A. Pengertian Weda
Wahyu yang diturunkan oleh Hyang Widhi melalui para Rsi, dikumpulkan atau dihimpun
menjadi suatu kitab suci. Kitab suci yang diyakini sebagai wahyu yang diturunkan oleh Hyang
Widhi disebut Weda. Kata Weda dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu
berdasarkan etimologi (akar katanya) dan berdasarkan semantic(pengertiannya). Weda sebagai
wahyu yang diturunkan Agama Hindu, secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, dari akar
kata "Wid" yang berarti mengetahui atau pengetahuan. Dari kata Weda yang ditulis dengan
huruf A (panjang) berarti pengetahuan kebenaran sejati atau kata-kata yang diucapkan dengan
aturan-aturan tertentu yang dijadikan sumber ajaran Agama Hindu. Secara semantic Weda berarti
kitab suci yang mengandung kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci bagi umat Hindu.
Maharsi Sanaya mengatakan bahwa Weda adalah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang
mengandung ajaran yang luhur untuk kesempurnaan umat manusia serta menghindarkannya dari
perbuatan jahat.
Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna berasal dari Sang Hyang Widhi
yang didengarkan oleh Para Maha Rsi melalui pawisik (wahyu), sehingga weda
disebut Sruti yang berarti Sabda Suci atau pawisik yang didengarkan sehingga weda itu
sebagian besar adalah nyanyian-nyanyian dari Hyang Widhi yang berbentuk puisi, dalam Weda
disebut Chandra. Orang yang menghayati dan mengamalkan Weda akan mendapatkan
kerahayuan atau ketenangan lahir batin. Winternitz dalam bukunya A History of Indian
Literature, volume I (1927) menyatakan bahwa kitab suci Weda adalah monument dan susastra
tertua di dunia. Ia menyatakan bila kita ingin mengerti permulaan dari kebudayaan kita yang
tertua, kita harus melihat Rg Weda sebagai susastra tertua yang masih terpelihara. Sebab
pendapat apapun yang kita miliki mengenai susastra maka dapat dikatakan bahwa Weda adalah
susastra timur tertua dan bersama dengan itu merupakan monument susastra dunia tertua.
Demikian pula Bloomfield dalam bukunya The Religion of Weda (1908) menyatakan bahwa Rg
Weda bukan saja monument tertua tetapi juga dokumen di timur yang paling tua.
B. Bahasa Weda
Sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa maka timbul sebuah pertanyaan, bahasa apakah yang
dipergunakan ketika wahyu itu turun dan demikian pula ketika Weda itu dituliskan. Dapat kita
lihat pada kenyataannya bahwa setiap agama memiliki bahasa wahyunya tersendiri, biasanya
bahasa kitab suci mereka adalah bahasa dimana wahyu tersebut diterima atau diturunkan. Begitu
pula sebaliknya yang terjadi pada agama Hindu, kitab suci Weda menggunakan bahasa
SansekertaKarena Maha Rsi penerima wahyu Weda tersebut menggunakan bahasa sansekerta.
Sampai saat ini bahasa sansekerta juga digunakan dalam penulisan susastra Hindu.
Istilah bahasa sansekerta adalah bahasa yang dipopulerkan oleh Maharsi bernama Panini
yang hidup pada abad ke VI sebelum masehi. Pada waktu itu Maharsi Panini mencoba menulis
sebuah kitab Vyakarana (tata bahasa) yang kemudian terkenal dengan nama Astadhayayi yang
terdiri dari delapan Adhyaya atau bab yang mencoba mengemukakan bahwa bahasa yang
digunakan dalam Weda adalah bahasa dewa-dewa. Bahasa dewa-dewa yang demikian dikenal
dengan “Daivivak” yang berarti bahasa atau “sabda dewata”.
Kemudian atas jasa Maharsi Patanjali yang menulis kitab “Bahasa” dan merupakan buku
kritik yang menjelaskan kitab Maharsi Panini yang ditulis pada abad ke II sebelum masehi,
makin terungkaplah nama Daivivak untuk menamai bahasa yang digunakan dalam penulisan
karya sastra seperti Itihasa (Sejarah), Purana (cerita-cerita kuno/mitologi). Penulis yang tampil
setelah Maharsi Panini adalah Maharsi Katyayana. Katyayana hidup di abad ke V sebelum
masehi. Katyayana dikenal juga dengan nama Vararuci dan di Indonesia salah satu karya dari
Maharsi Vararuci yaitu Sarasamuccaya telah diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Kuno pada
masa kerajaan Majapahit.
