Anda di halaman 1dari 6

1.

Sad Darsana Dan Pembagiannya


Sad darsana merupakan bagian penulisan Hindu yang memerlukan kecerdasan yang tajam, penalaran
serta perasaan, karena masalah pokok yang dibahasnya merupakan intisari pemahaman Weda secara
menyeluruh di bidang filsafat. Sad darsana uga disebut sebagai filsafat hindu.

Filsafat Hindu bukan hanya merupakan spekulasi atau dugaan belaka, namun ia memiliki nilai yang
amat luhur, mulia, khas dan sistematis yang didasarkan oleh pengalaman spiritual mistis. Sad darsana
yang merupakan 6 sistem filsafat hindu, merupakan 6 sarana pengajaran yang benar atau 6 cara
pembuktian kebenaran. Adapun bagian-bagian dari Sad Darsana adalah :

Nyaya, pendirinya adalah Gotama dan penekanan ajarannya ialah pada aspek logika.

Waisasika, pendirinya ialah Kanada dan penekanan ajarannya pada pengetahuan yang dapat
menuntun seseorang untuk merealisasikan sang diri.

Samkhya, menurut tradisi pendirinya adalah Kapita. Penekanan ajarannya ialah tentang proses
perkembangan dan terjadinya alam semesta.

Yoga, pendirinya adalah Patanjali dan penekanan ajarannya adalah pada pengendalian jasmani dan
pikiran untuk mencapai Samadhi.

Mimamsa (Purwa-Mimamsa), pendirinya ialah Jaimini dengan penekanan ajarannya pada


pelaksanaan ritual dan susila menurut konsep weda.

Wedanta (Uttara-Mimamsa), kata ini berarti akhir Weda. Wedanta merupakan puncak dari filsafat
Hindu. Pendirinya ialah Sankara, Ramanuja, dan Madhwa. Penekanan ajarannya adalah pada
hubungan Atama dengan Brahma dan tentang kelepasan.

2. Catur Asrama Dan Pembagiannya

Catur Asrama juga dapat diartikan sebagai 4 (empat) tahapan hidup manusia yang harus di capai.
Adapun ke empat bagian-bagian dari catur asrama adalah sebagai berikut:
A. BRAHMACARI ASRAMA

Brahmacari Asrama Adalah tingkat masa menuntut ilmu/masa mencari ilmu. Masa Brahmacari
diawali dengan upacara Upanayana dan diakhiri dengan pengakuan dan pemberian Samawartana
(Ijazah).

B. GRHASTA ASRAMA
Grhasta Asrama Adalah tingkat kehidupan berumahtangga. Masa Grehasta Asrama ini adalah
merupakan tingkatan kedua setelah Brahmacari Asrama. Dalam memasuki masa Grehasta diawali
dengan suatu upacara yang disebut Wiwaha Samskara (Perkawinan) yang bermakna sebagai
pengesahan secara agama dalam rangka kehidupan berumahtangga (melanjutkan keturunan,
melaksanakan yadnya dan kehidupan sosial lainnya).

C. WANAPRASTA ASRAMA
Wanaprastha Asrama Merupakan tingkat kehidupan ketiga. Dimana berkewajiban untuk menjauhkan
diri dari nafsu keduniawian. Pada masa ini hidupnya diabdikan kepada pengamalan ajaran Dharma.
Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami
arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/moksa dipraktekkannya dalam
kehidupan sehari- hari.
D. SANYASIN ASRAMA
Sanyasin Asrama (bhiksuka) Merupakan tingkat terakhir dari catur asrama, di mana pengaruh dunia
sama sekali lepas. Mengabdikan diri pada nilai-nilai dari keutamaan Dharma dan hakekat hidup yang
benar. Pada tingkatan ini, ini banyak dilakukan kunjungan (Dharma yatra, Tirtha yatra) ke tempat
suci, di mana seluruh sisa hidupnya hanya diserahkan kepada Sang Pencipta untuk mencapai Moksa.

3. Catur Warna Dan Pembagiannya


Brahmana merupakan orang-orang yang menekuni kehidupan spiritual dan ketuhanan, para
cendikiawan serta intelektual yang bertugas untuk memberikan pembinaan mental dan rohani serta
spiritual. Atau seseorang yang memilih fungsi sosial sebagai rohaniawan.

Ksatria merupakan orang orang yang bekerja / bergelut di bidang pertahanan dan
keamanan/pemerintahan yang bertugas untuk mengatur negara dan pemerintahan serta rakyatnya.
Atau seseorang yang memilih fungsi sosial menjalankan kerajaan: raja, patih, dan staf - stafnya. Jika
dipakai ukuran masa kini, mereka itu bertindak sebagai kepala pemerintahan (guru wisesa), para
pegawai negeri, polisi, tentara dan sebagainya.

