Anda di halaman 1dari 7

CATUR ASRAMA

X AP.8
Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
I Putu Sumardiana Putra ( 15 )
Ni Kadek Jihan Rizkiani Putri Gita ( 23 )
Ni Komang Riastini ( 26 )
Ni Nyoman Sri Sumawartini ( 30 )

SMKN 1 KUTA SELATAN


Jalan Gedong Sari, By Pass Ngurah Rai, Nusa Dua, Benoa, Kuta Selatan.
Nusa Dua
2019
o CATUR ASRAMA
A. Pengertian Catur Asrama
Kata Catur Asrama berasal dari bahasa Sansekerta. Catur Asrama terdiri atas dua
kata yakni “Catur”, yang berarti empat dan “Asrama”, berarti tempat atau lapangan. Kata
“Asrama” sering dikaitkan dengan tahapan atau jenjang kehidupan. Jadi Catur Asrama
artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai moksa. Atau catur
asrama dapat pula diartikan sebagai empat tingkatan hidup manusia atas dasar keharmonisan
hidup dimana pada tiap-tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh adanya ciri-ciri tugas
kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa lainnya, tetapi merupakan
kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

sumber gambar:
( http://agamahindudarma.blogspot.com/ )

B. Bagian-Bagian Catur Asrama


Naskah jawa kuno yang diberi nama Agastya Parwa menguraikan tentang bagian
bagian catur asrama. Dalam kitab silakrama itu dijelaskan sebagai berikut:
“ Catur Asrama ngaranya Brahmacari, Grahasta, Wanaprasta, Bihksuka, Nahan
tang Catur Asrama ngaranya”.
Artinya:
Yang bernama catur asrama ialah brahmacari, grahasta, wanaprasta, dan bihksuka .

Berdasarkan uraian dari Agastya Parwa itu menjadi sangat jelaslah pembagian catur
asrama itu. Catur asrama ialah empat fase pengasraman berdasarkan petunjuk kerohanian.
Dari keempat pengasraman itu diharapkan mampu menjadi tatanan hidup umat manusia
secara berjenjang. Masing-masing tatanan dalam tiap jenjang menunjukan proses menuju
ketenangan rohani. Sehingga diharapkan tatanan rohani pada jenjang moksa sebagai akhir
pengasraman dapat dicapai atau dilaksanakan oleh setiap umat. Adapaun pembagian dari
catur asrama itu terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

1. Brahmacari Asrama
2. Grhastha
3. Wanaprastha
4. Bhiksuka/Sanyasin

Masing-masing jenjang memiliki kurun waktu tertentu untuk melaksanakannya.


Pelaksanaan jenjang perjenjang ini hendaknya dapat dipahamidan dipandang sebagai
kewajiban moral dalam hidup dan kehidupan ini. Dengan demikian betapa pun beratnya
permasalahan yang dihadapi dari masin-masing fase kehidupan itu tidak akan pernah
dikeluhkan oleh pelakunya. Idialnya memang seperti itu tidak ada sesuatu permasalahan
yang patut kita keluhkan. Keluh-kesah yang kita simpan dan menguasai sang pribadikita
tidak akan pernah membantu secara ikhlas untuk medapatkan jalan keluar dari permasalahan
yang ada. Bila kita hanya mampu megeluh tentu hanya akan menambah beban yang lebih
berat lagi. Hindu sebagai agama telah menggariskan kedapa umatnya untuk tidak hanya
biasa dan kaya mengeluh. Renungkan sloka suci sebagai berikut:

Niyatam kuru karma tvam,

karma jyayo hy akarmanah,

sarirayatra pi cha ten a

prasidheyed akarmanah

(Bhagawadgita III.8.42).

Artinya:

Lakukan pekerjaan yang diberikan padamu karena melakukan perbuatan itu lebih
baik sifatnya dari pada tidak melakukan apa-apa, sebagai juga untuk memelihara
badanmu tidak akan mungkin jika engkau tidak bekerja.

Yajnarthat karmamo nyatra,

loko yam karma bandhana,

tadartham karma kaunteya,


muktasangah samachara

(Bhagawadgita III.9.43)

Artinya:

Kecuali pekerjaan yang dilakukan sebagai dan untuk yadnya dunia ini juga terikat
oleh Hukum Karma. Oleh karenanya, O Arjuna, lakukanlah pekerjaanmu sebagai
yadnya, bebaskan dari semua ikatan.

Demikianlah Sri Bhagawan Kresna menjelaskan agar kita melakukan


pekerjaan yang telah diwajibkan dengan benar dan tanpa terikat akan hasilnya.
Tujuannya tiada lain adalah agar semua karma atau perbuatan yang kita lakukan
diubah menjadi yoga, sehingga kegiatan itu dapat membawa kita menuju persatuan
dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Bila seseorang melakukan perbuatan dengan kesadaran badan, yaitu bila


meraka menyamakan dirinya sebagai manusia yang berbuat,Maka perbuatan itu tidak
akan menjadi Karma Yoga.setiap pelaku dilakukan dengan perasaan mementingkan
dirinya sendiri,dengan rasa keterikatan,yaitu merasa perbuatannya,maka semua
perbuatan semacam itu akan mengakibatkan kesedihan.

Bekerjalah “Karma” untuk dapat mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian


hidup ini sebagai mana dijelasakan dalam ajaran Catur Purusa Artha. Hanya dengan
melakukan kewajiban karma seseorang akan terbebas dari semua masalah yang
dihadapinya.

o WANAPRASTHA

Wanaprasta terdiri dari dua kata yaitu ” wana ” yang artinya pohon, kayu, hutan, semak
belukar dan ” prasta ” yang artinya berjalan, berdoa. Jadi wanaprasta artinya hidup menghasingkan
diri ke dalam hutan. Mulai mengurangi hawa nafsu bahkan melepaskan diri dari ikatan duniawi.

Kalau dalam grehastha asrama seseorang giat bekerja, mengabdi untuk mendapatkan bekal
hidup baik yang bersifat rohani dan lebih-lebih lagi yang bersifat artha. Namun dalam tingkatan
wanaprastha asrama perlahan-lahan seseorang itu mulai mengasingkan diri dari kesibukan duniawi.
Dengan demikian juga yang berhubungan dengan kepuasan yang bersifat lahiriah sedikit demi
sedikit mulai ditinggalkan. Pusat perhatian pada jenjang ini mengarah pada kenikmatan rohani,
memperdalam ajaran kerohanian dan kegiatan spiritual lebih diperbanyak.
Tetapi dizaman modern seperti sekarang ini, sulit dilakukan mengingat hutan susah untuk
ditemukan. Hutan – hutan berubah menjadi rumah, ruko dan juga gedung – gedung bertingkat. Lalu
bagaimana kita menjalani kehidupan wanaprasta. Kehidupan wanaprasta dimaksudkan, secara
perlahan – lahan melepaskan keterikatan duniawi dan mendekatkan diri dengan Tuhan,
meningkatkan spiritualitas untuk mengetahui hakekat Tuhan yang sesungguhnya. Jadi tidak harus
pergi ke hutan dan mengasingkan diri.

sumber gambar:

( http://kb.alitmd.com/konsep-jenjang-kehidupan-dalam-hindu-catur-asrama/ )

Manfaat menjalani jenjang wanaprasta dalam kehidupan ini antara lain :

1. Untuk mencapai ketenangan rohani.


2. Manfaatkan sisa-sisa kehidupan di dunia untuk mengabdi dan berbuat amal kebajikan
kepada masyarakat umum.
3. Melepaskan segala keterikatan duniawi

Masa mulai menempuh hidup Wanaprastha

Menurut kitab Nitisastra masa wanaprasta kurang lebih 50 – 60 tahun.

Masa yang baik untuk mulai menempuh hidup sebagai seorang Wanaprastha adalah setelah
berusia kurang lebih 60 tahun ke atas. Karena pada usia seperti itu, anak-anaknya sudah dapat hidup
mandiri. Bagi seorang pegawai negeri ia sudah pension sehingga ia sudah lepas dan bebas dari tugas
dinasnya.
Vanaprastha tidaklah diartikan sebagai meninggalkan rumah lalu pergi menyepi kehutan
untuk bertapa, tetapi vanaprastha dimaknai sebagai hidup yang hening dan suci, sedikit demi sedikit
melepaskan diri dari ikatan keduniawian, dan menguatkan pengendalian diri berdasarkan ajaran
Agama Hindu. Ajaran agama yang diperoleh pada masa brahmacari kini dilaksanakan pada
kehidupan sehari-hari secara lebih mantap, dimana lebih dipusatkan pada bidang spiritual.

Orang yang melaksanakan vanaprastha disebut vanaprasthin, hendaknya selalu menjaga


kesucian dan kesehatan jasmani/rohani, banyak melakukan pekerjaan mulia, bijaksana, bersahabat,
berbicara manis dan menyenangkan, melakukan sadhana, melaksanakan latihan-latihan kerohanian
(yoga), melakukan berbagai "vrata" atau pengekangan diri, suka belajar dan bergaul pada orang-
orang suci (Sulinggih), sering me-dharma yatra dan lain-lain.

Wanaprastha adalah batu loncatan untuk mencapai sebuah jenjang Sanyasin karena lewat
Wanaprasta jiwa secara perlahan terlatih tidak lagi bergantung kepada hal-hal yang bersifat
kenikmatan indria dengan demikian pikiran tidak lagi focus ke indria apapun bentuknya melainkan
hanya pada Tuhan.

“ Tat-buddhayas tad-atmanas

tan-nisthas tat-parayanah

gacchanty apunar-avrtti

jnana-nirdhuta-kalmasah”.

( Bhagavadgita V-17)

Artinya:

“Mereka yang memikirkan-Nya, menyerahkan seluruh jiwa kepada-Nya, menjadikan-Nya tujuan


utama, memuja hanya pada-Nya, akan pcrgi tidak kcmbali, dan dosa mereka dihapus oleh
pengetahuan itu”.

Dari sloka ini dijelaskan bahwa pikiran adalah faktor terpenting dalam keberhasilan seorang
dalam melaknakan Sanyasin asrama, untuk itu pikiran harus dilatih secara perlahan-lahan pada
masa wanaprasta hingga nanti saat memasuki jenjang sannyasi asrama pikiran benar-benar telah
mantap pada Tuhan. Hingga tidak ada lagi goncangan-goncangan mental saat menjalani masa
Sannyasin.

Adapun ciri-ciri orang yang telah dapat masuki tahap wanapratha ini adalah: usia yang
sudah lanjut, mempunyai banyak pengalaman hidup, mampu mengatasi gelombang pahit getirnya
kehidupan, serta mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran agama dan ilmu pengetahuan.
Telah memiliki keturunan atau generasi lanjutan yang sudah mapan dan mampu hidup mandiri.serta
tidak bergantung lagi pada orang tua baik dibidang ekonomi maupun yang lainnya.

Artha dan kama hendaknya kita mulai mengurangi, berkosentrasi dalam spiritual, mencari
ketenangan bathin dan lebih mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi. Tujuan hidup pada
masa ini adalah persiapan mental dan fisik untuk dapat menyatu dengan Tuhan, sehingga Tujuan
hidup ini diprioritaskan kepada kama dan moksa.

Anda mungkin juga menyukai