Dengan perkembangannya yang pesat sesudah diturunkannya Weda, kemudian para ahli
Sansekerta membedakan bahasa Weda kedalam tiga kelompok, yakni:
1) Bahasa Sansekerta Weda (Vedic Sanskrit) yakni bahasa sansekerta yang digunakan dalam
Weda yang umumnya jauh lebih tua dibandingkan dengan bahasa sansekerta yang kemudian
digunakan dalam berbagai susastra Hindu seperti dalam Itihasa, Purana, Dharmasastra,dll.
2) Bahasa Sansekerta Klasik (Classical Sanskrit) yakni bahasa sansekerta yang digunakan dalam
karya sastra (susastra Hindu) seperti Itihasa (Ramayana dan Mahabharata), Purana (18
Mahapurana dan 18 Upapurana), Smrti (kitab-kitab Dharmasastra), kitab-kitab Agama (Tantra),
dan Darsana yang berkembang sesudah Weda.
3) Bahasa Sansekerta Campuran (Hybrida Sanskrit) dan untuk di Indonesia oleh para ahli
menamai sansekerta kepulauan (Archipelago Sanskrit). Baik sansekerta campuran maupun
sansekerta kepulauan keduanya ini tidak murni menggunakan kosa kata atau tata bahasa
Sansekerta sebagaimana yang digunakan dalam kedua kelompok sebelumnya (Sansekerta Weda
dan Sansekerta Klasik). Contoh sansekerta campuran dapat dijumpai di India terutama pada
masyarakat yang tidak menggunakan bahasa sansekerta (kini menjadi bahasa Hindi) seperti di
India Timur atau Selatan, sedangkan di Indonesia dapat kita lihat dari Sruti, Stava atau Puja yang
digunakan oleh para pandita di Bali.
Tentang pengucapan mantra dalam Weda yang tertuang di dalam kitab Nirukta I.18 menyatakan
bahwa :
“Seseorang yang mengucapkan mantra (Weda) tidak mengerti makna yang terkandung dalam
mantra Weda tersebut, maka tidak memperoleh penerangan rohani. Seperti sebatang kayu bakar
yang disiram minyak tanah tidak akan pernah terbakar jikalau tidak ada api. Demikianlah
orang yang hanya mengucapkan (membaca), tidak mengetahui arti atau makna mantra (Weda)
maka tidak akan memperoleh cahaya pengetahuan sejati.”
I. Pengkodifikasian Weda
Kitab Weda merupakan naskah suci pokok dari agama hindu. Weda adalah pengetahuan
suci yang sangat luar biasa. Weda diterima melalui Maha Rsi bukan orang biasa maka kebenaran
Weda adalah mutlak tidak dapat diragukan lagi. Berdasarkan materi dan luas ruang lingkup
isinya, jenis buku Weda itu banyak jumlahnya. Weda mencakup berbagai aspek kehidupan yang
menyangkut manusia. Maha Rsi Manu membagi jenis Weda kedalam dua kelompok besar,
yaitu Weda Sruti dan Weda Smrti.
Pembagian dalam dua jenis Weda ini selanjutnya dipakai untuk menamakan semua jenis
buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda secara tradisional. Kelompok Weda Sruti isinya
hanya memuat wahyu sedangkan kelompok Weda Smrti isinya adalah ingatan kembali
terhadap Sruti. Jadi, Smrti merupakan buku pedoman yang isinya tidak bertentangan dengan
Sruti Bila dibandingkan dengan ilmu politik, Sruti adalah UUD-nya Hindu sedangkan Smrti
adalah UU pokok dan UU pelaksanaannya adalah Nibandha. Keduanya merupakan sumber
hukum yang mengikat yang harus diterima. Oleh karena itu, Bhagawan Manu menegaskan dalam
kitabnya Manawa Dharmasastra II.10 sebagai berikut :
Srutistu Weda Wijneyo dharmacastram tu wai Smrtih. te sarwartheswam imamsye tabhyam
dharmohi nirba bhau.
"Sesungguhnya Sruti (wahyu) adalah Weda demikian pula Smrti itu adalah Dharmasastra,
keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci
yang menjadi sumber dari Agama Hindu (Dharma)".