Waisya merupakan orang yang bergerak dibidang ekonomi, yang bertugas untuk mengatur
perekonomian atau seseorang yang memilih fungsi sosial menggerakkan perekonomian. Dalam hal
ini menjadi pengusaha, pedagang, investor dan usahawan (Profesionalis) yang dimiliki Bisnis / usaha
sendiri sehingga mampu mandiri dan mungkin memerlukan karyawan untuk membantunya dalam
mengembangkan usaha / bisnisnya.

Sudra merupakan orang yang bekerja mengandalkan tenaga/jasmani, yang bertugas untuk memenuhi
kebutuhan hidup dengan menjadi pelayan atau pembantu orang lain atau seseorang yang memilih
fungsi sosial sebagai pelayan, bekerja dengan mengandalkan tenaga. seperti: karyawan, para pegawai
swasta dan semua orang yang b

4. Pembagian Catur Veda Samhita


Rg Veda ; Berisikan pengetahuan suci merupakan kumpulan mantra-mantra pujaan, terdiri dari 10
Mandala, 21 Sakha, 1.028 Cukta, 10.552 rik / bait / mantra, disusun oleh Bhagawan Pulaka.

Sama Veda ; Memuat kumpulan mantra-mantra tentang ajaran umumnya mengenai lagu-lagu pujaan,
terdiri dari 1875 Sakha. Bagian Samhita ini ditulis oleh Bhagawan Jaimini.

Yayur Veda ; Weda ini berisikan mantra-mantra dalam bentuk prosa, terdiri dari 109 Sakha, 1.975
mantra. Bagian ini membentangkan tentang tata cara yadnya keagamaan yang harus dilakukan oleh
setiap umat Hindu. Yayur Weda disusun oleh Bhagawan Waisampayana.

Atharva Veda ; Membentang soal sihir, mantra-mantra dan pengobatan. terdiri dari 50 Sakha, 5.987
mantra. Di samping itu diuraikan juga Ilmu Bintang dan Ilmu Pasti. Atharva Veda ditulis oleh
Bhagawan Sumantu.

5. Catur Marga Dan Pembgiannya


Catur Marga ialah empat jalan atau cara mengamalkan agama Hindu (Veda) dalam kehidupan dan
dalam bermasyarakat. Oleh karena keadaan dan kemampuan lahir-batin umat Hindu tidak semua
sama maka Veda mengajarkan Catur Marga (empat jalan) agar semua umat dapat beragama sesuai
kemampuannya.
Bagian-bagian Catur Marga antara lain :
Bhakti Marga : Mengamalkan agama dengan melaksanakan bhakti/sembahyang, cinta kasih terhadap
sesama ciptaan Tuhan, baik sesama manusia maupun dengan makhluk lain yang lebih rendah dari
manusia yang disertai sarana bhakti. Jadi apabila orang telah bersembahyang dan hidup kasih sayang
terhadap sesama makhluk itu berarti telah mengamalkan ajaran Veda melalui jalan bhakti

Karma Marga : Mengamalkan agama dengan berbuat Dharma atau kebajikan seperti mendirkan
tempat suci (pura) dan merawatnya, menolong orang yang kesusahan, melaksanakan kewajiban
sebagai anggota keluarga/ anggota masyarakat dan berbagai kegiatan sosial (subhakarma) lainnya
yang dilandasi dengan ikhlas dan rasa tanggung jawab. Itulah pengalaman agama dengan kerja
(karma).

Jnana Marga : Mengamalkan agama dengan jalan mempelajari, memahami, menghayati,


menyebarkan agama dan ilmu pengetahuan-ketrampilan (IPTEK) dalam kehidupan sehari-hari. Jadi
berdiskusi, memberi ceramah atau menyebarkan ajaran agama, mengajarkan ketrampilan positif
berarti sudah mengamalkan agama melalui Jnana Marga.

Raja Marga : Mengamalkan agama dengan melakukan Yoga, bersemadi, tapa atau melakukan Brata
(pengendalian diri) dalam segala hal termasuk upawasa (puasa) dan pengendalian seluruh indria.

6. Penjelasan Tentang Arthasastra


Arthashastra (IAST: Arthaśāstra) adalah risalah India Kuno tentang administrasi negara, kebijakan
ekonomi dan strategi militer yang konon ditulis oleh Kautilya dan Viṣhṇugupta yang secara
tradisional diidentifikasi sebagai Cāṇakya (c. 350–283 BC), seorang sarjana di Takshashila dan
kemudian menjadi perdana menteri Kemaharajaan Maurya.

