Anda di halaman 1dari 7

NAMA : NI WAYAN ITA PUSPITA

NIM : 1907531078
Pendidikan Agama Hindu UNO 102A C2
Ujian Akhir Semester Genap 2019/2020
1. Salah satu tugas kelompok saya membahas tentang “Catur Marga”.
Catur Marga berasal dari dua kata, yaitu “catur” yang berarti empat dan “marga” yang
berarti jalan. Jadi, dari gabungan arti kata tersebut dapat disimpulkan bahwa Catur
Marga merupakan empat jalan atau cara umat Hindu untuk menuju Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Adapun bagian – bagian dari Catur Marga ini diantaranya :
1) Bhakti Marga, yaitu jalan pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
melalui cinta kasih yang tulus, luhur, dan mulia. Adapun implementasi dari
Bhakti Marga ini adalah pelaksanaan Tri Sandhya dan Yadnya Sesa.
2) Karma Marga, yaitu jalan atau usaha untuk mencapai moksa dengan perbuatan
dan bekerja tanpa pamrih. Dalam Bhagawadgita, Karma Marga dinyatakan
sebagai berikut :
“Tasmad asaktah satatam karyam karma samcara, asakto hy
acaran karma param apnoti purusah.” (Bhagawadgita.III.19)
Artinya :
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa
perlu terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja
yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai
yang utama.
Adapun implementasi dari Karma Marga ini adalah Ngayah/matatulungan,
melaksana sane melah, dan melaksanakan ajaran Karma Phala.
3) Jnana Marga, yaitu mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang
dicapai dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan
diri dari ikatan – ikatan keduniawian. Adapun implementasi dari Jnana Marga
ini adalah melaksanakan ajaran aguron – guron, ajaran catur guru, ajaran
brahmacari, serta mempelajari kitab suci Weda.
4) Raja Marga, yaitu suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai moksa dengan
mengendalikan indria – indria dan vritti mental atau gejolak pikiran yang
muncul dari pikiran melalui tapa, brata, dan semadhi. Adapun implementasi
dari Raja Marga ini adalah melaksanakan ajaran Astangga Yoga yang
merupakan delapan tahapan melakukan yoga yang terdiri dari : yama, nyama,
asana, pranayama, pratyahara, dhyana, dharana, dan samadhi.
2. Yang saya ketahuan tentang :
 Rta, yaitu hukum alam. Contohnya : matahari terbit dari timur dan tenggelam
di sebelah barat; serta manusia itu akan mengalami fase lahir, hidup, dan mati.
 Dharma, yaitu kebenaran. Yang terdiri dari : Sruti, Smerti, Sila, Acara, dan
Atmanastuti.
 Karmaphala, yaitu hasil dari perbuatan. Karmaphala terdiri dari tiga bagian,
yaitu :
o Sancita Karma Phala (Phala/Hasil yang diterima pada kehidupan
sekarang atas perbuatannya di kehidupan sebelumnya)
o Prarabdha Karma Phala (Karma/Perbuatan yang dilakukan pada
kehikupan saat ini dan Phalanya akan diterima pada kehidupan saat ini
juga)
o Kryamana Karma Phala (Karma/Perbuatan yang dilakukan pada
kehidupan saat ini, namun Phalanya akan dinikmati pada kehidupan
yang akan datang)
3. Kewajiban hidup dalam masyarakat sesuai dengan :
 Profesi (Varna Dharma)
Dalam agama Hindu, dikenal dengan istilah Catur Warna. Catur Warna adalah
empat penggolongan masyarakat berdasarkan fungsi dan profesi yang tidak
bersifat statis, tetapi dinamis yang artinya sebagaimana disebutkan dalam
kutipan artikel sistem kasta di Bali, yang dimana warna bisa berubah setiap
saat sesuai dengan fungsi dan profesinya sehingga penggolongan ini tidak
diturunkan, artinya kalau sang Ayah Brahmana tidak otomatis anaknya
menjadi Brahmana.
Keempat penggolongan catur warna ini disebutkan terdiri dari :
 Brahmana merupakan orang-orang yang menekuni kehidupan spiritual
dan ketuhanan, para cendikiawan serta intelektual yang bertugas untuk
memberikan pembinaan mental dan rohani serta spiritual. Atau
seseorang yang memilih fungsi sosial sebagai rohaniawan.
 Ksatria merupakan orang orang yang bekerja / bergelut di bidang
pertahanan dan keamanan/pemerintahan yang bertugas untuk mengatur
negara dan pemerintahan serta rakyatnya. Atau seseorang yang
memilih fungsi sosial menjalankan kerajaan: raja, patih, dan staf -
stafnya. Jika dipakai ukuran masa kini, mereka itu bertindak sebagai
kepala pemerintahan (guru wisesa), para pegawai negeri, polisi, tentara
dan sebagainya.
 Waisya merupakan orang yang bergerak dibidang ekonomi, yang
bertugas untuk mengatur perekonomian atau seseorang yang memilih
fungsi sosial menggerakkan perekonomian. Dalam hal ini menjadi
pengusaha, pedagang, investor dan usahawan (Profesionalis) yang
dimiliki Bisnis / usaha sendiri sehingga mampu mandiri dan mungkin
memerlukan karyawan untuk membantunya dalam mengembangkan
usaha / bisnisnya.
 Sudra merupakan orang yang bekerja mengandalkan tenaga/jasmani,
yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menjadi
pelayan atau pembantu orang lain atau seseorang yang memilih fungsi
sosial sebagai pelayan, bekerja dengan mengandalkan tenaga. seperti:
karyawan, para pegawai swasta dan semua orang yang bekerja kepada
Waisya untuk menyambung hidupnya termasuk semua orang yang
belum termasuk ke Tri Warna diatas.
 Tingkatan Hidup (Asrama Dharma)
Dalam Agama Hindu dikenal dengan istilah Catur Asrama. Catur Asrama
artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai moksa.
Atau catur asrama dapat pula diartikan sebagai empat tingkatan hidup manusia
atas dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap-tiap tingkat kehidupan
manusia diwarnai oleh adanya ciri-ciri tugas kewajiban yang berbeda antara
satu masa (asrama) dengan masa lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak
dapat dipisahkan. Adapun bagian – bagian dari Catur Asrama ini adalah :
 Brahmacari berarti tingkatan hidup bagi orang-orang yang sedang
menuntut ilmu pengetahuan. Ada tiga golongan ajaran dalam
Brahmacari, yaitu :
a. Sukla Brahmacari, yaitu orang yang tidak kawin semasa hidupnya,
bukan karena tidak mampu, melainkan karena mereka sudah
berkeinginan untuk nyukla brahmacari sampai akhir hayatnya.
b. Sawala Brahmacari, yaitu orang yang menikah sekali dalam masa
hidupnya
c. Trsna ( Krsna ) Brahmacari, yaitu kawin lebih dari satu kali sampai
batas maksimal 4 kali. Trsna brahmacari dapat dilakukan apabila :
- istri yang sebelumnya tidak dapat melahirkan keturunan,
- istri tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya,
seperti misalnya istri sakit yang tidak bisa disembuhkan
 Grhastha tingkat kehidupan pada waktu membina rumah tangga yaitu
sejak kawin. Kehidupan Grhastha dapat dilaksanakan apabila keadaan
fisik maupun psikis dipandang sudah dewasa, dan bekal pengetahuan
sudah cukup memadai. Dalam masa Grhastha ada beberapa kewajiban
yang perlu dilaksanakan yaitu :
a. melanjutkan keturunan
b. membina rumah tangga
c. bermasyarakat
d. melaksanakan panca yajna
 Wanaprastha adalah jenjang kehidupan untuk mencari ketenangan
batin, dan mulai melepaskan diri dari keterikatan terhadap kemewahan
duniawi. Adapun manfaat menjalankan hidup Wanaprastha yaitu :
a. untuk mencapai ketenangan rohani
b. memanfaatkan sisa kehidupan di dunia untuk mengabdi dan
berbuat amal kebajikan kepada masyarakat umum.
c. melepaskan segala keterikatan terhadap duniawi.
Masa yang baik untuk memulai menempuh hidup sebagai seorang
Wanaprastha adalah setelah berusia kurang lebih 60 tahun keatas.
 Bhiksuka ialah tingkat kehidupan yang lepas dari ikatan
keduniawiandan hanya mengabdikan diri kepada Hyang Widhi dengan
jalan menyebarkan ajaran-ajaran kesusilaan.
4. Banyak pihak yang beranggapan bahwa politik adalah kotor karena politik selalu
diidentikkan dengan perebutan kekuasaan yang menghalalkan segala cara. Akan
tetapi, Hindu memandang politik tidak semata-mata sebagai cara mencari, dan
mempertahankan kekuasaan, melainkan adalah bagi penegakkan Dharma. Hal ini
banyak dijelaskan dalam percakapan antara Bhagawan Bhisma dengan Yudhistira
pasca perang Bharatayudha, yaitu dalam Santi Parwa LXIII, hal 147 sebagai berikut:
"manakala politik telah sirna, veda pun sirna pula, semua aturan hidup hilang musnah,
semua kewajiban manusia terabaikan. Pada politiklah semua berlindung. Pada
politiklah semua awal tindakan diwujudkan, pada politikiah semua pengetahuan
dipersatukan, pada politiklah semua dunia terpusatkan". Dalam bab yang lain
dijelaskan pula bahwa: "ketika tujuan hidup manusia - dharma, artha, kama, dan
moksa semakin jauh. Begitu juga pembagian masyarakat semakin kacau, maka pada
politiklah semua berlindung, pada politiklah semua kegiatan agama/yajna diikatkan,
pada politiklah semua pengetahuan dipersatukan, dan pada politiklah dunia
terpusatkan" Untaian kalimat dalam Santi parwa tersebut mengisyaratkan bahwa
antara Politik dan Agama mempunyai kaitan yang sangat erat, yaitu politik Hindu
adalah untuk menjalankan dan menegakkan ajaran Dharma. Dharma adalah hukum,
kewajiban, dan kebenaran yang apabila dilanggar maka akan berakibat pada
kehancuran umat manusia, dan sebaliknya dharma yang dijaga akan membawa
kemuliaan (dharma raksatah raksitah).
Kepemimpinan Hindu berdasarkan Asta Brata. Asta Brata adalah delapan landasan
sikap mental bagi seorang pemimpin, yang terdiri dari :
 Indra Brata, yaitu pemimpin hendaknya mengikuti sifat-sifat Dewa Indra
sebagai dewa pemberi hujan, memberi kesejahtraan kepada rakyat.
 Yama Brata, yaitu pemimpin hendaknya mengikuti sifat-sifat Dewa Yama
yaitu menciptakan hukum, menegakkan hukum dan memberikan hukuman
secara adil kepada setiap orang yang bersalah.
 Surya Brata, yaitu pemimpin memberikan penerangan secara adil dan merata
kepada seluruh rakyat yang dipimpinnya serta selalu berbuat berhati-hati
seperti matahari sangat berhati-hati dalam menyerap air.
 Candra Brata, yaitu pemimpin hendaknya selalu dapat memperlihatkan wajah
yang tenang dan berseri-seri sehingga masyarakat yang dipimpinnya merasa
yakin akan kebesaran jiwa dari pemimpinnya.
 Bayu Brata, yaitu pemimpin hendaknya selalu dapat mengetahui dan
menyelidiki keadaan serta kehendak yang sebenarnya terutama keadaan
masyarakat yang hidupnya paling menderita
 Kuwera Brata, yaitu pemimpin hendaknya harus bijaksana mempergunakan
dana atau uang serta selalu ada hasrat untuk mensejahtrakan masyarakat dan
tidak menjadi pemboros yang akirnya dapat merugikan Negara dan
Masyarakat.
 Baruna Brata, yaitu pemimpin hendaknya dapat memberantas segala bentuk
penyakit yang berkembang di masyarakat, seperti pengangguran, kenakalan
remaja, pencurian dan pengacau keamanan Negara.
 Agni Brata, yaitu pemimpin harus memiliki sifat-sifat selalu dapat memotivasi
tumbuhnya sifat ksatria dan semangat yang berkobar dalam menundukkan
musuh-musuhnya.
5. Kecenderungan – kecenderungan sifat manusia menurut Kitab Bhagawadgita terbagi
menjadi dua sifat, yaitu Daivi Sampad (sifat kedewataan) dan Asuri Sampad (sifat
keraksasaan). Implementasi ajaran moralitas, yang berkaitan dengan :
1) Kasih sayang : mengasihi sesama makhluk ciptaan Tuhan dan sesama
manusia.
2) Kebenaran : mengakui setiap kesalahan yang telah diperbuat,
meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat, serta melakukan suatu
pekerjaan dengan tulus dan ikhlas.
3) Kebajikan : menolong orang yang tertimpa musibah dengan cara
memberikan sumbangan, membantu teman yang memerlukan pertolongan,
dan membantu orang tua di rumah serta menghormatinya.
4) Kedamaian : menyelesaikan masalah dengan kekeluargaan dan
tidak bermusuhan dengan teman.
5) Tanpa kekerasan : tidak menyakiti sesama makhluk ciptaan Tuhan
maupun sesama manusia.
6. Hakikat kebersamaan dalam pluralitas beragama akan mendukung kerukunan hidup
umat beragama. Tidak bisa dipungkiri jika Indonesia terdiri dari beragam budaya
termasuk agama yang dianut oleh warga Indonesia itu sendiri. Yang dimana di
Indonesia terdapat enam agama yang sah, yaitu Hindu, Buddha, Islam, Katolik,
Protestan, dan Kong Hu Chu. Dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang
memiliki arti berbeda – beda tetapi tetap satu jua sekaligus menjadi landasan hidup
dalam perbedaaan, Negara Indonesia mampu meminimalisir pergesekan pergesekan
yang terjadi diantara umat dari beragam agama tersebut sehingga kerukunan
beragama pun juga dapat terwujud dengan baik. Dan apabila Indonesia tidak memiliki
semboyan negara yang dapat mempersatukan perbedaan, maka jelas yang akan terjadi
adalah timbulnya perpecahan dimana mana.
7. Budaya itu dikatakan sebagai ekspresi pengamalan Agama Hindu karena Agama
Hindu khususnya penganut Agama Hindu yang berada di Bali sangat erat dengan
kebudayaan daerah setempat yang dapat digunakan sebagai sarana/media pelengkap
upacara agama. Contohnya seperti gamelan yang dialunkan pada upacara agama,
kidung yang dinyanyikan pada saat pelaksanaan upacara agama, maupun tarian yang
ditarikan pada saat upacara agama guna melengkapi upacara agama yang sedang
dilaksanakan ataupun memang menjadi bagian dalam upacara tersebut agar upacara
agama yang dilaksanakan berjalan dengan lancar dan sesuai harapan.

Anda mungkin juga menyukai