Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Atas asung wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa,
dalam waktu yang singkat ini penyusun berusaha menyelesaikan sebuah makalah
tentang “Catur Asrama” dan dengan selesainya makalah ini semoga dapat
memberikan mamfaat dan inspirasi terhadap pembaca.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

BAB II
CATUR ASRAMA

A. PENGERTIAN

Kata Catur Asrama berasal dari bahasa sansekerta yaitu dari kata Catur berarti
empat dan kata Asrama berarti tempat atau lapangan “kerohanian”. Catur asrama
adalah empat jenjang kehidupan manusia berdasarkan petunjuk kerohanian yang
dipolakan untuk mencapai empat tujuan hidup manusia yang disebut Catur
Purusartha. Jenjang kehidupan itu berdasarkan atas tatanan rohani, waktu, umur
dan sifat perilaku manusia.

Empat Asrama atau tahapan dalam kehidupan, yaitu : Brahmacari (tahapan belajar
atau masa menuntut ilmu pengetahuan), Grhastha (tahapan berumah tangga),
Wanaprastha (tahapan penghuni hutan atau pertapa dan yang terakhir adalah
Sannyasin (kehidupan penyangkalan atau bhiksuka). Setiap tahapan memiliki tugas
sendiri-sendiri. Tahapan-tahapan ini membantu evolusi manusia. Empat Asrama
menempatkan manusia pada kesempurnaan oleh masing-masing tahapan.
Pelaksanaan dari Empat Asrama, mengatur kehidupan dari awal sampai akhir. Dua
Asrama yang pertama menyinggung tentang Prawrtti Marga atau jalan kerja, dan
tua tahapan berikutnya yaitu kehiduan Wanaprastha dan Sannyasa merupakan
tahapan penarikan diri dari dunia luar. Mereka menyinggung kepada Niwrtti
Marga atau jalan penyangkalan atau penolakan.

Wanaprastha dan Sannyasa Asrama, adalah tahapan hidup memasuki masa


pension dan tahapan hidup mempersiapkan diri untuk melepaskan sang diri
(Atman) dari belenggu kehidupan di dunia nyata ini. Dua tahap ini hanya ditujukan
untuk mencapai Moksa sebagai tujuan akhir dari proses hidup ini. Saat
Wanaprastha adalah tahapan hidup untuk membagi berbagai pengalaman hidup
pada generasi penerus yaitu Brahmacari dan Grhastha Asrama. Dalam hal inilah
berlaku semboyan pengalaman sebagai guru terbaik. Sukses dan gagal dalam
hidupnya saat Brahmacari dan Grhastha seyogyanya menjadi bahan pelajaran
untuk ditelaah oleh generasi selanjutnya.

Pengalaman yang sukses dan gagal itu sebagai suatu bahan pelajaran yang sangat
berharga sebagai suatu pebandingan bagi generasi berikutnya. Tentunya dengan
kajian-kajian mendalam. Karena situasi dan kondisi jaman sebelumnya dan jaman
selanjutnya tidak sama. Cara sukses pada masa yang lalu tentunya tidak
selamanya bisa diterapkan pada jaman selanjutnya. Demikian juga kegagalan yang
pernah dialami jangan sampai terulang oleh generasi selanjutnya.

Susunana tatanan itu mendukung atas perkembangan rohani seseorang.


Perkembangan rohani berproses dari bayi, muda, dewasa, tua, dan mekar.
Kemudian berkembang menjadi rohani yang mantap mengalami ketenangan dan
keseimbangan.

Adanya empat jenjang kehidupan dalam ajaran agama Hindu dengan jelas
memperlihatkan bahwa hidup itu deprogram menjadi empat fase dalam kurun
waktu tertentu. Tegasnya dalam satu lintasan hidup diharapkan manusia
mempunyai tatanan hidup melalui empat tahap program itu, dengan
menunjukkan hasil yang sempurna.

Dalam fase pertama, kedua, ketiga dan keempat rumusan tatanan hidup
dipolakan. Sehingga dapat digariskan bahwa pada umumnya orang yang berada
dalam fase pertama dan tidak boleh atau kurang tepat menuruti tatanan hidup
dalam fase yang kedua, ketiga ataupun keempat.

Demikian seterusnya diantara satu fase hidup dengan kehidupan berikutnya.