7. Sungai Yang Diyakini Sebagai Tempat Para Rsi Menerima Wahyu Dari “Sang Hyang Widhi” (Tuhan)
Dan Diabadikan Ke Dalam Bentuk Kitab Suci Veda

Sungai Sindhu

8. Sejarah Agama Hindu Di Indonesia


Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di
Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi
dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu
menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan
akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke
Indonesia.

Krom (ahli - Belanda), dengan teori Waisya. Dalam bukunya yang berjudul "Hindu Javanesche
Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui
penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India. Mookerjee
(ahli - India tahun 1912). Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia
dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa
(Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan
usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang
berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.

Moens dan Bosch (ahli - Belanda) Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar
pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh
kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia.
9. Tri Kerangka Agama Hindu
* Tattwa (Filsafat)
Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara
dan pendekatan yang disebut Pramana. Ada 3 (tiga) cara penyerapan pokok yang disebut Tri
Pramana. Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima
kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan.
Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan sradha. Dalam Hindu, sradha dibagi
menjadi 5 (lima) esensi, disebut Panca Sradha.

* Susila (Etika)
Susila memegang peranan penting bagi tata kehidupan manusia sehari-hari. Realitas hidup bagi
seseorang dalam berkomunikasi dengan lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi
pekerti yang bersangkutan. la akan memperoleh simpati dari orang lain manakala dalam pola
hidupnya selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang
memegang teguh sendi- sendi kesusilaan.

* Upacara (Yadnya)
Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa atau rohani
dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya
dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan),
pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi
kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa.

10. Ajaran Tat Twam Asi


Pola hubungan tersebut berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau) mengandung makna
bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan
sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh
sinar tuntunan kesucian Hyang Widi dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan. Dalam
hubungan ajaran susila beberapa aspek ajaran sebagai upaya penerapannya sehari- hari diuraikan lagi
secara lebih terperinci.

11. Karma Phala


Karmaphala atau karmapala adalah salah satu dari lima keyakinan (Panca Sradha) dari Agama Hindu
agama Dharma. Berakar dari dua kata yaitu karma dan phala. Karma berarti "perbuatan", "aksi", dan
phala berarti "buah", "hasil". Karmaphala berarti "buah dari perbuatan", baik yang telah dilakukan
maupun yang akan dilakukan.

Karmaphala memberi optimisme kepada setiap manusia, bahkan semua makhluk hidup. Dalam ajaran
ini, semua perbuatan akan mendatangkan hasil. Apapun yang kita perbuat, seperti itulah hasil yang
akan kita terima. Yang menerima adalah yang berbuat, dan efeknya kepada orang lain. Karma Phala
adalah sebuah Hukum kausalitas bahwa setiap perbuatan akan mendatangkan hasil. Dalam konsep
Hindu, berbuat itu terdiri atas: perbuatan melalui pikiran, perbuatan melalui perkataan, dan perbuatan
melalui tingkah laku, Ketiganya lah yang akan mendatangkan hasil bagi yang berbuat.Kalau
perbuatannya baik, hasilnya pasti baik, demikian pula sebaliknya.

Karma Phala terbagi atas tiga, yaitu:

Sancita Karma Phala (Phala/Hasil yang diterima pada kehidupan sekarang atas perbuatannya di
kehidupan sebelumnya)
Prarabdha Karma Phala (Karma/Perbuatan yang dilakukan pada kehikupan saat ini dan Phalanya
akan diterima pada kehidupan saat ini juga)
Kryamana Karma Phala (Karma/Perbuatan yang dilakukan pada kehidupan saat ini, namun Phalanya
akan dinikmati pada kehidupan yang akan datang)

12. Ajaran Bhagavadgita


Ajaran Bhagavad-gita merupakan ajaran spiritual tingkat tertinggi. Bhagavad-gita membahas tuntas
tentang Tuhan, para makhluk hidup.(para jiwa, spirit, roh), dan alam material. Bhagavad-gita
mengajarkan tentang jati diri atau diri yang sejati dari manusia dan para makhluk hidup sebagai
makhluk spiritual. Kita bukanlah badan material yang bersifat sementara ini melainkan kita adalah
jiwa, atma atau roh yang bersifat kekal abadi dan spiritual atau di luar jangkauan indera, pikiran dan
kecerdasan material. Namun karena tidak memiliki pengetahuan spiritual, para jiwa mempersamakan
dirinya dengan badan material ini dan menganggap dirinya sebagai bagian dari alam material ini atau
dengan kata lain, terikat dengan keduniawian sehingga mengalami penderitaan. Sri Krishna
mengajarkan bagaimana caranya keluar atau terlepas dari pengaruh alam material ini dan berbahagia
selamanya.

Bhagavad-gita mengajarkan bagaimana caranya agar para makhluk hidup bisa bebas lepas dari ikatan
alam material ini dan pulang ke alam spiritual, alam asli dari para jiwa, alam kekal di mana Tuhan
bisa dilihat secara langsung tentu saja dengan mata spiritual sehingga berbahagia. Anda dapat
temukan rahasianya dalam buku ini. Bhagavad-gita membahas secara mendalam tentang materi dan
sang jiwa atau roh serta Tuhan, penguasa atau pengendali dari keduanya (alam material dan para
jiwa). Inilah sesungguhnya pengetahuan yang paling sempurna atau pengetahuan sejati. Orang baru
bisa dikatakan berpengetahuan jika ia jika menguasai pengetahuan ini dengan sebenarnya. Bhagavad-
gita juga membahas tentang waktu, karma dan yang paling rahasia, yaitu; rasa cinta kepada Tuhan.

13. Trimurti Dan Fungsinya


Dewa Brahma Dalam agama Hindu, Dewa Brahma dianggap sebagai manifestasi tuhan dalam hal
penciptaan semesta. Dewa Brahma digambarkan memiliki empat wajah (catur mukha), memiliki
wahana berupa angsa, bersenjatakan gada, dan memiliki sakti Dewi Saraswati. Keempat wajah
Brahma menghadap 4 penjuru mata angin. Dewa ini dilukiskan sebagai sesosok pria tua berjanggut
putih yang mempunyai empat buah tangan. Masing-masing tangan salah satu dewa tertinggi agama
Hindu ini memegang alat-alat antara lain: Aksamala atau tasbih yang menyimbol kekekalan yang
tiada awal dan tiada akhir. Sruk dan Surva (sendok besar dan sendok biasa) yang menyimbolkan
upacara yadnya. Kamandalu atau kendi sebagai simbol keabadian. Pustaka atau buku yang
menyimbolkan ilmu pengetahuan.

Dewa Wisnu Dewa tertinggi dalam agama Hindu selanjutnya adalah Dewa Wisnu. Dewa Wisnu
dianggap sebagai dewa pemelihara semesta dan segala ciptaan Dewa Brahma. Dewa Wisnu akan
turun ke dunia bila kejahatan merajarela. Dewa Wisnu adalah dewa berkulit hitam-kebiruan,
mempunyai sakti Dewi Sri, beraksara Ung, bersenjatakan Cakra dan berwahanakan Burung Garuda.

Dewa siwa dianggap sebagai dewa pelebur yang akan menghancurkan semua ciptaan brahma yang
sudah usang jika waktunya sudah tiba. Dewa Siwa diwujudkan sebagai seorang dewa bermata tiga
(trinetra), menggunakan ikat pinggang kulit haimau, hiasan leher berupa ular kobra, dan
berwahanakan lembu Nandini. Dewa Siwa memiliki sakti Dewi Durga, bersenjatakan trisula, dan
memiliki 4 buah tangan yang masing-masing memegang tri wahyudi, kendi, cemara, dan tasbih.

14. Ajaran Tri Hita Karana.


Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebahagiaan dan
“Karana” yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab
terciptanya kebahagiaan”.
Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh. Falsafah tersebut memiliki
konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman
globalisasi dan homogenisasi. Pada dasarnya hakikat ajaran tri hita karana menekankan tiga
hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan
sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan dengan ke Tuhan yang saling terkait
satu sama lain. Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya.
Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila keseimbangan
tercapai, manusia akan hidup dengan menghindari daripada segala tindakan buruk. Hidupnya akan
seimbang, tenteram, dan damai.

Hakikat mendasar Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu
bersumber pada keharmonisan hubungan antara Manusia dengan Tuhan nya, Manusia dengan alam
lingkungannya, dan Manusia dengan sesamanya. Dengan menerapkan falsafah tersebut diharapkan
dapat menggantikan pandangan hidup modern yang lebih mengedepankan individualisme dan
materialisme. Membudayakan Tri Hita Karana akan dapat memupus pandangan yang mendorong
konsumerisme, pertikaian dan gejolak.

15. Ajaran Yoga Dalam Hindu


Yoga (Aksara Dewanagari योग) dari bahasa Sanskerta (योग) berarti "penyatuan", yang bermakna
"penyatuan dengan alam" atau "penyatuan dengan Sang Pencipta". Yoga merupakan salah satu dari enam
ajaran dalam filsafat Hindu, yang menitikberatkan pada aktivitas meditasi atau tapa di mana seseorang
memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca indranya dan tubuhnya secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai