Anda di halaman 1dari 6

Pendidikan Agama Hindu

1. Mahāṛṣi Manu, peletak dasar hukum Hindu menjelaskan bahwa Veda adalah sumber
dari segala sumber dharma atau hukum Hindu, pernyataan tersebut terdapat pada kitab
Mānava Dharmaśāstra II.6. Jelaskan isi yang terkandung dalam kitab Mānava
Dharmaśāstra tersebut!
Jawab:
Bunyi dari kitab Mānava Dharmaśāstra tersebut adalah
Wedo’khilo dharma
mulam Smrti silica tad
vidam, Acarascaiva
sadhunam, Atmanastutir
eva ca.
Artinya:
“Weda merupakan sumber pertama dari darma, kemudian barulah Smrti, kemudian
adat istiadat, lalu tingkah laku yang terpuji dari orang-orang bijak yang mendalami
ajara suci weda; juga tata cara kehidupan orang suci dan akhirnya kepuasan pribadi”
(Pudja, 2004:31)
Seloka dalam Kitab Mānava Dharmaśāstra jelas menyebutkan bahwa ajaran Hindu
tidak hanya berpatokan pada satu sumber hokum, tetapi sumber hokum Hindu juga
termauk tradisi, tingkah laku yang baik, dan kepuasan hati sebagai seorang pemuja.
Adaya berbagai sumber hokum tindu tidak bersifat dogma yang harus melaksanakan
ajaran agama sama persis seperti di darah tempat Hindu berasal. Akan tetapi, dapat
disesuaikan, tergantung pada desa, kala dan patra.

2. Smṛti adalah Veda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Secara garis besarnya
Smṛti dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar. Salah satu adalah kelompok
Vedangga. Sebutkan dan berikan penjelasan yang termasuk kelompok Vedangga!
Jawab:
Kelompok Vedangga terdiri atas enam bidang Weda diantaranya:
1. Siksa memuat petunjuk-petunjuk tentang cara yang tepat dalam pengucapan mantra
serta tinggi rendah tekanan suara.
2. Vyakarana merupakan ilmu tata bahasa dan menjadi suplemen batang tubuh Weda
dan dianggap sangat penting serta menentukan karena untuk mengerti dan
menghayati Weda Sruti tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.
3. Chanda adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang
disebut lagu
4. Nirukta memuat berbagai penafsiran autentik mengenai kata-kata yang terdapat
dalam Weda
5. Jyotisa meuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman
dalam melakukan yajna
6. Kalpa, menurut jenis isinya, terbagi atas beberapa bidang berikut:
a. Srautasutra memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna
b. Grhyasutra memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna
oleh orang-orang yang berumah tangga
c. Dharmasutra memuat berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat
dan bernegara
d. Sulvasutra memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membangun tempat
ibadah
3. Hindu memiliki konsep jenjang kehidupan yang jelas dan telah tersusun dengan
sistimatis dalam Catur Asrama. Mengapa Catur Asrama dikatakan sebagai jenjang
dalam kehidupan manusia? Uraikan dan jelaskan!
Jawab:
Manusia tumbuh melalui berbagai tahap usia dalam hidup mereka, proses yang
dikenal sebagai siklus kehidupan manusia. Berbagai poin sepanjang siklus kehidupan
seseorang menawarkan berbagai pertumbuhan dan perkembangan, baik pada tingkat
fisik dan emosional. Sebagai orang yang bergerak melalui kehidupan dari satu siklus
ke siklus yang lain, ia juga mengalami perkembangan konstan dari kehidupan seluler,
kematian dan regenerasi, dari saat pembuahan sampai saat kematian.
Kita mesti bangga karena Hindu telah memiliki konsep yang jelas tentang jenjang
kehidupan seorang manusia yang tersusun secara sistimatis dalam Catur Asrama.
Dalam kepercayaan lain konsep ini nampak tidak begitu jelas, dimana seorang yang
sebenarnya sudah masuk di masa yang sudah tidak muda lagi masih diijinkan untuk
menikah dan begitu juga sebaliknya diusia yang masih sangat muda seseorang telah
dinikahkan Selain itu penilaian Hindu tentang seberapa pantas seorang itu menikah
bukan hanya dari fisiktapi kedewasaan mental dan seberapa besar kemampuan yang
diperoleh dalam masa belajar untuk dapat menunjang kehidupan rumah tangganya
nanti
Pengertian Catur Asrama
Kata Catur Asrama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Catur dan Asrama.
Catur berarti empat dan kata Asrama berarti tempat atau lapangan ’kerohanian’. Kata
’asrama’ sering juga dikaitkan dengan jenjang kehidupan. Jenjang kehidupan itu
berdasarkan atas tatanan rohani, waktu, umur, dan sifat perilaku manusia.
Susunan tatanan itu mendukung atas perkembangan rohani seseorang. Perkembangan
rohani berproses mulai dari bayi, muda, dewasa, tua, dan mekar. Kemudian
berkembang menjadi rohani yang mantap mengalami ketenangan dan keseimbangan.
Jadi Catur Asrama berarti empat jenjang kehidupan yang berlandaskan petunjuk
kerohanian Hindu.
Adanya empat jenjang kehidupan dalam ajaran agama Hindu dengan jelas
memperlihatkan bahwa hidup itu diprogram menjadi empat fase dalam kurun waktu
tertentu. Tegasnya dalam satu lintasan hidup diharapkan manusia mempunyai tatanan
hidup melalui empat tahap program itu, dengan menunjukkan hasil yang sempurna,
(Sudirga dan Yoga Segara, 2014:146).
Dalam fase pertama, kedua, ketiga, dan keempat rumusan tatanan hidup dipolakan.
Sehingga dapat digariskan bahwa pada umumnya orang yang berada dalam fase
pertama dan tidak boleh atau kurang tepat menuruti tatanan hidup dalam fase yang
kedua, ketiga, ataupun keempat.
Demikian seterusnya diantara satu fase hidup dengan kehidupan berikutnya. Bilamana
hal itu terjadi dan diikuti secara tekun maka kerahayuan hidup akan mudah tercapai.
Bilamana dilanggar tentu yang bersangkutan akan mengalami hal yang sebaliknya.
Jadi untuk memudahkan menuju tujuan hidup maka agama Hindu mengajarkan dan
mencanangkan empat jenjang tatanan kehidupan ini. Masing-masing jenjang itu,
memiliki warna tersendiri dan semua jenjang itu mesti dilewati hingga akhir hayat
dikandung badan. Setelah itu diharapkan atma menjadi bersatu dengan sumbernya
yaitu Parama Atma.

Bagian-Bagian Catur Asrama


1. Brahmacari
Dapat dikatakan, ini sebagai langkah awal seorang manusia mulai belajar akan apa
tujuan hidupnya yang sebenarnya. Pada masa ini seseorang akan dibekali dengan
berbagai macam ilmu, baik yang berhubungan dengan dunia material maupun
spiritual, dalam proporsi yang seimbang, dengan tujuan nanti ia akan stabil dalam
menjalani tahap hidup yang berikutnya
2. Grhasta
Masa Grahasta dikatakan jenjang paling sulit karena pada jenjang ini tidak lagi
mengurus dirinya sendiri, tetapi ia telah mendapatkan beban tambahan, yakni
keluarga yang ia bentuk alam suatu pernikahan yang disebut keluarga.
Tanggungjawabnya tidak hanya sebatas mencukupi kebutuhan hidup keluarga,
tetapi juga mengayomi dan membibing keluarga yang ia bentuk menuju suatu
kehidupan spiritual yang selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
3, Wanaprastha
Masa ini adalah masa peralihan antara kehidupan yang masih bersifat dunia yang
penuh dengan tanggung jawab dan keterikatan pada keluarga. Secara prlahan
menuju sebuah pengasingan diri terhadap ikatan tersebut, kemudian melepaskan
ikatan terseut hingga yang tersisa adalah hubungan antara diri sendiri dan Tuhan
serta tidak ada lagi hubungan lain yang dikenal sebagai sanyasin asrama atau
bhiksuka asrama.
3. Biksuka/Sanyasin
Menurut Triguna (2014:143), sanyasin asrama adalah fase terakhir dalam
kehidupan ketika masa ini jiwa telah sepenuhnya lepas dari semua ikatan, baik
secara material maupun mental, pada keluarga dan semua yang ada di luar diri,
segala macam kenikmatan duniawi, serta jiwa yang benar-benar suci, ia sudah
melupakan dan tidak menginginkan surge dan kenikmatan surgawinya.

4. Sebagaimana yang tertuang dalam Nitisastra, maka perlu diketahui pula bagaimana
ajaran kepemimpinan dalam Nitisastra. Jelaskan kriteria pemimpin menurut
Nitisastra!
Jawab:
Untuk mencapai suatu kesuksesan, sangat dibutuhkan adanya kerjasa sama dan rasa
saling membutuhkan antara pemimpin dan bawahan atau anggotanya. Hendaknya
para Pemimpin meniru hubungan antara singa dan hutan agar sukses mencapai tujuan
yang diinginkan. Pemimpin akan sukses oleh dukungan bawahannya, begitu pula
sebaliknya. Nitisastra memuat criteria kepemimpinan sebagai berikut:
1. Abhikamika; pemimpin harus tampil simpatik, berorientasi ke bawah, dan
mengutamakan kepentingan rakyat banyak aripada kepentingan pribadu atau
golongan.
2. Prajna; pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana, menguasai ilmu pengetahuan,
teknoogi, dan agama;serta dapat dijadikan panutan bagi rakyatnya.
3. Utsaha; pemimpin harus proaktif, berinisiatif, kreatif, dan inovatif (pelopor
pembaruan) serta mengabdi tanpa pamrih untuk kesejahteraan rakyat.
4. Atma sampat; pemimpin mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan demi
kemajuan bangsanya.
5. Sakya samanta; pemimpin sebagai control mampu mengawasi bawahan (efektif,
efisien, dan ekonomis) dan berani menidak secara adil bagi yang bersalah, tanpa
pilih kasih atau tegas.
6. Aksudara pari sakta; pemimpin harus akomodatif, mampu memadukan perbedaan
dengan permusyawaratan; panda berdiplomasi, serta menyerap aspirasi bawahan
dan rakyatnya.
5. Bentuk bela negara yang sangat diperlukan adalah upaya bela negara dalam bentuk
non fisik. Sebuah negara layaknya rumah tangga juga memerlukan pembiayaan dalam
operasionalnya. Salah satunya adalah dengan taat pajak. Dalam ajaran Hindu
membayar pajak memang dimaksudkan sebagai hubungan timbal balik yaitu balas
jasa rakyat kepada para kesatria (raja) atas jaminan keamanan atau perlindungan yang
diberikan oleh raja. Bagaimana pandangan tentang pajak menurut Manawa Dharma
Sastra X.118? Jelaskan jawaban Anda!
Jawab:
Dalam seloka Manawa Dharma Sastra X.118 raja atau Negara dibenarkan memungut
pajak asal memberikan perlindungan kepada rakyatnya. Dalam pandangan agama
Hindu, keberadaan suatu Negara harus didukung oleh tujuh unsure pokok yakni
swamin (raja), amatya (staf), janapada/rashtra (wilayah), durga (benteng), kosha
(perbendaharaan), danda/bala (tentara), dan itra (sekutu). Tujuh komponen Negara
tersebut bertugas menyelenggarakan pemerintahan agar tercapai cita-cita jagaddhita
dan moksa.
Sekalipun keuntungan yang didapat memang lebih digunakan untuk keperluan
pendidikan, tetapi wajib adanya penghasilan tersebut harus dilaporkan ke kantor
pajak. Dalam kondisi ini, menjadi seorang waisya (pedagang) mempunyai kewajiban
membayar pajak.

Anda mungkin juga menyukai