Manawa Dharmasastra. II. 10
Penghimpunan dan pengkodifikasian weda sangatlah penting dilakukan, karena wahyu
Hyang Widhi diberbagai tempat yang diterima oleh beberapa Maha Rsi, penyampainnya masih
dalam bentuk lisan dari mulut ke mulut serta hanya disampaikan kepada orang tertentu saja. Oleh
karena itu menjadi sangat penting untuk mengkodifikasikan Weda sehingga dapat dilestarikan
dan disampaikan kepada semua umat Hindu. Weda secara garis besarnya dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu Weda Sruti dan Weda Smrti.
1). Weda Sruti
Weda Sruti adalah kelompok Weda yang ditulis oleh para Maha Rsi
melaluipendengaran langsung dari wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kelompok Weda Sruti
menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya atau weda orisinil. Menurut sifat
isinya, weda sruti dibagi menjadi tiga bagian antara lain :
1. Bagian mantra (Mantra Samhita)
Kitab Mantra atau Mantra Samhita umurnya sangat tua dan merupakan dokumen umat
manusia tertulis yang tertua dan masih ada sampai sekarang. Kitab ini ditulis dalam bentuk syair
atau prosa liris, bahasanya bahasa Sansekerta Weda (Wedic Sanskrit). Syair-syair tersebut
terkumpul dalam empat himpunan mantra yang masing-masing disebut samhita. Keempat
samhita tersebut disebut Catur Weda Samhita yang terdiri dari :
a. Rg. Weda atau Rg. Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran-
ajaran umum dalam bentuk pujaan (Rc atau Rcas) Arc =memuja. Rg. weda terdiri dari 10.552
mantra, isinya syair-syair pujaaan. Kitab ini merupakan Weda yang tertua dan yang terpenting,
isinya terdiri dari 10 mandala. Dan mandala yang ke-10 adalah mandala yang terpenting karena
menunjukkan kebenaran yang mutlak. Pendeta penyajinya disebut Hort (Horti). Kitab Rg. Weda
dikumpulkan dalam berbagai jenis resensi, seperti resensi Sakala, Baskala, Aswalayana,
Sankhyayana, dan Madukeya. Dari lima macam resensi ini, yang masih terpelihara adalah
resensi sakala, sedangkan resensi-resensi lainnya banyak yang tidak sempurna lagi karena
mantra-mantranya hilang. Rg.Weda terbagi atas 10 mandala yang tidak sama panjangnya
b. Sama Weda atau Sama Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat
ajaran umum mengenai lagu-lagu pujaan atau saman yang dinyanyikan waktu upacara. Sama
Weda terdiri dari 1.875 mantra. Kata sama berarti irama atau melodi. Pendeta penyajinya
disebut Udgatr (Udgatri). Sama Weda terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Bagian Arcika terdiri dari mantra-mantra pujaan yang bersumber pada Rg. Weda.
2. Bagian Uttararcika, yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan. Kitab ini terdiri dari
beberapa buku nyanyian pujaan (gana). Dari kitab-kitab yang ada, yang masih dapat dijumpai
antara lain Ranayaniya, Kutama, dan Jaiminiya (Talawakara).
c. Yajur Weda atau Yajur Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat
doa-doa pujaan atau pokok-pokok yadnya, yang terdiri dari 1.975 mantra. Pendeta penyajinya
disebut Adwaryu. Yajur Weda terdiri dari mantra-mantra yang sebagian besar berasal dari Rg.
Weda, ditambah dengan beberapa mantra tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk
prosa. Menurut Bhagawan Patanjali, kitab ini terdiri dari 101 resensi yang sebagian besar sudah
lenyap. Kitab ini terdiri atas dua aliran, yaitu :
1. Yajur Weda Hitam (Kresna Yajur Weda) yang terdiri atas beberapa resensi yaitu
Katakhassamhita, Mapisthalakathasamhita, Maitrayamisamhita, dan Taithiriyasamhita (terdiri
dari dua aliran, yaitu Apastamba dan Hiranyakesin).
2. Yajur Weda Putih (Sukla Yajur Weda juga dikenal Wajasaneyi Samhita). Kitab ini terdiri dari
dua resensi, yaitu Kanwa dan Madhayandina.
Perbedaan pokok antara kedua Yajur Weda ini terletak pada penggunaan mantra. Mantra pada
yajur weda putih diucapkan sebagai doa-doa dalam suatu upacara, sedangkan mantra pada Yajur
Weda Hitam menguraikan tentang arti dari upacara itu sendiri.
d. Atharwa Weda atau Atharwa Weda Samhita terdiri dari 5.987 mantra. Diantara mantra-
mantra itu banyak yang berbentuk prosa. Isinya adalah tuntunan hidup sehari-hari yang
berhubungan dengan hidup keduniawian. Banyak mantranya bersifat magis (Atharwan). Pendeta
penyajianya disebutBrahmana. Kitab ini terdiri dari Resensi Saunaka dan Paipplada.
Dari keempat kelompok Weda itu, tiga kelompok pertama sering disebut sebagai mantra yang
berdiri sendiri. Oleh karena itu disebut Trayi weda atau Tri Weda.
2. Bagian Brahmana (Karma Kanda)
Kitab-Kitab Brahmana memuat ajaran tentang kewajiban-kewajiban hidup beragama.
Kewajiban-kewajiban ini antara lain kewajiban untuk melakukan upacara korban atau yadnya.
Setiap Kitab Suci Weda memilki kitab Brahmananya sendiri-sendiri. Kitab Reg Weda memiliki
dua buah kitab Brahmana yaitu: Aetareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana yang juga disebut
Sankhyana Brahmana. Kitab yang pertama terbagi atas 40 bab, sedangkan kitab yang kedua
terdiri dari 30 bab. Kitab Sama Weda memiliki beberapa kitab brahmana yaitu: Tandya
Brahmana (Panca Wirusa), Sadwirusa Brahmana, Adbhuta Brahmana. Kitab Yajur Weda
memiliki dua kitab brahmana yaitu: Taittiriya Brahmana (milik Sukla Yajur Weda). Kitab
Atharwa Weda memiliki kitab Gopatha Brahmana.
3. Bagian Upanisad/Aranyaka (Jnana Kanda)
Kata Upanisad berarti duduk dibawah dekat seorang guru untuk menerima ajaran-ajaran
yang bersifat rahasia. Pokok ajaran Upanisad berkisar pada dua asas
yaitu Brahman dan Atman.Brahman adalah asas alam semesta, dan Atma adalah asas manusia.
Upanisad-upanisad yang dipandang paling penting, yaitu: Isa Upanisad, Kena Upanisad, Katha
upanisad, Aetareya Upanisad, Taiitiriya Upanisad, Kausitaki Upanisad dan Swetaswatara
Upanisad.
Kitab Aranyaka merupakan kelanjutan dari kitab Brahmana. Kitab ini merupakan pedoman
bagi orang yang sudah melaksanakan Wanasprasta. Kitab ini isinya interpretasi upacara-upacara
keagamaan. Kitab ini disebut rahasya Jnana karena isinya bersifat rahasia. Kitab-kitab
Aranyaka yaitu: Aetareya Aranyaka (milik Reg Weda). Tandra Aranyaka (Milik Sama Weda),
Satapatha Aranyaka (milik Atharwa Weda). Menurut DR.G Sriniwasa Murti bahwa tiap-tiap
sakha yaitu cabang ilmu dari kitab suci Weda merupakan satu Upanisad. Dalam penelitian beliau
dinyatakan bahwa kitab Catur Weda Samhita memiki 1.180 sakha yang perinciannya sebagai
berikut: Reg Weda memiliki 21 sakha, Sama Weda memiliki 1.000 sakha, yajur Weda memilki
109 sakha dan Atarwa Weda memiliki 50 sakha. Jadi semestinya ada 1.180 sakha, namun
berdasarkan catatan Muktikopanisad jumlah upanisad yang ada sebanyak 108 buah buku, setiap
Weda dari Catur Weda memilki kitab Upanisad sebagai berikut:
a. Upanisad yang termasuk Reg Weda berjumlah 10 Upanisad yaitu: Aetareya, Kausitaki, Nada-
Bindu, Atmaprabedha, Nirwana, Mudgala, Aksamalika, Tripura, Saubhaya, dan Brahwrca
Upanisad.
b. Upanisad yang termasuk Sama Weda berjumlah 16 Upanisad yaitu: Kena, Chandogya, Aruni,
Maitrayani, Maitreyi, Wajrasucika, Yogacudamani, Wasudewa, Mahat, Sanyasa, Awyakta,
Kondika, Sawitri, Rudraksajabala, Darsana dan Jabali Upanisad.
c. Upanisad yang termasuk Yajur Weda:
- Yajur Weda Hitam berjumlah 32 Upanisad: Kanthawali, Taittiriyaka, brahma, Kaiwalya,
Swetaswatara, Garbha, Narayana, Amrtabindu, Asartanada, Katagnirudra, Kausika,
Sukharahasya, Tejebindu, Dyanabindu, Brahmawidya, Yogatattwa, Daksinamurti, Skanda,
Sariraka, Yoga Sikha, Ekasara, Aksi, Awadhuta, Katha, Rudrahredaya, Yogakundalini,
Pancabrahma, Pranagnihotra, Wahara, Kalisandraha, Ratnakhata dan Saraswatirasya Upanisad.
- Yajur Weda Putih berjumlah 19 Upanisad: Isawasya, Brhadaranyaka, Jabala, Hamsa,
Paramahamsa, Subata, Mantrika, Niralambha, Trisikhibrahmana, Turiyatitah, Adwanyataraka,
Pinggala, Bhiksu, Adhyatma, Tarasara, Yadnyawalkya, Satyayani, Muktika dan Mandala
brahmanaa Upanisad.
d. Upanisad yang termasuk Atharwa Weda Berjumlah 31 Upanisad: Prasna, Mundaka, Mandhuka,
Atharwasria, Atharwasikha, Brhaajjabala, Nrsimhatapini, Naradapariwrrjaka, Sita,
Mahanarayana, Ramarahasya, Ramatapini, Sandilya, Paramahamsa, Annapurna, Surya, Atma,
Pasupata, Parabrahma, Tripuratapini, Dewi, bhawana, Brahma, Ganapati, Mahawakaya,
Gopalatapini, Krsna, Hayagriwa, Dattatreya, Garuda, Sarabha.
2). Weda Smrti
Kitab Weda Smrti adalah kitab yang ditulis berdasarkan ingatan yang bersumber kepada
Weda Sruti. Kitab ini dianggap sebagai kitab Hukum Hindu yang didalamnya memuat tentang
sariat Hindu yang disebut Dharma. Kerena itu Kitab Smrti ini dinyatakan sebagai Kitab
Dharmasastra. Dharma berarti hukum dan Sastra berarti ilmu. Keterangan lebih lanjut
mengenai kitab Smrti dapat kita temukan dalam berbagai kitab seperti:
“Srutir wedah samakhyato, dharmasastram tu wai smrti”
Artinya:
Yang dimaksud dengan sruti sama dengan weda dan Dharmasastra itu sesungguhnya Smrti.
Kitab Sarassamuscaya 37.
DAFTAR PUSTAKA
Bantas, I Ketut dan I Nengah Dana. 1986. Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Karunika Jakarta.
Bantas, I Ketut. 2002. Agama Hindu. Jakarta: Universitas Terbuka.
Midastra, I Wayan,dkk. 2007.Savitri Pendidikan Agama Hindu untuk SMP Kelas VIII. Denpasar: Tri
Agung.
Sudirga, Ida bagus,dkk. 2010. Widya Dharma Agama Hindu untuk SMA Kelas XI. Denpasar: Ganeca
Exact.
Tim Penyusun. 1994. Buku Pelajaran Agama Hindu until Perguruan Tinggi. Jakarta: hanuman Sakti.
Nama-nama para maharsi sebagai penulis Hukum
Hindu diantaranya; Gautama, Baudhayana,Shanka-likhita, Wisnu,
Aphastamba, Harita, Wikana, Paitinasi, Usanama, Kasyapa, Brhraspati dan Manu.
Beberapa aliran Hukum Hindu diantaranya:
1. Aliran Yajnyawalkya oleh Yajnyawalkya.
2. Aliran Mithaksara oleh Wijnaneswara.
3. Aliran Dayabhaga oleh Jimutawahana.
Dari ketiga aliran tersebut akhirnya keberadaan hukum Hindu dapat berkembang
dengan pesatkhususnya di wilayah India dan sekitarnya, dua aliran yang yang terakhir
yang mendapat perhatian khusus dan dengan penyebarannya yang sangat luas yaitu
aliran Yajnyawalkya dan aliran Wijnaneswara. Pelembagaan
aliran (Yajnyawalkya dan Wijnaneswara) yang diatas sebagai sumber Hukum
Hindu padaDharmasastra. Adapun penggaruh Hukum Hindu sampai ke Indonesia
nampak jelas pada Jaman Majapahit tetapi sudah dilakukan penyesuaian atau
reformasi Hukum Hindu, yaitu dipakai sebagaisumber yang berisikan ajaran-ajaran
pokok Hindu yang khususnya memuat dasar-dasar umum Hukum Hindu, yang
kemudian dikembangkan menjadi sumber ajaran Dharma bagi masyarakat Hindu.
1. SUMBER-SUMBER HUKUM HINDU.
Sumber Hukum Hindu berasal dari Veda Sruti dan Veda Smrti. Veda
Sruti adalah
kitab suci Hinduyang berasal dari wahyu Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa yang didengar langsung oleh para Maharsi, yang isinya patut dipedomani dan
dilaksanakan oleh umat sedharma. Veda Smrti adalah kitab suci Hindu yang ditulis
oleh para Maharsi berdasarkan ingatan yang bersumber dari wahyu Sang
Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, yang isinya patut juga dipedomani dan
dilaksanakan oleh umat sedharma.
Ada tiga penulis yang terkenal terkait dengan keberadaan kitab Dharmasutra,
diantaranya adalah;
1. Gautama adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih
menekankan pembahasan aspek hukum dalam rangkaian peletakan dasar tentang
fungsi dan tugas raja sebagai pemegang dharma. Pada dasarnya beliau membahas
tentang pokok-pokok hukum pidana dan hukum perdata.
2. Apastamba adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih
menekankan pembahasan tentang pokok-pokok materi wyawahara pada dengan
beberapa masalah yang belum dibahas dalam kitab Gautama, seperti; mengenai
hukum perzinahan, hukuman karena membunuh diri, hukuman karena
melanggar dharma, hukum yang timbul karena sengketa antara buruh dengan majikan,
dan hukum yang timbul karena penyalah-gunaan hak milik.
3. Baudhayana adalah penulis kitab Dharmasutra yang karya hukumnya lebih
menekankan pembahasan tentang pokok-pokok hukum seperti; hukum
mengenai bela diri, penghukumankarena seorang Brahmana, penghukuman atas
golongan rendah membunuh Brahmana, dan penghukuman atas pembunuhan yang
dilakukan terhadap ternak orang lain.
Menurut kitab Dharmasastra yang ditulis oleh Manu, keberadaan titel hukum at
auwyawaharapada dibedakan jenisnya menjadi delapan belas (18), antara lain;
1. Rinadana yaitu ketentuan tentang tidak membayar hutang.
2. Niksepa adalah hukum mengenai deposito dan perjanjian.
3. Aswamiwikrya adalah tentang penjualan barang tidak bertuan.
4. Sambhuya-samutthana yaitu perikatan antara firman.
5. Dattasyanapakarma adalah ketentuan mengenai hibah dan pemberian.
6. Wetanadana yaitu hukum mengenai tidak membayar upah.
7. Samwidwyatikarma adalah hukum mengenai tidak melakukan tugas yang
diperjanjikan.
8. Krayawikrayanusaya artinya pelaksanaan jual beli.
9. Swamipalawiwada artinya perselisihan antara buruh dengan majikan.
10. Simawiwada artinya perselisihan mengenai perbatasan
11. Waparusya adalah mengenai penghinaan.
12. Dandaparusya artinya penyerangan dan kekerasan.
13. Steya adalah hukum mengenai pencurian.
14. Sahasa artinya mengenai kekerasan.
15. Stripundharma adalah hukum mengenai kewajiban suami-istri.
16. Stridharma artinya hukum mengenai kewajiban seorang istri.
17. Wibhaga adalah hukum pembagian waris.
18. Dyutasamahwya adalah hukum perjudian dan pertaruhan
C. Sumber Hukum menurut Veda
Dalam sloka kitab Manawadharmasastra ditegaskan bahwa, yang menjadi
sumber hukum umat sedharma “Hindu” berturut-turut sesuai urutan adalah sebagai
berikut:
1. Sruti
2. Smerti
3. Sila
4. Sadacara
5. Atmanastuti
Menurut Dr. P.N. Sen, Dr. G.C. Sangkar, menyatakan bahwa sumber-
sumber hukum Hindu berdasarkan ilmu dan tradisi adalah:
1. Sruti
2. Smerti
3. Sila
4. Sadacara
5. Atmanastuti
6. Nibanda
Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain:
1. Manu
2. Apastambha
3. Baudhayana
4. Wasistha
5. Sankha Likhita
6. Yanjawalkya
7. Parasara
Secara tradisional Dharmasastra telah dikelompokkan menjadi empat kelompo
k menurut jamannya masing-masing yaitu:
1. Jaman Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu.
2. Jaman Treta Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Yajnawalkya.
3. Jaman Dwapara Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Sankha Likhita.
4. Jaman Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara.