalah keseimbangan itu sendiri. Undur Bīja dalam banten
penyeneng itu lambang bibit sumber kreativitas. Dalam Penyeneng juga digunakan Nasi
Segau yang artinya sebagai suatu kekuatan yang harus ditumbuhkan dandimohonkan kepada
Sang Hyang Widhi Wasa agar kita dapat menghilangkan sesuatu yang patut dan wajib
dihilangkan. Meskipun wujud Banten Penyeneng itu sangat lokal Bali namun makna yang
dimuat sangat universal. Memang hidup yang ideal adalah hidup yang penuh dengan kreativitas
untuk mencipta, memelihara dan meniadakan yang patut ditiadakan. Pengertian ini dapat kita
tarik dari Pūjā PengantarBanten Penyeneng yang berbunyi Oṁ Kaki Penyeneng Nini Panyeneng
Kajenengan Dening Brahmā Viṣṇu Īśvara yang artinya Kaki dan Nini Penyeneng itu tiada lain
Hyang Widhi sebagai puruṣa dan Pradhāna sumber terjadinya kehidupan. Penyeneng artinya
pemberi kehidupan, kata Nyeneng dalam bahasa Bali artinya Hidup.

Banten Tulung adalah suatu banten dengan tiga kojong juga berisi nasi dengan lauk pauk
dan rerasmen. Umat umumnya terutama kaum wanita sangat terampil membuatnya namun
yang penting disini adalah makna dari banten tulung tersebut. Dalam bahasa Bali
kata “tulung” berarti tolong menolong. Manusia disamping sebagai makhluk individu jga
berdimensi sebagai makhluk sosial. Salah satu ciri manusia sebagai makhluk sosial adalah
memiliki kemampuan berkerja sama dengan sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan saling tolong menolong itulah mereka akan hidup lebih sejahtera.

Banten sesayut, berasal dari kata Āyu. Kata Āyu ini berasal dari bahasa Sansekerta
artinya hidup yang baik. Kata Āyu ini sudah mewarga ke bahasa Jawa Kuna dan Bahasa Bali.
Dalam bahasa Bali kata Āyu inilah yang menjadi katarahayu yang artinya selamat. Sesayut
mendapat awalan Dwipūrwa menjadi sesayut artinya keselamatan atau kesejahteraan.
Jenis banten sesayut ini ratusan jumlahnya dan bermacam-macam namanya. Ada sesayut Pūrṇa
Suka, Tulus Dadi, Tulus Āyu, Sida Pūrna, Pamiak Kala Lara Melaradan dan lain-lain. Namun ada
hal yang sama di sini yaitu dasar sesayut yang disebut tatakan sesayut yang wujudnya bulat
dibuat dari daun kelapa yang sudah hijau. Bentuk bulat itu dibuat dengan daun kelapa itu
dibuat “maiseh” tahap demi tahap sampai membentuk bulatan. Bentuk sesayut yang inilah
melambangkan bahwa perjuangan untuk mencapai hidup yang sejahtera yang disebut Āyu ini
tidak bisa dilakukan dengan ambisi tergesa-gesa. Perjuangan hidup itu harus dilakukan dengan
bertahap seperti kulit sesauttersebut yang bentuknya bulat bertahap. Keselamatan hidup di
dunia ini harus dicapai melalui perjuangan hidup yang bertahap.

Anda mungkin juga menyukai