Bilamana hal itu terjadi dan diikuti secara tekun maka kerahayuan hidup akan
mudah tercapai. Bilamana dilanggar tentu yang bersangkutan akan mengalami hal
yang sebaliknya. Jadi untuk memudahkan menuju tujuan hidup maka agama
Hindu mengajarkan dan mencanangkan empat jenjang tatanan kehidupan ini.
Masing-masing jenjang itu, memiliki warna tersendiri dan semua jenjang itu mesti
dilewati hingga akhir hayat dikandung badan. Setelah itu diharapkan atma
menjadi bersatu dengan sumbernya yaitu Parama Atma.

http://materiajaragamahindu.blogspot.co.id/2017/03/catur-asrama.html?m=1
Bagian-bagian Catur Asrama

Naskah Jawa Kuno yang diberi nama Agastya Parwa menguraikan tentang bagian-
bagian Catur Asrama. Dalam kitab Silakrama itu dijelaskan sebagai berikut :

“Catur Asrama ngaranya Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha, Bhiksuka, Nahan


tang Catur Asrama ngaranya”. (Silakrama hal 8).

Artinya :

Yang bernama Catur Asrama ialah Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha, dan


Bhiksuka.

Berdasarkan uraian dari Agastya Parwa itu menjadi sangat jelaslah pembagian
Catur Asrama itu. Catur asrama ialah empat fase pengasraman berdasarkan
petunjuk kerohanian. Dari ke empat pengasramaan itu diharapkan mampu
menjadi tatanan hidup umat manusia secara berjenjang. Masing-masing tatanan
dalam tiap jenjang menunjukkan proses menuju ketenangan rohani. Sehingga
diharapkan tatanan rohani pada jenjang Moksa sebagai akhir pengasramaan dapat
dicapai atau dilaksanakan oleh setiap umat. Adapun pembagian dari Catur Asrama
itu terdiri dari unsur –unsur sebagai berikut :

Brahmacari Asrama

Grhastha Asrama.

Wanaprastha Asrama.

Bhiksuka “Sanyasin” Asrama.

Masing-masing jenjang dari memiliki kurun waktu tertentu untuk


melaksanakannya. Pelaksanaan jenjang perjenjang ini hendaknya dapat dipahami
dan dipandang sebagai kewajiban moral dalam hidup dan dan kehidupan ini.
Dengan demikian betapapun beratnya permasalahan yang dihadapi dari masing-
masing fase kehidupan itu tidak akan pernah dikeluhkan oleh pelakunya. Idialnya
memang seperti itu, tidak ada sesuatu “permasalahan” yang patut kita keluhkan.
Keluh-kesah yang kita simpan dan menguasai sang pribadi kita tidak akan pernah
membantu secara ikhlas untuk mendapatkan jalan keluar dari permasalahan yang
ada. Bila kita hanya mampu mengeluh tentu akan menambah beban yang lebih
berat lagi. Hindu sebagai agama telah menggariskan kepada umatnya untuk tidak
hanya biasa dan kaya mengeluh. Renungkanlah sloka
suci berikut ini :

Niyatam kuru karma tvam, karma jyayo hy


akarmanah, sarirayatra pi cha ten a prasidheyed
akarmanah (Bhagawadgita III.8.42).

Artinya :

Lakukan pekerjaan yang diberikan padamu karena melakukan perbuatan itu lebih
baik sifatnya daripada tidak melakukan apa-apa, sebagai juga untuk memelihara
badanmu tidak akan mungkin jika engkau tidak bekerja.

http://cakepane.blogspot.co.id/2014/12/catur-asrama.html?m=1

Berikut penjelasan bagian-bagian catur asrama

BRAHAMACARI ASRAMA

Brahma cari terdiri dari dua kata yaitu Brahma yang berarti ilmu pengetahuan dan
cari yang berarti tingkah laku dalam mecari dan menuntut ilmu pengetahuan.

Brahmacari berarti tingkatan hidup bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu
pengetahuan.
Kehidupan para pelajar di mulai dengan upacara Upanayana, sebagai hari
kelahirannya yang kedua. Mereka harus dibuat tabah dan sederhana dalam
kebiasaan – kebiasaan mereka harus
bangun pagi – pagi , mandi
melakukakn sandhya & java gayatri
serta mempelajari kitab – kitab suci.

Menurut ajaran agama hindu, dalam


brahmacari asrama, para siswa
dilarang mengumbar hawa nafsu sex.
Adapun hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari dapat di ketahui
melalui istilah berikut :

1. Sukla brahmacari

Orang yang tidak kawin semasa hidupnya, bukan karena tidak mampu, melainkan
karena mereka sudah berkeinginan untuk nyukla brahmacari sampai akhir
hayatnya.Hal ini dapat dilakukan karena : a), disebabkan oleh cacat badan,
mengidap penyakit tertentu sehingga tidak mampu melakukan perkawinan, b),
adanya niat yang tumbuh dalam diri untuk tidak melakukan perkawinan sepanjang
hidupnya. Hal ini dapat kita jumpai dalam Silakrama yang berbunyi:

Sukla Brahmacari ngaranya tanpa rabi sangkan rere tan kuring sira. Adyapi teku
ringwerdha tuivi tan pangincep arabi sangkan pisan.

Artinya :Sukla Brahmacari namanya orang yang tidak kawin dari sejak lahir sampai
ia meninggal. Hal ini bukan disebutkan karena impoten atau lemah syahwat. Dia
sama sekali tidak pernah kawin sampai umur lanjut

2. Sewala brahmacari
Sewala Brahmacari adalah seseorang yang dalam hidupnya hanya melaukan
perkawinan sekali dengan istri atau suaminya. Walaupun istri atau suaminya
meninggal tetap setia dengan tidak melakukan perkawinan yang kedua atau
seterusnya. Hal ini dapat kita jumpai dalam Silakrama yang berbunyi sebagai
berikut:

Swala Brahmacari ngaranya, Marabi pisan, tan parahi muah yan Kahalangan mati
Strinya,tanpa rabi muah sira, adyapi teka ri patinya, tan pangcap arahnya.
Mangkana Sang Brahmacari, yan sira swala Brahmacari.

Artinya: Sewala Brahmacari namanya bagi orang yang hanya kawin satu kali, tidak
kawin lagi bila mendapatkan halangan salah satu meninggal maka ia tidak kawin
lagi sampai datang ajalnya. Demikian namanya Sewala Brahmacari

3. Kresna brahmacari

Pemberian ijin untuk menikah maksimal 4 kali karena suatu alasan yang tidak
memungkinkan diberikan oleh sang istri, seperti isang istri tidak dapat
menghasilkan keturunan, sang istri sakit-sakitan, dan bila istri sebelumnya
memberikan ijin. Istri-istrinya yang dikawini tersebut merupakan istri yang sah
menurut hukum perundang-undangan yang berlaku, serta tidak melanggar
agama. Walaupun dalam Trsna brahmacari disebutkan boleh kawin lebih dari satu
kali, namun ada aturan yang harus ditaati agar ketenteraman rumah tangga tetap
dapat terbina. Aturan atau syara-syarat yang harus ditaati bagi yang mau
menjalankan kehidupan Trsna Brahmacari adalah :

1. Mendapatkan persetujuan dari istri

2. Suami harus bersifat adil terhadap istri-istrinya secara lahir dan bathin

3. Suami sebagai seorang ayah harus dapat berlaku adil terhadap anak-anak
yang dilahirkan.
Pada masa Brahmacari tujuan utama
manusia adalah tercapainya dharma dan
artha. Seseorang belajar untuk
memahami dharma dan dapat mencari
nafkah di masa depan. Dharma
merupakan dasar dan bekal mengarungi kehidupan berikutnya.

Kitab Manawa Dharmasastra, IV.7

“Sarvan parityajed arthan svadhyayasya virodinaa, yatha tatha dhyapayamstu sa


hyasya krta krtyata”

Artinya :

“Hendaknya ia menghindari semua jalan mencapai kekayaan yang dapat


mengganggu pelajaran Vedanya, bagaimana pun juga hendaknya ia mengukuhkan
diri dalam mempelajari veda berdasarkan kebhaktian akan sampai pada saat
segala-galanya menjadi kenyataan”.

http://phdi.or.id/artikel/brahmacari-masa-menuntut-ilmu

B.1 GRHASTA ASRAMA

Tahapan yang kedua tentang grhasta / berumah tangga .tahapan ini dimasuki
pada saat perkawinan. Tahapan ini merupakan hal yang sangat penting, karena
menunjang yang lainnya. Perkawinan meerupakan salah satu acara suci bagi
seorang Hindu. Istri merupakan rekan dalam kehidupan ( Ardhangini ), ia tidak
dapat melakukan ritual agama tanpa istrinya.

Sebuah rumah tangga harus mendapatkan artha yang erlandaskan dhrma dan
dipergunakan dengan cara yag pantas. Ia harus memberikan 1/10 bagian dari
penghasilannya untuk amal. Grhasta asmara atau pernikahan pada hakikatnya
adalah suatu yadnya guna memberikan kesempatan kepada leluhur atau jiwa-jiwa
yang lain untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya. Dalam
kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan "Ri sakwehning sarwa bhuta, iking
janma wang juga wenang gumaweakenikang subha asubha karma, kunang
panentasakena ring subha karma juga ikang asubha karma pahalaning dadi wang"

artinya: dari demikian banyaknya semua mahluk yang hidup, yang dilahirkan
sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk. Adapun untuk
peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi
manusia. Dan merupakan bagian dari usaha penyucian diri lewat sebuah ikatan
lahir bathin antara seorang laki-laki dam seorang wanita lewat sebuah jalur
kesetiaan untuk sehidup semati.

Beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan dalam berumah tangga :

1) Melanjutkan keturunan

2) Membina rumah tangga

3) Bermasyarakat

4) Melaksanakan panca yajnya :

 Dewa Yajna : persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta
manifestasinya

 Rsi Yajna :persembahan pada para rsi, guru, maupun tokoh atau pemuka agama

 Manusa yajnya :persembahan pada sesama manusia

 Pitra Yajna : persembahan pada para leluhur


 Bhuta Yajna :persembahan kepada para bhuta.

B.3 WANAPRASTHA ASRAMA

Tahapan yang ketiga wanaprstha, tahapan ini merupakan suatu persiapan bagi
tahap akhir yaitu sannyasa . setelah melepaskan segala kewajiban seorang kepala
rumah tangga, ia harus meninggalkanya menuju hutan atau sebuah tempat
terpencil di luar kota untuk memulai meditasi dalam kesunyian pada masalah
spiritual yang lebih tinggi.

Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia


mencari dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh
kelepasan/ moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.

Adapun ciri-ciri orang yang telah dapat masuki tahap wanapratha ini adalah: usia
yang sudah lanjut, mempunyai banyak
pengalaman hidup, mampu mengatasi
gelombang pahit getirnya kehidupan,
serta mempunyai kebijaksanan
yang dilandasi oleh ajaran agama dan ilmu
pengetahuan. Telah memiliki keturunan
atau generasi lanjutan yang sudah mapan
dan mampu hidup mandiri.serta tidak
bergantung lagi pada orang tua baik dibidang
ekonomi maupun yang lainnya.Wanaprastha adalah batu loncatan untuk
mencapai sebuah jenjang Sanyasin karena lewat Wanaprasta jiwa secara perlahan
terlatih tidak lagi bergantung kepada hal-hal yang bersifat kenikmatan indria
dengan demikian pikiran tidak lagi focus ke indria apapun bentuknya melainkan
hanya pada Tuhan.

“ Tat-buddhayas tad-atmanas

tan-nisthas tat-parayanah

gacchanty apunar-avrtti

jnana-nirdhuta-kalmasah”.

( Bhagavadgita V-17)

Artinya:

“Mereka yang memikirkan-Nya, menyerahkan seluruh jiwa kepada-Nya,


menjadikan-Nya tujuan utama, memuja hanya pada-Nya, akan pcrgi tidak kcmbali,
dan dosa mereka dihapus oleh pengetahuan itu”.

Dari sloka ini dijelaskan bahwa pikiran adalah faktor terpenting dalam
keberhasilan seorang dalam melaknakan Sanyasin asrama, untuk itu pikiran harus
dilatih secara perlahan-lahan pada masa wanaprasta hingga nanti saat memasuki
jenjang sannyasi asrama pikiran benar-benar telah mantap pada Tuhan. Hingga
tidak ada lagi goncangan-goncangan mental saat menjalani masa Sannyasin

http://materiajaragamahindu.blogspot.co.id/2017/03/catur-asrama.html?m=1

B.4 SANNYASIN / BHIKSUKA

Tahap yang terkhir adalah sannyasin. Bila seseorang laki- laki menjadi seorang
sannyasin, ia meninggalkan semua miliknya, segala perbedaan golongan,segala
upacara ritual dan segala keterikatan pada suatu negara, bangsa atau agama
tertentu. Ia hidup sendiri dan menghabiskan waktunya dalam meditasi. Bila ia
mencapai keadaan yang indah dari meditasinya yang mendalam, ia
mengembirakan dalam dirinya sendiri. Ia sepenuhnyaa tak tertarik pada
kenikmatan duniawi. Ia bebas dari rasa suka dan tidak suka, keinginan,
keakuan,nafsu ,kemarahan, kesombongan dan ketamakan. Ia memiliki visi yang
sama dan pikiran yang seimbang dan ia mencintai semuanya. Ia mengembara
dengan bahagia dan menyebarkan brahma jnana atau pengetahuan sang diri. Ia
sama ketika dihormati maupun dicaci, dipuja dan dikecam, berhasil maupun gagal.
Ia sekarang adalah atiwarnasrami yang mengatasi warna dan asrama. Ia seorang
laki – laki yang bebas sepenuhnya. Ia tak terikat oleh sutau kebiasaan adat
masyarakat.

Sannyasin adalah seoang laki- laki idaman. Ia telah mecapai kesempurnaan dan
kebebasan. Ia adalah Brahman sendiri. Ia seoarang jiwanmukta atau seorang bijak
yang bebas. Mulialah tokoh pujaan seperti itu yang merupakan Tuhan yang hidup
di dunia.

http://belajaragamahindus.blogspot.com/p/catur-asrama.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai